Anda di halaman 1dari 110

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS ALALAK


TENGAH TAHUN 2022

SKRIPSI

Diajukan guna menyusun Skripsi untuk memenuhi


sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

LISTA LEDIANA
18070232

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING UNTUK SIDANG SKRIPSI

Penelitian oleh Lista Lediana

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Banjarmasin,

Pembimbing I,

Zuhrupal Hadi, SKM., M.Kes


NIDN.1130098603

Banjarmasin,

Pembimbing II,

Elsi Setiandari Lely Octaviana, SKM., M.Kes


NIDN.1126018602

ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi oleh Lista Lediana ini


Telah dipertahankan di depan dewa n penguji
Pada tanggal,
Dewan Penguji
Ketua

Zuhrupal Hadi, SKM., M.Kes


NIDN.1130098603

Anggota

Elsi Setiandari Lely Octaviana, SKM., M.Kes


NIDN.1126018602

Anggota

Hilda Irianty, SKM., M.Kes


NIDN.

Mengesahkan,
Dekan FKM UNISKA MAB,

Meilya Farika Indah, SKM., M.Se


NIK. 060709281

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Lista Lediana
NPM : 18070232
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Program Studi : S1 Kesehatan Masyarakat (Kespro dan Gizi)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


Skripsi yang berjudul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA

pada Balita diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022” merupakan

karya asli penulis bukan hal plagiat atau penjiplakan karya orang lain dan semua

sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai

dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat UNISKA

MAB Banjarmasin. Jika dikemudian hari diketahui bahwa karya ini bukan karya

orisinil saya atau hasil jiplakan orang lain maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kesehatan Masyarakat UNISKA MAB Banjarmasin,

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa adanya tekanan

dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika

dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Banjarmasin,
Yang Menyatakan,

Lista Lediana

iv
LEMBAR PERSETUJUAN WAKTU PELAKSANAAN
SIDANG SKRIPSI
Dengan ini menyatakan
Nama : Lista Lediana
NPM : 18070232
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Disetujui untuk melaksanakan Sidang Skripsi pada :
Hari/ tanggal : Nama Pembimbing TTD
Waktu : 1. Zuhrupal Hadi, SKM, M.Kes ( )
Tempat : 2. Elsi Setiandari LO, SKM, M.Kes ( )
Dan dengan ini bersedia menghadiri Sidang Skripsi pada hari pelaksanaan yang
telah ditentukan di atas.
Demikian surat persetujuan ini di buat untuk di gunakan seperlunya, terim kasih.

Banjarmasin, 2022

Tim Pembimbing
Tim Pembimbing 1 Tim Pembimbing 2

(Zuhrupal Hadi, SKM., M. Kes) (Elsi Setiandari LO, SKM., M. Kes)


NIDN. 1130098603 NIDN. 1126018602

Penguji

(Hilda Irianty, SKM., M.Kes)


NIDN. 1126048903

v
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA PADA
BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS ALALAK TENGAH
TAHUN 2022

Lista Lediana
Pembimbing 1 : Zuhrupal Hadi, SKM., M.Kes
Pembimbing 2 : Elsi Setiandari Lely Octaviana, SKM., M.Kes

ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu atau lebih saluran
pernapasan atas (hidung) sampai saluran pernafasan bawah (alveoli) termasuk
jaringan sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Proses terjadinya infeksi akut ini
berlangsung sampai 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas
akut dari penyakit tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan ISPA pada balita,
Seperti pendidikan, pekerjaan dan lingkungan fisik rumah. Tujuan Penelitian ini
adalah mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
ISPA di wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah. Jenis penelitian ini adalah
penelitian analitik kuantitatif dengan cara cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita umur 0-59 bulan,
didapatkan sampel 90 responden menggunakan Teknik simple random sampling.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, ada hubungan
antara pendidikan (P-value = 0,000), kepadatan hunian (P-value = 0,001),
keberadaan rokok dalam rumah (P-value =0,002). Dan juga didapatkan hasil tidak
ada hubungan antara pekerjaan (P-value = 1,000), Ventilasi kamar ( P-value =
0,895) dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Alalak
Tengah Tahun 2022. Diharapkan agar tenaga Kesehatan dapat memberikan
edukasi yang lebih intensif kepada ibu balita atau masyarakat mengenai faktor-
faktor yang menjadi penyebab terjadinya ISPA pada balita.

Kata kunci : Kejadian ISPA, Balita, Puskesmas Alalak Tengah


Kepustakaan : 54 (2001-2022)

vi
ABSTRACT
FACTORS AFFECTING THE INCIDENCE OF ISPA IN TODDLERS IN
THE WORK AREA OF THE CENTRAL ALALAK HEALTH CENTER IN
2022

Lista Lediana
Supervisor 1 : Zuhrupal Hadi, SKM., M.Kes
Supervisor 2 : Elsi Setiandari Lely Octaviana, SKM., M.Kes

ISPA is an infectious disease that affects one or more of the upper respiratory
tract (nose) to the lower respiratory tract (alveoli) including sinus tissue, middle
ear cavity and pleura. The process of occurrence of this acute infection lasts up to
14 days. A time limit of 14 days is taken to determine the acute limit of the
disease. Many factors cause ISPA in toddlers, such as education, work and the
physical environment of the home. The purpose of this study is to find out and
analyze the factors that influence the incidence of ISPA in the Working Area of
the Central Alalak Health Center. This type of research is quantitative analytical
research in a cross-sectional way. The population in this study was all mothers
who had toddlers aged 0-59 months, a sample of 90 respondents was obtained
using a simple random sampling technique. Based on statistical tests using the
Chi Square test, there is a relationship between education (P-value = 0.000),
residential density (P-value = 0.001), the presence of cigarettes in the house (P-
value = 0.002). And also obtained the results that there is no relationship between
work (P-value = 1,000), room ventilation (P-value = 0.895) and the incidence of
ISPA in toddlers in the work area of the Central Alalak Health Center in 2022. It
is hoped that health workers can provide more intensive education to mothers of
toddlers or the public about the factors that cause ISPA in toddlers.

Keywords : Occurrence of ISPA, Toddler, Central  Alalak  Health Center


Literature : 54 (2001-2022)

KATA PENGANTAR

vii
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, Rabb semesta alam yang tidak

pernah berhenti memberikan berjuta nikmat-Nya, Maha suci Allah yang telah

memudahkan segala urusan, Karena berkat kasih sayang-Nya dengan rahmat dan

karunia-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul

“Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita diwilayah

Kerja Puskesma Alalak Tengah tahun 2022”. Dan tak lupa juga penulis panjatkan

shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam beserta para sahabat, keluarga dan

pengikut-pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman.

Proposal ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan Proposal ini

bukan hanya karena usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya

dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ir. Abd Malik, S.Pt., M.Si., Ph.D., IPU selaku Rektor Universitas
Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.
2. Meilya Farika Indah, SKM, M. Sc selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin.

viii
3. Chandra, SKM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin.

4. Zuhrupal Hadi, SKM., M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan dukungan dan arahan pentunjuk dalam penyelesaian proposal.

5. Elsi Setiandari Lely Octaviana, SKM., M.Kes, selaku dosen pembimbing II

yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian proposal.

6. Hilda Irianty, SKM., M.Kes selaku penguji yang telah memberi bimbingan

dan masukan dalam proposal ini.

7. Maria Ufah, S.Si,. Apt selaku kepala UPT puskesmas alalak tengah yang

telah memberikan masukan dalam mempermudah pembuatan proposal ini

8. Segenap dosen dan seluruh staf Akademik yang telah banyak memberikan

ilmu pengetahuan, dukungan, pelayanan dan membantu selama penulis

mengikuti Pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Islam

Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

9. Orang tua yang banyak mengorbankan segala jerih payah dengan ikhlas,

membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang yang

begitu tulus dan penuh kesabaran, selalu mendukung untuk mengejar

impian, serta do’a restu yang tiada henti-hentinya hingga penulis dapat

menyelesaikan Pendidikan ini dan melakukan yang terbaik untuk setiap

kepercayaan yang diberikan.

ix
10. Sahabat - sahabat yang memberikan inspirasi, dorongan, dukungan, setia

menemani dan memberikan semangat agar proposal ini selesai tepat pada

waktu yang seharusnya.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dan memberikan arahan - arahan agar terus maju dan berkembang.

Semoga Allah Subhanallahu Wa Ta’ala memberikan balasan atas jasa-jasa

yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan proposal

ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

sempurnanya penelitian ini. Semoga laporan proposal ini dapat bermanfaat di

masa yang akan datang khususnya untuk kemajuan program kesehatan.

Banjarmasin, 2022

Lista Lediana
NPM : 18070232

x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN WAKTU SIDANG SKRIPSI ................................. v

ABSTRAK ........................................................................................................... vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................


xiv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................… xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................8
E. Keaslian Penelitian ......................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum ISPA ............................................................... .13

xi
1. Definisi ISPA ..................................................................... .13
2. Klasifikasi ISPA ................................................................. .14
3. Penyebab ISPA .................................................................. .15
4. Penatalaksanaan ISPA ........................................................ .16
5. Gejala ISPA ........................................................................ .19
6. Pencegahan ISPA ............................................................... .20
7. Pengobatan ISPA ............................................................... .21
B. Tinjauan Umum Pendidikan ..................................................... .22
1. Pengertian ............................................................................ .22
2. Pendidikan Menurut Jenisnya atas (Hasbullah,2014) ......... .24
3. Jenis Pendidikan .................................................................. .24
C. Tinjauan Umum Pekerjaan ........................................................ .25
1. Pengertian Pekerjaan ........................................................... .25
2. Kinerja Karyawan ............................................................... .27
3. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Karyawan ...... .27
4. Penilaian Kinerja Karyawan ............................................... .28
D. Tinjauan Umum Lingkungan Rumah ......................................... .28
1. Definisi Lingkungan Rumah ................................................ .28
2. Faktor Lingkungan Rumah .................................................. .33
a. Ventilasi Rumah ............................................................ .33
b. Kepadatan Hunian ......................................................... .35
c. Keberadaan Perokok Dalam Rumah ............................. .36
E. Kerangka Teori .......................................................................... .41
F. Kerangka Konsep ...................................................................... .41
G. Hipotesis .................................................................................... .42

BAB III METODE PENELITIAN


A. Rancangan Penelitian ................................................................ .43
B. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ .43
1. Populasi ............................................................................... .43
2. Sampel ................................................................................. .44

xii
C. Instrumen Penelitian .................................................................. .45
D. Variabel Penelitian .................................................................... .46
1. Variabel Bebas .................................................................... .46
2. Variabel Terikat .................................................................. .47
E. Definisi Operasional .................................................................. .47
F. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ..................... .49
1. Teknik Pengumpulan Data .................................................. .49
2. Pengolahan Data .................................................................. .50
G. Analisis Data ............................................................................. .53
1. Analisis Univariat ................................................................ .53
2. Analisis Bivariat .................................................................. .53
H. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... .54
I. Biaya Penelitian ........................................................................ .56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ......................................................................... .57
B. Pembahasan ............................................................................... .71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... .85


B. Saran .......................................................................................... .86
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

1.1 Keaslian Penelitian ...................................................................................9


3.1 Definisi Operasional .................................................................................47
3.2 Waktu Penelitian .......................................................................................54
3.3 Biaya Penelitian ........................................................................................56
4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin .........................................59
4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Umur Ibu ..........60
4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Umur Balita . .....61
4.4 Distribusi Frekuansi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..................62
4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita ......................................63
4.6 Distribusi Frekuensi Pendidikan ...............................................................63
4.7 Distribusi Frekuensi Pekerjaan .................................................................64
4.8 Distribusi Frekuensi Ventilasi Kamar ......................................................64
4.9 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian ...................................................65
4.10 Distribusi Frekuensi Keberadaan Rokok Dalam Rumah ..........................65
4.11 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian ISPA pada Balita ......................66
4.12 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian ISPA pada Balita ........................67
4.13 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita .........................68
4.14 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita ..........69
4.15 Hubungan Keberadaan Rokok Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada
Balita.........................................................................................................70

xiv
DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 41


2.2 Kerangka Konsep .................................................................................. 41

xv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden


2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
3. Lembar Kuesioner
4. Output SPSS
5. Dokumentasi
6. Berita Acara Pelaksanaan Seminar Proposal Skripsi
7. SK Bimbingan Skripsi
8. Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi
9. Surat Rekomendasi Pelaksanaan Penelitian
10. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian

xvi
xvii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu

masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju berkembang

maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan

masih tingginya angka ke sakitan dan angka kematian terkena ISPA

khususnya pneumonia atau broncopneumonia, terutama pada bayi dan

balita. Di Amerika pneumonia merupakan peringkat ke 6 dari semua

penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi,

angka kematian akibat pneumonia mencapai 25% di Spanyol dan 12%

atau 25-30 per 100.000 penduduk di Inggris dan Amerika (Hedriana dkk,

2005).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005

menyatakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar

19% atau berkisar 1,6-2,2 juta, dimana sekitar 70% terjadi di negara-

negara berkembang terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Dari data

SEAMIC Health Statistic tahun 2001 pneumonia merupakan penyebab

kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 Malaysia,

nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam

(Depkes RI, 2007).

ISPA dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi

dan anak balita di Negara berkembang. Sebagian besar penelitian di

1
2

Negara berkembang menunjukan bahwa 20- 35% kematian bayi dan balita

disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan 2-5 juta bayi dan balita di berbagai

Negara setiap tahunnya meninggal karena ISPA. Dua per tiga dari

kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi pada usia 2

bulan pertama kelahiran (Depkes RI, 2006).

Di Indonesia Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selalu

menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan

balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit

terbanyak di pukesmas. Survei mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA

tahun 2005 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian pada bayi dan

balita terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh

kematian balita (Depkes RI, 2007).

Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek yang kemudian

diikuti dengan nafas cepat dan nafas sesak. Pada tingkat yang lebih berat

terjadi kesukaran bernafas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun

dan meninggal bila tidak segera diobati.Usia balita adalah kelompok yang

paling rentan dengan infeksi saluran pernafasan. Kenyataannya bahwa

angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA masih tinggi pada balita di

negara berkembang (Depkes RI, 2006).

Secara umum faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan

fisik, faktor host/pejamu, faktor agent serta faktor lingkungan sosial.

Faktor agent yaitu bakteri, virus dan jamur. Faktor lingkungan fisik

meliputi, pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah seperti


3

kepadatan hunian, jenis lantai, jenis dinding, pencahayaan rumah.

Sedangkan faktor sosial meliputi pekerjaan orangtua, pendidikan ibu, serta

perilaku merokok anggota keluarga (Depkes RI, 2010)

Kondisi lingkungan rumah sangat mempengaruhi kesehatan dari

penghuni rumah khususnya pada balita karena sistem kekebalan tubuh

balita sangat rentan terhadap penyakit. Rumah Sehat adalah bangunan

rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yang terdiri dari

komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku antara lain yaitu memiliki

jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana

pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan

lantai rumah tidak dari tanah (Profil Indonesia, 2016).

Dari penelitian tentang hubungan ventilasi, lantai, dinding, dan atap

dengan kejadian ISPA pada balita di Blang Muko menunjukkan bahwa ada

hubungan antara ventilasi rumah (p=0,032), lantai rumah (p=0,014),

dinding rumah (p=0,000), atap rumah (0,022) dengan kejadian ISPA pada

balita (Safrizal, 2017)

Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara kondisi lingkungan

rumah dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas

Sario Manado menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara kepadatan hunian (p=0,0001) di dalam rumah, keberadaan hewan

peliharaan di dalam rumah (p=0,0001) dan status merokok (p=0,0001)

dengan kejadian ISPA pada anak balita ( William, 2015).


4

Maka dari itu penting bagi setiap masyarakat untuk menjaga dan

memelihara sanitasi fisik rumah, menerapkan gaya hidup bersih dan sehat

dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi resiko terkena penyakit

yang berhubungan dengan lingkungan terutama pada balita.

Tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan

pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena

adanya ciri-ciri individu, misalnya jenis kelamin, umur, tingkat

pendidikan, dan pekerjaan. Pendidikan ibu merupakan hal paling penting

yang mempengaruhi perilaku kesehatan ibu. Pekerjaan berkaitan dengan

berapa banyak waktu yang dimiliki ibu untuk merawat anaknya sehingga

terhindar dari berbagai faktor resiko. Pendidikan kesehatan memiliki

pengaruh terhadap perilaku, yaitu dengan memberikan pengetahuan

kesehatan pada individu.

Beberapa hal menyangkut pendidikan yang dapat mempengaruhi

perilaku seseorang, pendidikan dapat meningkatkan individu untuk

memahami informasi mengenai kesehatan. Hal ini akan menyebabkan

individu lebih waspada untuk memeriksakan dirinya sebelum terjadinya

penyakit. Pendidikan juga dapat meningkatkan motivasi seseorang.

Seseorang yang termotivasi, akan lebih antusias untuk menerapkan pola

hidup sehat.

Ibu yang bekerja berpengaruh terhadap perawatan yang diterima

anak. Seorang wanita yang bekerja memiliki waktu yang kurang untuk

memberi makan anak, membersihkan, dan bermain bersama anak. Hal ini
5

dapat memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan anak. Sebenarnya

bukan jenis pekerjaan ibu yang memberi pengaruh, melainkan seberapa

banyak waktu luang ibu untuk mengurus anak. pekerjaan dapat

menjauhkan orang tua dari anak untuk beberapa periode waktu, namun

kebutuhan anak dapat tetap terjaga selama anak dapat pengasuhan dan

perawatan dalam kesehatannya dengan benar.

Data kejadian ISPA di Kalimantan selatan dari 4 tahun terakhir,

yaitu tahun 2018 tercatat bahwa ada 376.589 angka kejadian ISPA yang

terjadi di Kalimantan Selatan. Dimana angka kejadian tertinggi terdapat di

Kota Banjarmasin dengan persentasi yaitu 19,6% kejadian ISPA.

(DINKES Provinsi Kalimantan Selatan, 2019).

Berdasarkan data di puskesmas Alalak Tengah, pada balita

berdasarkan perhitungan yang diambil pertahunnya pada tahun 2020 balita

yang mengalami ISPA sebanyak 125 balita dan mengalami penurunan

pada tahun 2021 yaitu 74 balita yang mengalami ISPA. Hal ini disebabkan

karena Ibu sudah mulai memahami tentang bahayanya penyakit ISPA

terutama pada balita. Pada tahun 2022 bulan Januari-April terdapat 45

balita yang mengalami ISPA.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadia

ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah
6

Berdasarkan data dipuskesmas Alalak Tengah, pada balita

berdasarkan perhitungan yang diambil pertahunnya pada tahun 2020

balita yang mengalami ISPA sebanyak 125 balita dari 1025 kunjungan

balita, dan mengalami penurunan pada tahun 2021 yaitu 74 balita

yang mengalami ISPA dari 931 kunujungan balita, sedangkan tahun

2022 bulan Januari-April ada 45 mengalami ISPA dari 360 kunjungan

balita. (puskesmas Alalak tengah,2022)

2. Pertanyaan Masalah

a. Bagaimanakah gambaran kejadian ISPA pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

b. Apakah ada hubungan kondisi Lingkungan rumah (Ventilasi,

Kepadatan hunia dan Keberadaan rokok dalam rumah)dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Alalak

Tengah Tahun 2022

c. Apakah ada hubungan Pendidikan Ibu dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

d. Apakah ada Hubungan Pekerjaan Ibu dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis Pendidikan, pekerjaan Ibu dan

Lingkungan rumah (Ventilasi, Kepadatan hunia dan Keberadaan rokok


7

dalam rumah) dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Alalak tengah Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja

puskesmas Alalak tengah.

b. Mengidentifikasi Pendidikan Ibu tentang Kejadian ISPA pada Balita

di wilayah Kerja Puskesmas Alalak tengah.

c. Mengidentifikasi Pekerjaan Ibu tentang Kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah.

d. Mengidentifikasi Ventilasi tentang Kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah.

e. Mengidentifikasi Kepadatan hunian tentang Kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah.

f. Mengidentifikasi Keberadaan rokok dalam rumah tentang Kejadian

ISPA pada balita di wilayah kerja Pusekesmas Alalak tengah.

g. Menganalisis Pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah

h. Menganalisis Pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah

i. Menganalisis ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah

kerja Pusksmas Alalak tengah

j. Menganalisis kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada baita di

wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah


8

k. Menganalisis keberadaan rokok dalam rumah dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah

D. Manfaat Teoritis

1. Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis hasil penelitian ini di harapkan mampu

meningkatkan ilmu pengetahuan bagi masyarakat khususnya terhadap

Pendidikan, Pekerjaan Ibu dan Lingkungan Rumah (Ventilasi, Kepadatan

hunian dan Keberadaan rokok dalam rumah) dengan kejadian ISPA pada

balita.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan informasi bahwa adanya hubungan

Pendidikan dan pekerjaan ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada

balita, dan mengingatkan Pengetahuan ibu tentang pencegahan ISPA

pada balita.

b. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah wawasan pada dan pengetahuan

serta dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang kita dapat

selama pendidikan serta dapat pengalaman dalam melakukan

penelitian ilmiah.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya


9

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dugunakan untuk referensi

penelitian selanjutnya, dan menambah wawasan variabel-variabel

lainya seperti Pendidikan, Pekerjaan Ibu dan Lingkungan Rumah

(Ventilasi, Kepadata hunian dan Kebaradaan rokok dalam rumah).

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti belum ada penelitian mengenai Analisi

Lingkungan Rumah, Pendidikan dan pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja puskesmas alalak tengah di tahun 2022 Akan

tetapi ada beberapa penelitian yang serupa antara lain :

Tabel 1.1

Keaslian Penelitian

No Nama Judul penelitian metode penelitian Variabel penelitian Hasil penelitian


(Tahun)
1. Jayati, Dessy Pengaruh lingkungan Penelitian survei Variabel bebas : lingkungan Hasil penelitian,
Irfi, 2017 fisik rumah dan sumber analitik dengan rumah, keluarga ventilasi, pencahayaan,
(Jurnal) pencemar serta pendekatan cross Variabel terikat : kejadian kelembaban, Riwayat
karakteristik keluarga sectional ISPA balita merokok social ekonomi
terhadap ISPA balita di dan segi penghasilan
wilayah kerja keluarga ada hubungan
puskesmas tanjung signifikan terhadap
haloban kecamatan kejadian ISPA pada
bilah hilir kabupaten balita.
labuhanbatu tahu 2017 Sedangkan kepadatan
hunian, lantai, dinding,
jenis bahan bakar, status
gizi dan imunisasi tidak
10

ada hubungan signifikan


terhadap kejadian ISPA.
Hasil uji regresi logistic
berganda menunjukkan
Riwayat merokok
meruoakan variabel yang
paling dominan
berhubungan terhadap
kejadian ISPA dengan
p.value=0,0003,
PR=11,517,95%, artinya
bahwa responden yang
memiliki Riwayat
merokok beresiko
mempunyai peluang
11,517 kali terhadap
kkejadian ISPA pada
balita jika dibandingkan
dengan responden yang
Riwayat merokok tidak
beresiko.

2. Rilo Punjung Hubungan Faktor Penelitian deskriptif Variabel bebas : faktor hasil penelitian
Pangestu lingkungan fisik rumah analitik dengan lingkungan fisik rumah, menunjukkan bahwa
Kusomo status Pendidikan dan menggunakan Pendidikan, dan pekerjaan terdapat hubungan yang
Mardani, dkk, status pekerjaan ibu pendekatan cross signifikan antara status
2019 (Jurnal) terhadap kejadian sectional Variabel terikat : kejadian Pendidikan ibu, status
Pneumonia balita di pneumonia pada balita pekerjaan ibu, dan factor
wilayah kerja lingkungan fisik rumah
puskesmas terhadap penyakit
pneumonia pada balita
diwilayah kerja
puskesmas Dinoyo kota
Malang.

3. Hubungan tingkat Penelitian deskriptif Variabel bebas : Pendidikan Hasil analisis bivariat
Nur Syamsi,
Pendidikan dengan menggunakan didapatkan uji chi-squere
11

pengetahuan ibu balita pendekatan cross dan Pengetahuan. test pada variabel ini
2018 (Jurnal)
tentang dengan sectional adalah p=0,06. sehingga
kejadian ISPA pada Variabel terikat : Kejadian menunjukkan bahwa
balita diwilayah kerja ISPA pada balita tidak ada hubungan
puskesmas bontosikuyu antara tingkat
kabupaten kepulauan Pendidikan ibu dengan
slayer kejadian ISPA pada
balita diwilayah kerja
puskesmas bontosikuyu
kabupaten kepulauan
selayar.
Hasil uji chi-square test
pada variabel ini adalah
p=0,004, sehingga
menunjukkan bahwa ada
hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu dengan
kejadian ISPA pada
balita diwilayah kerja
puskesmas bontoskuyu
kabupaten kepulauan
selayar.

4. Chandra Hubungan Pendidikan Survei analitik Variabel bebas : Pendidikan Hasil pengumpulan data
2017 (jurnal) dan pekerjaan ibu dengan pendekatan dan pekerjaan dianalisis dengan
dengan upaya cross sectional Variabel terikat : pencegahan menggunakan statistic
pencegahan ISPA pada ISPA pada balita univariat, bivariat
balita oleh ibu yang dengan uji chi square
berkunjung ke dan uji multivariat
puskesmas kelayan dengan analisis regresi
timur kota Banjarmasin logistic berganda.
sebagai hasil didapat
bahwa responden yang
tidak melakukan upaya
pencegahan ISPA
dengan baik
presentasenya lebih
12

besar dibandingkan yang


upaya pencegahannya
baik (67,4% berbanding
32,6%). Variabel yang
berhubungan secara
signifikan dengan upaya
pencegahan ISPA pada
balita (p<0,05) adalah
Pendidikan dan
pekerjaan.

5. Irma suharno, Hubungan Kondisi Survei analitik Variabel bebas : Lingkungan Hail uji chi squeere
Rahayu H. fisik lingkungan rumah dengan pendekatan fisik rumah menunjukkan bahwa
Akhili, dkk dengan kejadian ISPA cross sectional Variabel terikat : Kejadian nilai p untuk ventilasi p=
2019 (jurnal) pada balita diwilayah ISPA pada balita 0,028 pencahayaan alami
kerja puskesmas p=0,001 kelembapan p=
wawonasa kota 0,011 jenis lantai p=
manado 0,003 kepadatan hunian
p= 0,010 <α= 0,05
artinya terdapat
hubungan antara
ventilasi, pencahayaan
alami, kelembapan, jenis
lantai, kepadatan hunian
dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah
kerja puskesmas
wawonosa. Dan pada
dinding dan atap tidak
terdapat hubungan
dengan kejadian ISPA di
wilayah kerja puskesmas
wawonasa yaitu dengan
nilai p=0,267 dan
p=0,612.
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

1. Definisi ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi

yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernapasan atas (hidung)

sampai saluran pernafasan bawah (alveoli) termasuk jaringan sinus,

rongga telinga tengah dan pleura. Proses terjadinya infeksi akut ini

berlangsung sampai 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk

menentukan batas akut dari penyakit tersebut (Widoyono,2011).

Penyakit ISPA merupakan salahsatu penyebab kesakitan dan

kematian pada balita. Angka kejadian penyakit ISPA pada balita di

Indonesia adalah 6 per 1000 balita. Ini berarti setiap tahun 6 diantaranya

meninggal akibat ISPA sebelum umur 5 tahun. Jika dihitung, jumlah

balita yang meninggal akibat ISPA di Indonesia mencapai 150.000 balita

per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 per jam atau 1 orang balita

setiap detik (Maryunani,2014).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan istilah yang di

adaptasi dari istilah Bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI),


14

Istilah ISPA meliputi 3 unsur penting yaitu Infeksi, Saluran pernapasan,

dan akut (Depkes, 2013).

a. Infeksi

Proses masuknya mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga mengakibatkan gejala penyakit.

b. Saluran pernapaan

Organ mulai dari hidung hingga alveoli berserta organ adneksanya

seperti (sinus, rongga telinga dan pleura). Secara anatomi mencakup

saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah

(termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneks saluran pernafasan,

dengan Batasan ini, jarigan paru termasuk dalam saluran pernapasan,

c. Infeksi akut

Merupakan infeksi yang berlangsng sampai dengan 14 hari. Batas 14

hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini

dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Kasifikasi ISPA

Syahrani, A (2015) Adapun klasifikasi penyakit ISPA dibagi berdasarkan

jenis dan derajat keparahannya. Terdapat 3 klasifikasi ISPA yaitu :

a. ISPA ringan bukan pneumonia


15

Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak

menujukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak

menunjukkan adanya tarikkan dinding dada bagian bawah kearah

dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis dan otitits.

b. ISPA sedang pneumonia

Didasarkan pada adanya batuk dan kesukaran bernapas. Diagnosa

gejaa ini berdasarkan usia. Batas frekuensi napas cepat pada anak

berusia 2 bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali permenit dan untuk

anak 1 tahun sampai <5 tahun adalah 40 kali permenit.

c. ISPA berat atau pneumonia berat

Didasarkan pada adanya batuk dan kesukaran bernapas disertai

sesak nafas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam

(chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai <5 tahun.

Untuk anak berusia <2 bulan didiagnosa pneumonia berat ditandai

adanya napas cepatyaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per

menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada

bagian bawah kearah dalam (severe chest indrawing).

3. Penyebab ISPA

Menurut WHO (2013) penyebab penyakit ISPA yaitu :

a. Kondisi lingkungan seperti polutan udara, kepadatan anggota

keluarga, kelembaban, kebersihan, musim dan temperature.


16

b. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan Kesehatan dan Langkah

pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran seperti vaksin,

akses teradap fasilitas Kesehatan, kapasitas ruang isolasi.

c. Faktor penjamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan

penjamu menularkan infeksi, status kekebaan, status gizi, infeksi

sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain,

kondisi Kesehatan umum.

d. Karakteristik patogen seperti cara penularan, daya tular, factor

virulensi dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inoculum).

4. Penatalaksanaan ISPA

a. Perawatan ISPA di rumah

Beberapa perawatan yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA di rumah menurut (Depkes RI, 2010)

antara lain :

1) Pemberian Kompres

Pemberian kompres dilakukan bila anak panas atau demam

yaitu dimana suhu tubuh lebih tinggi dan suhu normal (36,5 –

37,50 C), yaitu 37,50 C atau lebih, pada tubuh anak teraba panas.

Upaya penurunan suhu dapat dilakukan baik secara farmakologi

atau non farmakologi. Secara farmakologi dapat diberikan

antipiretik sedangkan secara non farmakologi dapat dilakukan

berbagai metode untuk menurunkan demam seperti dengan


17

metode tepid sponge (kompres hangat). Tepid sponge merupakan

tindakan penurunan suhu tubuh yang efektif bagi anak yang

mengalami demam tinggi.

Selain dari pemberian kompres beberapa hal yang dapat

dilakukan adalah memakaikan anak dengan baju atau selimut

yang tipis seperti katun, karena penggunaan pakaian dan selimut

yang tebal akan menghambat penurunan panas, mengganti

pakaian yang basah karena keringat dengan pakaian kering.

2) Memberikan minum yang banyak pada anak

Anak dengan infeksi pernafasan dapat kehilangan cairan

lebih banyak dari biasanya terutama jika anak demam atau

muntah dan lain-lain. Anjurkan orang tua untuk memberikan

cairan tambahan menambah pemberian susu, air putih, buah, dan

lain-lain. Kehilangan cairan akan meningkat selama sakit ISPA

terutama jika anak demam. Pemberian hidrasi yang adekuat

merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan karena

demam berkaitan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.

3) Istiraha tidur

Penderita ISPA biasanya mudah letih, lemah dalam

melakukan aktivitas sebaiknya jangan memberikan aktivitas yang

berlebih karena dapat mengurangi kebutuhan energi yang


18

dibutuhkan oleh tubuh, yang pada saat menderita ISPA anak

membutuhkan energi untuk mempertahankan kondisi tubuh dalam

keadaan yang stabil.

4) Membersihkan jalan napas

Apabila anak terserang ISPA biasanya disertai dengan adanya

batuk pilek, sekret yang mengering dan bertumpuk dihidung

dapat menghalangi jalan nafas saat anak bernafas. Orang tua

sebaiknya membersihkan hidung dan sekret sampai bersih dengan

menggunakan kassa bersih atau kain yang lembut dan dibasahi

dengan air bersih, untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit.

5) Pemenuhan kebutuhan gizi pada penderita

a. Pemberian makan saat anak sakit

Penderita ISPA memerlukan gizi atau makanan dengan menu

seimbang antara sumber tenaga (karbohidrat), sumber

pembangun (protein), dan pengatur (vitamin dan mineral)

dengan cukup jumlah dan mutunya atau tinggi kalori tinggi

protein (TKTP) yang diberikan secara teratur.

b. Pemberian makan setelah sembuh


19

Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan

sedikit, oleh karena itu setelah sembuh usahakan pemberian

makanan ekstra setiap satu hari selama satu minggu, atau

sampai berat badan anak mencapai normal. Hal ini akan

mempercepat anak mencapai tingkat kesehatan semula serta

mencegah malnutrisi, malnutrisi akan memperberat infeksi

saluran pernafasan dikemudian hari.

c. Pemberian makan Ketika anak muntah

Anak yang muntah terus dapat mengalami malnutrisi, ibu

harus memberikan makanan pada saat muntahnya reda setiap

selesai jangkitan muntah. Usahakan pemberian makanan

sedikit demi sedikit tapi sesering mungkin selama anak sakit

dan sesudah sembuh. Dengan meneruskan pemberian

makanan anak mencegah kekurangan gizi. Hal ini penting

untuk anak dengan ISPA yang akan mengalami penurunan

berat badan cukup besar. Hilangnya nafsu makan umumnya

terjadi selama infeksi saluran pernafasan.

5. Gejala

a. Gejala ISPA ringan

Tanda dan gejala penyakit ISPA ringan yaitu batuk, serak byaitu anak

bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalkan pada waktu

berbicara atau menangis), pilek yaitu mengeluarkan lender atau ingus


20

dari hidung, panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC atau jika

dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.

b. Gejala ISPA sedang

Pernapasan lebih dari 50 kali/menit pada umur kurang dari satau

tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih,

suhu badan lebih dari 39oC, tenggorokan berwarna merah, timbul

bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak, telinga sakit

dan mengeluarkan nanah dari lubang telinga, pernapasan berbunyi

seperti brdengkur, pernapasan berbunyi seperti menciut-ciut.

c. Gejala ISPA berat

Bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis (dengan

cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak sadar atau

kesadarannya menurun, pernapasan berbunyi seperti mengorok dan

anak tampak gelisah, sela iga tertarik kedalam saat bernapas, nadi

cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak teraba, tenggorokkan

berwarna merah.

6. Pencegahan ISPA

Secara Umum ISPA pada balita dapat dicegah dengan cara

sebagai berikut (Ardianasari,2016) :

a. Melakukan Imunisasi sesuai usia anak yang disarankan, sehingga

bayi, balita dan anak memiliki kekebalan terhadap berbagai

serangan penyakit.
21

b. Menjaga asupan makanan dan nutrisi

c. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar

d. Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan

polusi udara lainnya

e. Menghindarkan bayi , balita dan anak dari seseorang yang tengah

menderita ISPA.

7. Pengobatan ISPA

Pengobatan ISPA pada bayi, balita dan anaksecara umum bisa

dilakukan dirumah. Berikut ini beberapa caranya: dengan memberikan

obat yang sifatnya aman dan alami pada balita, sedangkan bayi

sebaiknya bawa ke dokter. Jika demam, bayi yang berusia 2bulan-

5tahun dapat diobati dengan paracetamol juga dikompres, sedangkan

untuk bayi di bawah usia 2 bulan segera diperiksakan ke dokter.

Penderita ISPA memerlukan banyak asupan makanan yang bergizi.

Balita peru diberikan makanan sedikit demi sedikit , tetapi rutin dan

berulang, sedangkan untuk bayi yang masih menyusui dibutuhkan ASI

ekslusif dari ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan cairan,

berilah air yang lebih banyak dari biasanya baik air putih maupun sari

buah. Asupan minuman yang banyak akan membantu mencegah

dehidrasi dan mengencerkan dahak (Ardiansari, 2016). Kemudian


22

untuk penanganan ISPA bisa ditentukan berdasarkan penyebab dari

ISPA tersebut antara lain (Khrisna, 2013) :

a. ISPA yang disebabkan oleh alergi: Cara yang paling tepat dengan

menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi tersebut. Tablet anti

alergi biasanya diresepkan oleh dokter untuk menghentikan reaksi

alergi tersebut.

b. ISPA disebabkan oleh virus: Biasanya ISPA yang disebabkan oleh

virus ini tidak memerlukan pengobatan. Yang diperlukan hanya

istirahat, minum yang banyak dan makan-makanan yang sehat.

Dengan istirahat yang secukupnya, biasanya gejala akan berkurang

setelah 2-3 hari berlalu.

c. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur: ISPA jenis ini

memerlukan antibiotic atau anti jamur untuk membunuh kuman

tersebut. Penggunaan obat-obat tersebut harus menggunakan resep

dokter untuk mendapatkan hasil yang maksimaldan mengurangi

resiko munculnya efek yang tidak diinginkan.

B. Tinjauan Umum Pendidikan

1. Pengertian

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan


23

meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat

dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan

dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk

mengajar kebudayaan melewati generasi. Pendidikan adalah wahana yang

dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu

proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. (Notoatmodjo,

2013).

Dalam kamus Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan adalah

proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan.

(Fajri, 2000) Menurut UU No.20 tahun 2003 dinyatakan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara. (Hasbullah, 2014).

Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan

kebudayaan. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang

dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa

atau mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi dalam arti mental.
24

Kenyataannya pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan,

meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. (Hasbullah, 2014).

Pendidikan merupakan persoalan asasi bagi manusia. Manusia sebagai

makhluk yang dapat dididik akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan

proses pendidikan dialaminya. Sejak kelahirannya, manusia telah memiliki

potensi dasar yang universal, berupa: (Hasbullah, 2014).

a. Kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk

(moral identity).

b. Kemampuan dan kebebasan untuk memperkembangkan diri sendiri

sesuai dengan pembawaan dan cita-citanya (individual identity).

c. Kemampuan untuk berhubungan dan kerjasama dengan orang lain

(social identity).

d. Adanya cirri-ciri khas yang mampu membedakan dirinya dengan

orang lain (individual differences).

2. Pendidikan Menurut Jenisnya terbagi atas (Hasbullah, 2014) :

a. Pendidikan formal yaitu sebagai pendidikan yang memakai dasar

suatau kurikulum atau sering disebut sebagai lembaga pendidikan

sekolah. Yang dimaksud pendidikan sekolah disini adalah pendidikan

yang diperoleh seseorang secara teratur, sistematis, bertingkat, dan

dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat mulai dari Taman

kanak-kanak (TK) sampai Perguruan tinggi.

b. Pendidikan non formal yaitu pendidikan yang tidak memerlukan

kurikulum khusus, walaupun direncanakan dengan baik dan


25

diselenggarakan diruang kelas, fleksibel dalam waktu, ruang,

pengelolaan dan evaluasinya. Pendidikan dilingkungan ini

memberikan bekal praktis dalam berbagai jenis pekerjaan kepada

peserta didik yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya melalui

jalur formal dan diberikan sertifikat bagi peserta yang memenuhi

syarat.

c. Pendidikan informal yaitu pendidikan yang menjadi ditengah-tengah

keluarga dan masyarakat. Pada pendidikan ini terjadi proses

pengajaran pemberitahuan, nasihat, disiplin. Yang paling penting

adalah terjadinya transfer nilai-nilai kehidupan, nilai relasi dan

kebaikan.

3. Jenis Pendidikan

Menurut UU No.2 Tahun 1989, bahwa jenjang pendidikan yang termasuk

jalur pendidikan formal terdidi dari:

a. Pendidikan dasar yaitu SD ( sekolah dasar)/Madrasah ibtidaiyah dan

SMP/MTs.

b. Pendidikan Menengah yaitu SMU dan Kejuruan/Madrasah Aliyah.

c. Pendidikan Tinggi yaitu Akademik, Institusi, Sekolah Tinggi dan

Universitas.

Bloom B (1908) dalam tujuan pendidikan menempatkan

pengetahuan, sikap, dan perilaku atau tindakan menjadi 3 domain yang

saling berkaitan. Penelitian menjelaskan bahwa ada hubungan langsung

antara tingkat pendidikan terutama pendidikan keluarga dengan


26

kesehatan keluarga. (Notoatmodjo, 2013). Dalam penelitian ini

Pendidikan yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal dimana

makin tinggi tingkat pendidikan keluarga diharapkan dapat

mengembangkan daya nalar dan dapat memberikan kemampuan baginya

untuk menilai apakah sesuatau hal dapat diterima atau tidak. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang ditujukkan oleh Sabri (2007) bahwa makin

tinggi pengetahuan keluarga semakin menurun pula tingkat kejadian

ISPA. (Sabri, 2007).

C. Tinjauan Umum Pekerjaan

1. Pengertian Kerja

Secara alamiah di dalam kehidupannya, manusia selalu melakukan

bermacam-macam aktivitas, salah satu wujud dari aktivitas itu

adalah kerja atau bekerja. Manusia bekerja mangandung unsur

kegiatan sosial, menghasilkan barang dan atau jasa yang pada

akhirnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan mendapatkan

kepuasan. Bekerja berarti melakukan suatu pekerjaan, diakhiri

dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang

bersangkutan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005) “kerja diartikan

sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu yang dilakukan atau

diperbuat dan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, mata

pencaharian”.
27

Menurut Wjs. Poerwadarminta (2002) ”kerja adalah melakukan

sesuatu”, sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (1991), “kerja

adalah proses penciptaan atau pembentukan nilai baru pada suatu

unit sumber daya, pengubahan atau penambahan nilai pada suatu

unit alat pemenuhan kebutuhan yang ada”.

Menurut B. Renita (2006) kerja dipandang dari sudut sosial

merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan

kesejahteraan umum, terutama bagi orang-orang terdekat (keluarga)

dan masyarakat, untuk mempertahankan dan mengembangkan

kehidupan, sedangkan dari sudut rohani atau religius, kerja adalah

suatu upaya untuk mengatur dunia sesuai dengan kehendak Sang

Pencipta. Dalam hal ini, bekerja merupakan suatu komitmen hidup

yang harus dipertangung jawabkan kepada Tuhan.

Berdasarkan beberapa pengertian kerja diatas peneliti dapat

menyimpulkan mengenai pengertian kerja. Kerja yaitu kegiatan yang

dilakukan seseorang untuk menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu

yang menghasilkan alat pemenuhan kebutuhan yang ada seperti

barang atau jasa dan memperoleh bayaran atau upah.

2. Kinerja Karyawan

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja

(performance). Menurut Sedarmayanti (2009), performance bisa

diterjemahkan menjadi prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian


28

kerja, dan hasil kerja. Secara operasional kinerja dapat didefinisikan

sebagai tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh

seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Kinerja

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009).

Menurut Prawirosentono (2008), kinerja adalah sesuatu yang dicapai

seseorang atau kelompok dalam organisasi yang sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka

mencapai tujuan perusahaan secara legal, dan tidak melanggar

hukum, moral, dan etika.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja karyawan

Ada tiga hal penting yang menyangkut tentang deskripsi kinerja

karyawan, yaitu penilaian kinerja, tujuan penilaian kinerja, dan

unsur-unsur ukuran dari penilaian kinerja yang dimaksudkan. Dalam

penelitian kinerja karyawan ada dua indicator penting yaitu keluaran

dan prosesnya atau perilaku kerjanya. Indikator mana yang dominan

tergantung dengan jenins pekerjaan dan focus penilaian kinerja yang

dilakukan.

4. Penilaian Kinerja Karyawan

Di dalam organisasi modern, penilaian kinerja merupakan

mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja


29

individu diwaktu berikutnya. Penilaian kinerja menjadi basis bag i

keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi,

pemberhentian, platihan, dan kondisi kepegawaian lainnya.

Menurut pendapat Robert L. Mathis dan John H. Jackson

(2006) penilaian kinerja (performance appraisal ) adalah proses

mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka

jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian

mengkomunikasikan informasi tersebut pada karyawan.

C. Tinjauan Umum Lingkungan Rumah

1. Definisi Lingkungan Rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada didalam

rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan

sosial. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik

dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan

dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang

diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk Kesehatan jasmani dan

rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan

yang dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan

tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat


30

serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik,

psikologis maupun sosial. (Komisi WHO, 2001)

Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan

pengaruh besar terhadap status Kesehatan penghuninya (Notoatmodjo,

2003). Rumah merupakan lingkungan fisik manusia sebagai tempat

tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan penyakit, hal

ini akan terjadi apabila kriteria rumah sehat belum terpenuhi.

Menurut Window dan APHA, rumah yang sehat harus memenuhi

beberapa persyaratan antara lain (Suyono, 2010)

a. Memenuhi kebutuhan Fisiologis

1) Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari)

maupun cahaya buatan (lampu). Pencahayaan yang memenuhi

syarat sebesar 60 – 120 lux. Luas jendela yang baik minimal

10% - 20% dari luas lantai.

2) Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses pergantian

udara dalam ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang

memenuhi syarat adalah bertemperatur ruangan sebesar 18 –

30 derajat celcius dengan kelembaban udara sebesar 40% -

70% . Ukuran ventilasi yang memenuhi syarat 10% luas lantai.

3) Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar

maupun dari dalam rumah (termasuk radiasi)

4) Cukup tempat bermain untuk anak-anak dan untuk belajar.


31

b. Memenuhi kebutuhan Psikologis

1) Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan

kebebasannya.

2) Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga.

3) Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak ada terlalu perbedaan

tingkat yang ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat

ekonomi.

4) Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri.

5) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus sesuai dengan

umur dan jenis kelaminnya. Orang tua dan anak dibawah 2

tahun boleh satu kamar. Anak diatas 10 tahun dipisahkan

antara laki-laki dan perempuan. Anak 17 tahun keatas diberi

kamar sendiri.

6) Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya

keleluasaan bergerak, bernapas dan untuk memudahkan

membersihkan lantai.

7) Ukuran ruang tidur anak yang berumur <5 tahun sebesar 4,5 m

Persegi. dan umurnya >5 tahun adalah 9 m Persegi. Artinya

dalam 1 ruangan anak yang berumur 5 tahun kebawah diberi

kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5 x 3 m persegi,

dan >5 tahun menggunakan ruanga 3 x 1 x 3 m persegi.

8) Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan


32

9) Hewan/ternak yang akanmengotori ruangan dan rebut/bising

hendaknya dipindahkan dari rumah dan dibuat kendang

tersendiri dan mudah dibersihkan.

c. Pencegahan Penularan Penyakit

1) Tersedia air bersih untuk minum yang memenuhi syarat

Kesehatan.

2) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk, lalat), tikus

dan binatang lainnya bersarang di dalam dan sekitaran rumah.

3) Pembuangan kotoran tinja dan air limbah memenuhi syarat

Kesehatan.

4) Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan

higenis.

5) Luas kamar tidur minimal 3,5 m persegi perorangan dan

tinggi langit-langit maksimal 2,75 m. Ruangan yang terlalu

luas akan menyebabkan mudah masuk angin, tidak nyaman

secara psikologis, sedangkan apabila terlalu sempit akan

menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan

penyakit karena terlalu dekat kontak.

6) Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan

bebas dari pencemaran atau gangguan serangga, tikus dan

debu.

d. Pencegahan terjadinya kecelakaan


33

1) Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari

dalam ruangan dan menggantinya dengan udara segar.

2) Cukup cahaya dalam ruangan untuk mencegah bersarangnya

serangga atau tikus, mencegah terjadinya kecelakaan dalam

rumah karena gelap.

3) Bahan bangunan atau konstruksi rumah harus memenuhi

syarat bangunan sipil, terdiri dari bahan baik dan kuat.

4) Jarak ujung atap dengan ujung atap tengah minimal 3 m,

lebar halaman antara atap tersebut minimal sama dengan

tinggi atap tersebut. Hal ini tidak berlaku bagi perumahan

yang bergandengan.

5) Rumah agar jauh dari rindangan pohon-pohon besar yang

rapuh mudah patah.

6) Hindari menaruh benda-benda tajam dan obat-obatan atau

racun serangga sembarangan apabila didalam rumah terdapat

anak kecil.

7) Pemasangan instalasi listrik (kabel-kabel, stop kontak, fitting

dll) harus memenuhi standar PLN.

8) Apabila terdapat tangga naik/turun, lebar anak tangga

minimal 23 cm, tinggi anak tangga maksimal 18 cm,

kemiringan tangga antara 30-36 derajat. Tangga harus diberi

pegangan yang kuat dan aman.

2. Faktor Lingkugan Rumah


34

Adapun faktor lingkungan rumah yang dimaksud sebagai variable

penelitian yaitu :

a. Ventilasi Rumah

Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah untuk menjaga pertukaran aliran udara dalam rumah

tersebut agar tetap segar dan optimal. Hal ini berarti keseimbangan

O2 yang diperlukan untuk penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi dalam rumah akan menyebabkan kurangnya

O2 dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan

meningkat. Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara dari

bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen.Ada dua macam ventilasi

yakni ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.Ventilasi alamiah

adalah di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi 10

secara alamiah melalui jendela, lubang angin maupun lubang yang

berasal dari dinding dan sebagainya.Ventilasi buatan adalah

ventilasi yang menggunakan alat khusus untuk mengalirkan udara,

misalnya kipas angin dan mesin penghisap udara (AC). Ventilasi

yang baik akan memberikan udara segar dari luar, suhu optimum

22-24°C dan kelembapan 60% (Kusnoputranto dan Suzanna,2000).

Ventilasi diukur dengan melakukan pengukuran luas jendela

dan lubang angin.Ventilasi yang diukur adalah luas ventilasi tetap

dan luas ventilasi insidental (dapat dibuka dan ditutup). Cara

menghitung luas ventilasi yaitu:


35

a) Persegi : sisi x sisi

b) Persegi panjang: panjang x lebar

c) Lingkaran: π x r2 (jari-jari)

Luas ventilasi dikatakan baik jika luas ventilasi tetap minimal 5%

dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi incidental

(dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai.Jumlah luas

ventilasi tetap dan insidental ≥10% dari luas lantai rumah maka

dikatakan memenuhi syarat.Sedangkan jumlah luas ventilasi tetap

dan incidental.

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer

yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Berdasarkan

kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi kedalam 2 jenis, yaitu :

1) Ventilasi Alam

Ventilasi alam berdasarkan pada 3 kekuatan yaitu: daya

difusi dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara

karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalan

Gerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan

kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin,

maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara

sebagai hasil sifat poros dinding ruangan, atap dan lantai.

2) Ventilasi Buatan

Pada suaktu waktu diperlukan juga ventilasi buatan dengan

menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut


36

diantaranya adalah kipas angin dan AC (air conditioner).

Peryaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut :

a) Luas lubang ventilasi tetap mnimal 5% dari luas lantai

ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat

dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai. Jumlah

keduanya menjadi 10% dari luas lantai rumah.

b) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari

sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

c) Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan

menempatkan lubang ventilasi berhadapan antara dua

dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh

barang-barang besar, misalnya lemari, dindingsekat dan

lain-lain

b. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai

dengan jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tinggal.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan bisa

dinyatakan dalam meter persegi per orang. Luas minimum per orang

sangat relatif, tergantung dan kualitan bangunan dan fasilitas yang

tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimal 8 meter persegi per

orang. Untuk kamar tidur diperlukan 3 meter persegi perorang.

Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang kecuali untuk suami

istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga
37

yang menjadi penderita penyakit ISPA sebaiknya tidak tidur dengan

anggota keluarga lainnya. Secara umum penilaian kepadatan

penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu

kepadatan penghuni yang memenuhi syarat Kesehatan diperoleh dari

hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 8 meter persegi

per orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat Kesehatan

bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 8

meter persegi per orang (Lubis dalam penelitian Evi Naria, 2008).

Kepadatan penghuni dalam suatu rumah tinggal akan

memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak

sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan

perjubelan. Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan

kurangnya konsumsi oksigen, juga bisa salah satu anggota keluarga

terkena penyaki Infeksi.

c. Keberadaan Perokok Dalam Rumah

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui

dalam kehidupan sehari-hari. Di mana-mana mudah menemui orang

merokok lelaki, wanita, anak remaja, orang tua, kaya dan miskin

tidak ada terkecuali. Betapa merokok dapat merupakan bagian hidup

masyarakat (Gusti, AP 2017).

Dari segi Kesehatan, tidak ada satu titik yang menyetujui atau

melihat manfaat. Namun tidak mudah untuk menurunkan atau

menghilangkannya. Karena itu gaya hidup sangat menarik sebagai


38

suatu masalah Kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko

dari berbagai macam penyakit (Gusti, AP 2017).

Merokok diketahui mengganggu efektivitas sebagian

mekanisme pertahan respirasi. Produk asap rokok diketahui

merangsang produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia.

Sehingga terjadi stimulasi stimulasi mukus yang kental dan

terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan napas, yang

dapat menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko

pertumbuhan mikroorganisme.

Bayi dan balita yang terpajan asap rokok sebelum dan sesudah

kelahiran memperlihatkan peningkatan angka ISPA, dibandingkan

dengan bayi dan balita dari orang tua yang bukan perokok. Haluaran

urin yang mengandung metabolit nikotin meningkat drastis pada

anak-anak dari orang tua perokok dibandingkan dengan anak-anak

dari orang tua yang bukan perokok. Beberapa metabolit nikotin

bersifat karsinogen dan mengiritasi paru.

Kesehatan yang kian mengkhawatirkan di Indonesia adalah

semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin banyak

penderita gangguan kesehatan akibat merokok ataupun menghirup

asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya adalah perempuan

dan anak-anak. Perokok pasif akan mengalami risiko lebih besar

daripada perokok sesungguhnya (Dachroni, 2003).


39

Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream

sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap

sidestream. Polusi udara yang diakibatkan oleh asap sidestream dan

asap mainstream yang sudah terekstrasi dinamakan asap tangan

kedua atau asap tembakau lingkungan. Mereka yang menghisap asap

inilah yang dinamakan perokok pasif atau perokok terpaksa

(Adningsih, 2003). Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan

Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25 persen zat

berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok,

sedangkan 75 persennya beredar di udara bebas yang berisiko masuk

ke tubuh orang di sekelilingnya (Noorastuti, 2010). Terdapat seorang

perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota

keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan,

memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta

dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA

khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih

mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma

pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya (Dachroni,

2002).

Hasil studi di Italy, menyimpulkan bahwa 21% infeksi saluran

pernafasan akut pada usia 2 bulan pertama kehidupan dipengaruhi

oleh adanya orang tua perokok dalam rumah (Forastiere et al., 2002)

Menurut Kusnoputranto dalam Ariyanto (2006), bahwa asap rokok


40

dari orang tua maupaun dari orang lain yang tinggal dalam rumah,

tidak saja merupakan bahan penc emaran dalam ruang yang serius

tapi juga akan menambah risiko kesakitan dari bahan toksik yang

lain, bahwa anak-anak terpapar asap rokok dapat menimbulkan

gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya Infeksi

Saluran Pernapasan Akut dan gangguan paru-paru pada waktu

dewasa nanti. Asap rokok dan asap dapur dapat merusak mekanisme

pertahanan paru sehingga mudah menderita ISPA (Sutrisna, 1993).

Hasil penelitian Ariyanto (2006) menyatakan balita yang tinggal

di rumah dengan adanya perokok mempunyai kemungkinan

mendapatkan gangguan pernapasan sebanyak 1,986 kali di banding

dengan balita yang tinggal serumah dengan tidak adanya perokok

dalam rumah.

1. Bahaya Merokok bagi Kesehatan

Dalam merokok dikenal istilah perokok pasif dan perokok aktif.

Perokok pasif adalah orang-orang secara tidak sengaja menghisap

asap rokok orang lain, sedangkan perokok aktif adalah orang yang

melakukan aktivitas merokok.

Kebiasaan merokok orang tua di dalam rumah menjadikan balita

sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah yang

orang tuanya mempunyai kebiasaan merokok berpeluang

meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan

rumah balita yang orang tuanya tidak merokok di dalam rumah.


41

Sementara itu jumlah perokok dalam suatu keluarga cukup tinggi

(Rahmayatul, 2013).

Rokok merupakan benda beracun yang memberi efek yang

sangat membahayakan pada perokok maupun perokok pasif,

terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok.

Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke

saluran pernafasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi pada

saluran pernafasan (Yuli, 2012). Nikotin dengan ribuan bahaya

beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernafasan bayi.

Nikotin yang terhirup melalui saluran pernafasan dan masuk ke

tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi ditubuh bayi dan

membahayakan kesehatan si kecil.

Kareteria orang merokok di Dalam Rumah :

a. Minimal 1 batang rokok dalam sehari

b. Pada saat merokok jendela tertutup

c. Saat Merokok menggunakan asbak rokok.

E. Kerangka Teori

The Epidemiologic Triangie

Agent : Bakteri, Virus,


Jamur, dan Protozoa
42

Environment :
Host : Usia, jenis kelamin, 1. Pendidikan
berat badan lahir, Riwayat 2. Pekerjaan
pemberian ASI, status gizi, 3. Kepadatan hunian
Riwayat imunisasi.
Kejadian ISPA pada 4. Keberadaan perokok
Balita 5. Pemakaian anti nyamuk

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Teori Model Jhon Gordon 1950 didalam Penelitian Yunita E.Siburian

2019.

F. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

 Pendidikan
 Pekerjaan
 Kepadatan Hunian
ISPA Balita
 Ventilasi
 Keberadaan Rokok dalam
rumah

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Hipotesis
43

Menurut sugiyono (2017) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap

rumusan masalah, karena sifatnya masih sementara, maka perlu dibuktikan

kebenarannya melalui data.

1. Hipotesis Kerja (Ha)

a. Ada hubungan Pendidikan dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2022.

b. Ada hubungan Pekerjaan dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2022.

c. Ada hubugan Lingkungan rumah (Ventilasi, Kepadatan hunia dan

Keberadaan rokok dalam rumah) dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2022.

2. Hipotesis Nihil (Ha)

a. Tidak ada hubungan Pendidikan dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2022.

b. Tidak ada hubungan Pekerjaan dengan Kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2022.

c. Tidak ada hubungan Lingkungan rumah (Ventilasi, Kepadatan

hunian dan Keberadaan rokok dalam rumah) dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2022.

BAB III

METODE PENELITIAN
44

A. Rancangan Penelitian

Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey

analitik dengan rancangan atau desain analitik atau Cross sectional yaitu

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi factor-faktor resiko

dengan efektif menggunakan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Point Time Approach).

Artinya tiap subjek penelitian hanya diobsevasikan sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek

penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini menggunakan survey analitik dengan alat bantu kuisioner

dibagikan kepada seluruh ibu atau pengasuh yang memiliki balita di

Alalak tengah wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah.

B. Populasi dan Sempel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang

ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006). Dalam

penelitian ini yang menjadi populasi adalah ibu yang memiliki balita

0-59 bulan diwilayah kerja puskesmas alalak tengah tahun 2021 yaitu

sebanyak 931 kunjungan Balita.

2. Sampel Penelitian
45

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan krakteristik yang di

miliki oleh populasi tersebut (sugiyono, 2017) untuk menemukan

besarnya sampeltidak diperlukan rumus slovin.

N
n=
1+ N (d )²

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = tingkat kepercayaan 90% atau tingkat kepercayaan 10% (0,1)

Dengan cara penyelesaian:

931
n=
1+ 931(0,1)²

931
n=
1+ 931(0,01)

931
n=
1+ 9,31

931
n= = 90,30
10,31

= 90

Jadi jumlah sampel yang didapatkan dari hasil perhitungan

diatas sebanyak 90 responden.

Teknik pengambilan sampel ini dilakukan secara acak sederhana

(Simple Random Sampling), yaitu setiap anggota populasi

memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel sesuai dengan


46

besar sampel (Notoatmodjo, 2012). Ada beberapa kriteria

pengambilan sampel yaitu sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu yang memiliki balita

2) Ibu yang berdomisili diwilayah kerja puskesmas alalak tengah

3) Ibu bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

1) Ibu yang tidak memiliki balita

2) Ibu yang berdomisili diluar wilayah kerja puskesmas alalak

tengah

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen pada penelitian ini

adalah Meteran (Roll meter), wawancara dan kuesioner untuk variabel

yang digunakan sebagai alat bantu penelitian.

1. Meteran (Roll merer)

Meteran adalah alat ukur untuk mengukur suatu objek yang sering

digunakan oleh pertukangan. Meteran digunakan sebagai alat bantu

mengukur.
47

2. Wawancara

Kuesioner ini digunakan dalam pengumpulan data melalui wawancara

secara langsung kepada responden untuk memperoleh jawaban yang

akurat dari responden.

3. Kuesioner

Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan

kepada Ibu yang memiliki balita.

Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara survei kelapangan memberikan pertanyaan atau pertanyaan tulisan

kepada responden untuk di jawabkan, responden ibu balita diharapkan

memberikan respon sebaik-baiknya sekaligus menyerahkan kembali

kuesioner yang telah diisinya kepada peneliti.

D. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalalh :

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan dan timbulnya variabel dependen

(trikat). Variabel independent dalam penelitian ini adalah Pendidikan,

Pekerjaan, dan Lingkungan rumah yang meliputi ventilasi, kepadatan

hunian dan keberadaan rokok dalam rumah.


48

2. Variabel Depende (terikat)

Variabel dependen adalah variabel dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya varabel bebas, variabel dependen dalam

penelitia ini adalah ISPA pada balita.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam peenelitian ini bisa dilihat pada table 3.1

berikut :

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Vatiabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


Operasional
1. Kejadian Suatu penyakit Kuesioner/ 1= Tidak ISPA Nominal
ISPA pada yang menyerang wawancara
balita saluran 2= ISPA
pernapasan
mulai dari
hidung sampai
paru-paru dan
bersifat akut
dengan tanda-
tanda batuk
pilek, dalam
kurun waktu 4
minggu terakhir.
2. Pendidikan Jenjang Kuesioner/ 1= Tinggi Ordinal
Ibu Pendidikan wawancara (Diploma/Sarjana)
formal tertinggi
yang pernah 2= Sedang (SMA)
ditempuh ibu
3. Rendah (SD,
SMP)
49

(Depdiknas RI,
2003)
3. Pekerjaan Aktivitas sehari- Kuesioner/ 1= Berkerja Nominal
Ibu hari ibu yang wawancara
berada didalam 2= Tidak Berkerja
maupun diluar
rumah yang
memiliki jam
kerja dan m
enghasilkan uang

4. Ventilasi Sarana sirkulasi Kuesioner, Rollmeter 1= Memenuhi Nominal


kamar udara alamiah syarat (≥10% luas
dari/kedalam laintai)
kamar balita
berupa jendela 2= Tidak
yang dapat memenuhi syarat
dibuka tutup (<10% luas lantai)
Tidak memenuhi
syarat apabila
<10% dari luas
lantai dan (Indria cahaya,
memenuhi syarat 2011)
bila luasnya
≥10% dari luas
lantai
5. Kepadatan Jumlah orang Kuesioner, Rollmeter 1= Memenuhi Nominal
Penghuni yang tinggal syarat (≤2 orang
dengan balita per 8 m2)
dalam satu
rumah maupun 2= Tidak
saat tidur. tidak memenuhi syarat
memenuhi syarat (>2 orang per 8
bila 2 orang m2)
mendapat ruang,
kurang 8 m2 dan
memenuhi syarat (Indria cahaya,
bila 2 orang 2011)
mendapat
ruang .= 8 m2.
6. Keberadaan Adanya salah Kuesioner/ 1= Tidak Nominal
50

rokok dalam satu penghuni wawancara Merokok


rumah rumah yang
mempunyai 2= Merokok
kebiasaan
merokok di
dalam rumah.

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik pengumpulan data

1) Data primer

Data primer adalah data yang di ambil langsung dari sumber

asli atau pihak pertama. dan data primer secara khusus

dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan riset atau

penelitian dengan kuesioner yaitu :

a) Data indentitas responden dan balita, yaitu nama responden

(ibu balita), nama balita, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, jenis

kelamin balita. dan umur.

b) Bertemu langsung pada responden yang bersedia menjadi

narasumber untuk menjawab pertanyaan tentang Lingkungan

rumah dibantu dengan kuesioner.

2) Data Sekunder

Data sekunder disebut data yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media. Data sekunder pada umumnya

berupa bukti, catatan, atau pelaporan historis yang telah disusun

dalam arsip, baik di beri publikasikan maupun yang tidak boleh


51

dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan

buanan dan tahunan jumlah balita ISPA di wilaah kerja

puskesmas alalak tengah tahun 2022.

2. Pengolahan data

Pengolahan data bertujuan untuk memperoleh penyajian data dan

kesimpulan yang baik. Data yang diperoleh dari penelitian masih

mentah, belum dapat memberikan informasi, maka diperlukan

pengolahan data (Notoatmodjo, 2010). Data yang telah dikumppulkan

dari responden kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai

berikut.

a. Editing

Editing adalah kegiatan memeriksa Kembali kuesioner yang

telah diisi pada saat pengumpulan data, apakah dapat dibaca

semua pertanyaan yang telah terjawab atau ada kesalahan-

kesalahanlainnya.

b. Skorsing

Skorsing adalah suatu proses perubahan jawaban instrument

menjadi angka-angka yang merupakan nilai kualitatif dari suatu

jawaban terhadap item instrument.

1) Kejadian ISPA pada balita.

1= Tidak ISPA jika skor jawaban 2

2= ISPA jika skor jawaban 1


52

2) Pendidikan Ibu

1= Tinggi skor jawaban 3

2= Sedang skor jawaban 2

3= Rendah skor jawaban 1

3) Pekerjaan Ibu

1= Bekerja skor jawaban 2

2= Tidaj bekerja skor jawaban 1

3) Lingkungan Rumah

a) Ventilasi

1= Memenuhi syarat skor jawaban 2

2= Tidak Memenuhi syarat skor jawaban 1

b) Kepadatan hunian

1= Memenuhi syarat skor jawaban 2

2= Tidak Memenuhi syarat skor jawaban 1

c) Keberadaan rokok dalam rumah

1= Tidak Merokok skor jawaban 2

2= Merokok skor jawaban 1

c. Coding

Coding yaitu memberi kode pada data penelitian yang sudah

didapat. Merupakan kegiatan merubah data berupa huruf menjadi

data angka/bilangan.

1) Variabel Kejadian ISPA pada balita

Tidak ISPA= 1, ISPA= 2


53

2) Variabel Pendidikan

Tinggi= 1, Sedang= 2, Rendah=3

3) Variabe Pekerjaan

Berkerja= 1, Tidak Berkerja= 2,

4) Variabel Lingkungan rumah

a) Ventilasi kamar

Memenuhi syarat= 1, Tidak memenuhi syarat= 2

b) Kepadatan hunian

Memenuhi syarat= 1, Tidak memenuhi syarat= 2

c) Keberadaan rokok dalam rumah

Tidak Merokok= 1, Merokok= 2

d. Entry data

Entry data adalah jawaban-jawaban dari masing-masing

responden yang dalam bentuk kode (angka dan huruf dimasukkan

dalam Software computer. Software yang sering digunakan untuk

entry data dalam penelitian adalah Program Application

Computer.

e. Cleaning data

Pembersihan data dilakukan untuk mempertimbangkan data

yang tidak sesuai dengan jawaban yang tidak tersedia dalam

kuesioner atau data ekstrim yang mengganggu atau dengan melihat

distribusi frekuensi dari variabel dan melihat kelogisannya.


54

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan secara manual terhadap tiap variabeldari

hasil penelitian untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan persentase

dari tiap variabel independen yang diteliti yaitu pekerjaan, pendidikan

ibu dan lingkungan rumah meliputi ventilasis, kepadatan hunian dan

keberadaa rokok dalam rumah dengan variabel dependen yaitu

kejadian ISPA pada balita.

Analisis univariat menurut (budi, 2002 dalam rakhmi) dapat dihitung

dengan rumus:

X
P= x 100%
N

Keterangan :

P: Persentase

X: Jumlah kejadian pada responden

N: Jumlah seluruh responden

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independent

(bebas) dengan variabel depenen (terikat).

Uji statistik yang dilakukan adalah uji beda proposi dengan

menggunakan Chi-Square (X²) untuk melihat hubungan bermakna

atau tidak antara variabel independen dengan variabel dependen


55

dengan pengertian apabila p-value ≤ 0,05 hubungan bermakna

sedangkan apabila p-value > 0,05 maka hubungan tidak bermakna

secara statistic.

Untuk menyimpulkan hasil uji statistic sebagai berikut:

a) Jika p-value ≤ α atau (p-value ≤ 0,05) maka Ho ditolak yang berarti

ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b) Jika p-value > α atau (p-value > 0,05) maka Ho diterima yang

berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

Pembuktian Chi-square menurut Riyanto (2011) dapat

menggunakan rumus:

2 f 0 −fₑ
x =∑
fₑ

Keterangan:

x² = nilai Chi-square

∑ = jumlah

fo = frekuensi yang diobservasi

fₑ = frekuensi yang diharapkan

H. Waktu dan tempat penelitian

1. Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai penyusunan skripsi hingga

selesai waktu penelitian secara keseluruhan dari bulan April hingga

bulan Juli 2022


56

Tabel 3.2

Waktu Penelitian

N Kegiatan penelitian April 2022 Mei 2022 Juni 2022 Juli 2022
o

1. Penentuan judul

2. Mengajukan proposal

3. Seminar proposal

4. Penelitian skripsi

5. Sidang skripsi

2. Tempat penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Alalak

Tengah kota Banjarmasin, yaitu :

 Puskesmas

 Rumah warga sekitaran wilayah kerja puskesmas alalak

tengah
57

I. Biaya Penelitian

Tabel 3.3
Biaya Penelitian

No Keterangan Biaya
1. Biaya Operasional:
Transportasi Rp. 200.000,-
2. Biaya Print dan Fotocopy:
Print selama penelitian Rp. 300.000,-
Fotocopy selama penelitian Rp. 100.000,-
3. Biaya Alat
RollMeter Rp.100.000,-
Alat tulis Rp.100.000,-
4. Biaya Penelitian
Data Rp.15.000,-
Penelitian Rp.150.000,-
Souvenir Rp.228.000,-

Total Rp. 1.193.000,-


58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


a. Letak Wilayah
Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah terletak di

Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin yang memiliki luas

wilayah kelurahan Alalak Tengah 1,15 km2 dan kelurahan Alalak

Utara 3,3 km2, dengan batas wilayah :

1) Sebelah Utara : Sungai Barito dan Sungai Alalak

2) Sebelah Selatan : Kelurahan Alalak Selatan, Kelurahan

Kuin Utara, dan Kelurahan Pangeran

3) Sebelah Barat : Sungai Barito

4) Sebelah Timur : Kelurahan Sei Miai

b. Visi dan Misi Puskesmas Alalak Tengah Banjarmasin

1) Visi
59

Terwujudnya pelayanan Kesehatan yang bermutu dan lebih

bermartabat di Banjarmasin serta terkemuka di Kalimantan

Tahun 2024.

2) Misi

1) Melaksanakan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan sesuai

target yang ditetapkan

2) Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk hidup sehat

3) Memenuhi sarana, prasarana, dan peralatan sesuai standar

dan kebutuhan pada setiap unit pelayanan

4) Memenuhi kebutuhan dan pengembangan SDM kesehatan

yang ikhlas, berdedikasi, dan profesional dalam melayani

5) Melaksanakan diklat kesehatan dan non kesehatan sesuai

kebutuhan organisasi

6) Membangun karakter dan menanamkan nilai-nilai organisasi

pada Dinas Kesehatan dan jajarannya

7) Mempermudah, mempercepat dan tidak menunda pelayanan

kepada masyarakat.

c. Profil Puskesmas Alalak Tengah Banjarmasin

Puskesmas Alalak Tengah merupakan salah satu Puskesmas

dari 26 Puskesmas yang ada di Kota Banjarmasin yang beralamat Jl.

HKSN Komplek AMD Permai No. 1 Kelurahan Alalak Utara

Kecamatan Banjarmasin Utara. Puskesmas Alalak Tengah memiliki


60

wilayah kerja 2 kelurahan yaitu Kelurahan Alalak Tengah dan

Kelurahan Alalak Utara.

d. Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah


tahun 2020 adalah 39.230 Jiwa dengan perincian berdasarkan
wilayah kerja Puskesmas sebagai berikut :

Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2020

No. Kelurahan Jumlah Penduduk Jumlah (Jiwa)

Laki-Laki Perempuan
(Jiwa) (Jiwa)
1. Alalak Tengah 5.464 5.361 10.825
2. Alalak Utara 14.315 14.090 28.405

Total 19.779 19.451 39.230

Sumber : Profile Puskesmas Alalak Tengah

e. Jumlah Desa/Kelurahan
Wilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah terdiri dari 2 Kelurahan
yaitu Kelurahan Alalak Tengah dan Kelurahan Utara dengan kondisi
daerah (100%) rawa dan suhu udara berkisar (27C) – (33C).
f. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah tahun
2020 adalah 39.230 jiwa dengan perincian berdasarkan wilayah kerja
Puskesmas sebagai berikut.
61

g. Jumlah rumah tangga


Jumlah rumah tangga yang ada di ruang lingkup wilayah kerja
puskesmas Alalak tengah yang terdiri dari kelurahan Alalak tengah
dan kelurahan Alalak Utara adalah 7.220 rumah tangga.
h. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk kelurahan Alalak tengah Alalak Utara
yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Alalak tengah
adalah 10.059 orang/km².

2. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Alalak tengah

selama kurang lebih dua minggu mulai tanggal 30 Juni – 13 Juli.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat variabel yang berhubungan

dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak

tengah. Adapun responden dalam penelitian ini adalah ibu yang

memiliki balita usia 0-59 bulan yang tercatat berkunjung ke Puskesmas

Alalak tengah sebanyak 90 orang. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah random sampling. Pengumpulan data primer

dilakukan dengan cara mendatangi dan memberikan kuesioner secara

langsung responden dirumah.

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara

univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan

data yang telah dilakukan maka hasil penelitian yang diperoleh sebagai

berikut :
62

1. Karakteristik Responden Penelitian

a. Umur Ibu

Karakteristik responden berdasarkan kategori umur ibu

dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori
Umur Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah
Tahun 2022
Kategori Umur Ibu F %
19 – 24 tahun 18 20,0
25 – 29 tahun 21 23,3
30 – 34 tahun 19 21,1
35 – 39 tahun 16 17,8
40 – 44 tahun 12 13,3
45 – 49 tahun 4 4,4
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan distribusi frekuensi

responden berdasarkan kelompok umur ibu diketahui bahwa

responden terbanyak terdapat pada kelompok umur 25-29

tahun yaitu sebanyak 21 responden (23,3%).

b. Umur Balita

Karakteristik responden berdasarkan kategori umur

balita dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi sebagai

berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kategori Umur Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Alalak Tengah Tahun 2022
63

Kategori Umur Balita F %


1-15 bulan 26 28,9
16-30 bulan 23 25,6
31-45 bulan 24 26,7
46-49 bulan 17 18,9
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan distribusi frekuensi

responden berdasarkan kelompok umur balita diketahui

bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok umur

1-15 bulan yaitu sebanyak 26 (28,9%).

c. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan kategori Jenis

Kelamin dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi

sebagai berikut:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kategori Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 41 45,6
Perempuan 49 54,4
Jumlah 90 100

Tabel 4.4 menyatakan bahwa berdasarkan kelompok

jenis kelamin balita diketahui Sebagian besar balita

dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 49 (54,4%)


64

dan balita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 41

(45,6%).

2. Analisis Univariat

Analisis pada tahap ini merupakan suatu analisis yang tujuannya

untuk melihat gambaran karakteristik responden dalam bentuk tabel

narasi sebagai berikut:

a. Distribusi Frekuensi Responden dengan Kejadian ISPA pada

Balita

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022
Kejadian ISPA F %
Tidak ISPA 41 45,6
ISPA 49 54,4
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.5 menyatakan bahwa kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja puskesmas Alalak Tengah dari 90

responden, Sebagian besar responden memiliki balita dengan

kejadian ISPA sebanyak 49 (54,4%) responden dan responden

yang memiliki balita dengan kejadian tidak ISPA sebanyak 41

(45,6%) responden.

b. Disktribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.6
65

Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Wilayah


Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022
Pendidikan F %
Tinggi 20 22,2
Sedang 38 42,2
Rendah 32 35,6
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan 38 (42,2%) responden

memiliki Pendidikan sedang, 32 (35,6%) responden memiliki

Pendidikan yang rendah, sedangkan yang memiliki Pendidikan

yang tinggi sebanyak 20 (22,2%) responden.

c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022
Pekerjaan F %
Bekerja 44 48,9
Tidak Bekerja 46 51,1
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan distribusi frekuensi

Pekerjaan Ibu dari 90 responden, terdapat 46 (51,1%) responden

tidak berkerja, sedangkan 44 (48,9%) responden yang bekerja.

d. Distribusi Frekuesni Responden Berdasarkan Ventilasi Kamar

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Ventiasi Kamar Responden di Wilayah
Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022
Ventilasi Kamar F %
66

Memenuhi Syarat 17 18,9


Tidak Memenuhi Syarat 73 81,1
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan distribusi frekuensi ventilasi

kamar yang tidak memenuhi syarat sebanyak 73 (81,1%)

responden, sedangkan yang memenuhi syarat 17 (18,9%)

responden.

e. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepadatan Hunian

Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022
Kepadatan Hunian F %
Memenuhi Syarat 70 77,8
Tidak Memenuhi Syarat 20 22,2
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan distribusi frekuensi

Kepadatan Hunian yang memenuhi syarat 70 (77,8%)

responden, sedangkan yang tidak memenuhi syarat 20 (22,2%)

responden.

f. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keberadaan

Rokok Dalam Rumah

Tabel 4.10
67

Distribusi Frekuensi Keberadaan Rokok Dalam Rumah


Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah
Tahun 2022
Keberadaan Rokok Dalam F %
Rumah
Tidak Merokok 17 18,9
Merokok 73 81,1
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan distribusi frekuensi

keberadaan rokok dalam rumah dari 90 responden yang

merokok sebanyak 73 (81,1%) responden, sedangkan yang tidak

berokok sebanyak 17 (18,9%) responden.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis

univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dilakukan untuk mengetahui

adanya hubungan variabel independent (Pendidikan, Pekerjaan,

Ventilasi Kamar, Kepadatan Hunian dan Keberadaan Rokok Dalam

Rumah) maupun dependen (ISPA pada Balita). Analisis bivariat

menggunakan analisis Chi square.

a. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian ISPA pada Balita

Hasil analisis uji korelasi Chi square untuk mencari hubungan

Pendidikan dengan kejadian ISPA pada balita adalah sebagai

berikut:
68

Tabel 4.11
Hubungan Pendidikan dengan Kejadian ISPA Pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

Kejadian ISPA
Pendidikan Tidak ISPA ISPA Total P-
value
n % n % n %
Tinggi 17 85,0 3 15,0 20 100,0

Sedang 16 42,1 22 57,9 38 100,0


0,000

Rendah 8 25,0 24 75,0 32 100,0

Total 41 45,6 49 54,4 90 100

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang

pendidikan tinggi memiliki balita tidak ISPA sebanyak 17

(85,0%) responden dan mengalami ISPA sebanyak 3 (15,0%)

responden dari 20 (100%) responden, yang pendidikan sedang

memiliki balita tidak ISPA sebanyak 16 (42,1%) responden dan

mengalami ISPA sebanyak 22 (57,9%) dari 38 (100%)

responden, sedangkan responden yang pendidikan rendah

memiliki balita tidak ISPA sebanyak 8 (25,0%) responden dan

tidak ISPA sebanyak 24 (75,0%) responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 0,000 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ha diterima yaitu

ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian ISPA pada

balita.

b. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian ISPA pada Balita.


69

Berdasarkan hasil uji bivariat untuk memperoleh hubungan

pekerjaan dengan kejadian ISPA pada balita maka diperoleh

hasil sebagai berikut:

Tabel 4.12
Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun
2022

Kejadian ISPA
Pekerjaan Tidak ISPA ISPA Total P-
value
n % n % n %
Bekerja 20 45,5 24 54,5 44 100,0
1,000
Tidak Bekerja 21 45,7 25 54,3 46 100,0
Total 41 45,6 49 54,4 90 100

Berdasarkan tabel 4.12 menunjukkan bahwa responden

yang bekerja Sebagian besar memiliki balita dengan kejadian

tidak ISPA sebanyak 20 (45,5%) responden, sedangkan

responden yang tidak bekerja sebagian besar memiliki balita

dengan kejadian ISPA sebanyak 25 (54,3%) responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-

value sebesar 1,000 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ho ditolak

yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan

dengan kejadian ISPA pada balita.

c. Hubungan Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada Balita

Berdasarkan hasil uji bivariat untuk memperoleh hubungan

ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita maka

diperoleh hasil sebagai berikut:


70

Tabel 4.13
Hubungan Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun
2022

Kejadian ISPA
Ventilasi Tidak ISPA ISPA Total P-
Kamar value
n % n % n %
Memenuhi 7 41,2 10 58,8 17 100,0
Syarat

Tidak 34 46,6 39 53,4 73 100,0 0,895


Memenuhi
Syarat
Total 41 45,6 49 54,4 90 100

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa responden

ventilasi kamar yang memenuhi syarat memiliki balita dengan

kejadian tidak ISPA sebanyak 7 (41,2%) responden, sedangkan

responden yang ventilasi kamar tidak memenuhi syarat memiliki

balita dengan kejadian ISPA sebanyak 39 (53,4%) responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 0,895 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ho ditolak yaitu

tidak ada hubungan signifikan antara ventilasi kamar dengan

kejadian ISPA pada balita.

d. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada

Balita

Berdasarkan hasil uji bivariat untuk memperoleh hubungan

kepadadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita maka

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.14
71

Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada


Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun
2022

Kejadian ISPA
Kepadatan Tidak ISPA ISPA Total P-
Hunian value
n % n % n %
Memenuhi 39 55,7 31 44,3 70 100,0
Syarat

Tidak 2 10,0 18 90.0 20 100,0 0,001


Memenuhi
Syarat
Total 41 45,6 49 54,4 90 100

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan bahwa responden yang

kepadatan hunian memenuhi syarat memiliki balita dengan

kejadian tidak ISPA sebanyak 39 (55,7%) responden, sedangkan

responden yang kepadatan hunian tidak memenuhi syarat

memiliki balita dengan kejadian ISPA sebanyak 18 (90,0%)

responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 0,001 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ha diterima yaitu

ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA

pada balita.

e. Hubungan Keberadaan Rokok Dalam Rumah dengan Kejadian

ISPA pada Balita

Berdasarkan hasil uji bivariat untuk memperoleh hubungan

keberadaan rokok dalam rumah dengan Kejadian ISPA pada

balita maka diperoleh hasil sebagai berikut:


72

Tabel 4.15
Hubungan Keberadaan Rokok Dalam Rumah dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Alalak Tengah Tahun 2022

Kejadian ISPA
Keberadaan Tidak ISPA ISPA Total P-
Rokok Dalam value
n % n % n %
Rumah
Tidak Merokok 14 82,4 3 17,6 17 100,0

Merokok 27 37,0 46 63,0 73 100,0


0,002

Total 41 45,6 49 54,4 90 100

Berdasarkan tabel 4.15 menunjukkan bahwa responden

keberadaan rokok dalam rumah yang tidak merokok memiliki

balita dengan kejadian tidak ISPA sebanyak 14 (82,4%)

responden, sedangkan responden keberadaan rokok dalam

rumah yang merokok memiliki balita dengan kejadian ISPA

sebanyak 46 (63,0%) responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 0,002 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ha diterima yaitu

ada hubungan antara keberadaan rokok dalam rumah dengan

kejadian ISPA pada balita.

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Kejadian ISPA pada Balita


73

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi

yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernapasan atas

(hidung) sampai saluran pernafasan bawah (alveoli) termasuk

jaringan sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Proses terjadinya

infeksi akut ini berlangsung sampai 14 hari. Batas waktu 14 hari

diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut

(Widoyono, 2011).

Dari analisis univariat tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 90

responden, diketahui yang menderita ISPA sebanyak 49

responden (54,4%) dan yang tidak menderita ISPA sebanyak 41

responden (45,6%). Dari hasil penelitian yang yang dilakukan

melalui observasi kerumah dan wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner kepada responden didapatkan hasil

bahwa responden yang memiliki Pendidikan rendah akan berisiko

terkena penyakit ISPA, kemudian masih banyak responden

kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat serta didukung

oleh masih banyaknya anggota keluarga yang merokok didalam

rumah.

b. Pendidikan

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan distribusi frekuensi

responden yang pendidikan tinggi sebanyak 20 (22,2%)

responden pendidikan sedang sebanyak 38 (42,2%), sedangkan

responden pendidikan rendah sebanyak 32 (35,6%) responden.


74

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta

didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan

bagi peranannya di masa yang akan datang.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan Negara.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Menurut Atira Cinta

(2017) yang berjudul hubungan tingkat pendidikan ibu dengan

kejadian infeksi saluran pernapasan pada balita. Diketahui dari 45

responden yang berpendidikan rendah (SD dan SMP) terdapat 39

responden (86,7%) mempunyai balita yang mengalami ISPA dan

6 responden (13,3%) yang mempunyai balita tidak ISPA. Dengan

uji statistik didapatkan nilai p-value (0,001) yang artinya ada

hubungan pendidikan dengan kejadian ISPA pada balita di

puskesmas Batujajar.

Tidak semua balita yang mengalami ISPA diperoleh dari

faktor pendidikan ibu, akan tetapi berpotensi mengalami ISPA


75

apabila pendidikan ibu rendah akan mempengaruhi pengutahuan

ibu yang akan memicu terjadinya ISPA pada balita.

c. Pekerjaan

Hasil penelitian pada tabel 4.7 diketahui bahwa Ibu yang

bekerja sebanyak 44 (48,9%) responden, sedangkan Ibu yang

tidak bekerja sebanyak 46 (51,1%) responden.

Dalam arti luas Pekerjaan adalah aktivitas utama yang

dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah Pekerjaan

adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk tujuan tertentu

yang dilakukan dengan cara yang baik dan benar. (Samhi

Setiawan, 2022)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Chandra (2017) yang

berjudul hubungan pendidikan dan pekerjaan ibu dengan upaya

pencegahan ISPA pada balita oleh ibu yang berkunjung ke

puskesmas kelayan timur kota Banjarmasin. Diketahui dari hasil

penelitian untuk ibu yang bekerja ada 44 (67,7%) responden,

sedangkan Ibu yang tidak berkerja 53 (67,1%) responden. Hasil

analisis statistik diperoleh p-value = 1 artinya tidak ada hubungan

antara pekerjaan ibu dengan upaya pencegahan ISPA pada balita

di Puskesmas kelayan timur kota Banjarmasin.

d. Ventilasi Kamar

Hasil penelitian pada tabel 4.8 diketahui sebanyak 17

(18,9%) responden memiliki ventilasi kamar memenuhi syarat,


76

sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 73 (81,1%)

responden.

Ventilasi merupakan suatu tempat keluar dan masuknya

udara pada suatu ruangan pada bangunan. Keluar masuknya udara

dimaksudkan sebagai sirkulasi udara, yang tidak hanya membuat

kondisi ruangan nyaman juga mempertahankan kelembaban yang

normal dan memenuhi syarat

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Salma (2020)

yang berjudul hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian

ISPA pada balita diwilayah kerja UPT. puskesmas rawat inap

berangas kecamatan alalak kabupaten barito kuala tahun 2020.

Diketahui dari hasil penelitian ventilasi kamar tidak memenuhi

syarat berjumlah 42 rumah terdapat 30 (71,4%) yang menderita

ISPA dan 12 balita tidak menderita ISPA. Sedangkan ventilasi

kamar yang memenuhi syarat berjumlah 31 rumah terdapat 13

(41,9%) yang menderita ISPA dan 18 (58,1%) yang tidak

menderita ISPA. Dari hasil ujuChi Square diperoleh p-value

sebesar 0,002 yang artinya ada hubungan antara ventilasi kamar

dengan kejadian ISPA balita di wilayah puskesmas Rawat inap

berangas.

f. Kepadatan Hunian

Hasil penelitian tabel 4.9 diketahui bahwa kepadatan hunian

yang memenuhi syarat sebanyak 70 (77,8%) responden,


77

sedangkan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat 20 (22,2%)

responden.

Kepadatan hunian adalah perbandingan antara luas lantai

dengan jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tinggal.

Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit

ISPA sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salma (2020) yang

berjudul hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA

pada balita diwilayah kerja UPT. puskesmas rawat inap berangas

kecamatan alalak kabupaten barito kuala tahun 2020. Diketahui

dari hasil penelitian kepadatan kamar tidak memenuhi syarat

berjumlah 35 rumah terdapat balita sebanyak 26 (74,3%) yang

menderita ISPA dan 9 (25,7%) balita yang tidak menderita ISPA.

Sedangkan kepadatan hunian kamar memenuhi syarat berjumlah

38 rumah terdapat balita sebanyak 17 (44,7%) yang menderita

ISPA dan 21 (55,3%) yang tidak menderita ISPA. Dari hasil uji

Chi Square diperoleh hasil p-value 0,020 yang artinya ada

hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA

pada anak balita diwilayah kerja Puskesmas Rawat inap berangas.

g. Keberadaan Rokok Dalam Rumah

Hasil penelitian pada tabel 4.10 diketahui bahwa anggota

keluarga tidak merokok sebanyak 17 (18,9%) responden,


78

sedangkan anggota keluarga yang merokok sebanyak 73 (81,1%)

responden.

Merokok diketahui mengganggu efektifitas Sebagian

mekanisme pertahanan respirasi. Terdapat seseorang yang

merokok didalam rumah akan memperbesar resiko balita

terserang penyakit ISPA, Hasil penelitian Ariyanto (2006)

menyatakan balita yang tinggal dirumah dengan adanya perokok

mempunyai kemungkinan mendapat gangguan pernapasan

sebanyak 1,986 kali dibandingkan dengan balita yang tinggal

serumah dengan tidak adanya perokok.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Salma (2020)

diketahui hasil Sebagian besar anggota keluarga merokok ada 44

terdapat yang menderita ISPA 31 (70,5%) dan 13 yang tidak

menderita ISPA. Sedangkan tidak ada anggota keluarga merokok

sebanyak 29 terdapat 12 (41,4%) yang menderita ISPA dan 17

(58,6%) yang tidak menderita ISPA. Hasil dari uji Chi Square

diperoleh hasil p-value 0,026 dimana artinya ada hubungan antara

adanya anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA

pada balita diwilayah kerja puskesmas rawat inap berangas.

2. Analisis Biariat

a. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian ISPA pada Balita

diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022


79

Hasil uji statistik hubungan pendidikan dengan kejadian

ISPA pada balita menggunaka uji Chi Square didapatkan nilai P-

value sebesar 0,000 <α = 0,05, maka Ho ditolak artinya ada

hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian

ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah

Tahun 2022.

Hasil penelitian dari 90 responden terdapat 24 responden atau

(75,0%) yang mengalami ISPA pada balita kategori pendidikan

ibu rendah, hal ini karena responden yang memiliki pendidikan

rendah beresiko lebih besar untuk mengalami ISPA pada balita,

dibandingkan dengan responden yang pendidikan ibu tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, Sebagian dari

ibu yang memiliki balita ISPA mengakui bahwa mereka kurang

tau tentang penyakit ISPA.

Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Arley febrianti (2020)

di Puskesmas 7 ulu kota Palembang menunjukkan bahwa dari 30

responden yang berpendidikan rendah yaitu sebanyak 14 (87,5%)

yang mengalami ISPA. Serta hasil uji Chi Square diperoleh p-

value 0,004 kurang dari α = 0,05. Berarti terdapat hubungan

yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian ISPA pada

balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dodi (2008) di Puskesmas Purwantoro I, bahwa dari 42


80

responden yang termasuk pendidikan rendah (SD,SMP) sebanyak

25 responden (59,5%) anak mengalami kejadian ISPA. Hasil uji

Chi Square diperoleh p-value 0,014.

Setelah membandingkan hasil penelitian dengan teori yang

ada, peneliti berpendapat bahwa ada hubungan yang signifikan

antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita

diwilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah tahun 2022.

Pendidikan ibu yang rendah dengan mempunyai peranan penting

dalam kaitannya dengan kejadian ISPA pada balita, karena ibu

mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang diberikan

mengenai penyakit ISPA yang diderita oleh balita.

b. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian ISPA pada Balita

diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

Hasil uji statistik hubungan pekerjaan dengan kejadian ISPA

pada balita munggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p-value

1,000 lebih dari α = 0,05, maka Ho diterima yang berarti tidak

ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian

ISPA pada balita diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah

Tahun 2022.

Hasil Penelitian dari 90 responden terdapat 24 (54,5%) yang

berkerja mengalami kejadian ISPA pada balita, hal ini dikarnakan

ibu yang tidak berkerja lebih banyak memiliki waktu luang untuk

Bersama balita. dan bisa memantau balita selama 24 jam.


81

Chandra (2017) menunjukkan hubungan pekerjaan ibu

dengan upaya pencegahan ISPA pada balita dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden dengan upaya pencegahan ISPA

yang tidak berkerja sebanyak 53 (67,1%). Hasil uji Chi Square

yang diperoleh p-value = 1 lebih dari α = 0,05 yang artinya tidak

ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian

ISPA pada balita diwilayah Kerja Puskesmas Aalak Tengah

Tahun 2022.

Hal ini tidak sejalan dengan teori dan tidak mendukung hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh sivakami (1997),

menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja menghabiskan waktu

24 jam lebih dibandingkan ibu yang bekerja dalam perawatan

anak.

status kerja ibu dapat mempengruhi Kesehatan anak karena

ibu yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk

merawat anak, kerja mempengaruhi waktu luang ibu untuk

Bersama anak.

c. Hubungan Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada

Balita diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

Berdasarkan hasil uji statistik hubungan ventilasi kamar

dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan uji Chi Square

didapatkan hasil p-value 0,895 > α = 0,05, maka Ho diterima

artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara ventilasi kamar


82

dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah Kerja Puskesmas

Alalak Tengah tahun 2022.

Hasil penelitian dari 90 respoden terdapat 10 (58,8%)

Ventilasi kamar yang memenuhi syarat namun balita mengalami

ISPA, hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara

ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada balita, karena

ventilasi yang sudah memenuhi syarat tidak menjamin akan tidak

terkenanya ISPA diwilayah Puskesmas Alalak Tengah tahun

2022.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Salma (2020)

berdasarkan hasil dengan menggunakan uji Chi square diperoleh

nilai p-value 0,022 dimana p-value < α 0,05 maka Ho ditolak

yang artinya ada hubungan antara Ventilasi kamar dengan

kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja UPT. Puskesmas

rawat inap Berangas. Berdasarkan hasil penelitian antara ventilasi

kamar dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja UPT.

Puskesmas Rawat Inap Berangas Kec. alalak Kab. Barito Kuala

yang ventilasi kamar tidak memenuhi syarat berjumlah 42 rumah

terdapat 30 (71,4%) yang menderita ISPA dan 12 balita yang

tidak menderita ISPA. Sedangkan ventilasi kamar yang

memenuhi syarat berjumlah 31 rumah terdapat 13 (41,9%) yang

menderita ISPA dan 18 (58,1%) yang tidak menderita αααHasil

uji ini didukung dengan penelitian terdsahulu Hubungan Antara


83

Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Atas Pada Balita Di Surabaya, yang menyatakan ada

hubungan antara Ventilasi kamar dengan kejadian penyakit ISPA

dengan nilai p-value = 0,01

d. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada

Balita diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun 2022

Hasil uji statistik hubungan kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada balita menggunakan uji Chi Square diperoleh

nilai p-value 0,001 < α = 0,05, maka Ho ditolak artinya ada

hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Alalak

Tengah tahun 2022.

Hasil penelitian ini dari 90 responden ada 31 (44,3%)

responden kepadatan hunian memenuhi syarat yang mengalami

kejadian ISPA pada balita. hal ini karena responden yang

memiliki kepadatann hunian yang memenuhi syarat namun masih

banyak terkena penyakit ISPA.

Penelitian ini di perkuat oleh penelitian Salma (2020)

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji Chi square

diperoleh nilai p-value = 0,020 dimana p-value < α = 0,05 maka

Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara Kepadatan Hunian

dengan kejadian ISPA pada anak balita di willayah kerrja UPT.

Puskesmas rawat inap Berangas. Berdasarkan hasil penelitian


84

antara Kepadatan Hunian dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja UPT. Puskesmas rawat inap Berangas Kec. alalak

Kab. Barito kuala yang kepadatan hunian kamar tidak memenuhi

syarat berjumlah 35 rumah terdapat balita sebanyak 26 (74,3%)

yang menderita ISPA dan 9 (25,7%) balita yang tidak menderita

ISPA. Sedangkan yang kepadatan hunian kamar memenuhi syarat

berjumlah 38 rumah terdapat balita sebanyak 17 (44,7%) yang

menderita ISPA dan 21 (55,3%) yang tidak menderita ISPA.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu

tentang Hubungan Antara Lingkungan Fisik Rumah Dengan

Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita

Di Desa Talawaan Atas Dan Desa Kima Bajo Kec. Wori Kab.

Minahasa Utara, yang menyatakan tidak ada hubungan kepadatan

hunian dengan kejadian ISPA pada balita.

e. Hubungan Keberadaan Rokok Dalam Rumah dengan

Kejadian ISPA pada Balita diwilayah Kerja Puskesmas

Alalak Tengah tahun 2022

Hasil uji statistik hubungan keberadaan rokok dalam rumah

dengan kejadian ISPA pada balita menggunakan uji Chi Square

diperoleh hasil p-value sebesar 0,002 < α =0,05, maka Ho ditolak

artinya ada hubungan yang signifikan antara keberadaan rokok

didalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja

Puskesmas Alalak Tengah tahun 2022.


85

Hasil penelitian dari 90 responden terdapat 46 (63,0%)

adanya anggota keluarga yang merokok didalam rumah terkena

ISPA pada balita, Hal ini karena rokok sangat berpengaruh

terhadap kejadian ISPA pada balita.

Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Salma (2020)

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji Chi square

diperoleh nilai pvalue = 0,026 dimana p-value< α 0,05 maka Ho

ditolak yang artinya ada hubungan antara Ventilasi kamar dengan

kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja UPT. Puskesmas

Rawat Inap Berangas. ada anggota keluarga merokok berjumlah

44 terdapat yang menderita ISPA 31 (70,5%) dan 13 yang tidak

menderita ISPA. Sedangkan tidak ada anggota keluarga merokok

berjumlah 29 terdapat 12 (41,4%) yang menderita ISPA dan 17

(58,6%) yang tidak menderita ISPA.

Hasil uji ini sesuai dengan penelitian terdahulu tentang

Pengaruh Lingkungan Rumah Terhadap Ispa Balita Di wilayah

kerja Puskesmas Tanjung Haloban Kab. Labuhan Batu Tahun

2017, yang menyatakan pengaruh anggota keluarga yamg

merokok sangat tinggi kaitannya dengan kejadian ISPA pada

balita, dengan nilai p-value = 0,012.

Hasil penelitian ini memperlihatkan masih kurangnya

kesadaran anggota keluarga yang merokok bahwa asap rokok


86

dapat menyebabkan kejadian ISPA pada balita di lingkungan

rumahnya sendiri.
87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada balita diwilayah Kerja Puskesmas

Alalak Tengah Tahun 2022, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pendidikan Ibu di Puskesmas Alalak Tengah Banjarmasin tahun

2022 menunjukkan bahwa responden yang pendidikan tinggi

memiliki balita tidak ISPA sebanyak 17 (85,0%) responden dan

mengalami ISPA sebanyak 3 (15,0%) responden dari 20 (100%)

responden, yang pendidikan sedang memiliki balita tidak ISPA

sebanyak 16 (42,1%) responden dan mengalami ISPA sebanyak

22 (57,9%) dari 38 (100%) responden, sedangkan responden yang

pendidikan rendah memiliki balita tidak ISPA sebanyak 8

(25,0%) responden dan tidak ISPA sebanyak 24 (75,0%)

responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 0,000 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ha diterima yaitu

ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian ISPA pada

balita.

2. Pekerjaan Ibu diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah Tahun

2022 adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 1,000 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ho ditolak yaitu


88

tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan

kejadian ISPA pada balita.

3. Ventilasi Kamar diwilayah Kerja Puskesmas Alalak Tengah

Tahun 2022 Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai

p-value sebesar 0,895 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ho ditolak

yaitu tidak ada hubungan signifikan antara ventilasi kamar dengan

kejadian ISPA pada balita.

4. Kepadatan Hunian menunjukkan hasil analisa uji Chi Square

didapatkan nilai p-value sebesar 0,001 <α = 0,05 maka dapat

dikatakan Ha diterima yaitu ada hubungan antara kepadatan

hunian dengan kejadian ISPA pada balita.

5. Keberadaan Rokok dalam Rumah menunjukkan bahwa responden

keberadaan rokok dalam rumah yang tidak merokok memiliki

balita dengan kejadian tidak ISPA sebanyak 14 (82,4%)

responden, sedangkan responden keberadaan rokok dalam rumah

yang merokok memiliki balita dengan kejadian ISPA sebanyak 46

(63,0%) responden.

Adapun hasil analisa uji Chi Square didapatkan nilai p-value

sebesar 0,002 <α = 0,05 maka dapat dikatakan Ha diterima yaitu

ada hubungan antara keberadaan rokok dalam rumah dengan

kejadian ISPA pada balita.

B. Saran
89

Hasil penelitian ini dapat mendorong penanganan pencegahan

penyakit ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Alalak Tengah

melalui upaya:

1. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya-upaya

pencenggahan penyakit ISPA dan memberitahukan apa itu penyakit

ISPA.

2. Mendorong dan Membina masyarakat untuk selalu menjaga

Kesehatan lingkungan sekitar.

3. Memaksimalkan fasilitas lingkungan rumah sehingga memperkecil

resiko kejadian ISPA


DAFTAR PUSTAKA

Adningsih. 2003. Tidak merokok adalah investasi. Interaksi Media Promosi


Kesehatan Indonesia No XIV. Jakarta.
Agus, Fitri Yanto. 2006. Ketidak Siapan Memasuki Dunia Kerja Karena
Pendidikan. Jakarta : Dinamika Cipta.
Ahmad, Sabri. 2007. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Ciputat :
Quantum Teaching.
Ardianasari. 2016. Buku pintar mencegah dan mengobati penyakit bayi dan anak.
Jakarta : Bestari, diakses 20 juli 2019.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan ke 13.
Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Bambang Sutrisna. 1993. Faktor Risiko Peneumonia pada Balita dan Model
Penanggulangannya.
Bambang Wahyudi. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Sulita Bandung.
B. renita. 2006. Bimbingan dan Konseling SMA 1 Untuk kelas X. Jakarta :
Erlangga.
Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. USU.
Chandra. 2017. Hubungan Pendidikan Pekerjaan Ibu dengan Cara Pencegahan
ISPA Pada Balita Oleh Ibu yang Berkunjung ke Puskesmas Kelayan
Timur Kota Banjarmasin Vol. 4 No 1. Banjarmasin.
Creswell, John W. 2010.
Dachroni. 2002. Jangan Biarkan Hidup di Kendalikan Oleh Rokok. Interaksi
Media Promosi Keshatan Indonesia No XII, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) untuk Penanggulangan
Pneumonia pada balita. Jakarta : Depkes RI
Departemen Kesehatan RI. 2006. Riset Kesehatan Dasar, Laporan Nasional.
Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia balita .
Jakarta : Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Laporan hasil riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Indonesia Tahun 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengebangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

90
91

Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI


Departemen Kesehatan RI. 2011. Peneumonia Penyebab Kematian. Dari :
www.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI. 2013. Informasi Pada balita tentang ISPA penyuluhan
Kesehatan masyarakat. Jakarta.
Dinkes Provinsi Kalimantan Selatan Laporan Provinsi Kalimantan Selatan tahun
2019.
Fillacano, Rahmayatul. 2013. Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap
ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat Kota Tanggerang Selatan
Tahun 2013. Program studi Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Fitri, Yuli. 2012. Asuhan Keperawatan Anak dengan ISPA. Diakses 09 September
2016.
FKM UNISKA. 2021/2022. Panduan Penulisan skripsi. FKM UNISKA MAB.
Banjarmasin..
Gold, Brooker. 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Gunawan (2010). Depkes RI (2010) dan Keputusan Materi Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan
Gusti, AP. 2017. Pengertian Merokok dan Akibatnya, Dinas Kesehatan Provinsi
Banten.
Hartati, Eko wardani, Rara warih Gayatri. 2019. Hubungan factor lingkungan
fisik rumah status Pendidikan ibu dan status Pekerjaan ibu terhadap
kejadian pneumonia balita di wilayah kerja puskesmas dinoyo kota
Malang/ Rilo Punjung Pangestu Kusuma mardani. Universitas Negeri
Malang. Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Hasbullah. 2004. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarata : , PT Raja Grafindo.
Hendriana, dkk. 2005. Analisis Faktor Risiko kejadian Peneumonia pada Anak
umur Kurang 1 tahun di RSUD Lambung Baji kota Makassar, Jurnal
medical Faculty of Hasanudin University. Makassar.
Irma suharno, Rahayu H Akili, Harwani B Boky. 2019. Hubungan Kondisi Fisik
Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Wawonasa Kota Manado. Jurnal KESMAS. Vol.8 No.4
Mei 2019.
Jayanti, Dessy Ifri. 2017. Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Sumber
Pencemar serta Karakteristik Keluarga Terhadap ISPA Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Haloban Kecamatan Bilah Hilir
Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2017.
92

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan tahun 2016.


Krisman. 2013. Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada
Balita (ISPA). Jakarta.
Kumorotomo, Wahyudi, Purwanto, Erwan Agus. 2005. Anggaran Berbasis
Kinerja, Konsep & Aplikasinya. Yogyakarta : MAP UGM.
Komisi WHO. 2001 Kesehatan dan Lingkungan.
Kusnoputranto, H., Susanna, D. 2000. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Lubis. 2008. Faktor Lingkungan Rumah.
Mangkunegara, Prabu, Anwar. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakaya.
Maryunani. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita.
Jurnal.
Notoatmodjo. 2007. Pengaruh Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian TB
Paru.Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Nur Syamsi, N.L. 2018. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu
Balita Tentang Dengan Kejadian ISPA pada Balita Diwilayah Kerja
Puskesmas Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan Selayar. Artikel. Vol 7
No.1 2018.
Puskesmas Alalak Tengah. Data bulanan dan Tahunan ISPA balita tahun 2020,
2021, 2022.
Rahmayatul, F. 2013. Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap ISPA pada
Balita. Jakarta : Jurnal.
Sedamaryanti. 2001. Sumber daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar
Maju, Bandung.
Safrizal. 2017. Hubungan ventilasi, lantai, dinding, dan atap dengak kejadian
ISPA. Artikel 11 Februarai 2017.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kombinasi (Meixed Methods). Bandung :
Penerbit Alfabeta Bandung.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta CV.
Suyadi Prawirosentono. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan
Kinerja Karyawan. Yogyakarta : BPFE.
93

Syahrani, Santoso, Sayono. 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang


Penatalaksanaan ISPA Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu
merawat Balita ISPA di Rumah. Jurnal 27 April 2013.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
William, dkk. 2015. Hubungan antara kondisi lingkungan rumah, dengan
kejadian Penyakit ISPA pada anak Balita di wilayah Kerja Puskesmas
Sario Kecamatan Sanin Kota Manado. Jurnal.

Anda mungkin juga menyukai