Anda di halaman 1dari 3

PSIKOLOGI DAN KEPEMIMPINAN PERWIRA

DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS


DI SATUAN

Psikologi berakar pada filsafat ilmu dimulai sejak zaman Aristoteles sebagai ilmu
jiwa, yang merupakan ilmu kekuatan hidup (Levens beginsel). Aristoteles melihat psikologi
sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan
(Anima), sehingga setiap makhluk hidup memiliki jiwa.

Dalam militer, psikologi digunakan sebagai bagian dari perspektif dukungan


kesehatan militer. Psikologi militer sebagai aplikasi dari penelitian teknologi, prinsip, dan
metode psikologi dalam lingkungan militer untuk mengatasi tantangan yang mengarah
pada peningkatan kemampuan pasukan dan mencegah berkurangnya potensi
kemampuan pasukan karena efek kegiatan pasukan lawan. Tujuan umum psikologi militer
dalam organisasi militer adalah untuk menyediakan dan menerapkan metode-metode
psikologis yang terbukti secara ilmiah dan sarana untuk berkontribusi pada tugas-tugas
organisasi militer dalam membantu kekuatan personel militer untuk mencapai misi
operasionalnya dengan berkontribusi antara lain untuk mengembangkan kemampuan,
kesiapan tempur, efektivitas operasional dan mengembangkan kekuatan.

Keberadaan seorang prajurit TNI AD yang telah dibekali ilmu pengetahuan baik
dari sudut ilmu kemiliteran maupun ilmu pengetahuan umum, maka Perwira memiliki
beban yang cukup berat di pundaknya. Harapan yang muncul kemudian adalah, dapat
diandalkan untuk mampu membawa TNI AD menjadi sebuah institusi kemiliteran yang
profesional dan senantiasa dapat mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan sesuai
dengan misi TNI AD yang ingin menciptakan para prajurit TNI AD yang PEEM
(Profesional, Efektif, Efisien, dan Modern).

Dari uraian latar belakang diatas, didapatkan rumusan permasalahan antara lain
kesiapan Prajurit yang memiliki trauma dalam penugasan, dihadapkan pada resiko
yang tinggi baik dari segi ancaman psikis dan ancaman fisik.

Setiap orang akan menghadapi trauma yang berbeda dan penerimaan yang
berbeda pula terhadap trauma tersebut. Prajurit bisa saja menjadi termotivasi penuh
namun juga bisa mengalami demotivasi (penurunan motivasi) akibat tekanan atau
tantangan yang dihadapi dalam perang konvensional. Dimana mereka harus mampu
mengambil keputusan yang menyangkut nyawa atau kehidupan orang lain dan
mengoperasikan alat peralatan militer. Prajurit bisa saja mendapat cidera, sakit,
kehilangan harapan dan munculnya tekanan untuk meyakini sesuatu atau hal-hal spiritual
lainnya.

Dukungan kesehatan pertahanan untuk pasukan militer mengembangkan


pemahaman yang jelas tentang dimana dukungan psikologis militer akan diperlukan atau
peran psikologi militer diberikan dalam hal waktu, ruang, sumber daya dan tujuan.
Dukungan psikologi diberikan bukan hanya sebagai “reactive discipline” tetapi juga
proaktif untuk memastikan kesiapan tempur. Dukungan psikologi akan diperlukan untuk
memastikan kesiapan pengerahan prajurit tempur, melakukan perawatan guna
mendukung kesiapan tempur dan memberikan bantuan terhadap personel yang
mengalami trauma. Dalam hal ini, dukungan terhadap prajurit diberikan baik secara
individu dan tim, serta pada saat akan dikerahkan, selama pertempuran hingga setelah
pertempuran, yaitu untuk penyesuaian diri kembali ke lingkungan sosialnya.
Dari latar belakang permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya dan kajian yang
mendalam dan signifikan dari semua aspek yang ada dalam menentukan langkah
selanjutnya. Sebagai seorang Perwira yang telah diberikan ilmu pengetahuan yang cukup
baik segi teknis dan taktik kemiliteran maupun disiplin ilmu pengetahuan umum, maka
kredibilitas/nama baik sebagai Perwira mendapatkan suatu tantangan dari adanya
permasalahan yang dihadapinya dalam satuan yang baru saja ia tempati.

Sebagai upaya untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di satuan, maka


langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

a. Force Preparation, persiapan kekuatan yang diberikan ketika fase pre-


deployment yang bertujuan untuk membantu perkembangan kesiapan psikis dari
prajurit baik secara individu, tim ataupun kontingen.

b. Force Maintenance, pemeliharaan kekuatan yang diberikan dengan tujuan


untuk meminimalisir terjadinya permasalahan seperti berpura-pura sakit, gangguan
mental, desertasi, pembunuhan sesama pasukan sendiri (saudara) dan cedera
yang diakibatkan oleh diri sendiri.

c. Force Enhancement, peningkatan kekuatan dari prajurit baik secara


individual, team dan unit/kontingen yang dapat dioptimalkan melalui proses yang
berkelanjutan dan akan dapat dilihat sebagai tingkatan. Peningkatan kekuatan dan
pemeliharaan kekuatan diberikan pada saat fase deployment.

d. Force Transition, pada fase transisi yang terjadi pasca penugasan, biasanya
terdapat tantangan dalam penyesuaian diri kembali. Seperti penyesuaian terhadap
kehidupan berkeluarga, bersosial dengan masyarakat dan pengalaman-
pengalaman yang melelahkan atau menyebabkan reaksi stress. Dalam tahap ini
intervensi dapat diimplementasikan untuk membantu mengembangkan reintegrasi,
motivasi untuk bekerja dan komitmen terhadap militer, yang sekaligus menyiapkan
kesiapan psikis untuk menghadapi penugasan selanjutnya. Force transition ini
diberikan pada fase post-deployment.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk menghadapi permasalahan-


permasalahan yang terjadi di satuan, pendekatan secara psikologi yang menyentuh
kondisi kejiwaan para prajurit maupun keluarganya akan sangat efektif untuk dilakukan.
Oleh karena itu, keberadaan seorang pimpinan sangat menentukan untuk kelancaran
pelaksanaan kegiatan konseling/bimbingan di lingkungan satuan. Di lain pihak, bagi
seorang Perwira adanya kemampuan dan kesanggupan dalam memecahkan persoalan
yang terjadi di lingkungan satuan akan semakin dapat memantapkan kredibilitasnya
sebagai Perwira yang handal guna menghadapi tantangan tugas satuan di masa depan.

Dalam penyiapan satuan dalm menghadapi penugasan disarankan agar


dilaksanakan aktifitas psikologi dalam militer guna mendukung keberhasilan pencapaian
tujuan antara lain :

1. Merekrut dan menyeleksi personel yang sesuai dengan kebutuhan tenaga


militer disesuaikan dengan potensi dan pribadi yang dimiliki dari calon personel
sesuai dengan jumlah kebutuhan

2. Memonitor dan menguji kesehatan mental untuk tugas militer, hal tersebut
perlu dilakukan guna memastikan kesehatan mental personel terhadap
kesanggupan melaksanakan kewajiban sebagai prajurit militer sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab dari jabatan yang dibutuhkan.

3. Penilaian psikologis seperti survey kesiapan psikis dalam menghadapi


pertempuran, seleksi, klasifikasi psikologi, dan penilaian-penilaian lainnya.

4. Mmemberikan pelatihan pengembangan keterampilan psikologis dari


personel yang dapat mendukung kesiapan tempur, kesiapan tugas,
pengembangan ketahanan diri dan kesehatan mental serta kesejahteraan diri
secara umum.

5. Meningkatkan dan menjaga semangat dan motivasi prajurit, Support to


civilians, upaya dalam memberikan dukungan untuk warga sipil yang berada dalam
daerah konflik agar meminimalisir tingkat stress pada warga.

Referensi

1. Naskah Sekolah tentang Psikologi Umum untuk Pendidikan Perwira TNI AD Nomor
Kep/20/XII/2018 tanggal 20 Desember 2018
2. Modul Mata Kuliah Psikologi dan Kepemimpinan untuk Prodi Diktukpa TNI AD
Program D-3 (Ahli Madya) Nomor Kep/5/II/2022 tanggal 2 Februari 2022

Bandung, Februari 2022

Murjalil
Nomor Capa 060

Anda mungkin juga menyukai