Altay dan Ramirez (2010); Hendricks dan Singhal (2005) menyebutkan bahwa
kerentanan jaringan rantai pasokan saat ini dan pengelolaan operasi sebuah organisasi
secara andal dan konsisten tetap menjadi masalah manajerial utama yang mempengaruhi
kinerja organisasi. Risiko dalam jaringan rantai pasokan berdampak buruk pada kinerja
rantai pasokan dalam hal ketanggapan dan efisiensi. Oleh karena itu, manajer rantai pasok
dituntut untuk lebih dibekali dengan strategi dan teknik untuk menghadapi dan mengelola
risiko (Putra dan Tang, 2012). Ketahanan (resilience) dan ketangguhan (robustness)
adalah dua kemampuan penting untuk manajemen risiko rantai pasokan yang efektif.
Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk secara proaktif mengelola risiko dari
berbagai kemungkinan keadaan (Ivanov, Sokolov, dan Dolgui, 2014).
Manajemen risiko yang efektif selalu menjadi ciri khas perusahaan yang sukses untuk
tetap kompetitif dalam jangka panjang. Untuk mencapai rantai pasokan yang tangguh,
Wieland dan Marcus Wallenburg (2012) telah membedakan antara strategi proaktif dan
reaktif. Karena suasana bisnis yang sangat rentan dan penuh risiko, tampaknya sulit bagi
ahli strategi rantai pasokan untuk memiliki jaminan bahwa rencana, keputusan, dan
strategi mereka akan menghasilkan hasil yang diharapkan. Risiko strategis adalah risiko
yang mempengaruhi atau dibentuk oleh keputusan strategis bisnis. Beberapa peneliti
berfokus pada pemilihan dan penerapan strategi rantai pasokan yang tepat untuk
mengurangi risiko dalam rantai pasokan.
Carvalho, Azevedo, dan Cruz-Machado (2012) dan Wieland dan Marcus Wallenburg
(2012) telah menyoroti poin yang sangat penting bahwa rantai pasokan kemungkinan
akan menghasilkan gangguan biaya yang mahal, oleh karena itu, manajer diharuskan
mengembangkan beberapa keterampilan untuk mengurangi dampak gangguan termasuk
menerapkan strategi rantai pasokan yang tepat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
dengan menerapkan strategi rantai pasokan yang tepat, kerentanan rantai pasokan pada
akhirnya akan berkurang.
Lean supply chain strategy dan Agile supply chain strategy adalah dua strategi yang dapat
dipilih oleh organisasi untuk pengaturan operasi mereka. Kedua strategi memiliki
tradeoff satu sama lain. Banyak peneliti telah menyatakan bahwa hanya menerapkan lean
supply chain strategy bukanlah rantai pasokan yang paling tepat karena fokus pada
persediaan minimum dan penjadwalan yang lebih ketat dan bahkan penerapan Agile
supply chain strategy saja mungkin juga tidak efektif dari segi biaya bagi perusahaan.
Oleh karena itu, Naylor, Naim, dan Berry (1999) memperkenalkan konsep
pengintegrasian kedua strategi dalam suatu rantai pasok, yaitu Leagile supply chain
strategy. Dengan menerapkan strategi tersebut, keuntungan dari kedua strategi dapat
digabungkan. Ambe (2010) juga membahas bahwa menerapkan kedua strategi
memungkinkan organisasi untuk mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, fleksibilitas,
dan respons terhadap permintaan pelanggan sambil mempertahankan keberlanjutan.
Christopher dan Lee (2004) menyebutkan bahwa untuk pengetahuan penulis, hampir
tidak ada penelitian empiris yang menekankan pada strategi rantai pasokan seperti lean
dan agile dan kemampuan manajemen risiko rantai pasokan. Wieland dan Marcus
Wallenburg (2013) juga telah telah menyoroti titik ini bahwa ada kekurangan penelitian
empiris di bidang manajemen risiko rantai pasokan.
Bhamra, Dani, dan Burnard (2011) menekankan bahwa ada persyaratan untuk
mengeksplorasi konsep ketahanan (resilience) secara empiris. Dalam hal teori
kontingensi, ahli teori telah mengemukakan bahwa kesesuaian atau efektivitas strategi
mitigasi risiko bergantung pada lingkungan internal dan eksternal; demikian, untuk
memecahkan masalah tidak ada strategi tunggal yang melayani secara konsisten dalam
semua situasi (Van de Ven dan Drazin, 1984).
2. Masalah
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami pentingnya strategi rantai pasokan
dalam konteks manajemen risiko rantai pasokan dengan penekanan utama pada
efektivitas lean supply chain strategy dan agile supply chain strategy dalam hal
menciptakan ketahanan (resilience) dan ketangguhan (robustness) dalam rantai pasokan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan secara empiris bagaimana keputusan
strategis seperti lean supply chain strategy dan agile supply chain strategy
mempengaruhi kemampuan manajemen risiko.
2. Penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi dan menjelaskan faktor pendorong yang
berkontribusi untuk merumuskan campuran yang tepat dari strategi tersebut.
3. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengusulkan kerangka kerja umum yang dapat
membantu organisasi untuk menciptakan rantai pasokan yang resilience dan robust
dengan bantuan strategi ini.
Makalah ini tidak hanya berkontribusi melalui menjembatani kesenjangan dengan
menguji dampak strategi rantai pasokan (yaitu lean dan agile) pada rantai pasokan yang
resilience dan robust, tetapi juga berfokus pada bagaimana meningkatkan Supply Chain
Risk Management (SCRM) dengan menyeimbangkan strategi lean dan agile.
Selain itu, penelitian ini tidak hanya dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan terkait
strategi rantai pasok dan manajemen risiko rantai pasok, tetapi juga untuk memverifikasi
hubungan teoritisnya melalui pengujian hipotesis.