Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

SEMINAR AKUNTANSI MANAJEMEN

ANGGOTA KELOMPOK

BENI RAMADHANI (1710536011)


ALEXANDER RAYMOND A (1710536015)
ANNISA FARADHANI (1710536019)
NICKY LUCYA PRATIWI (1710536040)

PRORGAM STUDI INTAKE AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
Life Cycle Costing : Strategic Cost Management
and The Value Chain

Rantai nilai untuk tiap-tiap perusahaan di dalam industri apa saja adalah
aktivitas-aktivitas penciptaan nilai yang saling terkait, mulai dari pemerolehan
sumber bahan baku dasar sampai kepada penyerahan produk atau jasa akhir
kepada pelanggan. Makalah ini menjelaskan bagaimana menyusun dan
menggunakan rantai nilai. Pembahasan di dalam makalah ini bertujuan untuk
menyoroti fakta bahwa pengetahuan manajemen biaya strategik yang muncul dari
rantai nilai adalah berbeda dan lebih baik daripada pengetahuan yang diperoleh
dari pendekatan-pendekatan akuntansi manajemen tradisional.
Salah satu tema besar di dalam manajemen biaya strategik ialah
menyangkut fokus terhadap upaya-upaya dalam manajemen biaya : bagaimana
sebuah perusahaan mengorganisasikan pemikiran-pemikirannya mengenai
manajemen biaya? Di dalam kerangka manajemen biaya strategik, mengatur biaya
secara efektif memerlukan fokus yang luas yang mana Michael Porter
menyebutnya dengan "rantai nilai" - yakni sekumpulan aktivitas penciptaan nilai
yang saling terkait. Fokus ini bersifat eksternal bagi perusahaan, di mana masing-
masing perusahaan dipandang dalam konteks keseluruhan rantai dalam aktivitas
aktivitas penciptaan nilai yang mana hal tersebut hanyalah berupa sebuah bagian
atau tahapan, mulai dari pemerolehan bahan baku dasar sampai after-sales service
Sebaliknya, akuntansi manajemen tradisional mengadopsi fokus yang
sebagian besar bersifat internal bagi perusahaan, di mana masing-masing
perusahaan dipandang dalam konteks dari pembelian, proses, fungsi, produk, dan
pelanggan. Dengan kata lain, akuntansi manajemen tradisional mengambil
perspektif nilai tambah mulai dari pembayaran kepada pemasok (pembelian)
sampai pada penyerahan produk atau jasa kepada pelanggan (penjualan).
Ternautamanya, di dalam perspektif akuntansi manajemen tradisional, adalah
untuk memaksimalkan perbedaan (yaitu, nilai tambah) antara pembelian dan
penjualan. Pengetahuan strategik yang dihasilkan oleh analisis rantai nilai,
bagaimanapun, berbeda secara signifikan dari - dan lebih unggul - daripada yang
disarankan oleh analisis nilai tambah.
Life Cycle Costing

Life cycle costing adalah salah satu metode atau teknik manajemen yang
ditawarkan untuk mengidentifikasi dan memonitor biaya produk atau jasa selama
siklus hidupnya dalam rangka penghitungan biaya yang lebih akurat dan lebih
mendukung manajemen dalam pengambilan keputusan. Secara fundamental
proses dari life cycle costing meliputi kegiatan menilai biaya yang timbul dari
suatu produk selama siklus hidupnya, serta melakukan evaluasi berbagai alternatif
yang berdampak pada biaya tersebut.
Tujuan dari life cycle costing adalah untuk membantu manajemen dalam
mengelola total biaya secara cermat pada seluruh siklus hidup produk, membantu
manajemen untuk mengidentifikasi kemungkinan area-area pengurangan biaya
yang paling efektif. Life cycle costing juga membantu manajemen dalam
memperkirakan dampak biaya dari suatu desain dan alternatif pendukung. Hal ini
membantu manajemen dalam memahami konsekuen dari mengembangkan dan
membuat sebuah produk.

The Concept

Porter menyebutkan bahwa perusahaan dapat mengembangkan


keunggulan kompetitif secara berkelanjutan dengan menerapkan satu dari dua
strategi berikut:
 A low cost strategy; atau
 A differentiation strategy.

Low-cost Strategy. Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk


meraih biaya rendah secara relatif terhadap pesaing (meraih kepemimpinan
biaya). Kepemimpinan biaya dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti:
 Skala ekonomi dalam produksi
 Experience curve effects
 Pengendalian biaya secara ketat
 Minimalisasi biaya pada beberapa area seperti Research and Development
(R&D), service,sales force, atau advertising.
Cost Leadership atau kepemimpinan biaya merupakan salah satu
generic strategy. Strategi ini dilakukan dengan cara memproduksi barang dengan
biaya yang lebih rendah dengan kualitas yang relatif sama dibandingkan
dengan para pesaingnya. Untuk dapat menjalankan strategi ini, perusahaan
perlu memiliki economies of scale lebih tinggi atau memiliki keunggulan dalam
produktivitas. Dengan kata lain, perusahaan yang mengarahkan dirinya menjadi
produsen yang low-cost dalam industri untuk setiap level kualitas, maka
perusahaan tersebut telah menjalankan strategi ini. Strategi ini mempunyai
dua macam strategi turunan, yaitu (1) produk dijual dalam rata-rata harga
industri untuk meraih keuntungan yang lebih besar dari pesaing dan (2) produk
dijual di bawah rata-rata harga industri untuk meraih market-share yang lebih
luas.
Ada beberapa keadaan lingkungan yang dapat menguntungkan maupun
merugikan bagi perusahaan ketika akan menjalankan strategi kepemimpinan
biaya. Ketika pembeli tidak dihadapakan ada diferensiasi nilai terlalu banyak
dengan produk lain, pembeli cenderung sensitif terhadap harga, atau para pesaing
tidak akan segera menyesuaikan harga yang lebih rendah, maka situasi ini akan
mendukung berjalannya strategi ini. Sebaliknya ketika tidak ada perubahan dalam
selera konsumen, teknologi, dan harga atau biaya; aktivitas yang diambil untuk
mencapai biaya rendah sangat langka dan mahal untuk ditiru, maka strategi ini
menjadi kurang efektif.
Dengan menjalankan strategi ini perusahaan harus lah memiliki kelebihan
dalam aspek pangsa pasar yang lebih luas ataupun akses ke sumber daya seperti
bahan baku, komponen, tenaga kerja yang lebih baik. Dengan keuntungan pada
dua hal itu, dan dikombinasikan dengan proses bisnis yang efisien, maka
perusahaan dapat menjalankan strategi ini dengan baik. Beberapa ciri bisnis
proses yang efisien akan terlihat pada aspek seperti seperti memiliki capabilities
keuangan yang kuat untuk berinvestasi dalam spesific assets, mampu mendesain
proses produksi dengan efisien, memiliki keahlian yang tinggi dalam industri
karena leaming experience curve yang tinggi, dan memiliki jalur distribusi yang
efisien. Tanpa satu atau beberapa keuntungan ini, strategi ini dapat dengan mudah
ditiru oleh pesaing pesaing lainnya.
Jika perusahaan yang berkompetisi tidak dapat menurunkan biaya-biaya
yang sarna jumlahnya, maka perusahaan dapat mempertahankan keunggulan
kompetit f berdasarkan biaya kepemimpinan. Dapat disimpulkan bahwa cost
leadership dapat diraih dengan cara (1) Keputusan outsourcing dan venical
integration yang optimal, (2) Meningkatkan efisiensi dalarn setiap value chain,
atau (3) Mendapatkan sumber input yang murah.
Perusahaan - perusahaan yang telah menerapkan strategi ini meliputi Texas
Instruments pada consumer electronics, Emerson Electric pada motor listrik ,
Hyundai pada otomobil, Briggs and Stratone pada gasoline engines, Black and
Decker pada alat-alat bermesin, Commodore pada bisnis mesin, K-Mart pada
bisnis ritel, BIC pada pena, dan Timex pada jam tangan.
Differentiation strategy. Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah
untuk menciptakan sesuatu yang mana pelanggan memandangnya sebagai sesuatu
yang unik. Keunikan produk dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti
loyalitas merek (Coca Cola pada industri minuman ringan), layanan pelanggan
yang unggul (IBM pada bisnis komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors
pada bisnis peralatan konstruksi), desain produk dan fitur produk (Hewlett
Packard pada elektronik), atau teknologi (Coleman pada bisnis peralatan kemah).
Beberapa perusahaan yang telah menerapkan strategi diferensiasi meliputi
Mercedes Benz pada industri otomobil, Stouffer's pada bisnis makanan beku,
Neiman-Marcus pada industri ritel, Cross pada bisnis pena, dan Rolex pada bisnis
jam tangan.
Apakah atau tidak perusahaan dapat mengembangkan dan
mempertahankan kepemimpinan biaya tergantung secara mendasar pada
bagaimana perusahaan mengelola rantai nilainya secara relatif terhadap pesaing.
Baik secara intuitif maupun secara teoretis, keunggulan kompetitif dalam pasar
pada akhirnya berasal dari penyediaan nilai pelanggan yang lebih baik dengan
biaya setara atau nilai pelanggan yang setara dengan biaya yang lebih rendah.
Dengan demikian, analisis rantai nilai sangat penting untuk menentukan secara
persis di segmen mana pada rantai nilai perusahaan - mulai dari desain hingga
distribusi - biaya biaya dapat diturunkan atau nilai pelanggan dapat ditingkatkan.
The Value Chain Framework

Kerangka rantai nilai merupakan metode untuk membagi rantai - mulai


dari bahan baku dasar sampai kepada pelanggan terakhir - ke dalam aktivitas-
aktivitas strategik yang relevan dalam rangka memahami perilaku biaya dan
sumber diferensiasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebuah
perusahaan biasanya hanya satu bagian dari sekumpulan aktivitas yang lebih besar
dalam sistem penyerahan nilai. Pemasok tidak hanya memproduksi dan
menyerahkan input yang digunakan di dalam aktivitas nilai perusahaan, tetapi
mereka penting pula dalam memengaruhi biaya dan posisi diferensiasi
perusahaan.
Memperoleh dan mempertahankan keunggulan kompetitif bahwasanya
mengharuskan perusahaan untuk memahami keseluruhan sistem penyerahan nilai,
bukan hanya bagian dari rantai nilai di mana ia berpartisipasi . Pemasok dan
saluran distribusi memiliki margin keuntungan yang penting untuk
mengidentifikasi dalam memahami biaya atau penetuan posisi diferensiasi suatu
perusahaan, karena pelanggan akhir pada akhirnya membayar semua margin
keuntungan di seluruh rantai nilai.

Value Chain Versus Value-Added Analysis

Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value added. Konsep
value added merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian
bahan baku sarnpai dengan produk jadi. Konsep value added menekankan pada
penambahan nilai produk selama proses produksi di dalam perusahaan . Semua
biaya yang non-value added akan dihilangkan dan perusahaan fokus pada hal-hal
yang mempunyai nilai pada produk . Konsep ini mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan karena analisisnya terlalu lambat dimulai, analisis dimulai saat bahan
baku dibeli dan tidak memperhatikan saat pembentukan nilai yang terjadi pada
aktivitas yang dilakukan pemasok bahan baku tersebut; dan terlalu cepat selesai
sebab analisis berakhir saat produk selesai diproses dan mengabaikan proses
distribusi produk ke tangan pelanggan dan penanganan setelah itu (Shank dan
Govindarajan, 1992).
Hal ini mengakibatkan perusahaan kehilangan kesempatan (missed
opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan pemasok dan
konsumen untuk memantapkan posisinya dalam persaingan pasar. Survey yang
dilakukan terhadap para manajer di Selandia baru menunjukan perusahaan mereka
mempunyai kelemahan dalam hal : Kualitas bahan baku yang kurang bagus, saat
pengantaran bahan baku yang tidak tentu, manajemen bahan baku yang masih
kurang, dan penanganan kepuasan konsumen yang masih kurang.
Kelemahan ini terjadi karena perusahaan tidak mengekplorasi hubungan
dengan pemasok dan konsumen. Hubungan yang baik dengan pemasok dapat
memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan
baku,waktu pengantaran bahan baku yang tepat dan biaya yang lebih rendah.
Sedangkan hubungan dengan konsumen dapat memberikan keuntungan bagi
perusahaan dalam loyalitas konsumen terhadap produk perusahaan. Di lain pihak
analisis value chain merupakan analisis aktivitas-aktivitas yang menghasi lkan
nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan .
Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai
nilai industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added dan dapat
dikatakan value added merupakan bagian dari value chain.

Supplier Linkages

Perbedaan antara perspektif rantai nilai dan perspektif nilai tambah dapat
dilihat secara jelas dalarn konteks masalah penjadwalan yang timbul ketika
perusahaan mengabaikan total rantai nilai. lndustri otomobil menyediakan comoh
yang baik.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah perusahaan otomobil besar Amerika
Serikat mulai untuk mengimplementasikan manajemen Just-in-Time (JIT) pada
pabrik perakitann ya. Biaya perakitan mengambil porsi 30 persen dari penjualan .
Perusahaan berpendapat bahwa penggunaan JIT dapat mengeliminasi 20 persen
dari biaya perakitan tersebut, karena biaya perakitan pada pabrik-pabrik otomobil
Jepang diketahui lebih dari 20 persen di bawah biaya perakitan pada pabrik
-pabrik otomobil Amerika Serikat. Seiring perusahaan mulai mengatur pabrik-
pabriknya secara berbeda dalam rangka menghilangkan penumpukan dan
pemborosan persediaan, biaya perakitannya turun secara signifikan. Akan tetapi
perusahaan mengalami permasalahan yang dramatis dengan pemasok-
pemasoknya, yang mana meminta kenaikan harga melebihi biaya yang dapat
dihemat perusahaan ketika perusahaan mengimplementasikan JIT. Perusahaan-
perusahaan otomobil Amerika Serikat saat itu merespon permintaan kenaikan
harga dari pemasok-pemasoknya dengan meminta para pemasoknya untuk
menerapkan JIT pula pada aktivitas operasi mereka.
Perspektif rantai nilai mengungkapkan sebuah gambaran yang berbeda
mengenai keseluruhan situasi. Dari penjualan perusahaan otomobil, 50 persen
merupakan pembelian dari pemasok suku cadang. Dari jumlah tersebut, 37 persen
merupakan pembelian oleh pemasok suku cadang, dan sisanya 63 persen
merupakan nilai tambah yang diberikan oleh pemasok . Dengan demikian,
pemasok sebetulnya menambah lebih nilai produksi kepada perusahaan otomobil
daripada pabrik perakitannya (63 persen x 50 persen = 31.5 persen, versus 30
persen). Dengan mengurangi penumpukan persediaan dan mengharuskan
implememasi JIT pada pemasok, perusahaan telah menciptakan ketegangan
dengan pemasok pemasoknya . Akibamya, total biaya manufaktur pemasok naik
lebih daripada biaya perakitan perusahaan yang mengalami penurunan.
Ketika diidentifikasi, alasan di balik terjadinya masalah tersebut,
sebetulnya tidak rumit. Pabrik perakitan mengalarni perubahan yang besar dan
tidak pasti dalarn jadwal produksi. Ketika penumpukan persediaan dihilangkan
dari proses produksi yang sangat tidak dapat diprediksi, aktivitas produksi dari
pemasok menjadi sebuah mimpi buruk. Untuk setiap dolar biaya manufaktur yang
dapat dihemat oleh pabrik perakitan ketika perusahaan berpindah ke konsep
manajemen JIT, parik-pabrik pemasok mengeluarkan lebih dari satu dolar karena
ketidakpastian jadwal produksi perusahaan yang dipasoknya.
Karena cakupan perspektif nilai tambah yang sempit, perusahaan otomobil
mengabaikan konsekuensi bahwasanya perubahan-perubahan penjadwalan
produksinya memiliki dampak terhadap biaya para pemasoknya. Manajemen telah
mengabaikan fakta bahwa konsep JIT memerlukan kerjasama dengan para
pemasok . Faktor utama yang berkontribusi dalarn kesuksesan pada pabrik
perakitan perusahaan-perusahaan otombil Jepang adalah kestabilan jadwal
produksi pemasoknya . Sementara pabrik perakitan pada perusahaan-perusahaan
otomobil Amerika Serikat, secara tetap kehilangan jadwal produksi untuk satu
minggu ke depan sebesar 25 persen atau lebih, sementara pabrik-pabrik perakitan
pada perusahaan perusahaan otomobil di Jepang bervariasi sebesar 1 persen - atau
kurang - dari jadwal yang telah direncanakan empat minggu sebelumnya.
Kegagalan dalam mengadopsi perspektif rantai nilai disebabkan oleh
ketidaktahuan atau ketidakpahaman akuntan manajemen mengenai konsep analisis
supply chain cost dalam perusahaan-perusahaan otomobil terbukti menimbulkan
biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan. Konsekuensi penjadwalan tersebut dapat
ditangani secara lebih baik seandainya akuntan -akuntan manajemen pada industri
otomobil memiliki pemahaman yang baik mengenai konsep rantai nilai.
Hubungan-hubungan yang bermanfaat (yaitu, hubungan dengan pemasok
dan pelanggan yang dikelola dengan cara sedemikian rupa di mana seluruh pihak
diuntungkan) dapat pula ditelusuri secara lebih akurat melalui analisis rantai nilai
dibandingkan melalui analisis nilai tambah. Sebagai contoh, ketika coklat
borongan dalam jumlah yang besar dikirim dalam bentuk cair di dalam mobil-
mobil tanki daripada coklat yang sudah berbentuk batangan, perusahaan
-perusahaan produsen coklat (misal, pemasok) mengeliminasi biaya membentuk
coklat dalam benruk batangan dan biaya packing, tetapi mereka juga menghemat
biaya pembuat gula-gula (manisan) yang berbahan bairn coklat dalam
membongkar dan mencairkan coklat-coklat yang sudah berbentuk batangan.

Customer Linkages

Selain dimulai dengan sangat lambat, analisis nilai tambah memiliki


kekurangan yang lain : ia berhenti terlalu cepat. Hubungan pelanggan sangat
penting sebagaimana hubungan pemasok; menghentikan biaya pada titik
penjualan mengeliminasi seluruh kesempatan untuk memanfaatkan hubungan
dengan pelanggan.
Memanfaatkan hubungan dengan pelanggan merupakan ide kunci di balik
konsep life-cycle costing. Life-cycle costing merupakan kalkulasi biaya yang
berpendapat untuk memasukkan seluruh biaya yang terjadi untuk sebuah produk -
mulai dari ketika produk tersebut dirancang sampai produk tersebut dibuang -
'
sebagai bagian dari biaya produk. Life cycle costing dengan demikian berkaitan
secara eksplisit dengan hubungan antara apa yang pelanggan bayar untuk sebuah
produk dan total biaya yang dikenakan kepada pelanggan selama umur produk
tersebut. Perspektif life-cycle costing pada hubungan pelanggan dalam rantai
nilai dapat memicu peningkatan profitabilitas. Perhatian eksplisit pada biaya pasca
pembelian oleh pelanggan dapat membawa kepada segmentasi pasar dan
pemosisian produk yang lebih efektif. Merancang sebuah produk untuk
mengurangi biaya pasca pembelian yang ditanggung pelanggan dapat menjadi
senjata utama dalam meraih keunggulan kompetitif. Dalam banyak hal, biaya
siklus hidup produk yang lebih rendah pada mobil impor Jepang membantu
menjelaskan kesuksesan mereka dalam pasar Amerika Serikat.
Ada banyak contoh di mana hubungan antara perusahaan dan
pelanggannya dirancang untuk saling menguntungkan dan hubungan dengan
pelanggan dipandang tidak sebagai permainan kalah-menang namun sebagai
hubungan yang saling menguntungkan . Contoh kasus adalah pada industri
kontainer. Beberapa produsen kontainer telah membangun fasilitas manufaktur di
dekat tempat pembuatan bir dan menyerahkan kontainer melalui kepala
konveyor secara langsung ke atas lini perakitan pelanggan. Praktik ini
menghasilkan pengurangan biaya yang signifikan baik Untuk produser kontainer
dan pelanggan mereka dengan mempercepat pengangkutan kontainer kosong,
yang mana besar dan berat.

Missed Opportunities

Banyak masalah manajemen biaya yang disalahpahami karena kegagalan


untuk melihat manfaat yang dapat dihasilkan oleh analisis rantai nilai, sehingga
perusahaan kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi
hubungannya dengan pemasok dan pelanggan.

A Framework of Interdependence

Kerangka kerja value chain menyoroti bagaimana produk perusahaan


masuk dalam rantai nilai pembeli. tidak seperti konsep value added. Analisis
'
rantai nilai secara eksplisit mengakui fakta bahwa berbagai kegiatan dalam suatu
perusahaan tidak independen melainkan saling bergantung. Pendekatan akuntansi
manajemen konvensional cendrung menekankan pengurangan biaya secara
menyeluruh. Namun, dengan mengenali saling ketergantungan, analisis value
chain mengakui adanya kemungkinan bahwa peningkatan biaya secara sengaja
dalam suatu kegiatan nilai dapat membawa pengurangan total biaya.

The Methodology

Metodologi untuk membuat dan menggunakan value chain mencakup


langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi value chain dari industri, lalu membuat daftar biaya,
pendapatan, dan asset untuk tiap-tiap aktivitas.
2. Mengidentifikasi cost drivers yang mengatur setiap value activity .
3. Membangun sustainable competitive advantage, baik dengan
mengendalikan cost drivers lebih baik dari pesaing atau dengan
merekonfigurasi value chain.

1. Identifying The Value Chain


 Langkah ini harus dilakukan dengan ide untuk mendapatkan competitive
advantage. Penilaian competitive advantage tidak dapat diuji sepenuhnya
pada level industri secara keseluruhan.
 Value chain suatu industri dibagi dalam aktivitas yang berbeda oleh karena
itu starring point analisis cost didefinisikan dalam value chain industri
kemudian menetapkan cost,pendapatan dan aset dalam berbagai nilai
ak1ivitas. Aktivitas ini U11tuk membangun blok perusaliaan dalam
industri untuk menciptakan produk yang bemilai bagi pembeli.
 Aktivitas - aktivitas harus diisolasi dan dipisahkan jika aktivitas - aktivitas
tersebut sesuai dengan kondisi-kondisi sebagai berikut: aktivitas-aktivitas
tersebut menggambarkan prosentase yang signi fikan dengan cost
operasional, perilaku cost aktivitas (cost driver ) berbeda aktivitas-aktivitas
tersebut dilakukan oleh kompetitor dalam cara yang berbeda.
 Setelah mengidentifikasi value chain, cost operasional, pendapatan dan
'
aset harus dibebankan pada nilai aktivitas secara individual. Untuk nilai
aktivitas intermediate, pendapatan harus ditetapkan dengan menyesuaikan
harga transfer internal dengan harga pasar.

2. Diagnosing Cost Drivers


 Dalam akuntansi manajemen konvensional, fungsi utama suatu cost driver
adalah volume output. Konsep biaya berhu bungan dengan volume input,
biaya tetap versus biaya variabel, biaya rata-rata versus biaya marginal ,
biaya volume analisis profit, analisis break event, budget fleksibel dan
margin kontribusi.
 Dalam rerangka kerja value chain sangat berbeda, volume output
dipandang untuk menangkap sejumlah kecil variasi perilaku biaya. Oleh
karena itu biasanya digunakan cost drilver multiple yaitu cost driver yang
berbeda untuk berbagai nilai aktivitas yang berbeda. Cost driver dibagi
dalam dua kategori yaitu: structural cost drilver dan executional cost
driver.

Structural Cost Driver

Cost driver struktural adalah aktivitas usaha, guna memenuhi permintaan


konsumen, yang mempengaruhi biaya dalam tingkatan struktural perusahaan,
meliputi: lokasi usaha, skala usaha, bentuk badan usaha, struktur organisasi,
teknologi serta infrastruktur yang akan digunakan dalam menjalankan usaha.
Pilihan strategi yang harus dibuat peruahaan tentang struktur ekonomi yang
mendasari :
1. Scale: berapa ukuran investasi dalarn manufakturing, research and
development,dan marketing resources?
2. Scope: bagaimana tingkat integrasi secara vertikal (integrasi horizontal
lebih berhubungan dengan skala)?
3. Experience: berapa banyak waktu yang dibutuhkan perusahaan dimasa
yang lalu dan apakah masih bisa dilakukan dalam waktu yang sama untuk
saat ini?
4. Technology. Proses teknologi apa yang digunakan dalam masing-masing
tahap value chain perusahaan?
5. Compl exity: Seberapa luas lini produk atau Jasa yang akan ditawarkan
pada konsumen?

Executional Cost Driver

Kategori kedua dari pemicu biaya, yaitu executional cost driver, adalah
mereka penentu "posisi biaya perusahaan yang bergantung pada kemampuannya
untuk mengeksekusi" berhasil. Sedangkan pemicu biaya struktural tidak
monoton skala dengan kinerja driver eksekusional driver. Artinya, untuk setiap
structural drivers, lebih banyak tidak selalu lebih baik. Jadi, misalnya ada
skala yang tidak ekonomis untuk lingkup: Sebuah lini produk yang lebih
kompleks tidak selalu lebih baik atau tentu lebih buruk dari lini yang
kurang kompleks. Terlalu banyak pengalaman dapat menjadi sama buruknya
seperti terlalu sedikit pengalaman didalam lingkungan yang dinamis. Texas
Instruments, misalnya, menekankan kurva belajar dan menjadi produser biaya
terendah di dunia microchip using. Kepemimpinan teknologi versus
"followership" adalah pilihan untuk kebanyakan perusahaan. Daftar yang
mendasar atas executional cost driver, paling tidak mencakup sebagai berikut:
 Work Force (Keterlibatan Tenaga Kerja) "partisipasi": apakah tenaga
tenaga kerja memiliki komitmen untuk perbaikan berkelanjutan (kaizen di
Jepang)?
 Total Quality Management (TQM): apakah tenaga kerja yang ada memi
liki komitmen terhadap kual itas produk secara total?
 Capacity Utilization (kapasitas utilisasi): apa yang merupakan pilihan
skala pada pembangunan pabrik maksimum?
 Plant layout efficiency (tata letak pabrik efisiensi): seberapa efisien,
terhadap norma saat ini tata letak pabrik?
 Product configuration (konfigurasi produk): apakah desain atau
formulasi produk sudah efektif?
 Linkages with suppliers or customers (Hubungan dengan pemasok atau
pelanggan): apakah hubungan dengan pemasok atau pelanggan sudah
dieksploitasi, sehubungan dengan value chain dari perusahaan?
'

Fundamental Cost Driver

Tidak ada konsensus saat ini ada tentang apa yang merupakan
"fundamental" cost driver. Satu publikasi, misalnya, menawarkan dua daftar yang
berbeda dari cost driver yang mendasar. Mel ihat perilaku biaya dalam hal
strategis, bagaimanapun, setuju bahwa volume output saja tidak dapat menangkap
semua aspek dari perilaku biaya. Pada akhimya, berapa perubahan biaya satuan
karena perubahan volume output dalam jangka pendek terlihat sebagai
pertanyaan yang kurang menarik dari pada bagaimana posisi biaya perusahaan
dipengaruhi oleh posisi komparatif perusahaan di berbagai driver yang relevan
dalarn situasi kompetitif. Dasar pemikiran dari fundamental cost driver ini antara
lain:
1. Value chain as the broader framework
Konsep dari cast driver merupakan cara untuk dapat mengerti perilaku
biaya di dalam masing-masing aktivitas di dalarn value chain. Dengan
demikian, ide-ide seperti ABC hanya bagian dari kerangka rantai nilai.
2. Volume untuk analisis strategi
Untuk analsisi strategi, volume bukan cara yang dapat digunakan
sepenuhnya untuk menjelaskan peri laku biaya.
3. Structural choices dan executional skills.
Apa yang lebih berguna dalam arti strategis adalah untuk menjelaskan
posisi biaya dalarn hal pilihan struktural dan keterampilan pelaksanaan
yang membentuk posisi kompetiti f perusahaan. Misalnya, Michael Porter
menganalisa konfrontasi klasik pada tahun 1962 antara General Electric
dan Westinghouse turbin uap dalarn struktural dan eksekusional cost
driver untuk setiap perusahaan.
4. Relevant strategic drivers
Tidak semua strategic driver dapat dikatakan penting sepanjang waktu
walaupun beberapa adalah penting di semua kasus.
5. Cost analysis framework
Untuk masing-masing cost driver,framework atas analisis biaya diperlukan
untuk memahami positioning perusahaan.
6. Cost driver specific to activities
Aktivitas-aktivitas yang berbeda di dalam value chain dipengaruhi oleh
customer customer yang berbeda.

3. Developing Sustainable Competitive Advantage

Tahap ketiga dalam membangun dan menggunkan value chain adalah


dengan mengembangkan competitive advantage yang dapat menopang. Untuk
masing-masing aktivitas, pertanyaan-pearatanyaan utama dapat mengembangkan
competitive advantage yang dapat menopang adalah:
1. Dapatkah biaya-biaya di dalam aktivitas tersebut diturunkan,dengan value
(pendapatan) konstan?
2. Dapatkah value (pendapatan) ditingkatkan dalam aktivitas-aktivitas ini,
dengan mempertahankan biaya konstan?
a) Cost Reduction
Dengan sistematis menganalisis biaya, pendapatan dan asset
dalam setiap kegiatan, perusahaan bisa mencapai baik differensiasi
dan low cost. Sebuah cara yang efektif untuk mencapai tujuan ini
adalah untuk membandingkan rantai nilai perusahaan dengan rantai
nilai dari satu atau dua pesaing utama,kemudian mengidentifikasi
tindakan yang diperlukan untuk mengelola rantai nilai perusahaan
lebih baik dari pada pesaing mengelola rantai nilai mereka .
b) Value Increase
Untuk melanjutkan fokus atas pengaturan value chain yang ada
agar lebih baik dari pesaing, perusahaan harus memberikan perhatian
lebih untuk dapat mengidenti fikasi, dimana hasil dari ralue chain
dapat significant.
Value Chain vs Conventional Mangement Accounting

Traditional ManagementValue Chain Analysis In The SCM Framework


Focus Internal
Accounting External
seluruhaktivitas yang berhubungan mulai dari
Perspective Value-added sampai dengan konsumen
Cost driverSingle driver (volume) Multiple cost driver
concept
 Structural drivers (scoale,scope, experien
dan complexity).
Cost Penerapan pengurangan kos padaSatu setExecutional
driver yangdrivers meliputi
unik untuk tiap(participative
nilai aktivita
containment seluruh level perusahaan (cost-cost sebagai fungsi cost driver diatur un
philosophy volume-profit analysis). aktivitas.
Memanfaatkan hubungan dengan supplier.
Insight forTidak siap Mengidentifikasi cost driver pada level akt
strategic individual, dan mengembangkan cost atau differen
decision mengendalikan driver secara lebih baik atau meny
rantai nilai. Untuk tiap aktivitas secara strategik di

Strategy for Competitive Advantage

Analisis value chain sangat bermanfaat untuk menciptakan keunggulan


kompetitif di dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, karena analisis value
chain mengidentitikasi hubungan internal dan eksternal sehingga dapat membantu
perusahaan dalam mencapai keunggulan biaya maupun dengan strategi
diferensiasi.
Dengan analisa value chain perusahaan dapat menentukan dan
mengidentifikasi hubungan yang terdapat dalam perusahaan, baik hubungan
eksternal maupun hubungan internal. Hubungan internal akan menjaga keterkaitan
antara aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari
value chain, sedangkan hubungan eksternal akan menjaga keterkaitan antara
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok dan konsumennya.
Analisis biaya secara tradisional memfokuskan perhatian kepada value
added dengan terjadinya kesalahan dan bahwa hal tersebut adalah satu-satunya
area di mana perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Value added sudah mulai
ditinggalkan dengan alasan-alasan:
1. Adanya perlakuan yang berbeda antara raw material dan pembelian
beberapa masukan yang lain.
2. Value added tidak bisa menandakan hal-hal yang potensial untuk
dihubungkan dengan suatu pandangan untuk mengurangi biaya atau
penciptaan differensiasi produk .
3. Competitive advantage tidak dapat digunakan secara penuh dengan adanya
interaksi antara raw ma1erial yang dibeli dengan biaya lainnya.

Dapat disimpulkan, bahwa metodologi untuk membuat dan menggunakan


valuechain mencakup langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi value chain dari industri, lalu membuat daftar biaya,
pendapatan dan asset untuk tiap-tiap aktivitas.
2. Mengidentifikasi cost drivers yang mengatur setiap value activity.
3. Membangun sustainable competitive advantage,baik dengan
mengendalikan cost drivers lebih baik dari pesaing atau dengan
merekonfigurasi value chain.

Anda mungkin juga menyukai