1. Bagaimana cara mengurangi risiko yang sering dihadapi oleh para penerbit
obligasi?
JAWABAN :
1. Beli saat harganya turun
Harga obligasi bisa turun kapan saja, misalnya saat terjadi inflasi. Sebaiknya belilah obligasi
saat situasinya seperti ini dan jual saat harganya kembali normal agar keuntungan yang
diraup menjadi maksimal.
Meski demikian, tetap perhatikan jenis obligasi yang dibeli. Jika bukan obligasi pemerintah,
pastikan obligasi tersebut diterbitkan oleh korporasi atau perusahaan yang terpercaya untuk
menjamin keabsahannya.
2. Tahan obligasi
Merupakan cara termudah untuk mengatasi risiko investasi, yaitu dengan menahan obligasi
saat harganya sedang turun. Terlebih lagi kalau Anda sedang tidak butuh dana mendesak,
menjual obligasi bukanlah pilihan yang tepat. Sebab biasanya bukan hanya nilai obligasi
saja yang turun, tapi juga nilai instrumen investasi lainnya.
Menahan obligasi sejatinya membuat Anda rugi, tapi hanya sesaat saja. Jika kondisi sudah
kembali normal, harga obligasi juga ikut normal atau lebih tinggi daripada harga belinya.
Jadi, tidak perlu terburu-buru menjualnya.
Kalaupun Anda berencana menjual obligasi sebelum jatuh tempo, maka sah-sah saja
asalkan nilai jualnya lebih tinggi daripada nilai beli. Alhasil, keuntungan yang diperoleh
menjadi berlipat ganda.
2.apakah ada perbedaan mekanisme kerja dari obligasi dan obligasi syariah JAWABAN
:
Obligasi Konvensional
Obligasi dalam sistem ekonomi konvensional adalah surat berharga yang menjadi instrumen
utang bagi perusahaan atau negara agar mendapatkan modal. Dengan kata lain, obligasi
diterbitkan kepada calon investor agar mau memberikan pinjaman modal kepada sebuah
perusahaan (pihak penerbit obligasi). Dalam sistem ekonomi konvensional, pemegang
obligasi mendapatkan keuntungan melalui bunga pinjaman yang diperolehnya dari
perusahaan tempatnya berinvestasi. Macam obligasi di sini dapat digolongkan dari empat
sisi yaitu dari sisi penerbit, sistem pembayaran, hak penukar, dan jaminan
Sementara itu obligasi syariah atau biasa dikenal dengan sukuk, kini menjadi salah satu
alternatif pilihan investor dalam berinvestasi yang cukup menarik. Sebab sukuk bisa
memberikan imbal hasil (return) yang lebih tinggi dari bunga deposito namun memiliki risiko
yang relatif rendah dengan prinsip-prinsip syariah. Layaknya dengan obligasi konvensional,
sukuk ini dapat diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan (korporasi) dengan memiliki
jangka waktu dan nilai imbal hasil tertentu. Sukuk ini merupakan cerminan kepemilikan aset
berwujud yang disewakan atau akan disewakan dan bukan berupa surat utang. Hal ini juga
yang membedakan antara sukuk dengan obligasi konvensional pada umumnya.
Pada sukuk, imbal hasil yang diberikan adalah berupa uang sewa (ujrah) dengan
persentase tertentu sesuai dengan prinsip syariah Islam yang tidak mengandung unsur riba.
Imbal hasil sukuk ini juga akan dibayarkan secara rutin pada periode tertentu dan nilai pokok
pinjaman akan dibayarkan pada saat jatuh tempo. Kita dapat membeli sukuk ritel ini pada
hampir seluruh bank-bank besar baik nasional maupun asing, bank syariah, dan perusahaan
sekuritas terpercaya (kredibel) yang menjadi agen penjual sukuk. Melalui agen penjual yang
telah ditunjuk pemerintah, salah satu persyaratan pembelian sukuk ritel adalah dengan
menunjukan kartu tanda penduduk Indonesia (KTP), sebab sukuk ritel ini hanya ditujukan
bagi warga negara Indonesia (WNI).
3. Dari evaluasi kinerja reksadana, sebaiknya kita sebagai pemula untuk memulai
investasi di reksadana, jenis reksadana apa yang mungkin cocok sebagai pemula?
JAWABAN :
Hindari memilih reksadana karena ingin keuntungan besar. Sebab, jika kamu sebetulnya
bukan tipe yang berani mengambil risiko, tetapi nekat membeli reksadana dengan risiko
tinggi, bisa menjadi bumerang bagi dirimu sendiri.
Kamu tidak siap kehilangan uang ketika portofolio reksadana anjlok. Akibatnya, stres dan
membuat keuangan berantakan. Jadi, hindari berinvestasi pada reksadana yang tidak
sesuai dengan karakteristik atau kepribadian dan kebutuhan kamu.