Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH KELUARGA (FAMILY)

(Tipe Keluarga dan Peran Keluarga)


“Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan keluarga”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 7

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Keluarga ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bandar Lampung, 11 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH................................................................................2

C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. KONSEP DASAR KELUARGA..............................................................3

b. Tipe atau Bentuk Keluarga........................................................................4

c. Peranan Keluarga......................................................................................6

d. Tugas Keluarga..........................................................................................6

e. Struktur Keluarga......................................................................................7

f. Fungsi Keluarga........................................................................................7

g. Perbedaan Keluarga dan Rumah Tangga..................................................8

h. Keluarga di Era Globalisasi.......................................................................8

B. MEMPERSIAPKAN DIRI SEBELUM MEMASUKI GERBANG


PERNIKAHAN..................................................................................................11

a. Masa Persiapan Individu.........................................................................11

b. Persiapan Pasangan.................................................................................12

c. Membuat Kesepakatan............................................................................13

C. KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA-ANAK DAN KEBAHAGIAAN13

a. Pentingnya Komunikasi Dalam Keluarga...................................................13

ii
b. Komunikasi Orangtua Dengan Anak Remaja.............................................14

c. Komunikasi Yang Baik dalam Keluarga....................................................14

d. Meningkatkan Komunikasi di dalam Keluarga..........................................15

D. POLA ASUH ORANGTUA DAN PRESTASI BELAJAR ANAK..............16

a. Pola Asuh Orangtua....................................................................................16

b. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua a. Karakter Anak..........16

c. Klasifikasi dalam Pola Pengasuhan............................................................19

d. Dampak Pola Pengasuhan Otoriter.............................................................19

e. Dampak Pola Pengasuhan Autoritatif.........................................................20

f. Dampak Pola Pengasuhan Permisif............................................................20

g. Dampak Pola Pengasuhan Tidak Terlibat...................................................20

h. Prestasi Belajar Anak..................................................................................20

i. Peran Orangtua dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak.....................22

E. HOMOSEKSUALITAS DAN KELUARGA................................................24

F. MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA................................................25

G. KELUARGA DAN PERILAKU SEHAT.....................................................26

a. Model Biopsikososial..................................................................................27

b. Perilaku Sehat.............................................................................................27

c. Faktor-faktor dalam Perilaku Sehat.................................................................30

H. KELUARGA DAN KESEHATAN...............................................................32

I. KELUARGA DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.................33

a. Reaksi dari Orangtua...................................................................................33

b. Reaksi dari Saudara Kandung.....................................................................35

c. Penyesuaian Keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus......................35

d. Peran Orangtua dari Anak Berkebutuhan Khusus......................................36

iii
J. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA..............................................38

a. Karakteristik Korban dan Dampak KDRT..................................................40

b. Pemberdayaan: Usaha, Hambatan, dan Pengembangan Sistem Masyarakat


41

K. PERAN KELUARGA SEBAGAI PEMBENTUK INDIVIDU DALAM


PERANAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT........................................44

a. Membangun karakter anak..........................................................................44

b. Fungsi yang Dijalankan Keluarga dalam Masyarakat................................46

c. Hilangnya Fungsi Keluarga d4alam Bermasyarakat...................................47

BAB III PENUTUP................................................................................................49

A. KESIMPULAN..............................................................................................49

B. SARAN..........................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................v

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat
hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat dimana individu itu berada. Tanpa sosialisasi suatu masyarakat tidak
dapat berlanjut pada generasi berikutnya. Sosialisasi sebagai proses belajar
seorang individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bagaimana
keberlangsungan proses kehidupan masyarakat, baik dengan keluarga, teman
sebaya, sekolah maupun media massa.

Keluarga merupakan cikal bakal wajah peradaban.Baik buruknya


masyarakat bisa dinilai dari profil-profil keluarga didalamnya. Belakangan ini kita
dapat mengamati apa yang membuat sebuah keluarga itu retak. Jika kita pikirkan,
keluarga merupakan ikatan yang sangat kuat. Orang-orang didalamnya telah
dipertemukan oleh Tuhan bukan tanpa sebab, sudah ada pertimbangan menurut
ukuran-Nya. Komposisinya tidak bisa digantikan oleh yang lain. Pernikahan yang
menjadi awal sebuah keluarga pun selalu direalisasikan dalam perhelatan yang
agung nan meriah. Akan tetapi, saat ini banyak sekali terdengar cerita perceraian
atau keluarga yang ‘berantakan’ tapi belum masuk tahap perpisahan.

Hal ini disebabkan karena banyak manusia yang tidak memahami arti
sebuah keluarga. Padahal arti sebuah keluarga adalah saling memiliki, saling
percaya, saling menghormati, saling melindungi dan saling berbagi rasa, saling
menjaga kehormatan serta saling menjaga rahasia diantara anggota keluarga.
Maka dari itu, karena pentingnya sebuah keluarga, di dalam makalah ini penulis
akan menyajikan materi yang berkaitan dengan keluarga, dimulai dari konsep
dasar, cara mempersiapkan diri untuk pernikahan, cara menanggapi dinamika
masalah keluarga, cara mengelola dan manajemen keuangan hingga cara
mencapai keluarga yang sehat dan bahagia.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar keluarga?
2. Bagaimana cara mempersiapkan diri menuju pernikahan?
3. Bagaiman dinamika dan masalah dalam rumah tangga?
4. Bagaimana cara mencapai keluarga bahagia?
5. Bagaimana manajemen keuangan dalam keluarga?
6. Bagaimana cara mencapai keluarga sehat?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahi konsep dasar keluarga.
2. Mengetahui cara mempersiapkan diri menuju pernikahan.
3. Mengetahui dinamika dan masalah dalam rumah tangga.
4. Memenuhi cara mencapai keluarga bahagia.
5. Mengetahui cara mencapai keluarga sehat.
6. Membantu dalam tugas belajar mengajar.
7. Memenuhi tugas mata kuliah Human Behavior and Social Environment.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR KELUARGA

a. Definisi Keluarga
Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan
perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu dimulai,
tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat
lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang
strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan karena
masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling
mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya.
Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga menurut
beberapa ahli dalam (Jhonson R, 2010):
1) Raisner
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau
lebih masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang
terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek.
2) Duval
Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap
anggota keluarga.

3
3) Spradley and Allender
Satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan
emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan
tugas.
4) Departemen Kesehatan RI
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah sebagai berikut:
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial yaitu suami, istri, anak, kakak dan adik.
d. Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

b. Tipe atau Bentuk Keluarga


Gambaran tentang pembagian tipe keluarga sangat beraneka ragam,
tergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan,
namun secara umum pembagian tipe keluarga dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Pengelompokkan secara Tradisional
Secara tradisional, tipe keluarga dapat dikelompokkan dalam 2
macam, yaitu:
a. Keluarga Inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang hanya terdiri
dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau
adopsi atau keduanya.

4
b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah,
seperti kakek, nenek, paman, dan bibi
2) Pengelompokkan secara Modern
Dipengaruhi oleh semakin berkembangnya peran individu dan
meningkatnya rasa individualisme, maka tipe keluarga modern dapat
dikelompokkan menjadi beberapa macam, diantaranya :
a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (Ayah, Ibu dan Anak)
yang tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi
legal dalam suatu ikatan perkawinan, dimana salah satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Niddle Age/Aging Couple, adalah suatu keluarga dimana suami
sebagai pencari uang dan istri di rmah atau kedua-duanya bekerja
di rumah, sedangkan anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/menikah/meniti karier.
c. Dyadic Nuclear, adalah keluarga dimana suami-istri sudah berumur
dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya
bekerja di luar umah.
d. Single Parent, adalah keluarga yang hanya mempunyai satu orang
tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan
anakanaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.
e. Dual Carrier, adalah keluarga dengan suami–istri yang
keduaduanya orang karier dan tanpa memiliki anak.
f. Three Generation, adalah keluarga yang terdiri atas tiga generasi
atau lebih yang tinggal dalam satu rumah.
g. Comunal, adalah keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua
pasangan suami-istri atau lebih yang monogami berikut
anakanaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
h. Cohibing Couple/Keluarga Kabitas/Cahabitation, adalah keluarga
dengan dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
ikatan perkawinan.

5
i. Composite/Keluarga Berkomposisi, adalah sebuah keluarga dengan
perkawinan poligami dan hidup/tinggal secara bersama-sama dalam
satu rumah.
j. Gay and Lesbian Family, adalah keluarga yang dibentuk oleh
pasangan yang berjenis kelamin sama.

c. Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi
dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan
dan pola perilaku dan keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai
peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut:
1) Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkunganya.
2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungannya,
disamping itu juga ibu perperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya.
3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

d. Tugas Keluarga
Pada dasarnya ada tujuh tugas pokok keluarga, yaitu sebagai berikut:
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.

6
4) Sosialisasi antar anggota keluarga.
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7) Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.

e. Struktur Keluarga
Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu
keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun
macammacam Struktur Keluarga diantaranya adalah :

1) Patrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara


sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal, adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
4) Patrilokal, adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
5) Keluarga Kawin, adalah hubungan suami-istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi
bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

f. Fungsi Keluarga
Friedman (2010) mengemukakan fungsi keluarga, yaitu sebagai berikut:

1) Fungsi afektif, yaitu fungsi keluarga yang utama adalah untuk


mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota
keluarganya dalam berhubungan dengan orang lain.

7
2) Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi mengembangkan dan sebagai tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
3) Fungsi reproduksi, yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi, yaitu fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan dalam rangka
memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi.

g. Perbedaan Keluarga dan Rumah Tangga


Pada awalnya konsep keluarga dan rumah tangga dianggap sama.
Hal ini dikarenakan fungsi keduanya saling mengisi dalam masyarakat,
khususnya pada masyarakat yang keluarga batinnya dominan. Keluarga
dikaitkan dengan keturunan (umumnya dipahami sebagai ikatan darah).
Adapun rumah tangga di definisikan sebagai satuan tempat tinggal
yang berorientasi pada tugas. Dengan demikian, pembantu dalam sebuah
keluarga disebut sebagai anggota rumah tangga.
Hal lain sebagai pembeda adalah rumah tangga merupakan
fungsional ekonomi (produksi, konsumsi dan distribusi), sedangkan
keluarga menekankan simbol, nilai , dan makna (Wilk dan Netting, 1984:
Hammel. 1984; Carter, 1984, kesemuanya dalam Syaifudin, 1999).

h. Keluarga di Era Globalisasi


Mekanisme perubahan dalam keluarga amatlah beragam. Salah
satunya adalah perubahan peran keluarga yang relatif cepat. Pemahaman
umum menempatkan lelaki sebagai tulang punggung ekonomi keluarga,

8
tapi sekarang tidak lagi karna perempuan juga mampu mencari nafkah,
bahkan bukan tak mungkin pendapatannya lebih tinggi dari suaminya.
Kondisi ini bisa menimbukan ketegangan pada hubungan
suamiistri sehingga akhirnya keluarga bisa sampai pada kekerasan dalam
rumah tangga. Sebagian KDRT bisa diselesaikan dengan saling
memahami, sebagian lagi tidak tertangani dengan baik. Bentuk akhir
yang kurang baik bisa terjadi misalnya perceraian dan rusaknya keluarga.
Bagi yang memiliki anak, salah satu pasangan besar kemungkinan
menjadi orangtua tunggal yang memiliki konsekuensi tersendiri.
Pernikahan antargolongan semakin intens terjadi di sekitar
kita.Pernikahan ini bisa antar-suku, antar-ras, antar-kelas sosial, bahkan
sesama jenis kelamin yang juga mulai terjadi. Banyak faktor yang
memberikan kontribusi atas hal ini. Yang paling mudah terlihat adalah
ketika transportasi dan komunikasi berkembang pesat. Hubungan
antarwilayah dengan pesawat menjadi lebih mudah dan murah.
Telekomunikasi yang awalnya dengan surat menyurat dengan waktu dan
biaya besar, menjadi lebih murah dengan penggunaan internet sehingga
membawa perubahan pola pertemanan dan percintaan yang melewati
batas wilayah. Hal ini juga berkontribusi terhadap dinamika keluarga
yang baru terbentuk.
Faktor lainnya adalah industrialisasi. Pembangunan, khususnya
sektor produksi dan jasa meningkat. Kesemuanya membutuhkan tenaga
kerja untuk industri senjatanya saat PD II. Pada saat itu pemerintah
mengganti pekerja lelakinya dengan perempuan karena lelaki menuju ke
medan perang. Padahal, industri harus tetap berjalan untuk memenuhi
kebutuhan perang dan domestik. Maka, industri menuntut banyak pekerja
khususnya para peempuan, bisa memasuki area kerja non-tradisional ini.
Perlahan, pasca PD II fenomena ini menjalar ke semua negara, khususnya
negara berkembang seperti Indonesia. Banyak negara mulai
meningkatkan pendapatannya melalui proses industrialisasi yang
membutuhakan banyak tenaga kerja dengan upah yang rendah.

9
Sehubungan para perempuan umumnya mempunyai pendidikan rendah,
akses informasi yang sempit, dan nyaris tak berdaya secara ekonomi,
maka merekalah yang menjadi sasaran pekerja murah. Kasus di Indonesia
yang terkenal adalah para perempuan yang bekerja di pabrik pabrik dan
menjadi TKI di luar negeri.
Peningkatan jumlah penduduk dunia, kemiskinan, dan laju
urbanisasi jug meningkat seiring waktu. PBB memikirkan hal itu dengn
mendukung program kependudukan dan progam Keluarga Berencana.
Dunia mulai memerhatikan kondisi penduduk. Diawali dengan
peningkatan penduduk yang tak diiringi peningkatan jumlah makanan
dan pekerjaan. Hasilnya jelas berupa kemiskinan dengan jumlah yang
besar pula. Dilanjutkan dengan pembangunan tak merata, yang umumnya
terjadi di perkotaan maka perpindahan penduduk dari desa ke kota
dimulai. Kota menjadi sesak dan lagi lagi sumber daya kota tak bisa
menampungnya. Dengan demikian, harus ada upaya untuk mengurangi
resiko tadi.
PBB merasa jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun
merisaukan, terlebih beberapa negara terindikasi memiliki jumlah
penduduk yang berlipat ganda terlalu cepat semisal Republik Rakyat
Cina, India, dan Indonesia. Mereka harus dibantu oleh PBB .Berbagai
kebijakan juga dilakukan oleh masing masing pemerintah negara
tersebut.Yang paling ekstrem adalah pemerintah RRC, hanya
memperkenankan satu anak bagi tiap pasangan menikah.

10
B. MEMPERSIAPKAN DIRI SEBELUM MEMASUKI
GERBANG PERNIKAHAN
Pada umumnya, setiap individu yang ingin membangun rumah tangga
melalui ikatan pernikahan yang sakral, bertujuan untuk mencapai
kebahagiaan lahir dan batin. Namun, untuk mencapai kebahagiaan dalam
hidup pernikahan ternyata tidaklah mudah karena banyak masalah yang harus
dihadapi. Untuk itu, sebelum memasuki pernikahan perlu adanya hal-hal
penting untuk mencapai kebahagiaan tersebut, dengan kata lain adanya
penyesuaian terhadap pasangan hidup.

a. Masa Persiapan Individu


Pada umumnya pasangan yang akan menikah selalu sibuk dengan
halhal yang berhubungan dengan prosesi pernikahan. Padahal, masih ada
halhal yang pokok dan jauh lebih penting sebelum seseorang memasuki
kehidupan pernikahan, yaitu sebagai berikut:
a. Persiapan mental, merupakan kematangan secara psikologis untuk
memasuki hidup pernikahan, seperti dapat menerima pasangan
apaadanya dan dapat menerima perbedaan satu sama lain.
b. Persiapan keilmuan. Individu tidak dapat selalu mengandalkan
dengan cara learning by doing. Carilah informasi sebanyak
mungkin tentang kehidupan rumah tangga.
c. Persiapan fisik. Hal ini berkaitan dengan kesiapan fisik untuk
memiliki anak sebagai penerus keturunan, agar anak yang
dihasilkan dari pernikahan dapat lahir sehat dan baik.
d. Persiapan finansial. Pasangan yang akan menikah lupa bahwa
perhitungan aspek finansial pascapernikahan jauh lebih penting
dari acara pernikahan.

11
b. Persiapan Pasangan
a. Visi dan Misi Keluarga
Visi adalah dream, di mana pasangan memiliki keinginan mencapai
suatu bentuk keluarga yang mereka idam-idamkan sebelumnya (sakinah,
mawadah, warohmah). Misi merupakan tugas dan kewajiban pasangan
sebagai implementasi visi tersebut yang sekaligus merupakan tujuan
setiap keluarga.
b. Konsep Keluarga
Untuk membentuk sebuah konsep keluarga dalam kehidupan
pernikahan tidaklah mudah. Meskipun hanya dilakukan oleh dua
individu, namun tentunya masing-masing mempunyai prinsip dasar yang
berbeda-beda. Sebelum penyatuan prinsip dasar, hendaknya pasangan
membicarakan prinsip masing-masing, melihat dan mengakui kelebihan
dan kekurangan prinsip dasar tersebut. Kemudian, secara saksama
pasangan mengakui dan menerima kelebihan dan kekurangan prinsip
masing-masing, serta bersama-sama mulai merangkainya untuk menjadi
suatu prinsip dasar suami-istri dalam membentuk keluarga.
c. Konsep Peran
Konsep peran dalam keluarga harus jelas agar tidak menimbulkan
konflik bagi pasangan. Menurut Pawoko (2008), faktor yang paling
penting dalam peran adalah faktor fleksibilitas. Misalnya istri
diperbolehkan menanggung beban keuangan keluarga dan suami dapat
membantu kegiatan rumah tangga. Semakin fleksibel, dalam arti tidak
terpaku pada suatu peran dan disertai dengan pembagian peran yang
seimbang antara kedua pasangan, maka akan makin baik penyesuaian di
antara keduanya.
Pembagian peran ini harus jelas siapa melakukan apa, sehingga
tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi peran tersebut berjalan
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.

12
d. Konsep hubungan dengan keluarga Besar (Orang tua, suami/istri)

Pernikahan merupakan dua individu yang dipersatukan menjadi satu


dan juga mempersiapkan dua keluarga besar. Penyatuan dua kelurga yang
mempunyai budaya berbeda merupakan suatu hal yang tidak mudah
dalam pengaplikasiannya. Perlu ada penataan yang jelas dan disepakati
oleh kedua belah pihak (pasangan suami-istri) untuk terciptanya
hubungan yang harmonis.

c. Membuat Kesepakatan
Kesepakatan dibuat bersama-sama dalam situasi yang benar-benar
disadari oleh kedua belah pihak (suami-istri) untuk menjalankan dengan
penuh komitmen. Dalam membuat kesepakatan, suami-istri sama-sama
mempunyai hak untuk mengajukan keinginannya dengan alasan yang
jelas dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Ini kesepakatan pun
harus disepakati bersama, apa saja yang dianggap prinsip dan penting,
seperti mengasuh dan mendidik anak, hubungan dengan orangtua dan
keluarga besar dan lain sebagainya. Kesepakatan dibuat bukan untuk
mencari keuntungan pribadi, melainkan demi keutuhan dan keberhasilan
tim. Dalam hal ini, pernikahan dengan kondisi kedudukan suami dan istri
setara untuk mengarungi perjalan hidup yang panjang.

C. KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA-ANAK DAN KEBAHAGIAAN

Menurut Theodorson (1969), komunikasi adalah proses penyebaran


informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seseorang atau kelompok
kepada orang lain (ayau lain-lainnya) terutama melalui simbol-simbol.
Komunikasi adalah hal paling penting dalam sebuah keluarga, karena
komunikasi yang baik akan menjadi indikator dari sebuah keluarga yang
bahagia.

a. Pentingnya Komunikasi Dalam Keluarga


Komunikasi orang tua dan anak merupakan bagian dari komunikasi
keluarga, alasan-alasan komunikasi itu penting dalam keluarga adalah:

13
Pertama, komunikasi keluarga adalah mekanisme bagi hampir
semua pengalaman sosialisasi yang pertama.
Kedua, komunikasi merupakan sarana bagi anggota keluarga untuk
membangun, memelihara, dan bahkan menghancurkan hubungan dalam
keluarga. Orang membentuk keluarga mereka melalui interaksi sosial.
Hubungan keluarga juga diakhiri dengan menggunakan komunikasi.

b. Komunikasi Orangtua Dengan Anak Remaja


Komunikasi antara orangtua dengan anak pada masa remaja
merupakan tantangan bagi orang tua maupun anak. Kesenjangan antara
orang tua-anak yang sering disebut gap antar-generasi, sebetulnya
merupakan produk dari tidak efektifnya komunikasi. Hal ini terjadi
karena adanya ketidaksamaan persepsi dan harapan antara orang tua dan
anak akibat tidak efektifnya komunikasi. Dan tidak memiliki pandangan
yang sama dengan hubungan mereka yang dapat menimbulkan
permasalahan. Sebagai contoh, orang tua merasa anak mulai menjauh
dari pengawasan orang tua, sementara disisi lain anak merasa orang tua
terlalu mengekang (Laursen & Collins, 2003).

c. Komunikasi Yang Baik dalam Keluarga


Menurut Olson (2003), baik buruknya komunikasi dalam keluarga
tergantung dari adanya keterampilan mendengarkan, keterampilan
berbicara, membuka diri, kejelasan dalam komunikasi, jalur komunikasi,
dan rasa hormat serta penghargaan.
 Keterampilan mendengarkan, fokusnya adalah pada empati dan
mendengarkan dengan penuh perhatian.
 Keterampilan berbicara mecakup berbicara untuk diri sendiri dan
bukan berbicara untuk orang lain.
 Membuka diri berkaitan dengan berbagi perasaan tentang diri sendiri
dan tentang hubungan antar anggota keluarga.

14
 Kejelasan dalam komunikasi berarti isi dari topik pembicaraan dapat
dengan mudah dipahami.
 Jalur komunikasi yang baik adalah tetap mempertahankan topik
ketika berbicara dengan lawan bicara, artinya tidak mengalihkan
topik pembicaraan ketika lawan bicara belum selesai bicara tentang
suatu topik.
 Rasa hormat dan penghargaan berkaitan dengan aspek afektif dari
komunikasi.

d. Meningkatkan Komunikasi di dalam Keluarga


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan komunikasi di
dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Mendengarkan
Mendengarkan harus dilakukan, meskipun penerima pesan tidak
setuju dengan apa yang disampaikan pengirim pesan. Sebelum
penerima pesan menyampaikan sudut pandangnya, atau bahkan
ketidaksetujuan, ia harus mendengarkan penyampai pesan.
b. Bahasa tubuh yang penuh perhatian
Kita sadari ataupun tidak, tubuh kita mengomunikasikan diri kita.jika
kita tidak suka pada seseorang tanpa perlu mengatakannya. Bahasa
tubuh kita sudah menyampaikannya. Bahasa tubuh kita sangat penting
dalam berkomunikasi. Bahasa tubuh kita secara otomatis akan
menyampaikan perasaan hati kita.
c. Empati
Empati berarti memahami seperti yang dipahami orang lain dan
merasa seperti yang dirasakan orang lain.
d. Mempertahankan jalur komunikasi
Mempertahankan jalur komunikasi sama dengan mempertahankan
topic pembicaraan.
e. Mengekspresikan Apresiasi
Rivers (2005) mengungkapkan bahwa untuk membangun hubungan
yang lebih memuaskan, masing-masing pihak perlu mengungkapkan

15
lebih banyak apresiasi, hal-hal yang menyenangkan, afirmasi,
dukungan, dan ucapan terima kasih.

D. POLA ASUH ORANGTUA DAN PRESTASI BELAJAR ANAK


Mengasuh anak merupakan sebuah proses yg menunjukan terjadinya
terjadinya suatu interaksi antara orangtua-anak yg berkelajutan dan proses
tersebut memberikan suatu perubahan pada kedua belah pihak (Brook, 1991).
Proses pembelajaran yg pertama ini merupakan hal yg penting bagi
pembelajaran selanjutnya (sprinthall & collins, 1995).pihak yg paling
berperan penting dalam proses tersebut adalah orangtua.

a. Pola Asuh Orangtua


Menurut Darling (dalam Pasetyawati, 2000), pola asuh merupakan
aktifitas kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang
berkerja secara individual dan serentak dalam mempengaruhi tingkah
laku anak. Masa kanak-kanak menengah merupakan masa penting dalam
pengasuhan orangtua, terutama dalam segi kedisiplinan dan tingkah laku
anak berhubungan dengan sekolah (Brooks, 1991). Pada masa ini anak
mulai membuat keputusan sendiri dan orangtua menjadi pengawasnya
serta membuat keputusan akhir.

b. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua a. Karakter Anak


Beberapa karakteristik anak yang mempengaruhi pola asuh adalah
sebagai berikut :
1) Usia
Perbedaan usia pada anak berbeda juga pola asuh yang ditetapkan.
Misal saat anak berada masa keemasan (golden age) ditetapkan
pola asuh yang partisipatoris, karena pada masa seperti ini anak
akan belajar menyampaikan pendapatnya, pada masa ini juga
orang tua harus memberikan perhatian ekstra seperti memakaikan
baju atau memandikannya. Berbeda ketika anak berada pada masa
sekolah. Orang tua harus menuntut anak untuk bertanggungjawab.

16
Karena pada masa ini anak akan lebih sering berada dan
berinteraksi dengan orang luar. Maka diperlukan sekali kepekaan
sosial yang tinggi pada diri anak. Dan sifat adaptif agar anak dapat
bertahan pada saat ia berada dilingkungannya.

2) Tempramen

Tempramen orang tua juga berpengaruh pada pola pengasuhan


orang dan berpengaruh pada cara merespon tingkah laku anak.
3) Gender
Orang tua menyediakan lingkungan sosialisasi yang berbeda bagi
anak laki-laki dan perempuan. Mulai dari pemberian mainan yang
berbeda. Aktivitas permainan juga berbeda. Pola pengasuhan juga
berbeda jika anak perempuan pola asuhan yang ditetapkan adalah
pola asuh yang mengutamakan lebih terfokus kepada perasaannya.
Anak perempuan dituntut untuk bersifat mengasihi dan penuh
kasih sayang. Sedangkan laki-laki diasuh dengan pola kebebasan
yang lebih dibandingkan yang didapat anak perempuan.
4) Adanya Kecacatan
Adanya kecacatan pada anak mempengaruhi pola pengasuhan
orangtua. Apabila orangtua menghadapi kelahiran anaknya yang
tidak seperti apa yang diharapkan orang tua akan merasa bersalah,
menolak dan menyalahkan diri mereka sendiri.
 Karakteristik keluarga (Konteks) 1) Jumlah Saudara
Apabila jumlah keluarga semakin banyak maka akan semakin
banyak juga terjadinya interaksi, tetapi interaksi yang terjadi tidak
begitu intim.
 Konfigurasi
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perlakuan anak pertama
dan bungsu berbeda. Anak pertama cenderung mendapatkan
perlakuan yang lebih karena saat anak pertama lahir, tanggungan
orang tua hanya satu yaitu anak itu saja. Tetapi ketika anak bungsu

17
lahir perhatian orangtua terpecah fokus karena ada kakaknya yang
juga membutuhkan perhatian. Anak pertama mendapatkan
penilaian yang lebih dalam bidang intelegensinya, keberhasilan
akademisnya dan motivasi.
 Kemampuan Coping dan Stress
Orang tua yang merasa lelah, khawatir atau sakit membuat ia
sering kehilangan kontrol kehidupannya, dan cenderung bersifat
tidak sabar. Hal ini dapat menimbulkan stress. Namun tidak semua
yang tertekan akan menyebabkan disfungsi keluarga.
 Lingkungan Sosial
Hal ini mencakup hubungan orangtua dengan anak dan
hubunganya dengan yang lain. Lingkungan sosial mencakup
mikro-ekosistem seperti keluarga itu sendiri, mensosistem
misalnya teman anak dengan orang tua. Makrosistem seperti
kebiasaan, kebudayaan, kondisi negara dan lain lain.
 Status ekonomi dan sosial
Hal ini mencakup latar belakang orangtua seperti tingkat
pendidikan, pendapatan dan pekerjaan orangtua. Perbedaan
pekerjaaan akan mengakibatkan perbedaan dalam pola
pengasuhan seperti bagaimana orangtua membagi konsentrasinya
dan mengatasi stress.
 Dukungan social
Hal ini mencakup pendapat masyarakat mengenai tindakan
orangtua terhadap anak. Dukungan sosial yang diberikan termasuk
juga emosional.
 Karakteristik orangtua
 Keperibadian, orang dewasa berada dalam tingkat
kedewasaan, tenaga, kesabaran, intelegensi dan sikap. Hal ini
akan mempengaruhi sensitivitas pada kebutuhan anak, harapan
terhadap anak serta kemapuan mengatasi tuntutan sebagai
orangtua

18
 Sejarah perkembangan orangtua, hal ini termasuk masa
kanak-kanak orangtua itu sendiri yang akan mempengaruhi
pola asuhan yang akan mereka terapkan. Saat menjadi orangtua
mereka akan cenderung menerapkan apa yang didapat saat
masa kanak-kanak.
 Kepercayaan dan pengetahuan, orang tua memiliki ide
masing-masing dalam mengasuh anak dan hal ini termasuk
sejauh mana pengetahuan mereka tentang cara mengasuh anak
melalui berbagai media. Hal ini berkaitan erat dengan
perilakunya dalam mengasuh anak.

c. Klasifikasi dalam Pola Pengasuhan


Orangtua adalah manusia yang bereaksi berbeda di berbagai situasi,
tergantung mood dan lingkungan mereka. Pola pengasuhan disimpulkan
lewat reaksi orangtua di sebagai situasi (martin &colbert, 1997). Pola
pengasuhan merupakan konsep yang penting, karena hal ini mungkin
mempengaruhi sejumlah aspek perkembangan anak. Pola pengasuhan
terbagi dalam empat macam yaitu pola pengasuhan otoriter
(authoritarian parenting style), pola pengasuhan autoritatif (authoritative
parenting style), pola pengasuhan permisif (permisive parenting style),
dan pola pengasuhan tidak terlibat (univolved parenting style).

d. Dampak Pola Pengasuhan Otoriter


Anak dari pola pengasuhan seperti ini biasanya memiliki kecenderungan
moody, murung, ketakutan, sedih, dan tidak spontan (Martin & Colbert,
1997). Anak juga menggambarkan kecemasan dan rasa tidak aman dalam
berhubungan dengan teman sebaya dan menunjukan kecenderungan
bertindak keras saat tertekan, serta memiliki harga diri yang rendah (Berk
dalam Prasetyawati, 2000).

19
e. Dampak Pola Pengasuhan Autoritatif
Anak yang memiliki orangtua dengan pola asuh seperti ini ceria,
cenderung kompeten secara sosial, energik, bersahabat, memiliki
keingintahuan yang besar, dapat mengotrol diri, memiliki harga diri yang
tinggi, bahkan memiliki prestasi akademis yang tinggi (Martin &
Colbert, 1997). Bentuk pola pengasuhan ini di anggap paling ‘sehat dan
normal’ dibandingkan pola pengasuhan yang lain (Sprinthall & Collins,
1995). Pola pengasuhan ini memberikan kesempatan pada anak untuk
berkembang ke arah positif (Brek dalam Prasetyawati, 2000). Menurut
Baumrind, dkk dalam Martin & Colbert, 1997, pola pengasuhan
autoritatif dintadai dengan tiga perilaku pengasuhan, yaitu kehangatan
(warmth), keseimbangan kekuasaan (balance of power), dan adanya
tuntutan (demandingness).

f. Dampak Pola Pengasuhan Permisif


Pola pengasuhan ini terlihat dengan adanya kebebasan yang berlebihan
tidak sesuai untuk perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan
timbulnya tingkah laku yang lebih agresif dan impulsif (Martin &
Colbert, 1997). Anak dari pola pengasuhan seperti ini tidak dapat
mengontrol diri sendiri, tidak mau patuh, dan tidak terlibat dalam
aktivitas di kelas (Berk dalam Prasetyawati, 2000).

g. Dampak Pola Pengasuhan Tidak Terlibat


Anak dari pola pengasuhan seperti ini cenderung terbatas secara
akademis dan sosial. Peneliti berpendapat bahwa anak dengan pola asuh
ini lebih cenderung bertindak antisosial pada masa remaja (Patterson, et
al dalam Martin & Colbert, 1997).

h. Prestasi Belajar Anak


Belajar merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi
sepanjang perjalanan hidup manusia. Mulai dari tahap pasca natal hingga

20
lansia. Menurut Hakim (2000), dalam belajar ada faktor-fatktor yang
dapat mempengaruhinya antara lain:
a. Faktor Internal
 Faktor Jasmani
Berupa kesehatan jasmani dan kesiapan fisik individu untuk
belajar. Hal ini diluar faktor kecacatan yang dimiliki seseorang.
Ketika seseorang belajar namun kondisi fisiknya sedang sakit
maka dia tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal seperti
saat fisiknya sehat. Jadi dalam proses belajar dibutuhkan dengan
istirahat yang cukup dan mengkonsumsi makanan yang bergizi
sehingga kesehatan akan tetap terjaga.
 Faktor Psikis
Yang termasuk pada faktor psikis ini adalah intelegensi.
Intelegensi dijadikan modal awal untuk keberhasilan sebuah
pembelajaran.Selain itu ada modal konsentrasi. Faktor konsentrasi
menentukan sejauh mana seseorang dapat mencerna apa yang
diajarkan. Keberhasilan proses belajar juga ditentukan oleh faktor
kepribadian. Orang yang memiliki kecemasan yang tinggi akan
menghambat keberhasilan belajar oleh kecemasannya itu sendiri.
Namun kecemasan pada kevel tertentu dapat memberikan
pendorong atau pemicu agar dia lebih maju. Gaya belajar anak
atau kekuatan yang dimiliki anak dalam belajar apakah itu
audiotoris, visual, ataupun kinetis mempengaruhi dalam
penerapan metode belajar apa yang cocok digunakan oleh anak.
a. Faktor Eksternal  Lingkungan keluarga
Penelitian membuktikan bahwa anak yang orang tuanya terlibat
dalam kegiatan sekolah memiliki kehadiran dan sikap yang baik
dilingkungan sekolahnya. Keikutsertaan orangtua dalam kegiatan
sekolah anak merupakan dukungan yang diberikan orangtua. Pola
asuh sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar.

21
 Lingkungan sekolah
Orang tua memilih sekolah mana yang akan dijadikan tempat bagi
anaknya untuk menuntut ilmu. Sekolah sebagai institusi formal
dimana anak akan menghabiskan waktunya disekolah. Sekolah
sebagai peranan penting dalam prestasi belajar anak. Hal-hal yang
mempengaruhi dalam lingkungan sekolah adalah guru, lokasi
sekolah, kualitas lulusan, fasilitas yang disediakan dan tata tertib
sekolah.
 Lingkungan masyarakat
Didalam lingkungan masyarakat anak akan tumbuh dan
berkembang. Hubungan interaksi dengan lingkungannya seperti
masyarakat, kebudayaan secara tidak langsung mempengaruhi
norma, kebiasaan, adat, pandangan dan perilaku yang pada
akhirnya juga mempengaruhi kebiasaan belajar yang dimiliki.
 Waktu
Sejauh mana anak dapat membuat time management untuk
kegiatan sehari-harinya merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan belajarnya. Ketidakmampuan dalam
mengatur waktu merupakan faktor utama penyebab kegagalan
belajar anak.

i. Peran Orangtua dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak


Setiap anak memiliki sikap dan kepribadian yang unik. Dengan
demikian meski dua orang kakak beradik dibesarkan oleh orangtua yang
sama, hasil yang mereka capai tidak akan sama terlebih jika anak
mengalami masalah, terkadang sebagai orangtua sulit bagi kita membantu
menyelesaikan masalahnya.
Kepribadian orangtua dapat mempengaruhi kehidupan anak, bahkan di
awal-awal kehidupan. Adanya kedekatan fisik dan pola asuh orangtua
dapat membantu anak enak berkembang dengan baik. Pola asuh yang
penuh pendukung dan kasih sayang, memberikan asuransi, pendidikan

22
yang sesuai dengan kemampuan anak, penekanan pada peraturan yang
konsisten. Komunikasi yang terbuka serta menghormati keberadaan
Anak yang memiliki kebiasaan baik dalam belajar cenderung memiliki
presatasi dalam sekolah dan sepanjang hidupnya (Rimm 1995). Faktor
yang membantu prestasi anak adalah dirinya sendiri, orangtua, guru, dan
lingkungannya. Beberapa hal yang dapat membantu anak
mengembangkan kebiasaan belajar :
 Memiliki jadwal belajar khusus yang disusun oleh dirinya sendiri
dan orangtua.
 Untuk mengajarkan anak kemandirian.
 Memberikan reward (pujian) disesuaikan dengan kemajuan yang
dicapai.
 Mencoba mengenali kekuatan anak dalam belajar agar orangtua
dapat mencarikan teknik belajar dan strategi belajar yang tepat.

Sebab-sebab kecemasan dan kejenuhan belajar pada anak :

o Pikiran lebih terfokus pada hal-hal yang baru dialami atau akan
dilakukan anak dalam belajar
o Pikiran terganggu oleh cita-cita yang sangat diimpikan. o Telalu
banyak kegiatan. o Masalah hidup yang berat.
o Gangguan disekitar lingkungan belajar.
o Pelajaran yang sulit atau guru yang tidak disukai.
o Materi yang terlalu banyak, sehingga anak merasa tidak sanggup
menyelesaikan.
o Anak terlalu sering menunda tugas sehingga menumpuk, atau
belajar pada waktu yang singkat sehingga anak khawatir tidak
dapat menyelesaikan tugas atau lulus ujian dengan baik.

Cara menghilangkan kecemasan dan kejenuhan, antara lain:

• Menekankan pada anak untuk bersikap realistis.

23
• Membantu anak dalam membagi watu yang sesuai bagi seluruh
kegiatan anak sehari-hari.

• Rekreasi dan istirahat yang seimbang dengan kegiatan lain.

• Mengubah suasana dan metode belajar yang lebih bervariasi.


Dengan penjelasan seperti ini, orangtua diharapkan makin dapat
menempatkan dirinya untuk kemajuan dan perkembangan anak-anaknya
di sekolah, sehingga dapat memperoleh prestasi yang optimal di sekolah.

E. HOMOSEKSUALITAS DAN KELUARGA


Homoseksualitas merupakan topik uang sejak lama menjadi perdebatan
dan memancing pendapat pro dan kontra dari masyarakat. Peplau dan
Fingerhut (2007) yang meneliti tentang pola hubungan pada pasangan lesbian
dan gay menjelaskan dalam setengah abad terakhir, perdebatan mengenai
hubungan lesbian dan gay telah berkembang dari hubungan cinta yang tidak
berani dinyatakan menjadi perdebatan nasional dan internasional mengenai
pernikahan sesama jenis kelamin.
Menurut Boellstorff, di Indonesia sendiri tidak semua individu gay dan
lesbian memilih untuk tetap menikah dengan lawan jenisnya. Pernikahan ini
dilakukan baik karena desakan masyarakat, maupun karena keinginan pribadi
yang dilatarbelakangi oleh berbagai alasan, seperti misalnya untuk
membentuk keluarga “normal”, ingin memiliki keturunan atau pewaris, ingin
memiliki teman hidup di masa tua, dan alasan lain.
Salah satu penelitian tentang pembagian peran pasangan gay atau lesbian di
Indonesia dilakukan oleh Subroto (2005). Pembagian peran dan latar
belakang penentuan peran dilakukan oleh Subroto melalui wawancara
terhadap dua orang individu lesbian yang hidup bersama pasangannya. Hasil
penelitian Subroto menunjukkan kedua individu lesbian menjalankan peran
yang berbeda. Ada yang menjalankan peran sebagai sentul – dalam hubungan
heteroseksual ibarat peran suami. Dan ada yang menjalankan peran sebagai
kantil – istri dalam hubungan heteroseksual. Pemilihan peran ini antara lain
dipengaruhi oleh pengasuhan yang diterima serta spek kepribadian individu.

24
F. MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA
Sikap dan kebiasaan perilaku konsumtif yang berbeda dari masing-masing
pasangan akan menjadi hal utama pemicu konflik dalam keuarga. Tidak
sedikit calon pasangan membuat surat perjanjian pembagian harta sebelum
pernikahan untuk menghindari konflik dikemudian hari. Konflik yang timbul
tidak hanya bertumpu pada keluarga yang kurang mampu secara finansial,
namun perselisihan juga dapat terjadi pada keluarga yang telah mapan akibat
pengelolaan keuangan yang tidak bijak.
Manajemen keuangan keluarga merupakan upaya pengelolaan keuangan
keluarga secara terstruktur yang meliputi perencanaan keuangan keluarga,
penyusunan budget/anggaran, analisis sumber penghasilan, dan pengeluaran
(cash flow) keluarga, untuk mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan keluarga.
Sasaran tersebut dapat bersifat jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang.
Implementasi dari manajemen keuangan keluarga diharapkan dapat
menghindari konflik dalam pernikahan yang terjadi akibat pengelolaan
keuangan yang tidak bijak. Ada lima proses yang dapat dilakukan oleh
keluarga untuk mengatasi konflik akibat masalah keuangan, yaitu :
a. Instropeksi
Sebaiknya masing-masing pasangan terbuka terhadap sikap dan kebiasaan
dalam mengelola keuangan. Sebagai contoh, apakah suami cenderung
boros atau istri yang gemar menabung, namun sangat konsumtif dalam hal
keperluan si anak. Saling pengertian antara kedua pasangan mutlak
diperlukan untuk terbentuknya sasaran keuangan keluarga.
b. Diskusi
Dalam diskusi tersebut hendaknya dapat mengakomodasi keinginan
masing-masing pasangan sehingga terbentuk sinergi dan kerjasama dalam
mebangun keuangan dalam keluarga. Selain itu, pasangan dapat juga
membahas sumber-sumber penghasilan keluarga dan pembagian tugas
untuk memenuhi seluruh pengeluaran yang timbul dalam keluarga.

25
c. Solusi
Sikap yang berbeda terhadap masalah keuangan dapat diatasi dengan
menentukan sasaran bersama (goals) dalam pengelolaan keuangan
keluarga.Suami dan istri juga dapat menyusun rencana tindakan-tindakan
untuk mengatasi perbedaan sikap tersebut serta menetapkan
langkahlangkah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Misalnya
dengan memakai “sistem amplop” untuk melatih kedisiplinan keluarga dan
mengontrol seluruh pos pengeluaran setiap bulannya. Pemilihan aset
investasi untuk jangka panjang juga hendaknya dibicarakan sesama
anggota keluarga.Bantuan tenaga konsultan keuangan dalam penyusunan
perencanaan keuangan juga cukup diperlukan.
d. Implementasi
Tahapan selanjutnya kedua pasangan melakukan hal-hal yang telah
ditetapkan untuk mencapai sasaran keuangan keluarga. Komitmen bersama
mutlak diperlukan dalam membina harmonisasi keluarga. e. Evaluasi
Umpan balik dan evaluasi secara berkala (apakah trimester atau semester)
perlu dilakukan untuk memonitor pelaksanaan pengelolaan keuangan.
Selain itu, perubahan atas peningkatan sumber penghasilan juga dapat
dijadikan landasan bagi penyesuaian sasaran lainnya ataupun pembuatan
sasaran keuangan yang lebih baru dan mengakomodasi seluruh keluarga.

G. KELUARGA DAN PERILAKU SEHAT


Manusia, keluarga, dan sistem sosial bersifat kompleks dan dinamis.
Dengan demikian, memahami keluarga, kesehatan, dan penyakit memerlukan
suatu paradigma yang sesuai (Wood & Miller, 2005). Pada bagian berikut
akan dibahas tentang perilaku sehat, model biopsikososial sebagai pendekatan
untuk memahami perilaku sehat, serta peran keluarga dalam membentuk dan
menjalankan perilaku sehat, yang diharapkan dapat menjadi wacana awal
untuk mewujudkan keluarga Indonesia dengan gaya hidup sehat.

26
a. Model Biopsikososial
Model biopsikososial merupakan perspektif dalam psikologi kesehatan
yang berasumsi bahwa kondisi sehat maupun sakit yang dialami individu
merupakan konsekuensi dari saling keterkaitan antar aspek biologis,
psikologis dan sosial dalam kehidupan individu (Engel, 1977, 1980;
Kazarian & Evans, 2001 dalam Sarafino, 2008; Suls & Rothman, 2004).
Model biopsikososial merupakan dasar konseptual bagi para psikolog
kesehatan dalam perannya sebagai peneliti, praktisi, dan pembuat
kebijakan (Anderson, 1998; Engel, 1977; Kaplan, 1990; Matarazzo, 1980;
Schwartz & Weiss, 1987 dalam Suls & Rothman, 2004).
Menurut model biopsikososial, penanggulangan penyakit
melibatkan faktor sosial. Keluarga berperan penting dalam mengajarkan
perilaku sehat dan mendorong upaya-upaya untuk menjalankan gaya hidup
sehat. Berbagai penelitian menunjukan pentingnya memerhatikan konteks
keluarga dalam suatu penyakit (Pinsof & Lebow, 2005).
Menurut Sarafino (2008), model biopsikososial mengasumsikan
bahwa upaya penanggulangan penyakit perlu memerhatikan kontribusi
faktor biologis, psikologis, dan sosial terhadap penyembuhan penyakit.
 Faktor biologis meliputi materi-materi genetik dan proses-proses yang
berperan dalam menurunkan karakteristik-karakteristik tertentu dari
orangtua individu serta aspek-aspek fungsi fisiologis.
 Faktor psikologis mencakup perilaku dan proses-proses mental, yang
meliputi kognisi, emosi, dan motivasi.
 Faktor sosial meliputi hubungan individu dengan individu lainnya,
seperti keluarga dan teman.

b. Perilaku Sehat
Perilaku sehat adalah perilaku yang dijalankan individu untuk
meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya (Taylor, 2006).
Menjalankan perilaku sehat memiliki sejumlah keuntungan, antara lain
meningkatkan usia harapan hidup dan mengurangi angka kematian yang

27
disebabkan penyakit kronis. Peningkatan usia harapan hidup ini perlu
diimbangi dengan peningkatan kesehatan, yaitu dengan menerapkan gaya
hidup sehat, agar penduduk Indonesia dapat menikmati hidup secara
produktif tanpa menderita penyakit kronis.
a) Pola Makan Sehat
Mengatur pola makan sehat dapat membantu meningkatkan
kesehatan. Perubahan dalam berbelanja, perencanaan menu, cara
memasak, dan perubahan pola makan merupakan hal-hal yang perlu
dilakukan untuk membentuk kebiasaan makan yang sehat. Ada
beberapa hal yang memengaruhi pemilihan makanan, antara lain rasa,
tekstur, dan penampilan makanan, pola makan pada masa anak-anak,
rutinitas dan kebiasaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi,
iklan dan perubahan sosial. Faktor sosial dan pengalaman juga turut
menentukan pola makan individu. Jenis-jenis makanan tertentu lebih
banyak tersedia di lingkungan, seperti rumah, sekolah, atau tempat
kerja, tergantung pada faktor budaya dan ekonomi (Sarafino, 2008).
Dukungan sosial dari keluarga dan orang lain, seperti teman dan rekan
kerja, turut mempengaruhi konsumsi buah dan sayur (Steptoe,
PerkinsPorras, Rink, Hilton & Cappucino, 2004).
b) Mengontrol Berat Badan
Meningkatnya prevalensi obesitas pada anak dan orang dewasa
memerlukan perhatian yang serius karena obesitas diasosiasikan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Kuezmarski, Fiegal,
Campbell & Johnson, 1994 dalam Goldfield & Epstein, 2002) dengan
timbulnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, dan diabetes
(DiMatteo, 2002).
Pencegahan kelebihan berat badan harus dimulai sejak usia dini.
Masa kanak-kanak merupakan waktu yang ideal untuk membentuk
pola makan dan aktivitas untuk mencegah individu memiliki berat
badan berlebih. Upaya-upaya pengontrolan berat badan anak dilakukan
dengan memerhatikan pola makan dan aktivitas fisik, yang melibatkan

28
orangtua. Orangtua memberi contoh dan mendorong pola makan dan
aktivitas fisik. Orangtua disarankan untuk mendorong aktivitas fisik
anak, mengurangi pembelian makanan yang tinggi kolesterol dan
manis, menghindari restoran cepat saji (fast food), memberikan
buahbuahan dan makanan sehat lain, memastikan anak makan
makanan sehat pada waktu makan pagi dan tidak ngemil makanan
tinggi kalori pada malam hari, dan memonitor berat badan anak
berdasarkan Body Mass Index (Peckenpaugh, 2003; Streigel-Moore &
Rodin, 1985 dalam Sarafino, 2008).
c) Olahraga Secara Teratur
Olahraga berperan dalam menjaga kesehatan fisik dan mental.
Berolahraga secara teratur membantu mencegah kelebihan berat badan,
diabetes tipe 2, penyakit jantung, jenis kanker tertentu seperti kanker
payudara, protat, usus besar dan osteoporosis (DiMatteo & Martin,
2002; Sallis & Owen, 1999 dalam Sarafino 2008; Wardlaw, Hampl &
DiSilvestro, 2004). Olahraga secara teratur juga memiliki manfaat
psikososial, antara lain menurunkan stress dan kecemasan serta
meningkatkan Self-esteem (DiMatteo & Martin, 2002).
Perilaku berolahraga juga berhubungan dengan pengaruh dari
lingkungan sosial, yang meliputi pemberian contoh dan dorongan dari
keluarga dan teman. Individu yang berolahraga cenderung berasal dari
keluarga yang juga berolahraga (Taylor, 2006). Orang dewasa yang
berolahraga cenderung memiliki pasangan yang mendorongnya untuk
berolahraga. Anak-anak dan remaja yang berolahraga cenderung
memiliki teman atau keluarga yang juga berolahraga (Dishman, Sallis
& Orenstein, 1985; Gottleib & Baker, 1986; Sallis et.al., 198 dalam
Sarafino, 2008).
d) Tidak Merokok
Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, tidak hanya
individu yang merokok, tetapi juga orang yang berada di dekatnya.
Perokok pasif, yaitu individu yang berada di sekitar perokok, memiliki

29
resiko menderita penyakit akibat rokok yang besarnya sama dengan
perokok. Merokok pada umumnya dimulai di usia remaja. Faktor
psikososial yang berhubungan dengan perilaku merokok di usia remaja
antara lain stres dan efek negatif, teman sebaya, proses coping, dan
keluarga (Wills, Resko, Ainette, & Mendoza, 2004). Remaja memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk merokok jika orangtua dan
teman-teman mereka merokok. Menurut model pengaruh sosial,
perilaku merokok oleh orangtua dan teman sebaya merupakan faktor
resiko yang terjadi melalui modelling atau pengasuh secara langsung
(Wils, Resko, Ainette & Mendoza, 2004). Keluarga yang memberi
dukungan dan proses coping yang aktif merupakan faktor protektif
(Wils, Resko, Ainette & Mendoza, 2004). Timbulnya perilaku
merokok pada usia remaja diasosiasikan dengan teman sebaya dan
orangtuanya yang merokok, sedangkan berhentinya perilaku merokok
pada usia dewasa diasosiasikan dengan kurangnya teman dan orangtua
yang merokok.
e) Tidak Mengonsumsi Alkohol dalam Jumlah Berlebih
Perilaku minum alkohol pada umumnya dimulai di usia remaja dan
kadang-kadang di usia kanak-kanak. Faktor sosial dan budaya turut
berperan dalam timbulnya perilaku minum alkohol. Individu yang
mengalami ketergantungan alkohol memiliki karakteristik psikososial
tertentu. Mereka cenderung mempresepsi konsekuensi negatif yang
lebih sedikit terhadap perilaku minum alkohol, mengalami stress yang
tinggi, dan tinggal di lingkungan yang mendukung perilaku minum
alkohol. Individu yang memiliki sejarah keluarga alkoholik cenderung
mengembangkan toleransi terhadap alkohol (Morzorati et al., 2002;
Turkkan, McCaul, & Stitzer, 1989; dalam Sarafino, 2008).

c. Faktor-faktor dalam Perilaku Sehat


Menurut Sarafino (2008), terdapat berbagai faktor psikososial yang
memengaruhi individu dalam menjalankan perilaku sehat. Faktor tersebut

30
meliputi faktor belajar (learning), faktor sosial, kepribadian, dan emosi,
serta faktor kognitif
a. Faktor Belajar.
Perilaku sehat dipelajari terutama melalui metode berikut :
 Pengondisian operan (operant conditoning)
Perilaku sehat dapat dipelajari melalui pengondisian operan.
Tingkah laku atau respons dapat dipelajari karena tingkah laku
tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam lingkungan
(Smith, Nolen-Hoeksema, Fredrickson, & Loftus, 2003). Jika
respons menghasilkan suatu perubahan, dimana perubahan
lingkungan dapat berupa hadiah atau penguat (reinforcement)
positif, maka tingkah laku tersebut cenderung diulang.
 Model (modelling)
Individu dapat mempelajari perilaku baru melalui observasi
yang dilakukannya terhadap perilaku orang lain. Konsekuensi
yang diterima model memengaruhi perilaku individu yang
mengamati (Bandura, 1969, 1986 dalam Sarafino, 2008).
Faktor Sosial, Kepribadian dan Emosi
Faktor sosial turut memengaruhi individu dalam menjalankan perilaku
sehat. Salah satu faktor sosial tersebut adalah dukungan dari orang lain
dalam menjalankan perilaku yang meningkatkan kesehatan, misalnya
olahraga. Stres juga berpengaruh terhadap perilaku sehat, misalnya
pola makan. Tingkat stres yang tinggi berhubungan dengan
meningkatnya kecenderungan untuk mengonsumsi makanan yang
lebih berlemak dan lebih sedikit mengonsumsi buah dan sayursayuran,
makan pagi cenderung berkurang, tetapi lebih banyak mengonsumsi
makanan kecil atau cemilan (cartwright, 2003 dalam Taylor 2006).
b. Faktor Kognisi
Kognisi dapat menjadi sasaran modifikasi perilaku. Salah satu tipe
strategi kontrol kognisi, yaitu dengan secara selektif memberikan
perhatian atau berfokus kepada sesuatu selain fenomena yang

31
menyebabkan stress (DiMatteo, 2002). Metode cognitive restructuring
merupakan metode untuk memodifikasi monolog internal yang banyak
digunakan dalam treatment terhadap stres (Meichanbaum & Cameron,
1974 dalam Taylor, 2006).

H. KELUARGA DAN KESEHATAN

Konteks sosial yang memiliki pengaruh terhadap individu adalah keluarga.


Nilai-nilai, fungsi, dan hubungan dalam keluarga berpengaruh penting
terhadap kesehatan, penyakit, serta penanggulangan penyakit, dan disisi lain,
penyakit juga berpengaruh terhadap fungsi keluarga.
Keluarga berperan penting dalam pembentukan perilaku karena keluarga
adalah tempat di mana individu dibesarkan dan memelajari berbagai perilaku.
Keluarga memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kesehatan
anggotaanggotanya daripada pengaruh dari individu lain diluar lingkungan
keluarga atau pihak-pihak yang memberi layanan kesehatan. Hal ini terutama
berlaku bagi perkembangan dan penyesuaian terhadap penyakit kronis (Ellioy
& Rivera, 2003). Terdapat hubungan yang saling memengaruhi antara
keluarga dan kesehatan.
Stress dan disfungsi dalam keluarga juga berkontibusi langsung terhadap
perilaku yang memengaruhi kesehatan dan menimbulkan penyakit. Penelitian
yang terkait dengan keluarga menunjukan bahwa persepsi terhadap adanya
kehangatan dan perhatian dari orang lain memprediksikan kesehatan dan
well-being (Berkman, 1995; shumaker & Czajkowksi, 1994; Uchino,
Cacioppo & Kiecolt-Glasser, 1996 dalam Wood 7 Miller, 2005). Penjelasan
terhadap hal ini adalah bahwa orangtua yang mencintai keluarganya
memberikan contoh-contoh yang baik serta membantu menjalankan dan
mempertahankan pola perilaku yang sehat. Sebaliknya, bagi remaja yang
menderita penyakit kronis, masalah perilaku yang terkait dengan kesehatan
lebih banyak terjadi pada keluarga dengan penyesuaian diri yang buruk dan

32
yang mengalami ketegangan dalam interaksi antara suami dan istri (Clay et
al., 1995; Frank et al., 1998 dalam Elliot & Rivera, 2003)

I. KELUARGA DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Dewasa ini anak bekebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat


jumlahnya. Saat ini,diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus
mencapai 10 dari 100 anak. Data ini menunjukkan bahwa 10% dari populasi
anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka yang mendapatkan
pelayanan khusus.
Berdasarkan batasan para ahli, anak yang tergolong luar biasa atau
memiliki kebutuhan khusus adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
normal dalam hal cirri-ciri mental, kemampuan kemampuan sensorik, fisik
dan neomuscular, perilaku sosial dan emosionalnya, kemampuan
berkomunikasi, maupun kombinasi dari hal-hal tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
ketidaksempurnaan antara lain kelainan kromosom, ganguan pada saat
kehamilan yang disertai trauma, penyakit menular, kecelakaan sera cacat
bawaan. Derajat kecacatan yang dialami seseorang dari keturunan yang tidak
menyebabkan dirinya dapat mengalami ketergantungan pada orang lain
seumur hidupnya (Gardipee,2964 dalam Wiswanti,2009).
Kelahiran dari seorang anak dengan kebutuhan khusus tentu saja memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap dinamika suatu keluarga. Setiap
kecacatan memiliki dampak yang berbeda dalam kemampuan anak untuk
belajar dan hidup normal. Begitu pula dengan reaksi orangtua berbeda-beda
terhadap kehadiran anak dengan kebutuhan khusus (Heward dalam
Restiningtyas, 2009).

a. Reaksi dari Orangtua


Mengetahui bahwa anak memiliki kebutuhan khusus merupakan
suatu hal yang sangat mengejutkan bagi orangtua, walaupun orangtua

33
telah memiliki kecurigaan sebelumya bahwa ada sesuatu yang tidak beres
pada anak mereka. Orangtua mungkin tidak akan merasa percaya
terhadap hal tersebut dan berpikir bahwa hal ini hanya terjadi pada orang
lain, bukan pada diri mereka (Pueschel,Bernier dn Weidenman,19988)
Umumnya para peneliti dan para ahli di bidang klinis menyatakan
bahwa orangtua akan melewati serangkaian tahapan setelah menyadari
bahwa anaknya berkebutuhan khusus. Serangkaian tahapan tersebut
meliputi adanya perasaan terkejut dan terganggu, penyangkalan,
kesedihan, kecemasan dan ketakutan, kemarahan hingga akhirnya terjadi
adaptasi. Namun, tahapan tahapan reaksi ini tidak selalu berjalan
berurutan da dikatakan bahwa respons tersebut normal dalam situasi yang
menimbulkan stress (Pueschel, Bernier, dan Weidenman, 1998).
Orangtua dengan anak berkebutuhan khusus kerap bergumul
dengan perasaan bahwa mereka turut tanggung jawab atas kondisi yang
dialami oleh anak. Meskipun tidak ada dasar yang jelas terhadap
pemikiran tersebut, dalam banyak kasus, rasa bersalah adalah perasaan
yang paling umum dilaporkan oleh orangtua dari anak berkebutuhan
khusus.
Tetapi untuk beberapa orangtua, kehadiran anak yang mengalami
kesulitan tertentu memengarui harga diri mereka. Mereka merasa bahwa
hal tersebut tidak hanya berdampak bagi mereka, tetapi juga
menimbulkan kekecewaan bagi seluruh anggota keluarga (Selikowitz,
1995). Di luar dari adanya bantuan dan dukungan dari kerabat, teman ,
para professional dan orangtua lain, faktor yang palinng penting dalam
proses adaptasi adalah waktu. Walaupun demikian, jika orangtua dengan
anak berkebutuhan khusus mengalami depresi yang berat atau merasa
sangat cemas, disarankank kepada mereka untuk menemui para
professional, seperti psikologi, psikiater atau pekerja sosial yang memang
memiliki kemampuan untuk menolong orang yang mengalami stress.

34
b. Reaksi dari Saudara Kandung
Saudara kandung dari anak berkebutuhan khusus sering
mengalami emosi yang sama yang juga dialami oleh orangtua. Bahkan,
mereka bisa lebih sulit dalam menghadapi perasaan ini dibandingkan
orangtua mereka, terutama saat mereka lebih muda. Selalu timbul rasa
malu, minder, dan tidak mau terlihat berbeda dari orang lain, dalam fase
ini bila ia memiliki saudara yang berkebutuhan khusus, ia akan
menghindar agar orang tidak menjauhinya. Walaupun belum pasti,
namun ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa urrutan kelahiran,
jenis kelamin, dan perbedaan usia antara saudara memiliki beberapa
sumbangan terhadap terjadinya proses penyesuaian. Seorang adik yang
memiliki sikap negatif ketika ia mencapai usia remaja karena ia sering
memikul tanggung jawab pengsuhan terhadap saudaranya yang
berkebutuhan khusus tersebut (Burke dalam Hallahan dan Kaufman,
2006).

c. Penyesuaian Keluarga dengan Anak Berkebutuhan Khusus


Setelah melewati tahapan reaksi dengan hadirnya anak
berkebutuhan khusus, keluarga akan menjalani rutinitas seperti biasanya.
Walaupun tidak akan kembali seperti semula, namun tugas harian seperti
pengasuhan anak dan perawatan rumah serta pekerjaan akan membentuk
satu struktur yang membuat kehidupan keluarga menjadi stabil (Pueschel,
Bernier, dan Weidenman,1988).
Setiap keluarga akan mengembangkan sistemnya sendiri untuk
memenuhi kebutuhan masing masing individu maupun seluruh anggota
keluarga dengan atau tidak hadirnya anak berkebutuhan khusus di dalam
keluarga. Misalkan, kebiasaan untuk makan bersama, menonton televisi
bersama dan sebagainya.
Bagi keluarga dengan anak berkebutuhan khusus, akan ada
kegiatan kegiatan baru yang harus disesuaikan dengan jadwal keluarga,
seperti kunjungan dokter, janji dengan terapis, pertemuan orangtua yang

35
tentu saja sangat menyita waktu. Selain itu ada juga tugas lain seperti
pemberian obat dan latihan terapi fisik yang menjadi keiatan sehari-hari.
Penyesuaiann ini dapat menyita banyak energy, mulai dari sisi intelektual
emosi hinga fisik (Pueschel, Bernier, dan Weidenman,1988). Dengan
adanya tuntutan tuntutan ini, maka penting untuk bersikap tidak
terburuburu. Dengan adanya gambaran yang jelas mengenai kebutuhan
anak, hal ini akan membantu orangtua dengan anak berkebuthan khusus
membuat rencana kedepan.

d. Peran Orangtua dari Anak Berkebutuhan Khusus


Menurut Hill dan Aldous (Craig, 1986, dalam Akbar, 2008),
menjadi orangtua berarti memperolah peran dan tanggung jawab baru,
yaitu sebagai seorang ayah dan seorang ibu. Dalam hubungannya dengan
anak, kehangatan antara orangtua dan anak menjadi hal penting, dn
hubungan yang hangat akan dapat tercipta bila orangtua tidak memaksaan
keinginan pada anak, sehingga anak akan merasa dicintai, dihargai, dan
merasa nyaman akan keadaan dirinya sendiri Duvall dan Miller,1985 ,
dalma Akbar,2008).
Peran dan tanggung jawab yang dipikul oleh orangtua akan lebih
besar apabila anak yang dilahirkan berkebutuhan khusus (Heward,1996,
dalam Akbar, 2008). Orangtua memainkan peran yang penting dalam
menjalankan aktivitas intervensi dalam keidupan sehari hari anak, baik
di rumah maupun di sekolah. Mengingat anak akan menghabiskan
waktunya paling banyak bersama denga orangtua, maka semakin banyak
pengetahuan yang mereka miliki mengenai strategi perkembangan
semakin banyak pengetahuam yang mereka miliki mengenai strategi
perkembangan dan aktivitas anak, maka dampak dari intervensi yang
dilakukan akan semakin besar.
Menurut Heward dkk.dan Mangunsong dkk. (dalam Akbar, 2008),
beberapa peran orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus
adalah sebagai berikut: a. Sebagai orangtua

36
Selain diharapkan dapat menyesuaikan diri sebagai orangtua dari anak
berkebutuhan khusus, orangtua diharapkan juga berperan dalam
mensosialisasikan si anak, memerhatikan hubungan saudara-saudara
dari anak-anak berkebutuhan khusus, merencanakan masa depan dan
perwalian. Selain itu, orangtua juga berperan sebagai konselor dalam
menghadapi perubahan emosi, perasaan dan sikap anak yang sedang
berkembang. Perhatian yang diberikan orangtua dapat
mengembangkan kepribadian dan sebagai pengenalan anak tentang
dirinya.
b. Anak yang berkebutuhan khusus biasanya tidak dapat belajar suatu
keahlian yang penting dengan sewajarnya atau secara mandiri seperti
anak-anak normal. Dengan demikian, orangtua merupakan guru
pertama bagi anak dalam mempelajari keahlian tertentu.
c. Berhubungan dengan komunitas dan institusi
Bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, keterlibatan
dalam proses pendidikan anak merupakan suatu keharusan. Selain itu,
otangtua juga perlu memperoleh pengetahuan khusus dan mempelajari
keahlian-keahlian khusus yang berhubungan dengan kebutuhan
anaknya, dengan mengikuti komunitas ataupun institusi tertentu.
d. Mengambil keputusan
Pilihan tentang alternatif pemecahan masalah yang ditempuh
sehubungan dengan kebutuhan khusus anak sepenuhnya adalah hak
dan tanggung jawab orangtua.
e. Sebagai penasihat advokasi
Kesanggupan orangtua untuk bertanggung jawab sebagai pendukung
dan pembela kepentingan anaknya yang berkebutuhan khusus.
f. Mengasuh dan mendidik anak lainnya
Orangtua harus menyadari pengaruh buruk keberadaan anak
berkebutuhan khusus terhadap anaknya yang normal sedini mungkin
dan mencari solusi terhadap masalah tersebut.
g. Mempertahankan hubungan suami-istri

37
Memiliki anak berkebutuhan khusus biasanya menghadirkan
ketegangan dalam hubungan suami-istri. Ketegangan dapat terjadi dari
perbedaan mengenai siapa yang bersalah atas kondisi anak,
perselisihan mengenai harapan terhadap perilaku anak, dan banyaknya
waktu, uang, energi yang dihabiskan untuk anak yang berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk menghabiskan
waktu bersama, walaupun hal ini berarti menunda sementara hal
penting yang lain. Akhir-akhir ini keteribatan orangtua telah
menerima perhatian yang besar dalam pendidikan khusus. Meskipun
hidup dalam keterbatasan dan ketergantungan dengan orang lain,
namun anak berkebutuhan khusus tetap memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan orang kebanyakan. Berdasarkan family-centered
model, ada perubahan pandangan dari otangtua sebagai penerima pasif
atas nasihat yang diberikan oleh professional, menjadi mitra para
professional dalam pengembangan program perawatan dan pendidikan
bagi anak anak mereka yang berebutuhan khusus. Dalam proses
pendidikan khusus, keluarga, terutama orangtua, merupakan bagian
yang penting dan tak terpisahkan (Fox dan William, dalam
Restiningtyas, 2009).

J. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Berdasarkan kasus-kasus yang selama ini terjadi tampaklah bahwa posisi


sebagai subordinat yang sering kali menempatkan perempuan dan juga
anakanak pada posisi yang tidak menguntungkan. Pihak lain yang potensial
sebagai korban adalah para manula/lansia dan pekerja rumah tangga. Mere
kasering kali tidak memiliki kebebasan untuk berkehendak, bersikap, atau
bahkan memilih. Poerwandari (dalam Luhulima, 2000) mengatakan bahwa
kekerasan dalam rumah tangga dibagilagi kedalam lima bentuk, yaitu:
1) Kekerasan fisik, misalnya menendang, memukul, melukai dengan
senjata maupun tangan kosong, dll.

38
2) Kekerasan psikologis, misalanya mengancam, merendahkan, menuduh
pasangan berselingkuh tanpa bukti, dll.
3) Kekerasan berdimensi ekonomi, misalnya istri tidak diberi nafkah,
salah satu pasangan menguasai harta atau mengambil penghasilan dari
pasangan, dll.
4) Kekerasan seksual, misalnya memaksa melakukan hubungan seks
dengan cara-cara yang tidak disetujui oleh pasangannya, dll.
5) Kekerasan spiritual, misalnya merendahkan keyakinan korban,
memaksa pasangan untuk memilih keyakinan yang tidak diyakini,
memaksa korban melakukan aktivitas ritual tertentu.

Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) :

Konflik

Bulanmadu Kekerasan

Minta Maaf

Keterangan:
Di awal hubungan suaasana berlangsung baik, di mana pasangan saling
perhatian atau setidaknya bersikap sopan. Kemudian, terja

39
ketengangan sehingga memicu terjadinya kekerasan. Setelah kekerasan
terjadi, ketegangan mulai menurun karena pelaku akan meminta maaf
atau berjani tidak akan menggulangi perilakunya. Lalu, masuk fase
nulan madu di mana semuanya akan kembali baik. Namun, kemudian
siklus ini kembali terulang dan semakin lama semakin cepat terulang
dan semakin intens.

a. Karakteristik Korban dan Dampak KDRT

Menurut Schwartz (dalam Putri, 2005) ada karakteristik tertentu yang


menyebabkan seseorang mengabaikan bahaya kekerasan dengan terus
berhubungan dengan pelaku. Adapun karakteristik tersebut adalah :
a. Ada keinginan mnyelamatkan. Kebanyakan berpikir bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk mengubah karakteristik negatif pelaku,
hal ini membuat mereka merasa diperlukan oleh pelaku dan tanpa
disadariterseret pada ola kekerasan.
b. Memiliki rasa benci terhadap diri sendiri.kadangkala tanpa disadari,
individu mengungkapkan rasa benci terhadap dirinya sendiri lewat
kata-kata yang ia ucapkan. Sering kali mereka menjadi meremehkan
diri sendiri sehingga dapat menjadi petunjuk bagi pelaku bahwa korban
memiliki kebuthuan akan sesuatu sehinggapelaku berusaha
memberikan kebutuhan tersebut dan menjebaknya dalam pola
kekerasan
c. Tanpa disadari memberikan peluang untuk dianiaya. Seringkali,
setelah melakukan kekerasan, pelaku meminta maaf, dan apabila
korban dengan cepat memberikan maaf, maka hal tersebut seolah-olah
menjadi izin bagi pelaku untuk melakukan lagi pola kekerasan
tersebut.
d. Membohongi diri sendiri. Antara lain dengan berusaha untuk
menyangkal bukti-bukti kekerasan yang dialami, sebab akan lebih
mudah untuk mempertahankan keadaan daripada mengubahnya.

40
e. Memiliki sejarah kekerasan dalam keluarga. Hal yang perlu
diperhatikan, sebab seseorang akan memiliki kecenderungan
mengulang pola kekerasan yang ada pada keluarganya, sehingga
apabila seorang pernah menerima kekerasan dalam keluarga, maka
pola tersebut cenderung akan berulang.
f. Menerima perasaan takut sendirian. Kadangkala ketakutan akan
kesendirian membuat sebagian orang mengabaikan
karateristikkarateristik yang berbahaya dari pasangannya dan
melakukan toleransi-toleransi yang menurrutnya dapat
mempertahankan perhatian yang dimilikinya.

Minimnya informasi yang diperoleh juga sering kali membuat korban tidak
mengerti langkah-langkah apa saja yang harus ia lakukan untuk keluar dari
lingkaran kekerasan. Penyelesaian permasalahan KDRT ini tentunya
bukan menjadi tanggung jawab dari stu pihak saja, tetapi harus ada
kerjasama yang kuat dari pemerintahan, masyarakat, institusi pendidikan,
organisasi masyarakat, dan juga individu itu sendiri.

b. Pemberdayaan: Usaha, Hambatan, dan Pengembangan Sistem Masyarakat

Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah dalam menanggulangi


KDRT adalah menuliskan mengenai langkah-langkah penghapusan KDRT
dalam situsnya, yaitu ;

a) Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah permasalahan


sosial bukan individu;
b) Mendorong para korban untuk berani mengemukakan persoalan
kasusnya, tidak saja pada keluarga atau kerabat, tetapi juga lembaga
yang mendampinginya;
c) Mendampingi para korban untuk menghadapi dan menyelesaikan serta
mengupayakan persoalan kekerasa,;
d) Medorong korban KDRT untuk lebih berani:

41
 Menceritakan apa saja yang dialaminya kepada orang lain, 
Melapor kepada polisi apabila terjadi penganiayaan, dan 
Meminta pemeriksaan dokter atas luka yang diderita.

Mendukung korban untuk mencari bantuan dengan konseling juga bukan


perkara mudah, oleh karena itu sering kali kebebasan mereka dibatasi,
sehingga mereka tidak dapat mudah bepergian. Selain itu, adanya
keterbatasan lembaga dalam membantu adalah tidak mungkin bagi sebuah
lembaga untuk menyediakan rumah aman dalam jangka waktu panjang.
Oleh karena itu, para korban juga harus belajar untuk madiri dan tidak
terus bergantung pada orang lain.

Maka perlu adanya pemberdayaan terlebih dahulu paada diri korban yang
akhirnya diharapkan dapat membantu korban untuk bangkit dan
melakukan sesuatu terhadap kekerasan yang dialaminya. Dna pabila dapat
melindungi dirinya sendiri, maka ia juga dapat melindungi dan mencegah
anggota keluarga yang lin dari perilaku kekerasan

Pemberdayaan individu bisa menjadi sebuah proses yang panjang di mana


untuk berdaya seseorang harus belajar untuk menghargai dirinya sendiri.
Menurut Geffner& Mantooth (2000) ada beberapa langkah yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pandangan positif seorang terhadap
dirinya, yaiu:

a. Ubahlah cara berbicara dengan diri kita sendiri, dengan cara:


 Menerima masa lalu, maksudnya belajar dari dampak pengambilan
keputusan yang salah. Lebih baik membuat sesuatu yang salah dari
pada tidak pernah membuat keputusan dan berkembang.
 Berhenti merendahkan diri, mulai mencari hal-hal postif dalam
diri sendiri dan hindri “keharusan”, mulai mengenali apa
keinginan kita sebenarnya.

42
 Pikirkan hal-hal positif dari masa lalu, seperti pengalaman
prestasi, kesuksesan atau apa pun dan gunakan hal tersebut untuk
memulai sesuatu.
 Buat tujuan masa depan. Mualilah dari tuhuaj=n-tujuan kecil yang
realis, diamana kita sudah memiliki sumber pendukung untuk
meraih tujuan tersebut.
 Mengubah pikiran negatif, dengan cara:
o Sadari pikiran negatif itu, pahami kapan dan apa pemicu

pikiran itu muncul.

o Sugesti diri untuk katakn “STOP” saat pikiran itu muncul

supaya tidak berlaru-larut.

o Mulai bangun pikiran yang lebih memotivasi guna

mengalahkan pikiran negatif tersebut

b. Kenali tanda-tanda ketika mulai merasa merendahkan diri, dengan cara:


 Kenali dan pahami situasi yang pernyebabkan tidak percaya diri.
 Temukan dan gunakan cara-cara untuk mengatasi situasi tersebut,
jika tidak memungkinkan cara yang lain adalah mulai berdamai
dengan perasaan tersebut.
 Belajar untuk santai
 Modifikasi standar-standar yang tidak tealistis, dengan cara:
o Berpikir secara rasional.

o Ukur harapan-harapan kita, apakahterlalu tinggi atau tidak

sehingga sulit dicapai. o Jangan mengharapkan kesempurnaan,

baik pada diri snediri maupun orang lain.


 Bangun Social Support yang baik, dengan cara:
• Cari orang yang dapat memotivasi kamu.
• Jadilah orang yang tidak anti-sosial.
• Berusaha untuk bersikap baik terhadap semua orang.
• Bersikap artersif dan jangan agresif.

43
c. Belajar memenuhi kebutuhan, dengan cara:
 Berhenti menuntut diri bahwa kita selalu mampu memberi.
 Lakukan hal-hal yang membuat kita merasa berguna.
 Memanjakan diri dengan esenangan yang sederhana.
 Yakin, bahwa kita adalah individu yang merdeka dan bebas
menentukan pilihan.

Memberdayakan korban tentunya merupakan usaha yang dilakukan setelah


keajidan terjadi. Namun, untuk melakukan pencegahan terhadap kekerasan
tentunya merupakan pekerjaan jangka panjang yang harus dilakukan oleh
semua pihak. Misalnya, dari pihak keluarga sendiri, dimana keluarga
memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi biologis, afeksi, dan sosialisasi.
Dalam menjalakna fungdi sosialisainya, tentu keluarga dapat menekankan
mengenai kesetaraan gender, atau kesetaraan pandangan antara laki-laki
dan perempuan. Berdasarkan pandangan social learning theory, orangtua
dapan memperkuat atau memperlemah tingkah laku dan sikap seoarang
anak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat setempat mengenai pern
gendernya (Coser, dalam Sugiri, 1998). Sehingga apabila sejak dini
orangtua sudah mengajarkan mengenai kesetaraan gender maka nilai-nilai
itulah yang akan dianut anak sampai ia dewasa.

K. PERAN KELUARGA SEBAGAI PEMBENTUK INDIVIDU DALAM


PERANAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Anak merupakan aset yang menentukan kelangsungan hidup, kualitas


dan kejayaan suatu bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu anak perlu
dikondisikan agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan dididik
sebaik mungkin agar di masa depan dapat menjadi generasi penerus yang
berkarakter serta berkepribadian baik. Keluarga adalah lingkungan yang
pertama dan utama dikenal oleh anak.Karenanya keluarga sering dikatakan
sebagai primary group. Alasannya, institusi terkesil dalam masyarakat ini
telah mempengaruhi perkembangan individu anggota-anggotanya, termasuk

44
sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai
bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat
dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya
terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai
kepribadian seseorang yang dapat dirunut dari keluarga.

a. Membangun Karakter Anak


Membangun karakter anak, yang tidak lain adalah mendidik
kejiwaan anak, tidak semudah dan sesederhana menanam bibit. Anak
adalah aset keluarga, yang sekaligus aset bangsa. Membesarkan fisik
anak, masih dapat dikatakan jauh lebih mudah dengan mendidik ajiwa
karena pertumbuhanya dapat dengan langsung diamati, sedangkan
perkembangan jiwa hanya diamati melalui pantulannya.
Menurut Oppenheim (dalam Suharsimi Arikunto, 2004 : 2)
karakter atau watak seseorang dapat diamati dalam dua hal, yaitu sikap
(attitude) dan perilaku (behavior). Jadi sikap sesorang termasuk
anakanak, tidak dapat diketahui apabila tidak ada rangsangan dari luar.
Rangsangan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain cara
menyampaikan, waktu terjadinya, pemberian rangsangan dan cara
memberikan rangsangan. Dengan demikian maka pembentukan sikap
yang selanjutnya merupakan pembetuk karekter atau watak anak, juga
sangat tergantung dari rangsangan pendidikan yang diberikan oleh
pendidik.
Beratnya persaingan hidup telah menyebabkan orang lupa
memperhatikan kebutuhn anak karena sibuk mencari nafkah.Sementara
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan
budaya luar baik atau buruk mengalir bagitu derasnya. Dampaknya bila
tidak ada pengawasan dan bimbingan yang cukup buruk dari luar. Oleh
karenanya, sejak dini pada anak perlu ditanamkan nailai-nilai moral
sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi

45
sosial di lingkungan keluarga, masyarakat maupun bangsa (Gunarwan,
2005 : 10).

b. Fungsi yang Dijalankan Keluarga dalam Masyarakat


Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa
depan anak.
2) Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3) Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi
anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
4) Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga.
Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5) Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga
menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan
kehidupan lain setelah dunia.
6) Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari
penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.
7) Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama,
bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
8) Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan
keturunan sebagai generasi selanjutnya.
9) Memberikan kasih sayang, perhatian,dan rasa aman diaantara
keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

46
Berdasarkan fungsi yang telah dijelaskan, maka dalam membentuk
masyarakat yang berkompeten sebuah keluarga saling
ketergantungan dengan keluarga yang lain

c. Hilangnya Fungsi Keluarga d4alam Bermasyarakat


Penyebab hilangnya fungsi keluarga dalam bermasyarakat adalah sebagai
berikut :
a. Orang tua semakin tidak punya waktu bergaul dan berkumpul
bersama anak-anaknya.
Bila kita percaya bahwa keluarga adalah bentuk organisasi
masyarakat yang terkecil dan paling solid, kita bisa bayangkan
masyarakat apa yang sedang kita bentuk di masa mendatang. Bila
kekurangan waktu kebersamaan dalam keluarga ini terus
berlangsung, masyarakat mendatang merupakan masyarakat yang
terpecah-pecah, individualis, serta tidak peduli akan orang lain.
Anak-anak akan bertumbuh menjadi pribadi yang kehilangan arah.
Mereka tidak belajar bagaimana berelasi dan memperhatikan orang
lain.
b. Perceraian semakin banyak dan semakin mudah dilakukan. Selalu,
perceraian menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan, dan kebencian.
Perceraian yang sedemikian mudah, kadang-kadang tanpa alasan
kuat, akan menghasilkan masyarakat yang semakin pemarah di masa
mendatang. Belum lagi anak-anak yang dibesarkan tanpa mengenal
ayah dan ibunya, mereka bakal menjadi pribadipribadi yang kosong
jiwanya.
c. Angka bunuh diri yang terus membengkak.
Dari 30 November hingga 15 Desember lalu (selama 16 hari) ada
lima kasus bunuh diri di gedung bertingkat. Setelah itu juga masih
ada kejadian bunuh diri, baik yang diliput media maupun yang tidak.
Yang jelas, banyak sekali analisa maupun liputan media yang
memperlihatkan bahwa persoalan yang terbesar kasus bunuh diri

47
adalah faktor keluarga. Jelas bahwa angka bunuh diri yang terungkap
ini hanya merupakan fenomena gunung es. Artinya, ada begitu
banyak usaha bunuh diri yang tidak terungkap.
d. Hubungan seks yang tidak wajar dan video mesum kian marak.
Pelakunya mulai dari anak sekolah, pegawai negeri, pejabat tinggi
negara, selebriti, dan sebagainya. Seks telah kehilangan unsur
sakralnya dan menjadi barang mainan yang murah harganya, menjadi
tontonan umum, mulai dari mereka yang berusia anak-anak hingga
orang dewasa. Hubungan seks yang mewakili kesatuan antara suami
dan istri sedemikian mudah dilakukan hanya untuk kesenangan.
e. Di sana-sini terdengar kabar tentang pembunuhan, penganiayaan,
dan penelantaran, baik antar pasangan, antara ayah dan ibu terhadap
anak-anak mereka, atau juga yang dilakukan oleh anak terhadap
orang tuanya.
Berbagai peristiwa ini memperlihatkan bahwa keluarga bukan lagi
merupakan tempat yang aman bagi anggota keluarga.Sebaliknya,
bisa jadi rumah adalah tempat yang paling berbahaya buat anak-anak
dan anggota keluarga.
f. Angka gangguan jiwa, kecanduan narkoba, disorientasi seksual, dan
penyakit menular seksual terus berakumulasi dalam jumlah yang
sangat luar biasa menandakan ada yang salah yang sedang terjadi
dalam keluarga

48
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pentingnya peran keluarga dalam membangun masyarakat yang


berkompeten. Selain itu, pentingnya peran setiap anggota keluarga dalam
menerapkan setiap perannya secara optimal agar mencapai kehidupan
masyarakat yang harmonis. Beberapa penyebab yang menyebabkan
hilangnya fungsi keluarga secara bertahap dalam kehidupan era globalisasi
yang menyebabkan turunnya kualitas setiap individu dalam sebuah
keluarga dalam mencapai kehidupan masyarakat yang berkompeten.
Namun masalah yang menggangu fungsi keluarga tentu dapat tertasi
sebagaimana anggota keluarga menanggapinya.

B. SARAN
Untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sama, yaitu mencapai
kehidupan masyarakat yang harmonis dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara dengan baik. Kepada setiap pembaca yang
merupakan sebuah keluarga yang merupakan kelompok terkecil dalam
masyarakat agar menerapkan perilaku yang baik dalam setiap fungsi yang
harus di terapkan dalam masyarakat dan tidak menyimpang dari
fungsifungsi tersebut .

49
DAFTAR PUSTAKA

Sukadji, Soetarlinah. 2010. Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman.


Jakarta: PT. Rajafrafindo Persada.

Setiono, Kusdwiratri. 2012. Psikologi Keluarga. Yogyakarta: Gudang Penerbit.

Goode, William J. 1983. Sosiologi Keluarga. Cetakan Pertama. Diterjemahkan


oleh: Sahat Simamora. Jakarta: Bina Aksara.

Kin. 2011. Peran Keluarga dalam Masyarakat.


http://padullpop.blogspot.com/p/peran-keluarga-
dalammasyarakat_11.html. Diakses hari Selasa, 25 Oktober 2016, pukul
16.00 WIB.

Syafei, Buyung Ahmad. 2007. Kompeten dan Kompetensi.


http://deroe.wordpress.com/2007/10/05/kompeten-dan-kompetensi/ .
Diakses hari Selasa, 25 Oktober 2016, pukul 16.03 WIB.

KBBI. Arti Kata Kompeten. http://kbbi.web.id/kompeten. . Diakses hari Selasa,


25 Oktober 2016, pukul 16.10 WIB.

Kino. 2013. Peran Keluarga dalam Pembentukan Individu dalam Peranan


Sebagai Anggota Masyarakat. http://unsurbudaya4ka38.blogspot.com/
2013/10/peran-keluarga-dalam-pembentukan.html. Diakses hari Selasa,
25 Oktober 2016, pukul 16.33 WIB.

Senda. 2011. Fungsi Keluarga dalam Masyarakat.


http://sendaronyrama.blogspot.com/2011/12/fungsi-keluarga-
dalammasyarakat.html. . Diakses hari Selasa, 25 Oktober 2016, pukul
16.50 WIB.

Anda mungkin juga menyukai