OLEH :
FATHURRAHMAN
2010811210056
FAKULTAS TEKNIK
BANJARBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL
Oleh :
FATHURRAHMAN
2010811210056
Telah menyelesaikan proposal yang merupakan bagian dari tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian
Banjarbaru,…………………2022
Mengetahui,
Dosen Pengampu Metodologi Penelitian
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
BAB I...........................................................................................PENDAHULUAN
..................................................................................................................................1
2.1 Jalan...........................................................................................................5
i
2.6 Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya.........................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan (UU RI NO.22 tahun 2009)
Tabel 2.5 Nilai Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Jalan Satu-Arah
(MKJI,1997)
Tabel 2.12 Tabel Tingkat Kerusakan Cacat Tepi Perkerasan (Edge Cracking)
Tabel 2.14 Tabel Tingkat Kerusakan Penurunan Bahu pada Jalan (Lane)
iii
Tabel 2.24 Tabel Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Jenis Kerusakan (TCPPPJK)
Tabel 2.25 Tabel Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Angka Kerusakan (TCPPJK)
iv
DAFTAR GAMBAR
v
2.2.1
PENDAHULUAN
Dalam UU RI No. 38 tahun 2004 Pasal 1 ayat (4) menerangkan, jalan adalah
prasarana tranportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan
jalan kabel. Jalan raya merupakan jenis jalan yang paling sering digunakan,
karena semua jenis transportasi darat dapat melalui jalan ini. Jalan raya juga
sangat berperan dalam mendukung keberhasilan pembangunan daerah maupun
nasional.
Saat ini transportasi darat merupakan transportasi yang paling digemari oleh
masyarakat. Hal ini yang menyebabkan jalan raya harus diperhatikan
pembangunan dan kelayakannya agar dapat digunakan dengan nyaman oleh
masyarakat. Dalam hal kelayakan, pemeliharaan merupakan hal yang sangat
penting untuk mencapai kelayakan. Pemeliharaan dilakukan agar angka
kecelakaan dapat berkurang. Tapi selama proses pemeliharaan banyak ditemui
jalan mengalami kerusakan sebelum mencapai pada batas umur pelayanan, hal ini
diakibatkan oleh banyak faktor, seperti faktor alam,yaitu air maupun perubahan
1
cuaca yang selanjutnya mempengaruhi mutu dari perkerasan jalan, kerusakan
konstruksi juga merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan jalan, biasanya
terjadi karena kondisi tanah yang memang kurang bagus atau material yang
digunakan kurang bagus, faktor lainnya adalah beban yang berlebihan
(overloadimg), sehingga mengurangi umur rencana jalan. Jika faktor-faktor
tersebut terjadi secara terus menerus akan merusak jalan sehingga merugikan
pihak-pihak terkait.
2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana jumlah volume lalu lintas pada ruas Jalan Gubernur Soebardjo?
2. Bagaimana nilai kerusakan jalan pada ruas jalan Jalan Gubernur Soebardjo?
3. Bagaimana pengaruh antara volume lalu lintas terhadap kerusakan jalan pada
ruas Jalan Gubernur Soebardjo?
4. Bagaimana pengaruh antara beban lalu lintas terhadap kerusakan jalan pada
ruas Jalan Gubernur Soebardjo?
1. Mendapatkan jumlah volume lalu lintas pada ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
2. Mendapatkan nilai kerusakan jalan pada ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
3. Menganalisis pengaruh antara volume lalu lintas terhadap kerusakan jalan
pada ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
4. Menganalisis pengaruh antara beban lalu lintas terhadap kerusakan jalan pada
ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
1. Didapat jumlah volume lalu lintas pada ruas Jalan Gubernur Soebardjo
2. Mengetahui penyebab kerusakan pada ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
3. Mendapatkan bagaimana pengaruh antara volume lalu lintas terhadap
kerusakan jalan di ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
4. Mendapatkan bagaimana pengaruh antara beban lalu lintas terhadap
kerusakan jalan di ruas Jalan Gubernur Soebardjo.
3
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Data volume lalu lintas dan kerusakan jalan yang diambil pada ruas jalan tol
Banjarmasin hanya pada Jalan Gubernur Soebardjo. Total panjang jalan Tol
Banjarmasin sepanjang 23 km dan yang akan dijadikan lokasi penelitian,
dikaernakan sepanjang jalan dari terdapat aktifitas kendaraan berat sehingga
dapat dijadikan lokasi penelitian.
2. Dalam penelitian ini hanya mengamati kerusakan jalan yang disebabkan oleh
beban lalu lintas saja.
3. Dalam penelitian ini jalan sepanjang 23 km dijadikan lokasi penelitian. Ruas
jalan tersebut kemudian dibagi menjadi 4 segmen.
4. Jenis kendaraan yang diteliti adalah jenis kendaraan yang sesuai dengan
formulir survey perhitungan lalu lintas dari Dinas Bina Marga.
Segmen 1
Segmen 2
Segmen 3
Segmen 4
4
2.2.2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.3Jalan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 Pasal 1
ayat (4) menjelaskan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api,jalan lori, dan jalan kabel.
2.2.4Klasifikasi Jalan
Jalan diklasifikasikan berdasarkan Undang-Undang RI No. 38 tahun 2004 dan
Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009.
5
2.2.1 Berdasarkan Undang-Undang RI No. 38 tahun 2004
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 38 tahun 2004 mengenai jalan, maka
jalan dapat diklasifikasikan mejadi 5, yaitu :
a. Jalan Arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Menurut Peraturan Pemerintah No.
34 tahun 2006, jalan arteri terbagi dalam 2 jenis, yaitu:
6
Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat
kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah. Jalan ini didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60
(enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11
(sebelas) meter.
7
kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan
lebar badan jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.
c. Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No.
34 tahun 2006, jalan lokal dibagi menjadi 2 jenis jalan, yaitu:
Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan
pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Jalan
lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua
puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh
koma lima) meter.
Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,
kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar
badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter
d. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Seperti dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, jalan
lingkungan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
Jalan Lingkungan Primer
Jalan lingkungan primer menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam
kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Jalan ini
8
tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus
mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
a. Jalan Nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan Provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat
kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan Kota
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
9
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat pemukiman yang berada di dalam kota.
e. Jalan Desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
10
2.2.2 Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009
Klasifikasi jalan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan , klasifikasi jalan menurut kelas jalan
berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas dinyatakan
dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. Klasifikasi menurut
kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut fungsi
jalan diperlihatkan seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan (UU RI NO.22 tahun 2009)
Kelas Fungsi Dimensi Kendaraan Maksimum Muatan Sumbu
(lebar – panjang – tinggi) (m) Terberat MST (ton)
I Arteri 2,5 x 18 x 4,2 10
Kolektor
II Arteri
Kolektor 2,5 x 12 x 4.2 8
Lokal
Lingkunga
n
III Arteri
Kolektor 2,1 x 9 x 3,5 8
Lokal
Lingkunga
n
Khusu Arteri 2,5 x 18 x4,2 >10
s
2.2.5Bagian-bagian Jalan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 2004 pasal 11, bagian-bagian
jalan terbagi menjadi :
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar ruang manfaat jalan.
3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)
Ruang pengawasan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
11
2.3.1 Elemen Penampang Jalan
Menurut Saodang (2004), elemen penampang jalan terdiri dari :
1. Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas
kendaraan (carriage way,traffrc lane), secara fisik berupa perkerasan jalan.
2. Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang,dibatasi oleh marka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan
bermotor sesuai kendaraan rencana.
3. Bahu Jalan
Bahu jalan adalah bagian jalan yang berdampingan ditepi jalur lalu lintas,
dan harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas
samping dan penyangga perkerasan terhadap beban lalu lintas.
4. Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu
lintas yang berlawanan arah, guna memungkinkan kendaraan bergerak cepat
dan aman. Fungsi median adalah untuk memisahkan dua aliran lalu lintas yang
berlawanan, ruang lapak tunggu penyeberang jalan, penempatan fasilitas jalan,
tempat prasarana pekerjaan sementara, penghijauan, pemberhentian darurat,
cadangan lajur dan mengurangi silau dari lampu kendaraan pada malam hari
dari arah berlawanan
5. Lereng atau Talud
Lereng atau Talud adalah bagian tepi perkerasan yang diberi kemiringan,
untuk menyalurkan air ke saluran tepi. Dapat juga berarti lereng kiri-kanan
jalan dari suatu perbukitan,yang dipotong, untuk pembentukan badan jalan.
6. Separator
Separator adalah bagian jalan yang ditinggikan pada ruang pemisah jalur,
biasa ditempatkan dibagian luar dibatasi oleh kerb, untuk mencegah kendaraan
keluar dari jalur.
12
7. Pulau Lalu Lintas (Traffic Island)
Pulau lalu lintas adalah bagian dari persimpangan jalan,yang ditinggikan
dengan kerb yang berfungsi untuk mengarahkan lalu lintas, juga sebagai
fasilitas pejalan kaki pada saat menunggu kesempatan menyeberang.
8. Kanal Jalan (Channel)
Kanal jalan merupakan bagian persimpangan sebidang, yang khusus
disediakan untuk membeloknya kendaraan, ditandai oleh marka jalan, atau
dipisahkan oleh pulau lalu lintas.
13
4. Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi :
sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga).
Catatan: Dalam manual ini kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai
bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping.
14
lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalu lintas (untuk mobil
penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0) yang diturunkan secara
empiris untuk tiap kendaraan. Ekivalensi mobil penumpang (emp) dinyatakan
dalam kendaraan/jam.
15
Tabel 2.5 Nilai Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Jalan Satu-Arah
(MKJI,1997)
Tipe jalan : Arus lalu-lintas emp
Jalan satu per lajur
arah (kendaraan/jam)
HV MC
dan jalan
terbagi
Dua-lajur satu 0 1,3 0,4
arah (2/1) dan
Empat-lajur
terbagi (4/2D) >1050 1,2 0,25
Tiga-lajur satu 0 1,3 0.4
arah (3/1) dan
Enam-lajur >1100 1,2 0.25
terbagi (6/2D)
2. Survei beban gandar pada jembatan timbang atau WIM yang pernah dilakukan
dan dianggap cukup representatif.
16
Timbangan survei beban gandar yang menggunakan sistem statis harus
mempunyai kapasitas beban roda (tunggal atau ganda) minimum 18 ton atau
kapasitas beban sumbu tunggal minimum 35 ton.
17
Tabel 2.8 Nilai VDF Masing-masing Jenis Kendaraan Niaga (MDP,2017)
18
Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur
diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
19
Tabel 2.9 Tabel Tingkat Kerusakan Retak Buaya (Alligator Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar
satu dengan yang lain, dengan atau tanpa
berhubungan satu sama lain retakan tidak
mengalami pecah.
Medium Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke
dalam pola atau jaringan retakan yang diikuti
dengan pecah ringan.
High Jaringan dan pola retak berlanjut sehingga
pecahan-pecahan dapat diketahui dengan
mudah, dan dapat terjadi retak dipinggir.
2. Keriting (Corrugation)
Bentuk kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat
dikatakan alur yang terjadi yang arahnya melintang jalan. Kerusakan ini umumnya
terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat pengereman kendaraan.
Kemungkinan penyebabnya adalah :
a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah
b. Terlalu banyak menggunakan agregat halus
c. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.
Contoh kerusakan corrugation dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Tingkat
kerusakan corrugation, dapat dilihat pada Tabel 2.10.
20
Gambar 2.2 Contoh Kerusakan Corrugation
3. Amblas (Depression)
Bentuk kerusakan yang terjadi berupa amblas atau turunnya permukaan
lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu dengan atau tanpa retak.
Kedalaman retak ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung atau
meresapkan air. Kemungkinan penyebabnya adalah :
a. Beban atau berat kendaraan yang berlebihan, sehingga struktur bagian bawah
perkerasan jalan atau struktur perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu
menahannya
b. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar
c. Pelaksanaan pemadatan yang kurang baik.
21
Contoh kerusakan depression dapat dilihat seperti Gambar 2.3 dan Tingkat
kerusakan depression, dapat dilihat pada Tabel 2.11.
22
c. Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan
d. Konsentrasi lalu lintas berat didekat pinggir perkerasan.
Contoh kerusakan edge cracking dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan
Tingkatkerusakan edge cracking, dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Tabel Tingkat Kerusakan Cacat Tepi Perkerasan (Edge Cracking)
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Retak sedikit sampai sedang tanpa pecahan atau
lepasnya butiran perkerasan.
Medium Retak sedang dengan beberapa pecahan dan
lepasnya butiran perkerasan.
High Banyak pecahan atau lepasnya butiran disepanjang
tepi perkerasan.
23
5. Retak Refleksi Sambungan (Joint Reflection Cracking)
Kerusakan ini pada umumnya terjadi pada permukaan aspal yang telah
dihamparkan di atas perkerasan aspal. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay)
aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama yang berada
dibawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal, atau
membentuk blok. Kemungkinan penyebabnya adalah :
a. Gerakan tanah pondasi
b. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.
Contoh kerusakan joint reflection cracking dapat dilihat seperti Gambar 2.5
dan Tingkat kerusakan joint reflection cracking, dapat dilihat pada Tabel 2.13.
24
Tabel 2.13 Tabel Tingkat Kerusakan Joint Reflection Cracking
Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan
Low Satu dari kondisi berikut yang terjadi:
1. Retak non struktur, lebar < 3/8 in (10 mm).
2. Retak struktur, dengan lebar sembarang.
Medium Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak non struktur, lebar 3/8 in – 3 in (10
mm – 76 mm).
2. Retak non struktur, lebar sembarang, lebih
dari 3 in (76 mm), dikelilingi retak acak
ringan.
3. Retak struktur, lebar sembarang dikelilingi
retak acak ringan.
High Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak struktur atau non struktur
dikelilingi dengan retak acak sedang atau
tinggi.
2. Retak non struktur lebih dari 3 in (76 mm).
3. Retak rusak parah.
25
Gambar 2.6 Contoh Kerusakan Lane
26
Gambar 2.7 Contoh Kerusakan Longitudinal and Transverse Cracking
27
Kerusakan
High Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Sembarang retak struktur atau non struktur dikelilingi
dengan retak acak sedang atau tinggi.
2. Retak non struktur lebih dari 3 in (76 mm).
3. Retak rusak parah.
8. Tambalan (Patching)
Tambalan dapat dikelompokkan kedalam cacat permukaan, karena pada
tingkat tertentu (jika jumlah/luas tambalan besar) akan menggangu kenyamanan
27 berkendara. Berdasarkan sifatnya, tambalan dikelompokkan menjadi dua, yaitu
tambalan sementara; berbentuk tidak beraturan mengikuti bentuk kerusakan
lubang, dan tambalan permanen; berbentuk segi empat sesuai rekonstruksi yang
dilaksanakan. Kemungkinan penyebabnya adalah :
a. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan
b. Perbaikan akibat dari kerusakan struktural perkerasan
c. Penggalian pemasangan saluran pipa.
Contoh kerusakan patching dapat dilihat seperti Gambar 2.8 dan Tingkat
kerusakan patching, dapat dilihat pada Tabel 2.16.
28
Gambar 2.8 Contoh Kerusakan Patching
9. Lubang (Potholes)
Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan
meresapkan air pada bahu jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi didekat retakan,
atau di daerah drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air).
Kemungkinan penyebabnya adalah :
29
a. Aspal rendah, sehingga agregatnya mudah terlepas
b. Pelapukan aspal
c. Penggunaan agregat kotor
d. Suhu campuran tidak memenuhi syarat.
Contoh kerusakan potholes dapat dilihat pada Gambar 2.9 dan Tingkat
kerusakan potholes, dapat dilihat pada Tabel 2.17.
30
c. Lapisan permukaan/lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah sehingga
terjadi deformasi plastis.
Contoh kerusakan rutting dapat dilihat seperti Gambar 2.10 dan Tingkat
rutting, dapat dilihat pada Tabel 2.18.
31
Contoh kerusakan shoving dapat dilihat pada Gambar 2.11 dan Tingkat
kerusakan shoving , dapat dilihat pada Tabel 2.19.
32
produksinya
b. Kelebihan takaran pada penyemprotan chip seal
c. Rendahnya kadar pori pada campuran.
Contoh kerusakan bleeding dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan Tingkat
kerusakan bleeding, dapat dilihat pada Tabel 2.20.
33
aspal mengembang dan mengerut akibat siklus temperatur disebabkan oleh
pemilihan aspal yang jelek saat mix desain.
Contoh kerusakan block cracking dapat dilihat seperti Gambaar 2.13 dan
Tingkat kerusakan block cracking dapat dilihat pada Tabel 2.21.
34
Contoh kerusakan slippage cracking dapat dilihat pada Gambar 2.14 dan
Tingkat kerusakan slippage cracking dapat dilihat pada Tabel 2.22.
35
2.8 Proses Penanganan Kondisi Kerusakan Jalan Raya
Setiap pergerakan, baik pergerakan manusia maupun pergerakan barang
khususnya untuk pergerakan di darat, selalu menggunakan sistem jaringan
transportasi yang ada, sehingga peranan jalan menjadi sangat penting dalam
memfasilitasi besar kebutuhan pergerakan yang terjadi. Agar jalan dapat tetap
mengakomodasi kebutuhan pergerakan dengan tingkat layanan tertentu maka
perlu dilakukan suatu usaha untuk menjaga kualitas layanan jalan, dimana salah
satu usaha tersebut adalah merevaluasi kondisi permukaan jalan. Salah satu
tahapan dalam merevaluasi kondisi permukaan jalan adalah dengan melakukan
penilaian terhadap kondisi eksisting jalan. Nilai kondisi jalan ini nantinya
dijadikan acuan untuk menentukan jenis program revaluasi yang harus dilakukan,
apakah itu program peningkatan, pemeliharaan berkala atau pemeliharaan rutin
(Bolla,2012).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2011,
Pemeliharaan jalan adalah kegiatan penanganan jalan, berupa pencegahan,
perawatan dan perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi jalan
agar tetap berfungsi secara optimal melayani lalu lintas sehingga umur rencana
yang ditetapkan dapat tercapai. Adapun jenis pemeliharaan jalan adalah:
1. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin jalan adalah kegiatan merawat serta memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan dengan kondisi pelayanan
mantap.
2. Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan berkala jalan adalah kegiatan penanganan pencegahan
terjadinya kerusakan yang lebih luas dan setiap kerusakan yang diperhitungkan
dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat dikembalikan pada kondisi
kemantapan sesuai dengan rencana.
3. Rehabilitas
Rehabilitasi jalan adalah kegiatan penanganan pencegahan terjadinya
kerusakan yang luas dan setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam
desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat
tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi
36
kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan
rencana.
4. Rekonstruksi (Peningkatan)
Rekonstruksi adalah peningkatan struktur yang merupakan kegiatan
penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan bagian ruas jalan yang dalam
kondisi rusak berat agar bagian jalan tersebut mempunyai kondisi mantap kembali
sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan.
Keterangan :
UP = Urutan Prioritas
Kelas LHR = Kelas lalu lintas untuk pekerjaan pemeliharaan
Nilai Kondisi Jalan = Nilai yang diberikan terhadap kondisi jalan
37
menggunakan Tabel 2.23.
Tabel 2.24 Tabel Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Jenis Kerusakan (TCPPPJK)
Retak-retak (Cracking)
Tipe Angka
Buaya 5
Acak 4
Melintang 3
Memanjang 1
Tidak Ada 1
Lebar Angka
>2 mm 3
1 - 2 mm 2
<1 mm 1
Tidak Ada 0
Luas Kerusakan Angka
>30% 3
10 - 30% 2
<10% 1
Tidak Ada 0
Alur
Kedalaman Angka
>20 mm 7
11 - 20 mm 5
38
6 – 10 mm 3
0 – 5 mm 1
Kedalaman Angka
Tidak Ada 0
Tambalan dan Lubang
Luas Angka
>30% 3
20 – 30% 2
10 – 20% 1
<10% 0
Kekasaran Permukaan
Jenis Angka
Disintegration 4
Pelepasan Butir 3
Rough 2
Fatty 1
Close Texture 0
Amblas
Kedalaman Angka
>5/100 m 4
2 – 5/10 m 2
0 – 2/100 m 1
Tidak Ada 0
5. Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan, dan menetapkan
nilai kondisi jalan berdasarkan Tabel 2.25.
Tabel 2.25 Tabel Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Angka Kerusakan (TCPPJK)
Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan
26 - 29 9
22 - 25 8
19 - 21 7
16 - 18 6
13 - 15 5
10 - 12 4
7-9 3
4-6 2
0-3 1
39
berikut :
Urutan Prioritas = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
Dengan :
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
a = Parameter intercept
b = Parameter koefisien regresi variabel bebas
Persamaan model regresi sederhana hanya memungkinkan bila pengaruh
yang ada itu hanya dari independent variabel (variabel bebas) terhadap dependent
variable (variabel tak bebas). Jadi harga b merupakan fungsi dari koefisien
korelasi. Bila koefisien korelasi tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila
koefisien korelasi negatif maka harga b juga negatif, dan sebaliknya bila koefisien
korelasi positif maka harga b juga positif.
2. Analisis Regregsi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda ini digunakan untuk memprediksi berubahnya
nilai variabel tertentu bila variabel lain berubah. Dikatakan regresi berganda,
karena jumlah variabel bebas (independen) sebagai prediktor lebih dari satu, maka
digunakan persamaan regresi linier berganda dengan rumus, sebagai berikut:
40
ŷ = 𝛼0 + 𝛼1𝑥1 + … + 𝛼𝑘𝑥𝑘 ….. (2.3)
Dimana :
ŷ = variabel tidak bebas (dependen)
𝛼0 , … , 𝛼𝑘 = koefisien regresi
𝑥1 , … , 𝑥𝑘 = variabel bebas (independen)
41
menguji X1 dan X2. Nilai T hitung dibandingkan dengan T tabel pada macam-
macam tingkat kesalahan taraf signifikan.
Hipotesis :
H0 : bi = 0, dimana i = 1,2,....,k (variabel bebas (X1 dan X2) tidak
mempengaruhi variabel dependen (Y))
Hi : bi ≠ 0, dimana i = 1,2,....,k (minimal ada satu parameter koefisien regresi
yang tidak sama dengan nol atau mempengaruhi variabel dependen (Y)
Pengambilan keputusan :
Jika T hitung ≤ T tabel atau probabilitas maka Ho diterima
Jika T hitung > T tabel atau probabilitas maka H1 ditolak
2 JK (reg)
R= 2 ….(2.4)
ƩY
Dimana :
R2 = Koefisien korelasi ganda
JK(reg) = Jumlah kuadrat regresi dalam bentuk deviasi
ΣY2 = Jumlah kuadrat total korelasi dalam bentuk deviasi
Dari nilai koefisien korelasi (R) yang diperoleh didapat hubungan –
1<R<1
sedangkan harga untuk masing-masing nilai R adalah sebagai berikut :
a. Apabila R=1, atinya terdapat hubungan antara variabel X dan Y semua positif
sempurna.
b. Apabila R=–1, artinya terdapat hubungan antara variabel X dan Y negatif
sempurna.
42
c. Apabila R=0, artinya tidak terdapat hubungan antara X dan Y.
d. Apabila nilai R berada diantara –1 dan 1, maka tanda negatif (–) menyatakan
adanya korelasi tak langsung atau korelasi negatif dan tanda positfif (+)
menyatakan adanya korelasi langsung atau korelasi positif.
Interprestasi nilai R terhadap kuatnya hubungan korelasi dapat dilihat pada
Tabel 2.26.
43
2.2.7
METODOLOGI PENELITIAN
44
sebelum dilakukannya survei dan pengumpulan data. Data dikelompokan menjadi
dua yaitu data primer dan data sekunder.
Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari intansi meliputi inventori
jalan, data tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Peta Lokasi
Lokasi : Jalan Gubernur Soebardjo sepanjang 23 km
45
2. Data Inventori Jalan
Lokasi : Jalan H. Mistar Cokrokusumo sampai Jalan A.Yani Km 34 (Simpang
Tiga Nusa Indah, Bati-bati).
Sumber : Google Earth, Website Pemerintah Kota Banjarbaru
Fungsi : a. Mengetahui dimensi jalan, seperti panjang dan lebar jalan
b. Mengetahui ada tidaknya median jalan
c. Mengetahui jenis perkerasan jalan
46
Gambar 3.1 Formulir Survey Perhitungan Lalu Lintas
2. Pelaksanaan Survei
Survei kerusakan jalan merupakan dilakukan tahapan – tahapan proses
sebagai berikut :
a. Persiapan alat – alat yang dibutuhkan, seperti alat tulis, alat ukur dan
kamera.
b. Mengidentifikasi jenis kerusakan jalan dari titik STA awal dengan cara
menyusuri ruas jalan yang ditinjau sampai dengan STA akhir.
c. Identifikasi jenis kerusakan ditentukan berdasarkan titik STA yang
diambil. Jenis kerusakan disesuaikan menurut kriteria kerusakan.
47
Tabel 3.1 Formulir Kerusakan Jalan
Segmen STA Jenis Dimensi Skor
(Jalur Masuk Kerusakan Panjang (cm) Lebar
Kota) (cm)
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Analisis ini dilakukan setelah memperoleh hasil data volume lalu lintas
yang langsung diperoleh dari hasil survei dilapangan. Dari hasil ini kita
dapat mengetahui berapa jumlah volume lalu lintas harian rata-rata, yang
kemudian dihubungkan dengan data kerusakan jalan, untuk mengetahui
penyebab kerusakan jalan.
48
3. Analisis Regresi dan Korelasi
49
Mulai
Identifikasi Masalah
Kerusakan perekerasan pada Jalan
Gubernur Soebardjo
1. Studi Literatur
2. Survei Pendahuluan
Pengklasifikasia
n Data
Selesai
DAFTAR PUSTAKA
Alya Nabillah, J., & Fitrian Radam, I. (2019). Pengaruh Beban Lalu Lintas
Terhadap Kerusakan Perkerasan Jalan (Studi Kasus Segmen Jalan
Banjarbaru – Bati-Bati). Jurnal Kacapuri, 1(1), 102–114.
50
Asep Saepurrahman Iskandar. (2016). Perencanaan Geometrik Dan Perkerasan
Ruas Jalan Batukaras – Madasari. Jurnal Kontruksi, 14(1), 113–121.
Mona, M. G., Kekenusa, J. S., & Prang, J. D. (2015). Penggunaan Regresi Linear
Berganda untuk Menganalisis Pendapatan Petani Kelapa Studi Kasus:
Petani Kelapa Di Desa Beo, Kecamatan Beo Kabupaten Talaud. VOL 4, NO
2.[Online].Tersedia:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/decartesian/
article/view/9211
Pratomo, D. S., & Astuti, E. Z. (2015). Analisis Regresi dan Korelasi Antara
Pengunjung dan Pembeli Terhadap Nominal Pembelian Di Indomaret
Kedungmundu Semarang dengan Metode Kuadrat Terkecil. [Online].
Tersedia : http://eprints.dinus.ac.id/16877/
51
http://www.ijtte.com/study/191/INFLUENCE_OF_SERVICE_FACTORS_I
N_THE_MODEL_OF_PUBLIC_TRANSPORT_MODE__A_BANJARMA
SIN_____BANJARBARU_ROUTE_CASE_STUDY.html
BAB IV
52