Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Keluarga ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
c. Peranan Keluarga......................................................................................6
d. Tugas Keluarga..........................................................................................6
e. Struktur Keluarga......................................................................................7
f. Fungsi Keluarga........................................................................................7
b. Persiapan Pasangan.................................................................................12
c. Membuat Kesepakatan............................................................................13
ii
b. Komunikasi Orangtua Dengan Anak Remaja.............................................14
a. Model Biopsikososial..................................................................................27
b. Perilaku Sehat.............................................................................................27
iii
J. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA..............................................38
A. KESIMPULAN..............................................................................................49
B. SARAN..........................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................v
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat
hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat dimana individu itu berada. Tanpa sosialisasi suatu masyarakat tidak
dapat berlanjut pada generasi berikutnya. Sosialisasi sebagai proses belajar
seorang individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bagaimana
keberlangsungan proses kehidupan masyarakat, baik dengan keluarga, teman
sebaya, sekolah maupun media massa.
Hal ini disebabkan karena banyak manusia yang tidak memahami arti
sebuah keluarga. Padahal arti sebuah keluarga adalah saling memiliki, saling
percaya, saling menghormati, saling melindungi dan saling berbagi rasa, saling
menjaga kehormatan serta saling menjaga rahasia diantara anggota keluarga.
Maka dari itu, karena pentingnya sebuah keluarga, di dalam makalah ini penulis
akan menyajikan materi yang berkaitan dengan keluarga, dimulai dari konsep
dasar, cara mempersiapkan diri untuk pernikahan, cara menanggapi dinamika
masalah keluarga, cara mengelola dan manajemen keuangan hingga cara
mencapai keluarga yang sehat dan bahagia.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar keluarga?
2. Bagaimana cara mempersiapkan diri menuju pernikahan?
3. Bagaiman dinamika dan masalah dalam rumah tangga?
4. Bagaimana cara mencapai keluarga bahagia?
5. Bagaimana manajemen keuangan dalam keluarga?
6. Bagaimana cara mencapai keluarga sehat?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahi konsep dasar keluarga.
2. Mengetahui cara mempersiapkan diri menuju pernikahan.
3. Mengetahui dinamika dan masalah dalam rumah tangga.
4. Memenuhi cara mencapai keluarga bahagia.
5. Mengetahui cara mencapai keluarga sehat.
6. Membantu dalam tugas belajar mengajar.
7. Memenuhi tugas mata kuliah Human Behavior and Social Environment.
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi Keluarga
Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan
perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu dimulai,
tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat
lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang
strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan karena
masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling
mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya.
Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga menurut
beberapa ahli dalam (Jhonson R, 2010):
1) Raisner
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau
lebih masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang
terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek.
2) Duval
Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap
anggota keluarga.
3
3) Spradley and Allender
Satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan
emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan
tugas.
4) Departemen Kesehatan RI
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah sebagai berikut:
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial yaitu suami, istri, anak, kakak dan adik.
d. Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
4
b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah,
seperti kakek, nenek, paman, dan bibi
2) Pengelompokkan secara Modern
Dipengaruhi oleh semakin berkembangnya peran individu dan
meningkatnya rasa individualisme, maka tipe keluarga modern dapat
dikelompokkan menjadi beberapa macam, diantaranya :
a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (Ayah, Ibu dan Anak)
yang tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi
legal dalam suatu ikatan perkawinan, dimana salah satu atau
keduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Niddle Age/Aging Couple, adalah suatu keluarga dimana suami
sebagai pencari uang dan istri di rmah atau kedua-duanya bekerja
di rumah, sedangkan anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/menikah/meniti karier.
c. Dyadic Nuclear, adalah keluarga dimana suami-istri sudah berumur
dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya
bekerja di luar umah.
d. Single Parent, adalah keluarga yang hanya mempunyai satu orang
tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan
anakanaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.
e. Dual Carrier, adalah keluarga dengan suami–istri yang
keduaduanya orang karier dan tanpa memiliki anak.
f. Three Generation, adalah keluarga yang terdiri atas tiga generasi
atau lebih yang tinggal dalam satu rumah.
g. Comunal, adalah keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua
pasangan suami-istri atau lebih yang monogami berikut
anakanaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
h. Cohibing Couple/Keluarga Kabitas/Cahabitation, adalah keluarga
dengan dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
ikatan perkawinan.
5
i. Composite/Keluarga Berkomposisi, adalah sebuah keluarga dengan
perkawinan poligami dan hidup/tinggal secara bersama-sama dalam
satu rumah.
j. Gay and Lesbian Family, adalah keluarga yang dibentuk oleh
pasangan yang berjenis kelamin sama.
c. Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi
dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan
dan pola perilaku dan keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai
peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut:
1) Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkunganya.
2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi
anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungannya,
disamping itu juga ibu perperan sebagai pencari nafkah tambahan
dalam keluarganya.
3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
d. Tugas Keluarga
Pada dasarnya ada tujuh tugas pokok keluarga, yaitu sebagai berikut:
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.
6
4) Sosialisasi antar anggota keluarga.
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7) Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.
e. Struktur Keluarga
Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu
keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun
macammacam Struktur Keluarga diantaranya adalah :
f. Fungsi Keluarga
Friedman (2010) mengemukakan fungsi keluarga, yaitu sebagai berikut:
7
2) Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi mengembangkan dan sebagai tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
3) Fungsi reproduksi, yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi, yaitu fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan dalam rangka
memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi.
8
tapi sekarang tidak lagi karna perempuan juga mampu mencari nafkah,
bahkan bukan tak mungkin pendapatannya lebih tinggi dari suaminya.
Kondisi ini bisa menimbukan ketegangan pada hubungan
suamiistri sehingga akhirnya keluarga bisa sampai pada kekerasan dalam
rumah tangga. Sebagian KDRT bisa diselesaikan dengan saling
memahami, sebagian lagi tidak tertangani dengan baik. Bentuk akhir
yang kurang baik bisa terjadi misalnya perceraian dan rusaknya keluarga.
Bagi yang memiliki anak, salah satu pasangan besar kemungkinan
menjadi orangtua tunggal yang memiliki konsekuensi tersendiri.
Pernikahan antargolongan semakin intens terjadi di sekitar
kita.Pernikahan ini bisa antar-suku, antar-ras, antar-kelas sosial, bahkan
sesama jenis kelamin yang juga mulai terjadi. Banyak faktor yang
memberikan kontribusi atas hal ini. Yang paling mudah terlihat adalah
ketika transportasi dan komunikasi berkembang pesat. Hubungan
antarwilayah dengan pesawat menjadi lebih mudah dan murah.
Telekomunikasi yang awalnya dengan surat menyurat dengan waktu dan
biaya besar, menjadi lebih murah dengan penggunaan internet sehingga
membawa perubahan pola pertemanan dan percintaan yang melewati
batas wilayah. Hal ini juga berkontribusi terhadap dinamika keluarga
yang baru terbentuk.
Faktor lainnya adalah industrialisasi. Pembangunan, khususnya
sektor produksi dan jasa meningkat. Kesemuanya membutuhkan tenaga
kerja untuk industri senjatanya saat PD II. Pada saat itu pemerintah
mengganti pekerja lelakinya dengan perempuan karena lelaki menuju ke
medan perang. Padahal, industri harus tetap berjalan untuk memenuhi
kebutuhan perang dan domestik. Maka, industri menuntut banyak pekerja
khususnya para peempuan, bisa memasuki area kerja non-tradisional ini.
Perlahan, pasca PD II fenomena ini menjalar ke semua negara, khususnya
negara berkembang seperti Indonesia. Banyak negara mulai
meningkatkan pendapatannya melalui proses industrialisasi yang
membutuhakan banyak tenaga kerja dengan upah yang rendah.
9
Sehubungan para perempuan umumnya mempunyai pendidikan rendah,
akses informasi yang sempit, dan nyaris tak berdaya secara ekonomi,
maka merekalah yang menjadi sasaran pekerja murah. Kasus di Indonesia
yang terkenal adalah para perempuan yang bekerja di pabrik pabrik dan
menjadi TKI di luar negeri.
Peningkatan jumlah penduduk dunia, kemiskinan, dan laju
urbanisasi jug meningkat seiring waktu. PBB memikirkan hal itu dengn
mendukung program kependudukan dan progam Keluarga Berencana.
Dunia mulai memerhatikan kondisi penduduk. Diawali dengan
peningkatan penduduk yang tak diiringi peningkatan jumlah makanan
dan pekerjaan. Hasilnya jelas berupa kemiskinan dengan jumlah yang
besar pula. Dilanjutkan dengan pembangunan tak merata, yang umumnya
terjadi di perkotaan maka perpindahan penduduk dari desa ke kota
dimulai. Kota menjadi sesak dan lagi lagi sumber daya kota tak bisa
menampungnya. Dengan demikian, harus ada upaya untuk mengurangi
resiko tadi.
PBB merasa jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun
merisaukan, terlebih beberapa negara terindikasi memiliki jumlah
penduduk yang berlipat ganda terlalu cepat semisal Republik Rakyat
Cina, India, dan Indonesia. Mereka harus dibantu oleh PBB .Berbagai
kebijakan juga dilakukan oleh masing masing pemerintah negara
tersebut.Yang paling ekstrem adalah pemerintah RRC, hanya
memperkenankan satu anak bagi tiap pasangan menikah.
10
B. MEMPERSIAPKAN DIRI SEBELUM MEMASUKI
GERBANG PERNIKAHAN
Pada umumnya, setiap individu yang ingin membangun rumah tangga
melalui ikatan pernikahan yang sakral, bertujuan untuk mencapai
kebahagiaan lahir dan batin. Namun, untuk mencapai kebahagiaan dalam
hidup pernikahan ternyata tidaklah mudah karena banyak masalah yang harus
dihadapi. Untuk itu, sebelum memasuki pernikahan perlu adanya hal-hal
penting untuk mencapai kebahagiaan tersebut, dengan kata lain adanya
penyesuaian terhadap pasangan hidup.
11
b. Persiapan Pasangan
a. Visi dan Misi Keluarga
Visi adalah dream, di mana pasangan memiliki keinginan mencapai
suatu bentuk keluarga yang mereka idam-idamkan sebelumnya (sakinah,
mawadah, warohmah). Misi merupakan tugas dan kewajiban pasangan
sebagai implementasi visi tersebut yang sekaligus merupakan tujuan
setiap keluarga.
b. Konsep Keluarga
Untuk membentuk sebuah konsep keluarga dalam kehidupan
pernikahan tidaklah mudah. Meskipun hanya dilakukan oleh dua
individu, namun tentunya masing-masing mempunyai prinsip dasar yang
berbeda-beda. Sebelum penyatuan prinsip dasar, hendaknya pasangan
membicarakan prinsip masing-masing, melihat dan mengakui kelebihan
dan kekurangan prinsip dasar tersebut. Kemudian, secara saksama
pasangan mengakui dan menerima kelebihan dan kekurangan prinsip
masing-masing, serta bersama-sama mulai merangkainya untuk menjadi
suatu prinsip dasar suami-istri dalam membentuk keluarga.
c. Konsep Peran
Konsep peran dalam keluarga harus jelas agar tidak menimbulkan
konflik bagi pasangan. Menurut Pawoko (2008), faktor yang paling
penting dalam peran adalah faktor fleksibilitas. Misalnya istri
diperbolehkan menanggung beban keuangan keluarga dan suami dapat
membantu kegiatan rumah tangga. Semakin fleksibel, dalam arti tidak
terpaku pada suatu peran dan disertai dengan pembagian peran yang
seimbang antara kedua pasangan, maka akan makin baik penyesuaian di
antara keduanya.
Pembagian peran ini harus jelas siapa melakukan apa, sehingga
tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi peran tersebut berjalan
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
12
d. Konsep hubungan dengan keluarga Besar (Orang tua, suami/istri)
c. Membuat Kesepakatan
Kesepakatan dibuat bersama-sama dalam situasi yang benar-benar
disadari oleh kedua belah pihak (suami-istri) untuk menjalankan dengan
penuh komitmen. Dalam membuat kesepakatan, suami-istri sama-sama
mempunyai hak untuk mengajukan keinginannya dengan alasan yang
jelas dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Ini kesepakatan pun
harus disepakati bersama, apa saja yang dianggap prinsip dan penting,
seperti mengasuh dan mendidik anak, hubungan dengan orangtua dan
keluarga besar dan lain sebagainya. Kesepakatan dibuat bukan untuk
mencari keuntungan pribadi, melainkan demi keutuhan dan keberhasilan
tim. Dalam hal ini, pernikahan dengan kondisi kedudukan suami dan istri
setara untuk mengarungi perjalan hidup yang panjang.
13
Pertama, komunikasi keluarga adalah mekanisme bagi hampir
semua pengalaman sosialisasi yang pertama.
Kedua, komunikasi merupakan sarana bagi anggota keluarga untuk
membangun, memelihara, dan bahkan menghancurkan hubungan dalam
keluarga. Orang membentuk keluarga mereka melalui interaksi sosial.
Hubungan keluarga juga diakhiri dengan menggunakan komunikasi.
14
Kejelasan dalam komunikasi berarti isi dari topik pembicaraan dapat
dengan mudah dipahami.
Jalur komunikasi yang baik adalah tetap mempertahankan topik
ketika berbicara dengan lawan bicara, artinya tidak mengalihkan
topik pembicaraan ketika lawan bicara belum selesai bicara tentang
suatu topik.
Rasa hormat dan penghargaan berkaitan dengan aspek afektif dari
komunikasi.
15
lebih banyak apresiasi, hal-hal yang menyenangkan, afirmasi,
dukungan, dan ucapan terima kasih.
16
Karena pada masa ini anak akan lebih sering berada dan
berinteraksi dengan orang luar. Maka diperlukan sekali kepekaan
sosial yang tinggi pada diri anak. Dan sifat adaptif agar anak dapat
bertahan pada saat ia berada dilingkungannya.
2) Tempramen
17
lahir perhatian orangtua terpecah fokus karena ada kakaknya yang
juga membutuhkan perhatian. Anak pertama mendapatkan
penilaian yang lebih dalam bidang intelegensinya, keberhasilan
akademisnya dan motivasi.
Kemampuan Coping dan Stress
Orang tua yang merasa lelah, khawatir atau sakit membuat ia
sering kehilangan kontrol kehidupannya, dan cenderung bersifat
tidak sabar. Hal ini dapat menimbulkan stress. Namun tidak semua
yang tertekan akan menyebabkan disfungsi keluarga.
Lingkungan Sosial
Hal ini mencakup hubungan orangtua dengan anak dan
hubunganya dengan yang lain. Lingkungan sosial mencakup
mikro-ekosistem seperti keluarga itu sendiri, mensosistem
misalnya teman anak dengan orang tua. Makrosistem seperti
kebiasaan, kebudayaan, kondisi negara dan lain lain.
Status ekonomi dan sosial
Hal ini mencakup latar belakang orangtua seperti tingkat
pendidikan, pendapatan dan pekerjaan orangtua. Perbedaan
pekerjaaan akan mengakibatkan perbedaan dalam pola
pengasuhan seperti bagaimana orangtua membagi konsentrasinya
dan mengatasi stress.
Dukungan social
Hal ini mencakup pendapat masyarakat mengenai tindakan
orangtua terhadap anak. Dukungan sosial yang diberikan termasuk
juga emosional.
Karakteristik orangtua
Keperibadian, orang dewasa berada dalam tingkat
kedewasaan, tenaga, kesabaran, intelegensi dan sikap. Hal ini
akan mempengaruhi sensitivitas pada kebutuhan anak, harapan
terhadap anak serta kemapuan mengatasi tuntutan sebagai
orangtua
18
Sejarah perkembangan orangtua, hal ini termasuk masa
kanak-kanak orangtua itu sendiri yang akan mempengaruhi
pola asuhan yang akan mereka terapkan. Saat menjadi orangtua
mereka akan cenderung menerapkan apa yang didapat saat
masa kanak-kanak.
Kepercayaan dan pengetahuan, orang tua memiliki ide
masing-masing dalam mengasuh anak dan hal ini termasuk
sejauh mana pengetahuan mereka tentang cara mengasuh anak
melalui berbagai media. Hal ini berkaitan erat dengan
perilakunya dalam mengasuh anak.
19
e. Dampak Pola Pengasuhan Autoritatif
Anak yang memiliki orangtua dengan pola asuh seperti ini ceria,
cenderung kompeten secara sosial, energik, bersahabat, memiliki
keingintahuan yang besar, dapat mengotrol diri, memiliki harga diri yang
tinggi, bahkan memiliki prestasi akademis yang tinggi (Martin &
Colbert, 1997). Bentuk pola pengasuhan ini di anggap paling ‘sehat dan
normal’ dibandingkan pola pengasuhan yang lain (Sprinthall & Collins,
1995). Pola pengasuhan ini memberikan kesempatan pada anak untuk
berkembang ke arah positif (Brek dalam Prasetyawati, 2000). Menurut
Baumrind, dkk dalam Martin & Colbert, 1997, pola pengasuhan
autoritatif dintadai dengan tiga perilaku pengasuhan, yaitu kehangatan
(warmth), keseimbangan kekuasaan (balance of power), dan adanya
tuntutan (demandingness).
20
lansia. Menurut Hakim (2000), dalam belajar ada faktor-fatktor yang
dapat mempengaruhinya antara lain:
a. Faktor Internal
Faktor Jasmani
Berupa kesehatan jasmani dan kesiapan fisik individu untuk
belajar. Hal ini diluar faktor kecacatan yang dimiliki seseorang.
Ketika seseorang belajar namun kondisi fisiknya sedang sakit
maka dia tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal seperti
saat fisiknya sehat. Jadi dalam proses belajar dibutuhkan dengan
istirahat yang cukup dan mengkonsumsi makanan yang bergizi
sehingga kesehatan akan tetap terjaga.
Faktor Psikis
Yang termasuk pada faktor psikis ini adalah intelegensi.
Intelegensi dijadikan modal awal untuk keberhasilan sebuah
pembelajaran.Selain itu ada modal konsentrasi. Faktor konsentrasi
menentukan sejauh mana seseorang dapat mencerna apa yang
diajarkan. Keberhasilan proses belajar juga ditentukan oleh faktor
kepribadian. Orang yang memiliki kecemasan yang tinggi akan
menghambat keberhasilan belajar oleh kecemasannya itu sendiri.
Namun kecemasan pada kevel tertentu dapat memberikan
pendorong atau pemicu agar dia lebih maju. Gaya belajar anak
atau kekuatan yang dimiliki anak dalam belajar apakah itu
audiotoris, visual, ataupun kinetis mempengaruhi dalam
penerapan metode belajar apa yang cocok digunakan oleh anak.
a. Faktor Eksternal Lingkungan keluarga
Penelitian membuktikan bahwa anak yang orang tuanya terlibat
dalam kegiatan sekolah memiliki kehadiran dan sikap yang baik
dilingkungan sekolahnya. Keikutsertaan orangtua dalam kegiatan
sekolah anak merupakan dukungan yang diberikan orangtua. Pola
asuh sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar.
21
Lingkungan sekolah
Orang tua memilih sekolah mana yang akan dijadikan tempat bagi
anaknya untuk menuntut ilmu. Sekolah sebagai institusi formal
dimana anak akan menghabiskan waktunya disekolah. Sekolah
sebagai peranan penting dalam prestasi belajar anak. Hal-hal yang
mempengaruhi dalam lingkungan sekolah adalah guru, lokasi
sekolah, kualitas lulusan, fasilitas yang disediakan dan tata tertib
sekolah.
Lingkungan masyarakat
Didalam lingkungan masyarakat anak akan tumbuh dan
berkembang. Hubungan interaksi dengan lingkungannya seperti
masyarakat, kebudayaan secara tidak langsung mempengaruhi
norma, kebiasaan, adat, pandangan dan perilaku yang pada
akhirnya juga mempengaruhi kebiasaan belajar yang dimiliki.
Waktu
Sejauh mana anak dapat membuat time management untuk
kegiatan sehari-harinya merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan belajarnya. Ketidakmampuan dalam
mengatur waktu merupakan faktor utama penyebab kegagalan
belajar anak.
22
yang sesuai dengan kemampuan anak, penekanan pada peraturan yang
konsisten. Komunikasi yang terbuka serta menghormati keberadaan
Anak yang memiliki kebiasaan baik dalam belajar cenderung memiliki
presatasi dalam sekolah dan sepanjang hidupnya (Rimm 1995). Faktor
yang membantu prestasi anak adalah dirinya sendiri, orangtua, guru, dan
lingkungannya. Beberapa hal yang dapat membantu anak
mengembangkan kebiasaan belajar :
Memiliki jadwal belajar khusus yang disusun oleh dirinya sendiri
dan orangtua.
Untuk mengajarkan anak kemandirian.
Memberikan reward (pujian) disesuaikan dengan kemajuan yang
dicapai.
Mencoba mengenali kekuatan anak dalam belajar agar orangtua
dapat mencarikan teknik belajar dan strategi belajar yang tepat.
o Pikiran lebih terfokus pada hal-hal yang baru dialami atau akan
dilakukan anak dalam belajar
o Pikiran terganggu oleh cita-cita yang sangat diimpikan. o Telalu
banyak kegiatan. o Masalah hidup yang berat.
o Gangguan disekitar lingkungan belajar.
o Pelajaran yang sulit atau guru yang tidak disukai.
o Materi yang terlalu banyak, sehingga anak merasa tidak sanggup
menyelesaikan.
o Anak terlalu sering menunda tugas sehingga menumpuk, atau
belajar pada waktu yang singkat sehingga anak khawatir tidak
dapat menyelesaikan tugas atau lulus ujian dengan baik.
23
• Membantu anak dalam membagi watu yang sesuai bagi seluruh
kegiatan anak sehari-hari.
24
F. MANAJEMEN KEUANGAN KELUARGA
Sikap dan kebiasaan perilaku konsumtif yang berbeda dari masing-masing
pasangan akan menjadi hal utama pemicu konflik dalam keuarga. Tidak
sedikit calon pasangan membuat surat perjanjian pembagian harta sebelum
pernikahan untuk menghindari konflik dikemudian hari. Konflik yang timbul
tidak hanya bertumpu pada keluarga yang kurang mampu secara finansial,
namun perselisihan juga dapat terjadi pada keluarga yang telah mapan akibat
pengelolaan keuangan yang tidak bijak.
Manajemen keuangan keluarga merupakan upaya pengelolaan keuangan
keluarga secara terstruktur yang meliputi perencanaan keuangan keluarga,
penyusunan budget/anggaran, analisis sumber penghasilan, dan pengeluaran
(cash flow) keluarga, untuk mewujudkan sasaran-sasaran dan tujuan keluarga.
Sasaran tersebut dapat bersifat jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang.
Implementasi dari manajemen keuangan keluarga diharapkan dapat
menghindari konflik dalam pernikahan yang terjadi akibat pengelolaan
keuangan yang tidak bijak. Ada lima proses yang dapat dilakukan oleh
keluarga untuk mengatasi konflik akibat masalah keuangan, yaitu :
a. Instropeksi
Sebaiknya masing-masing pasangan terbuka terhadap sikap dan kebiasaan
dalam mengelola keuangan. Sebagai contoh, apakah suami cenderung
boros atau istri yang gemar menabung, namun sangat konsumtif dalam hal
keperluan si anak. Saling pengertian antara kedua pasangan mutlak
diperlukan untuk terbentuknya sasaran keuangan keluarga.
b. Diskusi
Dalam diskusi tersebut hendaknya dapat mengakomodasi keinginan
masing-masing pasangan sehingga terbentuk sinergi dan kerjasama dalam
mebangun keuangan dalam keluarga. Selain itu, pasangan dapat juga
membahas sumber-sumber penghasilan keluarga dan pembagian tugas
untuk memenuhi seluruh pengeluaran yang timbul dalam keluarga.
25
c. Solusi
Sikap yang berbeda terhadap masalah keuangan dapat diatasi dengan
menentukan sasaran bersama (goals) dalam pengelolaan keuangan
keluarga.Suami dan istri juga dapat menyusun rencana tindakan-tindakan
untuk mengatasi perbedaan sikap tersebut serta menetapkan
langkahlangkah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Misalnya
dengan memakai “sistem amplop” untuk melatih kedisiplinan keluarga dan
mengontrol seluruh pos pengeluaran setiap bulannya. Pemilihan aset
investasi untuk jangka panjang juga hendaknya dibicarakan sesama
anggota keluarga.Bantuan tenaga konsultan keuangan dalam penyusunan
perencanaan keuangan juga cukup diperlukan.
d. Implementasi
Tahapan selanjutnya kedua pasangan melakukan hal-hal yang telah
ditetapkan untuk mencapai sasaran keuangan keluarga. Komitmen bersama
mutlak diperlukan dalam membina harmonisasi keluarga. e. Evaluasi
Umpan balik dan evaluasi secara berkala (apakah trimester atau semester)
perlu dilakukan untuk memonitor pelaksanaan pengelolaan keuangan.
Selain itu, perubahan atas peningkatan sumber penghasilan juga dapat
dijadikan landasan bagi penyesuaian sasaran lainnya ataupun pembuatan
sasaran keuangan yang lebih baru dan mengakomodasi seluruh keluarga.
26
a. Model Biopsikososial
Model biopsikososial merupakan perspektif dalam psikologi kesehatan
yang berasumsi bahwa kondisi sehat maupun sakit yang dialami individu
merupakan konsekuensi dari saling keterkaitan antar aspek biologis,
psikologis dan sosial dalam kehidupan individu (Engel, 1977, 1980;
Kazarian & Evans, 2001 dalam Sarafino, 2008; Suls & Rothman, 2004).
Model biopsikososial merupakan dasar konseptual bagi para psikolog
kesehatan dalam perannya sebagai peneliti, praktisi, dan pembuat
kebijakan (Anderson, 1998; Engel, 1977; Kaplan, 1990; Matarazzo, 1980;
Schwartz & Weiss, 1987 dalam Suls & Rothman, 2004).
Menurut model biopsikososial, penanggulangan penyakit
melibatkan faktor sosial. Keluarga berperan penting dalam mengajarkan
perilaku sehat dan mendorong upaya-upaya untuk menjalankan gaya hidup
sehat. Berbagai penelitian menunjukan pentingnya memerhatikan konteks
keluarga dalam suatu penyakit (Pinsof & Lebow, 2005).
Menurut Sarafino (2008), model biopsikososial mengasumsikan
bahwa upaya penanggulangan penyakit perlu memerhatikan kontribusi
faktor biologis, psikologis, dan sosial terhadap penyembuhan penyakit.
Faktor biologis meliputi materi-materi genetik dan proses-proses yang
berperan dalam menurunkan karakteristik-karakteristik tertentu dari
orangtua individu serta aspek-aspek fungsi fisiologis.
Faktor psikologis mencakup perilaku dan proses-proses mental, yang
meliputi kognisi, emosi, dan motivasi.
Faktor sosial meliputi hubungan individu dengan individu lainnya,
seperti keluarga dan teman.
b. Perilaku Sehat
Perilaku sehat adalah perilaku yang dijalankan individu untuk
meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya (Taylor, 2006).
Menjalankan perilaku sehat memiliki sejumlah keuntungan, antara lain
meningkatkan usia harapan hidup dan mengurangi angka kematian yang
27
disebabkan penyakit kronis. Peningkatan usia harapan hidup ini perlu
diimbangi dengan peningkatan kesehatan, yaitu dengan menerapkan gaya
hidup sehat, agar penduduk Indonesia dapat menikmati hidup secara
produktif tanpa menderita penyakit kronis.
a) Pola Makan Sehat
Mengatur pola makan sehat dapat membantu meningkatkan
kesehatan. Perubahan dalam berbelanja, perencanaan menu, cara
memasak, dan perubahan pola makan merupakan hal-hal yang perlu
dilakukan untuk membentuk kebiasaan makan yang sehat. Ada
beberapa hal yang memengaruhi pemilihan makanan, antara lain rasa,
tekstur, dan penampilan makanan, pola makan pada masa anak-anak,
rutinitas dan kebiasaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi,
iklan dan perubahan sosial. Faktor sosial dan pengalaman juga turut
menentukan pola makan individu. Jenis-jenis makanan tertentu lebih
banyak tersedia di lingkungan, seperti rumah, sekolah, atau tempat
kerja, tergantung pada faktor budaya dan ekonomi (Sarafino, 2008).
Dukungan sosial dari keluarga dan orang lain, seperti teman dan rekan
kerja, turut mempengaruhi konsumsi buah dan sayur (Steptoe,
PerkinsPorras, Rink, Hilton & Cappucino, 2004).
b) Mengontrol Berat Badan
Meningkatnya prevalensi obesitas pada anak dan orang dewasa
memerlukan perhatian yang serius karena obesitas diasosiasikan
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Kuezmarski, Fiegal,
Campbell & Johnson, 1994 dalam Goldfield & Epstein, 2002) dengan
timbulnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, dan diabetes
(DiMatteo, 2002).
Pencegahan kelebihan berat badan harus dimulai sejak usia dini.
Masa kanak-kanak merupakan waktu yang ideal untuk membentuk
pola makan dan aktivitas untuk mencegah individu memiliki berat
badan berlebih. Upaya-upaya pengontrolan berat badan anak dilakukan
dengan memerhatikan pola makan dan aktivitas fisik, yang melibatkan
28
orangtua. Orangtua memberi contoh dan mendorong pola makan dan
aktivitas fisik. Orangtua disarankan untuk mendorong aktivitas fisik
anak, mengurangi pembelian makanan yang tinggi kolesterol dan
manis, menghindari restoran cepat saji (fast food), memberikan
buahbuahan dan makanan sehat lain, memastikan anak makan
makanan sehat pada waktu makan pagi dan tidak ngemil makanan
tinggi kalori pada malam hari, dan memonitor berat badan anak
berdasarkan Body Mass Index (Peckenpaugh, 2003; Streigel-Moore &
Rodin, 1985 dalam Sarafino, 2008).
c) Olahraga Secara Teratur
Olahraga berperan dalam menjaga kesehatan fisik dan mental.
Berolahraga secara teratur membantu mencegah kelebihan berat badan,
diabetes tipe 2, penyakit jantung, jenis kanker tertentu seperti kanker
payudara, protat, usus besar dan osteoporosis (DiMatteo & Martin,
2002; Sallis & Owen, 1999 dalam Sarafino 2008; Wardlaw, Hampl &
DiSilvestro, 2004). Olahraga secara teratur juga memiliki manfaat
psikososial, antara lain menurunkan stress dan kecemasan serta
meningkatkan Self-esteem (DiMatteo & Martin, 2002).
Perilaku berolahraga juga berhubungan dengan pengaruh dari
lingkungan sosial, yang meliputi pemberian contoh dan dorongan dari
keluarga dan teman. Individu yang berolahraga cenderung berasal dari
keluarga yang juga berolahraga (Taylor, 2006). Orang dewasa yang
berolahraga cenderung memiliki pasangan yang mendorongnya untuk
berolahraga. Anak-anak dan remaja yang berolahraga cenderung
memiliki teman atau keluarga yang juga berolahraga (Dishman, Sallis
& Orenstein, 1985; Gottleib & Baker, 1986; Sallis et.al., 198 dalam
Sarafino, 2008).
d) Tidak Merokok
Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, tidak hanya
individu yang merokok, tetapi juga orang yang berada di dekatnya.
Perokok pasif, yaitu individu yang berada di sekitar perokok, memiliki
29
resiko menderita penyakit akibat rokok yang besarnya sama dengan
perokok. Merokok pada umumnya dimulai di usia remaja. Faktor
psikososial yang berhubungan dengan perilaku merokok di usia remaja
antara lain stres dan efek negatif, teman sebaya, proses coping, dan
keluarga (Wills, Resko, Ainette, & Mendoza, 2004). Remaja memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk merokok jika orangtua dan
teman-teman mereka merokok. Menurut model pengaruh sosial,
perilaku merokok oleh orangtua dan teman sebaya merupakan faktor
resiko yang terjadi melalui modelling atau pengasuh secara langsung
(Wils, Resko, Ainette & Mendoza, 2004). Keluarga yang memberi
dukungan dan proses coping yang aktif merupakan faktor protektif
(Wils, Resko, Ainette & Mendoza, 2004). Timbulnya perilaku
merokok pada usia remaja diasosiasikan dengan teman sebaya dan
orangtuanya yang merokok, sedangkan berhentinya perilaku merokok
pada usia dewasa diasosiasikan dengan kurangnya teman dan orangtua
yang merokok.
e) Tidak Mengonsumsi Alkohol dalam Jumlah Berlebih
Perilaku minum alkohol pada umumnya dimulai di usia remaja dan
kadang-kadang di usia kanak-kanak. Faktor sosial dan budaya turut
berperan dalam timbulnya perilaku minum alkohol. Individu yang
mengalami ketergantungan alkohol memiliki karakteristik psikososial
tertentu. Mereka cenderung mempresepsi konsekuensi negatif yang
lebih sedikit terhadap perilaku minum alkohol, mengalami stress yang
tinggi, dan tinggal di lingkungan yang mendukung perilaku minum
alkohol. Individu yang memiliki sejarah keluarga alkoholik cenderung
mengembangkan toleransi terhadap alkohol (Morzorati et al., 2002;
Turkkan, McCaul, & Stitzer, 1989; dalam Sarafino, 2008).
30
meliputi faktor belajar (learning), faktor sosial, kepribadian, dan emosi,
serta faktor kognitif
a. Faktor Belajar.
Perilaku sehat dipelajari terutama melalui metode berikut :
Pengondisian operan (operant conditoning)
Perilaku sehat dapat dipelajari melalui pengondisian operan.
Tingkah laku atau respons dapat dipelajari karena tingkah laku
tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam lingkungan
(Smith, Nolen-Hoeksema, Fredrickson, & Loftus, 2003). Jika
respons menghasilkan suatu perubahan, dimana perubahan
lingkungan dapat berupa hadiah atau penguat (reinforcement)
positif, maka tingkah laku tersebut cenderung diulang.
Model (modelling)
Individu dapat mempelajari perilaku baru melalui observasi
yang dilakukannya terhadap perilaku orang lain. Konsekuensi
yang diterima model memengaruhi perilaku individu yang
mengamati (Bandura, 1969, 1986 dalam Sarafino, 2008).
Faktor Sosial, Kepribadian dan Emosi
Faktor sosial turut memengaruhi individu dalam menjalankan perilaku
sehat. Salah satu faktor sosial tersebut adalah dukungan dari orang lain
dalam menjalankan perilaku yang meningkatkan kesehatan, misalnya
olahraga. Stres juga berpengaruh terhadap perilaku sehat, misalnya
pola makan. Tingkat stres yang tinggi berhubungan dengan
meningkatnya kecenderungan untuk mengonsumsi makanan yang
lebih berlemak dan lebih sedikit mengonsumsi buah dan sayursayuran,
makan pagi cenderung berkurang, tetapi lebih banyak mengonsumsi
makanan kecil atau cemilan (cartwright, 2003 dalam Taylor 2006).
b. Faktor Kognisi
Kognisi dapat menjadi sasaran modifikasi perilaku. Salah satu tipe
strategi kontrol kognisi, yaitu dengan secara selektif memberikan
perhatian atau berfokus kepada sesuatu selain fenomena yang
31
menyebabkan stress (DiMatteo, 2002). Metode cognitive restructuring
merupakan metode untuk memodifikasi monolog internal yang banyak
digunakan dalam treatment terhadap stres (Meichanbaum & Cameron,
1974 dalam Taylor, 2006).
32
yang mengalami ketegangan dalam interaksi antara suami dan istri (Clay et
al., 1995; Frank et al., 1998 dalam Elliot & Rivera, 2003)
33
telah memiliki kecurigaan sebelumya bahwa ada sesuatu yang tidak beres
pada anak mereka. Orangtua mungkin tidak akan merasa percaya
terhadap hal tersebut dan berpikir bahwa hal ini hanya terjadi pada orang
lain, bukan pada diri mereka (Pueschel,Bernier dn Weidenman,19988)
Umumnya para peneliti dan para ahli di bidang klinis menyatakan
bahwa orangtua akan melewati serangkaian tahapan setelah menyadari
bahwa anaknya berkebutuhan khusus. Serangkaian tahapan tersebut
meliputi adanya perasaan terkejut dan terganggu, penyangkalan,
kesedihan, kecemasan dan ketakutan, kemarahan hingga akhirnya terjadi
adaptasi. Namun, tahapan tahapan reaksi ini tidak selalu berjalan
berurutan da dikatakan bahwa respons tersebut normal dalam situasi yang
menimbulkan stress (Pueschel, Bernier, dan Weidenman, 1998).
Orangtua dengan anak berkebutuhan khusus kerap bergumul
dengan perasaan bahwa mereka turut tanggung jawab atas kondisi yang
dialami oleh anak. Meskipun tidak ada dasar yang jelas terhadap
pemikiran tersebut, dalam banyak kasus, rasa bersalah adalah perasaan
yang paling umum dilaporkan oleh orangtua dari anak berkebutuhan
khusus.
Tetapi untuk beberapa orangtua, kehadiran anak yang mengalami
kesulitan tertentu memengarui harga diri mereka. Mereka merasa bahwa
hal tersebut tidak hanya berdampak bagi mereka, tetapi juga
menimbulkan kekecewaan bagi seluruh anggota keluarga (Selikowitz,
1995). Di luar dari adanya bantuan dan dukungan dari kerabat, teman ,
para professional dan orangtua lain, faktor yang palinng penting dalam
proses adaptasi adalah waktu. Walaupun demikian, jika orangtua dengan
anak berkebutuhan khusus mengalami depresi yang berat atau merasa
sangat cemas, disarankank kepada mereka untuk menemui para
professional, seperti psikologi, psikiater atau pekerja sosial yang memang
memiliki kemampuan untuk menolong orang yang mengalami stress.
34
b. Reaksi dari Saudara Kandung
Saudara kandung dari anak berkebutuhan khusus sering
mengalami emosi yang sama yang juga dialami oleh orangtua. Bahkan,
mereka bisa lebih sulit dalam menghadapi perasaan ini dibandingkan
orangtua mereka, terutama saat mereka lebih muda. Selalu timbul rasa
malu, minder, dan tidak mau terlihat berbeda dari orang lain, dalam fase
ini bila ia memiliki saudara yang berkebutuhan khusus, ia akan
menghindar agar orang tidak menjauhinya. Walaupun belum pasti,
namun ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa urrutan kelahiran,
jenis kelamin, dan perbedaan usia antara saudara memiliki beberapa
sumbangan terhadap terjadinya proses penyesuaian. Seorang adik yang
memiliki sikap negatif ketika ia mencapai usia remaja karena ia sering
memikul tanggung jawab pengsuhan terhadap saudaranya yang
berkebutuhan khusus tersebut (Burke dalam Hallahan dan Kaufman,
2006).
35
tentu saja sangat menyita waktu. Selain itu ada juga tugas lain seperti
pemberian obat dan latihan terapi fisik yang menjadi keiatan sehari-hari.
Penyesuaiann ini dapat menyita banyak energy, mulai dari sisi intelektual
emosi hinga fisik (Pueschel, Bernier, dan Weidenman,1988). Dengan
adanya tuntutan tuntutan ini, maka penting untuk bersikap tidak
terburuburu. Dengan adanya gambaran yang jelas mengenai kebutuhan
anak, hal ini akan membantu orangtua dengan anak berkebuthan khusus
membuat rencana kedepan.
36
Selain diharapkan dapat menyesuaikan diri sebagai orangtua dari anak
berkebutuhan khusus, orangtua diharapkan juga berperan dalam
mensosialisasikan si anak, memerhatikan hubungan saudara-saudara
dari anak-anak berkebutuhan khusus, merencanakan masa depan dan
perwalian. Selain itu, orangtua juga berperan sebagai konselor dalam
menghadapi perubahan emosi, perasaan dan sikap anak yang sedang
berkembang. Perhatian yang diberikan orangtua dapat
mengembangkan kepribadian dan sebagai pengenalan anak tentang
dirinya.
b. Anak yang berkebutuhan khusus biasanya tidak dapat belajar suatu
keahlian yang penting dengan sewajarnya atau secara mandiri seperti
anak-anak normal. Dengan demikian, orangtua merupakan guru
pertama bagi anak dalam mempelajari keahlian tertentu.
c. Berhubungan dengan komunitas dan institusi
Bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, keterlibatan
dalam proses pendidikan anak merupakan suatu keharusan. Selain itu,
otangtua juga perlu memperoleh pengetahuan khusus dan mempelajari
keahlian-keahlian khusus yang berhubungan dengan kebutuhan
anaknya, dengan mengikuti komunitas ataupun institusi tertentu.
d. Mengambil keputusan
Pilihan tentang alternatif pemecahan masalah yang ditempuh
sehubungan dengan kebutuhan khusus anak sepenuhnya adalah hak
dan tanggung jawab orangtua.
e. Sebagai penasihat advokasi
Kesanggupan orangtua untuk bertanggung jawab sebagai pendukung
dan pembela kepentingan anaknya yang berkebutuhan khusus.
f. Mengasuh dan mendidik anak lainnya
Orangtua harus menyadari pengaruh buruk keberadaan anak
berkebutuhan khusus terhadap anaknya yang normal sedini mungkin
dan mencari solusi terhadap masalah tersebut.
g. Mempertahankan hubungan suami-istri
37
Memiliki anak berkebutuhan khusus biasanya menghadirkan
ketegangan dalam hubungan suami-istri. Ketegangan dapat terjadi dari
perbedaan mengenai siapa yang bersalah atas kondisi anak,
perselisihan mengenai harapan terhadap perilaku anak, dan banyaknya
waktu, uang, energi yang dihabiskan untuk anak yang berkebutuhan
khusus. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk menghabiskan
waktu bersama, walaupun hal ini berarti menunda sementara hal
penting yang lain. Akhir-akhir ini keteribatan orangtua telah
menerima perhatian yang besar dalam pendidikan khusus. Meskipun
hidup dalam keterbatasan dan ketergantungan dengan orang lain,
namun anak berkebutuhan khusus tetap memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan orang kebanyakan. Berdasarkan family-centered
model, ada perubahan pandangan dari otangtua sebagai penerima pasif
atas nasihat yang diberikan oleh professional, menjadi mitra para
professional dalam pengembangan program perawatan dan pendidikan
bagi anak anak mereka yang berebutuhan khusus. Dalam proses
pendidikan khusus, keluarga, terutama orangtua, merupakan bagian
yang penting dan tak terpisahkan (Fox dan William, dalam
Restiningtyas, 2009).
38
2) Kekerasan psikologis, misalanya mengancam, merendahkan, menuduh
pasangan berselingkuh tanpa bukti, dll.
3) Kekerasan berdimensi ekonomi, misalnya istri tidak diberi nafkah,
salah satu pasangan menguasai harta atau mengambil penghasilan dari
pasangan, dll.
4) Kekerasan seksual, misalnya memaksa melakukan hubungan seks
dengan cara-cara yang tidak disetujui oleh pasangannya, dll.
5) Kekerasan spiritual, misalnya merendahkan keyakinan korban,
memaksa pasangan untuk memilih keyakinan yang tidak diyakini,
memaksa korban melakukan aktivitas ritual tertentu.
Konflik
Bulanmadu Kekerasan
Minta Maaf
Keterangan:
Di awal hubungan suaasana berlangsung baik, di mana pasangan saling
perhatian atau setidaknya bersikap sopan. Kemudian, terja
39
ketengangan sehingga memicu terjadinya kekerasan. Setelah kekerasan
terjadi, ketegangan mulai menurun karena pelaku akan meminta maaf
atau berjani tidak akan menggulangi perilakunya. Lalu, masuk fase
nulan madu di mana semuanya akan kembali baik. Namun, kemudian
siklus ini kembali terulang dan semakin lama semakin cepat terulang
dan semakin intens.
40
e. Memiliki sejarah kekerasan dalam keluarga. Hal yang perlu
diperhatikan, sebab seseorang akan memiliki kecenderungan
mengulang pola kekerasan yang ada pada keluarganya, sehingga
apabila seorang pernah menerima kekerasan dalam keluarga, maka
pola tersebut cenderung akan berulang.
f. Menerima perasaan takut sendirian. Kadangkala ketakutan akan
kesendirian membuat sebagian orang mengabaikan
karateristikkarateristik yang berbahaya dari pasangannya dan
melakukan toleransi-toleransi yang menurrutnya dapat
mempertahankan perhatian yang dimilikinya.
Minimnya informasi yang diperoleh juga sering kali membuat korban tidak
mengerti langkah-langkah apa saja yang harus ia lakukan untuk keluar dari
lingkaran kekerasan. Penyelesaian permasalahan KDRT ini tentunya
bukan menjadi tanggung jawab dari stu pihak saja, tetapi harus ada
kerjasama yang kuat dari pemerintahan, masyarakat, institusi pendidikan,
organisasi masyarakat, dan juga individu itu sendiri.
41
Menceritakan apa saja yang dialaminya kepada orang lain,
Melapor kepada polisi apabila terjadi penganiayaan, dan
Meminta pemeriksaan dokter atas luka yang diderita.
Maka perlu adanya pemberdayaan terlebih dahulu paada diri korban yang
akhirnya diharapkan dapat membantu korban untuk bangkit dan
melakukan sesuatu terhadap kekerasan yang dialaminya. Dna pabila dapat
melindungi dirinya sendiri, maka ia juga dapat melindungi dan mencegah
anggota keluarga yang lin dari perilaku kekerasan
42
Pikirkan hal-hal positif dari masa lalu, seperti pengalaman
prestasi, kesuksesan atau apa pun dan gunakan hal tersebut untuk
memulai sesuatu.
Buat tujuan masa depan. Mualilah dari tuhuaj=n-tujuan kecil yang
realis, diamana kita sudah memiliki sumber pendukung untuk
meraih tujuan tersebut.
Mengubah pikiran negatif, dengan cara:
o Sadari pikiran negatif itu, pahami kapan dan apa pemicu
43
c. Belajar memenuhi kebutuhan, dengan cara:
Berhenti menuntut diri bahwa kita selalu mampu memberi.
Lakukan hal-hal yang membuat kita merasa berguna.
Memanjakan diri dengan esenangan yang sederhana.
Yakin, bahwa kita adalah individu yang merdeka dan bebas
menentukan pilihan.
44
sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai
bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat
dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya
terbatas sebagai penerus keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai
kepribadian seseorang yang dapat dirunut dari keluarga.
45
sosial di lingkungan keluarga, masyarakat maupun bangsa (Gunarwan,
2005 : 10).
46
Berdasarkan fungsi yang telah dijelaskan, maka dalam membentuk
masyarakat yang berkompeten sebuah keluarga saling
ketergantungan dengan keluarga yang lain
47
adalah faktor keluarga. Jelas bahwa angka bunuh diri yang terungkap
ini hanya merupakan fenomena gunung es. Artinya, ada begitu
banyak usaha bunuh diri yang tidak terungkap.
d. Hubungan seks yang tidak wajar dan video mesum kian marak.
Pelakunya mulai dari anak sekolah, pegawai negeri, pejabat tinggi
negara, selebriti, dan sebagainya. Seks telah kehilangan unsur
sakralnya dan menjadi barang mainan yang murah harganya, menjadi
tontonan umum, mulai dari mereka yang berusia anak-anak hingga
orang dewasa. Hubungan seks yang mewakili kesatuan antara suami
dan istri sedemikian mudah dilakukan hanya untuk kesenangan.
e. Di sana-sini terdengar kabar tentang pembunuhan, penganiayaan,
dan penelantaran, baik antar pasangan, antara ayah dan ibu terhadap
anak-anak mereka, atau juga yang dilakukan oleh anak terhadap
orang tuanya.
Berbagai peristiwa ini memperlihatkan bahwa keluarga bukan lagi
merupakan tempat yang aman bagi anggota keluarga.Sebaliknya,
bisa jadi rumah adalah tempat yang paling berbahaya buat anak-anak
dan anggota keluarga.
f. Angka gangguan jiwa, kecanduan narkoba, disorientasi seksual, dan
penyakit menular seksual terus berakumulasi dalam jumlah yang
sangat luar biasa menandakan ada yang salah yang sedang terjadi
dalam keluarga
48
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sama, yaitu mencapai
kehidupan masyarakat yang harmonis dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara dengan baik. Kepada setiap pembaca yang
merupakan sebuah keluarga yang merupakan kelompok terkecil dalam
masyarakat agar menerapkan perilaku yang baik dalam setiap fungsi yang
harus di terapkan dalam masyarakat dan tidak menyimpang dari
fungsifungsi tersebut .
49
DAFTAR PUSTAKA