Anda di halaman 1dari 11

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502

Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

IDENTITAS MUSIKAL FARHAN REZA PAZ DALAM ARANSEMEN LAGU


CINGCANGKELING FOR ACAPELLA CHOIR SATB

Muhamad Abdul Azis1)


Susi Gustina2)
Sandie Gunara2)
1, 2 Program Studi Pendidikan Seni Musik, Fakultas Pendidikan Seni dan Desain,
Universitas Pendidikan Indonesia

Submited: July 22, 2021. Revised: August 10, 2021. Accepted: August 19, 2021.

ABSTRAK
Lagu Cingcangkeling sebagai salah satu kakawihan kaulinan barudak lembur di daerah Jawa Barat yang memiliki
karakter ‘banyol’ telah menginspirasi beberapa arranger untuk menggubah lagu tersebut ke dalam berbagai bentuk,
salah satunya ke dalam bentuk paduan suara seperti yang dilakukan oleh Farhan Reza Paz. Setiap arranger memiliki
sudut pandang yang berbeda-beda terhadap lagu Cingcangkeling. Sudut pandang yang berbeda tersebut akan
menghadirkan identitas musikal tersendiri di dalam karya aransemen yang telah mereka gubah. Oleh karena itu,
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui serta mengungkapkan identitas musikal dari Farhan Reza Paz dalam
aransemen lagu Cingcangkeling for Acapella Choir SATB yang meliputi pengolahan melodi, pengolahan ritme,
dan pengolahan timbre/warna suara. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif
analitik, sehingga hasil dari penelitian ini ialah berupa data-data yang disajikan dalam bentuk deskripsi atau
penjelasan secara terperinci mengenai informasi yang telah ditemukan selama proses penelitian. Hasil dari
penelitian ini ialah identitas musikal Farhan Reza Paz dalam aransemen lagu Cingcangkeling for Acapella
Choir SATB ini tersaji dalam pengolahan beberapa unsur musik, diantaranya ialah pengolahan melodi yang
bervariasi, pengolahan ritme, serta pengolahan timbre/warna suara yang mampu menghadirkan suasana
kekanak-kanakan dengan ‘banyolan’ yang menyenangkan sebagai hasil imajinasi dari Farhan Reza Paz
sesuai dengan pengalaman masa kecilnya saat menyanyikan lagu Cingcangkeling dalam kaulinan barudak
lembur.
Kata kunci: Identitas musikal, aransemen, Cingcangkeling, melodi, ritme, warna suara

ABSTRACT
This research is entitled "Farhan Reza Paz's Musical Identity in the Arrangement of Cingcangkeling Song for
Acapella Choir SATB". The song Cingcangkeling as one of the kakawihan kaulinan barudak lembur in the West
Java area which has a 'funny' character has inspired several arrangers to compose the song into various forms,
one of which is in the form of a chorus as performed by Farhan Reza Paz. Each arranger has a different point of
view on the Cingcangkeling song. These different points of view will present their own musical identity in the
arrangement works that they have composed. Therefore, this study is intended to identify and reveal the musical
identity of Farhan Reza Paz in the arrangement of the Cingcangkeling song for Acapella Choir SATB which
includes melody processing, rhythm processing, and timbre/tone processing. This study uses a qualitative method
with an analytical descriptive approach, so that the results of this study are in the form of data presented in the
form of a description or detailed explanation of the information that has been found during the research process.
The result of this research is that Farhan Reza Paz's musical identity in the arrangement of the Cingcangkeling
song for Choir is presented in the processing of several musical elements, including the processing of varied
melodies, rhythm processing, and timbre/voice color processing that is able to present a childish atmosphere with
' fun jokes' as the result of Farhan Reza Paz's imagination according to his childhood experience when singing the
song Cingcangkeling in kaulinan barudak lembur.
Keywords: Musical identity, arrangement, Cingcangkeling, melody, rhythm, timbre

35
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

PENDAHULUAN dan beberapa paduan suara lainnya di daerah


Cingcangkeling merupakan salah satu Bandung. Beliau telah banyak menghasilkan
kakawihan kaulinan barudak lembur yang cukup karya aransemen untuk paduan suara, salah
populer di Jawa Barat. Haris S. Yulianto (2016, satunya lagu Cingcangkeling ini yang pernah
hlm. 51) menjelaskan bahwa lagu mengantarkan PSM UPI meraih gelar Champion
Cingcangkeling ini merupakan lagu permainan of Folklore Category dan The Grandprix Winner
yang ditujukan untuk berhitung sebelum anak- of Rhapsodie Indonesia Choir Festival 2019 di
anak melakukan permainan kucing-kucingan Jakarta.
atau permainan sentuh berlarian. Sehingga, lagu Tentunya, aransemen yang dilakukan
ini sering dianggap sebagai lagu yang bersifat oleh Farhan Reza Paz terhadap lagu
banyol/bercanda karena dalam kehidupan sehari- Cingcangkeling ini pun memiliki keunikan
hari, anak-anak yang menyanyikan lagu tersendiri yang membedakannya dengan hasil
Cingcangkeling disaat mereka bermain kaulinan aransemen dari arranger lainnya. Sehingga dapat
barudak lembur selalu menyanyikannya dengan dikatakan pula bahwa terdapat identitas musikal
riang gembira ditambah dengan banyolan dari Farhan Reza Paz di dalam aransemen lagu
(candaan) yang menimbulkan gelak tawa tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
diantara mereka. berkeinginan untuk mengetahui secara lebih
Situasi alamiah yang tercipta dalam lagu mendalam mengenai bagaimana identitas
ini telah menginspirasi beberapa arranger untuk musikal dari Farhan Reza Paz yang dituangkan
menggubah lagu tersebut ke dalam berbagai dalam karya aransemen ini yang ditinjau dari segi
bentuk, seperti Irsa Destiwi yang menggubahnya analisis terhadap pengolahan variasi melodi,
ke dalam bentuk orkestra dan paduan suara yang pengolahan ritme, dan pengolahan timbre.
ditampilkan oleh Jakarta Chamber Orchestra Untuk mengetahui hal tersebut maka
dan Batavia Madrigal Singer, lalu Fauzie dalam penelitian ini digunakan beberapa kajian
Wiriadisastra yang menggubah lagu ini ke dalam teoritis, diantaranya ialah teori mengenai
bentuk orkestra yang ditampilkan oleh Bandung identitas musikal, aransemen musik (meliputi
Philharmonic, kemudian ada pula beberapa tiga unsur musik yang menjadi fokus penelitian,
paduan suara yang pernah tampil membawakan yakni melodi, ritme, dan timbre), kakawihan
aransemen lagu ini dengan versinya masing- kaulinan barudak lembur, serta kajian mengenai
masing, seperti Paduan Suara Universitas lagu Cingcangkeling.
Airlangga, Fortissimo Choir, dan PCMS Choir.
Tentunya, masing-masing arranger memiliki METODE
sudut pandang yang berbeda-beda terhadap lagu Penelitian ini menggunakan metode
Cingcangkeling ini, sehingga meskipun mereka kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitik.
mengolah lagu yang sama, namun hasil garapan Metode ini dipilih karena peneliti berupaya untuk
dari tiap-tiap arranger tersebut akan berbeda- memahami permasalahan yang ada berdasarkan
beda. Pandangan yang berbeda diantara masing- sudut pandang orang yang diteliti, sehingga hasil
masing arranger tersebut akan menghadirkan dari penelitian ini ialah berupa data-data yang
identitas musikal tersendiri dalam karya yang disajikan dalam bentuk deskriptif atau penjelasan
telah mereka gubah. Salah satu arranger muda secara terperinci mengenai informasi yang telah
yang juga telah menggubah lagu Cingcangkeling ditemukan selama proses penelitian.
ini ke dalam bentuk paduan suara ialah Farhan Dalam penelitian ini terdapat beberapa
Reza Paz. Farhan Reza Paz merupakan seorang tahapan yang dilakukan. Sebagai tahap awal,
dosen muda di Program Studi Musik UPI peneliti melakukan studi pendahuluan melalui
sekaligus pelatih paduan suara mahasiswa UPI studi dokumen berupa video pertunjukan PSM

36
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

UPI saat menyanyikan lagu Cingcangkeling setiap komposer ataupun penggubah lagu akan
karya Farhan Reza Paz serta dokumen tertulis memiliki sudut pandang yang berbeda-beda
berupa partitur lagu tersebut, kemudian ketika mereka akan membuat sebuah aransemen
dilakukan perumusan masalah untuk menentukan musik. Misalnya, bila dikaitkan dengan topik
fokus penelitian, serta studi pustaka untuk penelitian ini, yakni lagu Cingcangkeling,
mengkaji beberapa teori yang menunjang seorang arranger A akan melihat lagu tersebut
penelitian ini. dengan sudut pandang yang berbeda dengan
Kemudian dalam tahap pelaksanaan arranger B, begitu pula dengan arranger
peneliti melakukan wawancara bersama lainnya. Sehingga, karya aransemen yang
narasumber, yakni Farhan Reza Paz selaku dihasilkan oleh beberapa arranger tersebut pasti
arranger lagu Cingcangkeling. Selanjutnya, akan berbeda, walaupun mereka menggubah lagu
dilakukan pengolahan data dengan mereduksi yang sama. Hal ini dikarenakan masing-masing
data-data hasil wawancara serta data-data hasil diantara mereka memiliki selera dan pandangan
analisis lagu Cingcangkeling yang telah peneliti tersendiri dalam memahami lagu Cingcangkeling
lakukan. Sebagai tahap akhir, dilakukan tersebut, termasuk juga Farhan Reza Paz yang
penyajian data dan verifikasi data, sehingga memiliki selera dan pilihan musik tersendiri.
dapat membentuk draft skripsi yang tersusun Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti
secara utuh. telah menggali informasi untuk mengetahui cara
pandang Farhan Reza Paz terhadap lagu ini
HASIL DAN PEMBAHASAN sebelum ia mengolahnya ke dalam bentuk
Berdasarkan rumusan masalah yang telah aransemen. Farhan memaknai lagu ini
dikemukaan, fokus penelitian ini berkaitan berdasarkan pada pengalaman masa kecilnya saat
dengan identitas musikal seseorang dalam ia menyanyikan lagu ini dalam kaulinan barudak
aransemen sebuah lagu. Telah dijelaskan oleh lembur di daerahnya. Artinya dalam karya ini
Klap dalam Berger (dalam Mutiah, 2017, hlm. 3) Farhan betul-betul memperhatikan filosofi dari
bahwa identitas mencakup segala sesuatu yang lagu Cingcangkeling yang ia maknai sebagai
melekat pada diri seseorang yang dapat sesuatu yang menyenangkan. Karena saat ia
menyatakan secara sah tentang dirinya sendiri bermain dalam kaulinan barudak lembur, ia
dan dapat dipercaya oleh orang lain. Kaitannya selalu menyanyikan lagu tersebut dengan penuh
dengan musik, Martasudjita dan Kristanto (2007, rasa gembira yang ditambah dengan banyolan
hlm. 10-11) menjelaskan bahwa musik tidak bersama teman-temannya.
hanya berperan sebagai media hiburan yang Filosofi yang dimaksud dalam lagu
dapat memberi warna dan semangat dalam hidup, Cingcangkeling ini ialah mengenai situasi asal
akan tetapi musik juga berperan sebagai tempat muasal terciptanya lagu ini, yakni dari
ungkapan diri dan identitas manusia. Sehingga kakawihan kaulinan barudak lembur. Seperti
identitas seseorang dapat mempengaruhi yang dijelaskan oleh Haris S. Yulianto (2016,
preferensi musik orang tersebut. Hal ini sesuai hlm. 51) bahwa lagu Cingcangkeling ini
dengan yang dikatakan oleh Hargreaves, D. J., merupakan lagu permainan yang ditujukan untuk
Miell, D., dan Macdonald, R. (2002, hlm. 1) yang berhitung sebelum anak-anak melakukan
menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki permainan kucing-kucingan atau permainan
selera dan preferensi yang berbeda-beda terhadap sentuh berlarian. Oleh karena itu, dalam
musik. Preferensi tersebut dapat mempengaruhi karyanya ini Farhan berupaya untuk menerapkan
nilai dan sikap mereka, yakni para komposer nilai-nilai yang terkandung dalam kaulinan
maupun para pemain musik dalam barudak lembur tersebut, sehingga, meskipun
mengekspresikan pandangan mereka yang karya ini dikemas dalam bentuk choral, namun
berbeda-beda tentang dunia. Artinya bahwa nilai-nilai autentikasi yang terkandung di dalam

37
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

lagu ini masih tetap tersampaikan sesuai dengan sangat childish atau kekanak-kanakan agar
yang Farhan harapkan. Baginya, hal tersebut menciptakan situasi yang senatural mungkin
sangat layak untuk dieksekusi, mengingat lagu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
rakyat atau folklor ini dapat dikatakan sebagai Berangkat dari hal tersebut, maka dalam
‘urban legend’ yang lahir dari masyarakat, oleh karya ini Farhan berupaya untuk menonjolkan
masyarakat, dan untuk masyarakat. bahwa ‘inilah kaulinan barudak lembur’ yang
Kemudian, Nicholas Cookk (dalam memiliki makna yang menyenangkan dengan
Hargreaves, D. J. dkk. 2002, hlm. 1) menjelaskan sentuhan suasana ‘banyol’ di dalamnya.
bahwa di masa sekarang ini untuk memutuskan Sehingga sebisa mungkin ia akan mengolah
musik apa yang akan didengarkan ataupun unsur-unsur musikal yang meliputi melodi,
diciptakan merupakan bagian penting untuk ritme, dan timbre atau warna suara agar mampu
memberitahukan kepada orang lain bukan hanya menghadirkan suasana tersebut di dalamnya.
tentang mau jadi apa dirimu, melainkan juga Tiga hal itulah yang kemudian menjadi
tentang siapa dirimu sebenarnya. Artinya, setiap pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah di
orang secara tidak langsung selalu memiliki atas.
usaha untuk dikenal oleh orang lain melalui
karya-karya musik yang ia dengarkan maupun ia Analisis Aransemen Lagu Cingcangkeling for
ciptakan. Begitu juga dengan Farhan Reza Paz Acapella Choir SATB Karya Farhan Reza Paz
yang ingin memberitahukan kepada orang lain Karya ini merupakan sebuah aransemen
bahwa karya-karya nya berbeda dengan karya musik dalam format Paduan Suara yang terdiri
arranger yang lain. Sehingga dapat dikatakan dari delapan jenis suara, yakni Sopran 1, Sopran
bahwa ketika beliau ingin membuat sebuah karya 2, Alto 1, Alto 2, Tenor 1, Tenor 2, Bas 1, dan
musik, terdapat suatu usaha untuk menunjukan Bas 2 (SSAATTBB). Aransemen lagu ini dibuat
identitas musikal yang ia miliki ke dalam karya ke dalam bentuk Acapella Choir with percussion
yang ia buat tersebut. atau paduan suara tanpa iringan alat musik yang
Tentunya dengan memilih lagu bernada, melainkan hanya menggunakan iringan
Cingcangkeling ini untuk ia aransemen dan alat musik perkusi yakni Kendang. Secara
ditampilkan oleh PSM UPI pada ajang Rhapsodie keseluruhan, karya ini terdiri dari 114 birama
Indonesia Choir Festival 2019, Farhan ingin yang terbagi ke dalam 9 bagian yang pada setiap
memberitahukan kepada orang lain tentang bagiannya diberi marking huruf dengan huruf A
pengalamannya sendiri yang ia tuangkan ke hingga huruf I. Terdapat 2 jenis tanda birama
dalam lagu Cingcangkeling ini, sehingga ia yang digunakan dalam aransemen ini, yakni 4/4
berani mengolah berbagai variasi melodi, ritme, dan 2/4, namun tanda birama 4/4 lebih
dan timbre sesuai dengan apa yang ada dalam mendominasi dalam lagu. Tonalitas yang
imajinasinya, karena ia beranggapan bahwa digunakan dalam lagu ini terdiri dari 4 tonalitas,
pengalaman adalah hal paling mahal, bahkan hal yakni C Mayor (birama 1 hingga birama 35), D
receh pun merupakan hal yang meaningful atau Mayor (birama 36 hingga birama 63), E Mayor
amat berarti baginya. Kemudian, ketika Farhan (birama 64 hingga birama 68), A Mayor (birama
mengembalikan kepada unsur-unsur musik yang 69 hingga birama 72), kembali ke C Mayor
akan ia tuangkan dalam karya aransemen ini, ia (birama 73 hingga birama 76), dan kembali ke
berupaya untuk membangun esensi yang benar- tonalitas D Mayor (birama 77 hingga birama
benar berhubungan dengan keadaan yang 114).
sebenarnya seperti yang telah ia jelaskan Selanjutnya, analisis terhadap aransemen
sebelumnya. Oleh karenanya lah dalam karya ini terfokus pada pengolahan melodi, pengolahan
aransemen yang telah ia buat ini terdapat ritme, dan pengolahan warna suara yang
beberapa pengolahan ornamentasi yang sanga-

38
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

dilakukan oleh Farhan Reza Paz dalam harmoni-harmoni mayor, sehingga diasumsikan
aransemen lagu Cingcangkeling ini. bahwa pada saat itu matahari telah terbit
sepenuhnya dan anak-anak telah siap untuk
Pengolahan Melodi bermain, sehingga mulai muncul pengolahan-
Dalam membuat sebuah aransemen pengolahan variasi yang lebih beragam pada
musik, khususnya dalam bentuk paduan suara bagian tersebut yang semakin dikembangkan.
melodi dalam sebuah lagu dapat diolah dengan Bagian D diasumsikan sebagai suatu situasi
berbagai variasi. Artinya, bahwa melodi utama dimana anak-anak telah berkumpul dan telah
dalam suatu lagu memiliki karakter tersendiri memulai permainan. Oleh karena itu, pada
yang kemudian dapat dilakukan berbagai macam bagian ini dinyanyikan variasi melodi yang
pengolahan dan perubahan dengan menyerupai melodi asli lagu Cingcangkeling
menambahkan variasi-variasi melodi lainnya. dengan diiringi oleh motif-motif berulang yang
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang semakin memeriahkan suasana kala bermain.
dikemukakan oleh Anam (2018, hlm. 6) bahwa Bagian E juga diasumsikan sebagai suatu kondisi
bervariasi diartikan sebagai pengulangan suatu dimana anak-anak sedang asik menikmati
induk lagu / lagu utama yang biasa disebut permainannya, sehingga melodi yang muncul
dengan tema yang dilakukan dengan cara pada bagian ini masih dimainkan pada tonalitas
merubah, menambah, ataupun menggantikan mayor yang penuh ceria, didukung oleh beberapa
unsur-unsur tertentu tetapi tetap variasi melodi tertentu. Kemudian pada bagian F
mempertahankan unsur tertentu. diasumsikan sebagai suatu kondisi saat anak-
Pengolahan melodi yang dilakukan oleh anak beristirahat sambil berkumpul dengan
Farhan Reza Paz dalam karya ini terdiri dari saling melempar banyolan, sehingga melodi pada
variasi melodi yang menyerupai melodi asli lagu bagian ini dimainkan dalam tempo lambat.
Cingcangkeling, kemudian variasi melodi yang Kemudian bagian G hingga bagian I adalah suatu
berasal dari pengembangan melodi asli pada lagu kondisi dimana anak-anak kembali bermain dan
Cingcangkeling, serta variasi melodi baru yang menyelesaikan permainannya dengan penuh suka
tidak ada kaitannya dengan melodi asli lagu cita.
Cingcangkeling. Pengolahan variasi melodi yang Adapun jenis-jenis pengolahan melodi
beragam tersebut memberi warna tersendiri yang dilakukan oleh Farhan Reza Paz dalam
dalam karya aransemen ini, sehingga karya ini karya ini diantaranya :
tidak terkesan monoton. 1) Melodic Variation and Fake
Secara umum, kebanyakan melodi lagu Melodic Variation and Fake ialah
dalam karya ini dimainkan dalam tonalitas salah satu cara pengolahan variasi melodi
mayor, walaupun pada awal lagu tepatnya pada dengan menyisipkan nada chord selain nada
bagian A dan B melodi-melodi yang muncul dari melodi asli (melodi asli diubah dengan
cenderung membentuk harmoni minor. Hal ini menyisipkan nada chord) (Kawakami dalam
dikarenakan Farhan Reza Paz ingin Putra, 2019, hlm. 5). Pengolahan variasi
menggambarkan pola permainan yang berkaitan melodi dengan melodic variation and fake
dengan segmentasi waktu, dimana pada bagian A dilakukan oleh Farhan Reza Paz untuk
diasumsikan sebagai bagian yang memberi warna yang berbeda pada melodi
menggambarkan suasana kegelapan di pagi hari utama yang divariasikan tersebut. Sehingga
sebelum matahari terbit, kemudian melodi hal tersebut memberi kesan bahwa pemainan
semakin bergerak pada bagian B diasumsikan lagu ini tidak terasa membosankan. Melodi
bahwa pada bagian ini menggambarkan suasana asli lagu Cingcangkeling diolah dengan cara
saat matahari akan segera terbit. Barulah masuk menggantikan beberapa nada dari melodi
pada bagian C melodi-melodi telah membentuk tersebut dengan nada yang sesuai dengan

39
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

pembentukan harmoni/chord yang


diinginkan pada bagian tersebut. Contohnya:

Gambar 2. Filler di birama 10

3) Pengolahan counter melody


Counter melody merupakan suatu
rangkaian melodi yang mendukung melodi
utama dan berfungsi untuk memperkuat
perasaan harmoni dengan menggunakan
garis melodi kedua, tetapi juga dapat
digunakan untuk memberikan sentuhan
aransemen individualitas melalui penyisipan
Gambar 1. Melodic variation and fake di birama frase yang efektif (Kawakami dalam Putra,
11-14 2019, hlm. 5). Farhan Reza Paz melakukan
pengolahan melodi dengan memberikan
2) Pemberian filler/sisipan counter melody atau melodi pendukung pada
Pemberian filler merupakan cara melodi utama yang memang sangat
pengolahan dengan menambahkan variasi diperlukan dalam sebuah paduan suara
yang lain sebagai sisipan. Salah satu cara acapella. Hal ini dikarenakan pada paduan
pengolahan variasi tersebut dapat dilakukan suara acapella tidak diiringi oleh alat musik
dengan dead spot filler. Dead Spot adalah apapun, sehingga pembentukan harmoni
titik mati. Dalam melodi itu sendiri memiliki lagu dilakukan dengan cara mengolah
elemen gerak, istirahat atau rest, sisanya counter melody yang membunyikan nada-
disebut titik mati. Titik mati atau dead spot nada pembentuk harmoni pada melodi
sangat efektif menggunakan filler untuk utama. Contohnya:
mengisi di tempat tersebut (Kawakami
dalam Putra, 2017, hlm. 6). Pemberian filler
dilakukan pada beberapa dead spot ataupun
titik mati pada beberapa bagian lagu. Hal ini
dilakukan untuk mengisi kekosongan pada
titik mati tersebut. Selain itu, beberapa filler
tersebut juga berperan untuk menjembatani
antara satu frase dengan frase lainnya dalam
lagu tersebut. Contohnya:

Gambar 3. Counter melody pada suara alto

40
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

4) Pemberian melodi lead in secara saut-menyaut antara beberapa jenis


Lead in merupakan suatu rangkaian suara, sehingga memberi kesan interaksi
melodi yang digunakan sebelum frase untuk aktif antara masing-masing jenis suara
mengenalkan melodi pada frase selanjutnya tersebut, sehingga membentuk suatu
(Kawakami dalam Faturrozi, 2020, hlm. 36). kesatuan melodi yang utuh. Contohnya:
Pemberian melodi lead in pada beberapa
bagian lagu dimaksudkan untuk menyambut
maupun menyambungkan antara melodi
yang ada pada birama sebelumnya dengan
melodi yang ada pada birama setelahnya.
Contohnya:

Gambar 5. Interlocking dan broken chord di


birama 32

6) Pengulangan melodi
Pengulangan melodi yang dilakukan
pada bagian-bagian tertentu ada yang
menggunakan pengulangan secara harafiah,
lalu ada pula yang dilakukan dengan
perubahan pada beberapa nada dalam melodi
yang diulang, yakni dengan pembesaran
maupun pemerkecilan interval, serta dengan
cara sekuens naik maupun turun.

Pengolahan Ritme
Gambar 4. Lead in di birama 7 Secara umum, pengolahan ritme disini
membicarakan tentang penggunaan notasi,
5) Interlocking dan broken chord penggunaan tanda birama, penggunaan tempo,
Teknik interlocking merupakan suatu dan pengolahan pola irama yang muncul dalam
cara pembentukan komposisi melodi aransemen lagu tersebut.
maupun ritme dengan cara membagi tugas Dalam mengolah karya ini, notasi yang
antara dua atau lebih pemain yang masing- muncul terdiri dari 5 macam, yakni not penuh,
masing memainkan pola ritme yang berbeda not ½, not ¼, not 1/8, dan not 1/16. Penggunaan
dan saling isi mengisi yang akhirnya menjadi notasi 1/8 dan 1/16 mendominasi pada hampir
satu kesatuan (Kadir dalam Darsono, 2016, seluruh bagian lagu. Saat menyanyikan melodi
hlm. 50). Kemudian, Broken chord yang diadaptasi dari melodi asli lagu
merupakan akord terurai atau akord pecah Cingcangkeling banyak di dominasi oleh
yang cara memainkannya yakni dengan penggunaan not 1/8 atau not ½. Sementara itu,
menguraikan nada demi nada, baik secara untuk membentuk harmoni-harmoni tertentu,
berurutan seperti arpeggio maupun tidak notasi yang digunakan didominasi oleh notasi-
berurutan (Sukmawan dalam Medica, 2018, notasi panjang yang didukung dengan
hlm. 13). Pengolahan melodi secara penggunaan tanda tie. Kebanyakan dari not
interlocking yang membentuk broken chord panjang tersebut digunakan di akhir frase
memberi warna tersendiri karena diolah sebelum masuk ke frase selanjutnya. Contohnya:

41
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

BPM/Larghetto) pada birama 1-19 dan 77-88,


serta tempo cepat (120 BPM/Animato) pada
birama 20-76 dan 89-114.
Kemudian, dalam karya ini terdapat
beberapa pengolahan pola ritme syncopation atau
penekanan pada ketukan atas/arsis cukup
mendominasi dalam karya ini. Penggunaan pola
ritme syncopation tersebut diolah dalam berbagai
Gambar 6. Penggunaan tanda tie jenis melodi, ada yang diolah sebagai
sisipan/filler, sebagai pengiring melodi utama,
Selain tanda tie, dalam karya ini juga ada yang diolah dalam cross not, serta ada juga
banyak dijumpai tanda accent yang memberi yang diolah dalam melodi onomatope dari alat
penekanan pada pola-pola ritme tertentu. musik tertentu. Contohnya:
Contohnya:

Gambar 7. Penggunaan tanda accent

Notasi lainnya yang muncul pada karya


ini ialah notasi cross not atau not silang.
Penggunaan notasi tersebut diolah pada beberapa
bagian dengan cara membunyikan yang telah
ditentukan, namun dalam nada yang bebas (tidak Gambar 9. Syncopation sebagai pengiring
ditentukan secara pasti) hanya berpatokan pada melodi utama
hal-hal tertentu sesuai keinginan pengaransemen,
seperti menggunakan teknik glissando, Pengolahan Timbre/Warna Suara
penggunaan hand clap atau tepukan tangan, dan Alfaritsi (dalam Purba, 2016, hlm. 8)
menggunakan ornamen senggak. Contohnya: menjelaskan bahwa timbre adalah warna suara
yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi. Suara
manusia memiliki timbre yang beragam.
Pengolahan timbre dalam paduan suara harus
memperhatikan produksi choral sound, yakni
kepaduan dari suara yang dihasilkan oleh paduan
Gambar 8. Cross not dengan ornamen senggak suara tersebut, yang mana di dalamnya terdapat
tiga komponen utama yaitu ansambel, intonasi,
Dalam karya ini tanda birama yang dan nuansa. Fitur-fitur tersebut sangat berperan
digunakan didominasi oleh tanda birama 4/4 dan penting dalam pembentukan warna suara yang
hanya terdapat 2 birama yang menggunakan menyatu dalam paduan suara (Siregar, 2016,
birama 2/4, yakni pada birama 19 dan birama 55. hlm. 3). Artinya, walaupun diolah dengan
Kemudian terdapat 2 jenis tempo yang berbagai macam timbre/warna suara, yang
digunakan, yakni tempo lambat (60

42
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

terpenting dalam suatu pertunjukan paduan suara Penggunaan onomatope yang


ialah harus memperhatikan dasar pembentukan pertama ialah onomatope dari alat musik
suara yang menyatu dari setiap jenis suara demung di birama 5-8 dengan menggunakan
sebagai karakter dari suara choral sound itu kata “ding-dang-ding” yang mendukung
sendiri. untuk menggambarkan suasana kegelapan
Kaitannya dengan pengolahan timbre, saat matahari akan terbit di pagi hari karena
pada bagian temuan di atas telah dijelaskan karakter suara demung yang memiliki kesan
secara terperinci mengenai pengolahan ‘gelap’, sehingga sangat cocok untuk
timbre/warna suara yang dilakukan oleh Farhan diterapkan pada bagian tersebut. Kemudian
Reza Paz pada setiap bagian dalam terdapat bentuk onomatope dari alat musik
aransemennya tersebut. Beberapa jenis timbre ukulele pada suara 81-83 dengan
yang diolah dan diproduksi oleh PSM UPI saat menggunakan kata “cung-cung-
menyanyikan lagu Cingcangkeling tersebut cukucukucung” yang mendukung suasana
diantaranya ialah : santai saat sekelompok pemuda tengah
1) Pengolahan timbre choral sound yang bulat bermain yang dihadirkan pada bagian
dan sonor tersebut, karena biasanya alat musik ukulele
Pengolahan timbre choral sound yang seringkali dimainkan dikala santai. Lalu
bulat dan sonor dimaksudkan untuk terdapat onomatope alat musik saron pada
memproduksi karakter suara paduan suara 93-96 dengan menggunakan kata “ning-
yang asli dan membentuk suara yang lebih nang-ning-nang” yang mendukung kesan
menyatu (sonor). Timbre ini merupakan ‘banyol’ karena dinyanyikan dengan teknik
timbre dasar yang menjadi pondasi untuk nasal voice. Penggunaan onomatope yang
pengolahan timbre yang lainnya. terakhir ialah onomatope dari alat musik
2) Pengolahan timbre berdasarkan onomatope kendang dengan menggunakan kata ‘ding-
alat musik dang-ding” maupun “du-da-du-ding”,
Chaer (dalam Rivai, 2019, hlm. 18) seperti pada birama 6, birama 27, birama 29-
menjelaskan bahwa onomatope merupakan 30, dan birama 89-90. Hal ini tentu
kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan dilakukan untuk mendukung suasana
bunyi atau bentuk pembahasaan suatu bunyi. ‘banyol’ dan ceria dalam beberapa
Pengolahan timbre berdasarkan onomatope pengolahan melodi tertentu.
alat musik tertentu dilakukan untuk 3) Pengolahan timbre suara cempreng
mendukung suasana yang ingin dihadirkan Pengolahan timbre suara cempreng
oleh Farhan Reza Paz pada bagian-bagian dimaksudkan untuk membentuk karakter
tertentu. Walaupun demikian, pola tabuhan childish atau kekanak-kanakan yang ingin
dan penggunaan notasi pada melodi-melodi dihadirkan oleh Farhan Reza Paz dalam
yang menggunakan onomatope beberapa karya ini. Karakter suara cempreng
alat musik tersebut tidak serta merta dihasilkan dengan cara melebarkan bentuk
diadaptasi dari suara asli alat musik tersebut, mulut ke samping tanpa membuka rongga
melainkan hanya mengadaptasi karakter mulut bagian dalam (Sinaga, 2014, hlm. 289
suara serta pembahasaan bunyi yang dan 291). Pengolahan suara cempreng
ditangkap oleh Farhan Reza Paz. Farhan muncul pada beberapa bagian tertentu,
beralasan bahwa penggunaan onomatope seperti pada bagian D dan H saat muncul
beberapa alat musik tersebut bertujuan untuk melodi asli lagu Cingcangkeling.
mempertegas penggambaran suasana pada 4) Pengolahan timbre nasal voice
bagian-bagian tertentu. Vokal nasal voice merupakan salah satu
pengolahan teknik vokal yang diartikulasikan

43
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

dengan udara yang keluar dari hidung, sehingga and fake, penmberian filler/sisipan, pengolahan
menghasilkan bunyi suara yang sengau atau counter melody, pembeian melodi lead in,
tajam (Siregar, 2018, hlm. 3). Sebenarnya interlocking dan broken chord, dan pengulangan
produksi suara yang dihasilkan dengan timbre melodi. Kemudian pengolahan selanjutnya ialah
nasal voice hampir menyerupai timbre suara pengolahan ritme, yakni dengan penggunan pola-
cempreng. Tetapi pengolahan timbre nasal voice pola syncopation, kemudian terdapat beberapa
disini dibuat lebih terang dan lebih lebar daripada cross not, dominansi penggunaan not 1/8 dan
suara cempreng. Penggunaan timbre nasal voice 1/16, penggunaan dua tanda birama, yakni
juga dimaksudkan untuk mendukung suasana birama 4/4 dan birama 2/4, serta penggunaan dua
‘banyol’ dan memberi kesan childish atau macam tempo, yakni tempo lambat (larghetto)
kekanak-kanakan. Beberapa bagian yang dan tempo cepat (Animato). Yang terakhir ialah
menggunakan timbre nasal voice diantaranya pengolahan timbre atau warna suara, yakni
ialah birama 48-51, kemudian birama 80-83, dan dengan menjadikan choral sound sebagai timbre
birama 93-96. utama atau tumpuan dasar, kemudian
penggunaan timbre yang menyesuaikan dengan
KESIMPULAN unsur-unsur onomatipe alat musik tertentu,
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat penggunaan timbre suara cempreng, serta
disimpulkan bahwa identitas musikal seseorang penggunaan timbre nasal voie.
sangat berpengaruh terhadap preferensi musik Dalam melakukan sebuah peneltian
orang tersebut, sehingga mempu menimbulkan tentunya peneliti mengharapkan adanya suatu
cara pandang yang berbeda dari tiap individu manfaat nyata yang berguna bagi kepentingan
terhadap musik itu sendiri, khususnya dalam berbagai pihak yang terkait dengan topik
membuat sebuah aransemen musik, seperti yang penelitian, dalam hal ini para pelaku/praktisi
dilakukan oleh Farhan Reza Paz dalam seni, khususnya seni paduan suara. Penelitian ini
aransemen lagu Cingcangkeling for Acapella diharapkan mampu membuka ruang berfikir bagi
Choir SATB ini. Ia memandang lagu para praktisi musik untuk lebih terbuka terhadap
Cingcangkeling ini sebagai lagu yang hal-hal kecil yang amat berepengaruh besar
mengandung kesan ‘banyol’ dan menyenangkan. terhadap penciptaan sebuah karya musik, seperti
Hal itu ia dapatkan sesuai dengan pengalaman pengalaman individu yang mampu memunculkan
masa kecilnya saat menyanyikan lagu tersebut ide musikal untuk dituangkan melalui berbagai
dalam kaulinan barudak lembur. pengolahan unsur musik yang bermakna,
Oleh sebab itu, maka terbentuklah sehingga mampu menghadirkan identitas
identitas musikal Farhan Reza Paz dalam musikal tersendiri di dalam karya musik yang
Aransemen Lagu Cingcangkeling for Acapella telah ia ciptakan.
Choir SATB ini yang tertuang dalam pengolahan Peneliti menyadarai bahwa dalam
beberapa unsur musik yang mampu penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan
menghadirkan suasana yang dimaksud dalam dan perlu adanya perbaikan. Oleh karena itu,
pandangan Farhan Reza Paz tersebut. pengkajian referensi yang lebih mendalam,
Pengolahan tersebut diantaranya ialah khususnya menganai identitas musikal seseorang
pengolahan melodi yang bervariasi, ada yang dalam membuat aransemen lagu diharapkan
menyerupai melodi asli lagu Cingcangkeling, ada dapat terus digali dan disempurnakan agar
yang berupa pengembangan dari melodi asli lagu semakin memperkaya peluang meraih ilmu dan
Cingcangkeling, serta ada pula melodi baru yang memberi manfaat yang lebih bermakna kepada
tidak ada kaitannya dengan melodi asli lagu setiap pembaca.
Cingcangkeling. Pengolahan variasi melodi
tersebut dilakukan dengan cara melodic variation

44
SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik p-ISSN 2807-2677 | e-ISSN 2807-2502
Vol. 1 No. 3 (2021) hal. 35 – 45

DAFTAR PUSTAKA Studi Seni Musik Fakultas Bahasa dan


Darsono, A. (2016). Deskripsi Talempong Pacik Seni Universitas HKBP Nommensen
Lagu 32 di Sanggar Seni Badano di Putra, D. P. (2017). Karya Musik “Vainglory”
Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal: Koba, dalam Tinjauan Variasi Melodi. Jurnal:
III(1), 47-57 Solah, VII(1)
Faturrozi, M. M. (2020). Aransemen Lagu Rivai, P. W. (2019). Analisis Penggunaan
“Tanah Airku” Karya Ibu Sud Oleh Joko Onomatope pada Lagu Anak-anak
Suprayitno (Tinjauan Variasi Melodi). Berbahasa Indonesia. Skripsi pada
Jurnal: Virtuoso (Pengkajian dan Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Penciptaan Musik), III(1), 33-44 Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan
Hargreaves, D. J., Miell, D., & Macdonald, R. Ilmu Pendidikan Universitas
(2002). What are Musical Identities, and Muhammadiyah Sumatera Utara
Why are They Important. [Online] Sinaga, T. (2014). Teknik Bernyanyi dalam
Diakses dari Paduan Suara. Jurnal: Generasi Kampus,
https://www.researchgate.net/publication VII(2), 281-293
/252461217_What_are_musical_identitie Siregar, C. (2016). Teknik Choral Paduan Suara
s_and_why_are_they_important Anak Sekolah Minggu 6-12 Tahun dalam
Martasudjita, E. dan J. Kristanto. (2007). Menyanyikan Lagu As Long As I Have
Panduan Memilih Nyanyian Liturgi. Music By Don Besig & Nancy Price di
Yogyakarta: Kanisius HKBP USKUP Agung Medan. Skripsi
Medica, R. S. (2018). Aransemen Agustinus pada Jurusan Sendratasik Fakultas
Bambang Jusana pada Lagu Yamko Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Rambe Yamko untuk Paduan Suara. Medan
Skripsi pada Departemen Pendidikan Siregar, S. (2018). Implementasi Teknik Vokal
Musik Fakultas Pendidikan Seni dan Nasal pada Paduan Suara Mahasiswa
Desain Universitas Pendidikan Indonesia Solfeggio Choir Universitas Negeri
Mutiah, T. (2017). Fenomena Hijabers Medan. Skripsi pada Jurusan Sendratasik
Kontemporer Menggunakan Media Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Sosial Instagram dalam Membentuk Negeri Medan
Identitas. Jurnal: Komunikasi, Bina Yulianto, H. S. (2016). Kumpulan Terlengkap
Sarana Informatika, VIII(1) Lagu Daerah. Jakarta: Media Pusindo
Purba, L. R. (2016). Aransemen Lagu Kidung (Grup Puspa Swara)
Jemaat “Hai Dunia, Gembiralah” pada
Peringatan Kelahiran Yesus Kristus
dalam Format Paduan Suara dengan
Iringan Orkes. Skripsi pada Program

45

Anda mungkin juga menyukai