Doresta : 2018151105
1
KATA PENGHANTAR
Alhamdulillah, senantiasa saya ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas membuat makalah tentang
“PSIKOLOGI OLAHRAGA” .
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar
yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia
paling besar bagi seluruh alam semesta.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas
mata kuliah psikologi olahraga Pada makalah ini akan dibahas mengenai, “stress
pada atlet “
Makalah ini saya susun dengan semaksimal mungkin dan saya menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, saya menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah……………………………………………………….5
C. Tujuan masalah………………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan …………………………………………………………....16
B. Saran ………………………………………………………………..…16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Olahraga adalah sebuah yang ditinjau dari berbagai dimensi.
Olahraga selaim dimensi fisik olahraga juga dikaji dari dimensi psikis.
Dimensi psikis atau jiwa dalam aktivitas jasmani dan olahraga
merupakan bagian terpenting dalam penampilan seorang olahragawan.
Beberapa keadaan psikologis yang terjadi pada olahragawan sangatlah
kompleks. Kompleksitas tubuh manusia dalam menghadapi respon dan
tekanan merupakan kondisi yang sering terjadi dalam aktivitas jasmani
dan olahraga.
Setiap atlet atau pemanin ingin mencapai yang terbaik dan
berusaha mendapatkan apa yang terbaik berdasarkan kemampuan-
kemampuannya sendiri. Setiap atlet memiliki sumber daya untuk
mencapai suatu prestasi. Sumber daya tersebut terwujud dalam potensi
jasmaniah-rohaniah. Potensi ini sangat menentukan dalam pencapaian
prestasi. Disamping itu terdapat faktor lain diluar diri atlet yang juga
dapat mempengaruhi prestasi, misalnya cuaca (temperatur), tempat
pertandingan, alat-alat dan sebagainya
Semua atlet akan selalu dihadapkan pada sejumlah stimulus yang
memberikan pengalaman stress terhadap dirinya. Dalam dunia
olahraga khususnya olahraga kompetitif, atlet harus mempunyai
kemampuan dalam mengatasi berbagai stimulus yang berpotensi
memberikan pengalaman stress terhadap dirinya seperti sorakan dan
cemoohan penonton, perasaan sakit akibat terjadi cedera, kekalahan
dalam berbagai pertandingan, kelemahan yang dimiliki atlet baik
kelemahan fisik maupun kelemahan mental, atau sumber-sumber lain
yang mengakibatkan terjadinya stress.
Atlet yang aktif dalam dunia olahraga baik atlet daerah, nasional,
atau internasional harus mempunyai kemampuan dalam coping stress,
4
sehingga atlet mampu dengan cepat mengatasi dan menyesuaikan diri
terhadap tuntutan lingkungan baik internal maupun eksternal, atau
berbagai permasalahan dan aspek-aspek yang kurang menyenangkan
yang diterima oleh diri atlet. Dalam mempersiapkan atlet atau pemain
menghadapi pertandingan, arah pembenahan adalah penigkatkan faktor
fisik yang mencakup kondisi fisiologis, teknis dan psikis. Dengan kata
lain, seorang atlet harus dibekali keterampilan motorik (motorskill),
kondisi fisiologis serta kesiapan aspek psikologis yang maksimal.
B. Rumusan masalah
a. Pengertian stres dan menurut para ahli
b. Respon dan tipe stress
c. Toleransi terhadap stress
d. Penyebab stres dalam olahraga
C. Tujuan masalah
a. Untuk mengetahui stres menurut para ahli
b. Untuk mengetahui respons dan tipe stress
c. Untuk mengetahui tolenransi terhadap stress
d. Untuk mengetahui penyebab stress dalam olahraga
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
keluarga maupun dari masyarakat. Dalam perkembangan pemahaman
tentang stres,
Ivanichevich (dalam Wiria, 2000: 35) mengemukakan bahwa stres
merupakan respons adaptif yang dipengaruhi perbedaan individu yaitu
konsekuensi lingkungan, situasi yang menimbulkan tuntutan fisik dan
psikologis yang berlebihan pada seseorang.
Lazarus (dalam Wiria, 2000: 42) mengemukakan bahwa stres tidak
dapat di lihat sebagai ketidak-seimbangan persepsi antara tuntutan objektif
dan kemampuan merespons. Dengan kata lain stres sebagai
ketidakseimbangan antara tuntutan yang diterima dan persepsi kemampuan
untuk merespons.
Sedangkan Widayatun (1999: 21) mengemukakan stres adalah
kemampuan diri dan penyesuaian diri (S) yang memerlukan respons (R).
Stres itu istilah populer dari adanya ketegangan dalam perilaku dan bentuk
perasaan yang bergejolak, menekan-nekan berupa ketegangan.
Allen (dalam Wiria, 2000: 31) mengemukakan bahwa stres adalah
masalah besar dalam lingkungan hidup manusia, yaitu 75% dari penyakit
tubuh disebabkan atau berhubungan dengan stres. Stres dapat
menyebabkan banyak hal dalam diri individu, seperti rasa tidak bahagia,
ketidakmampuan dan rasa tidak puas. Dari beberapa pendapat diatas dapat
dikemukakan bahwa stres adalah tekanan suatu suatu yang terasa menekan
dari dalam diri seseorang yang disebabkan oleh banyak faktor, dapat
berupa masalah keterbatasan fisiologis, anatomis dan psikologis.
7
sewaktu menghadapi situasi perlombaan yang kurang menguntungkan,
misalnya menghadapi lawan yang ulet dan cermat.
b. Atlet merasa bermain baik sekali atau sebaliknya, apabila dalam diri
atlet ada perasaan seperti ini akan memberikan beban mental pada
dirinya
c. Adanya pikiran negative karena dicemooh atau dimarahi, apabila ada
perasaan seperti ini akan ada perasaan yang menekan dan
menimbulkan frustrasi yang mengganggu penampilannya.
d. Adanya pikiran puas diri, apabila hal ini tertanam dalam diri atlet akan
menimbulkan benih-benih ketegangan dalam dirinya yang
menyebabkan dirinya dituntut untuk mewujudkan sesuatu yang
mungkin berada diluar kemampuannya sehingga secara tidak disadari
akan menggagu penampilannya.
8
3) percepatan dalam pengambilan keputusan,
4) peningkatan kekuatan ingatan, dan
5) fokus perhatian yang bertambah.
Sedangkan Quick (dalam Wiria, 2000: 51) berpendapat bahwa stres dapat
berdampak negatif, tetapi juga dapat berdampak positif, sehingga terdapat
dua jenis stimulus stres berkaitan dengan dampaknya terhadap individu
yaitu:
1. Eustres, merupakan respons yang sehat, positif dan bersifat
membangun. Respons ini akan berdampak pada kesejahteraan
individu dan berkaitan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,
kemampuan adaptasi dan tingkat unjuk kerja yang tinggi.
2. Distres, merupakan respons yang tidak sehat, negatif dan bersifat
merusak atau destruktif. Respons ini menimbulkan dampak yang
merugikan bagi individu dalam aktivitasnya.
Selye (dalam Wiria, 2000: 56) mendefinisikan respons tubuh terhadap
kondisi stres sebagai sindroma adaptasi secara umum (General Adaptation
Syndrom) yang terdiri dari 3 tingkat atau bagian yaitu:
1. Reaksi waspada (alarm reaction) terhadap keadaan berbahaya.
Reaksi ini adalah respons cepat dari tubuh dengan cara sistem
syaraf simpatik mempersiapkan individu untuk mengatasi
penyebab stres yang terjadi.
2. Tahap pertahanan diri (stage of resistance). Jika penyebab stres
terus ada, akan terjadi efek perlawanan tubuh terhadap berlanjutnya
keberadaan stres, walaupun perlawanan pada stres ini mendapat
penghalang. Dalam keadaan ini respons hormon tertentu dari tubuh
adalah pertahanan terpenting dalam melawan efek dari stres,
terutama respons-respons hormonal yang dikenal sebagai
adrenocorticotropic (ACTH). Hormon adrenocorticotropic
dilepaskan ke dalam saluran peredaran darah melalui sel-sel
tertentu di dalam kelenjar di bawah otak. Tekanan ACTH ini
dikontrol oleh hormon lain sejenis unsur kimiawi penunjang.
9
Corticotropin sebagai faktor pelepasan yang di buat oleh sel-sel
tertentu di struktur otak dalam Hypotalamus. Faktor pelepasan
Corticotropin bergerak dari hypothalamus ke kelenjar di bawah
otak melalui sistem khusus dari pergerakan darah. Dengan
demikian Pergerakan ACTH di dalam darah menyebabkan naiknya
tekanan darah dalam tubuh sehingga jantung berdebar semakin
cepat dan tangan berkeringat.
3. Tahap kelelahan (stage of exhaustion), bagian akhir dari sindrom
umum adalah kelelahan, di mana kapasitas tubuh untuk merespons
keduanya sesuai yang dijelaskan diatas terus menerus secara serius
terhadap penyebab stres, dapat mengakibatkan tubuh menjadi
rentan terhadap penyakit.
10
harus di ikuti, semakin jelas stres yang timbul yang dialami setiap
berlomba. Tingkatan stres tertentu membentuk individu menuju proses
kedewasaan dan kematangan dalam menghadapi suatu perlombaan.
Gangguan sosial juga menjadi penyebab timbulnya stres sebagai contoh
pengaruh penonton, apabila seseorang menang, yang lainnya harus kalah,
kegagalan tersebut kadangkala menjadi stres ketika penonton ikut
memberikan komentar yang negatif terhadap kegagalan atlet dalam
berlomba.
Weis dalam (Atwater, 1993: 17) mengemukakan bahwa
kepercayaan seseorang dapat membantu menghindari kecenderungan stres,
yaitu dengan mengurangi pengalaman emosi stres secara nyata. Sedangkan
keyakinan diri seseorang yang berlebihan terhadap kemampuannya dalam
perlombaan, dapat menjadi halangan dalam menghadapi suatu hambatan
pada taraf tertentu dengan baik. Perasaan bersalah pada atlet juga
menyebabkan rusaknya kesenangan atau kebutuhan dalam
mengekspresikan diri. Stres seringkali menghasilkan perasaan marah dan
kebiasaan agresif. Semakin rendah toleransi seseorang terhadap stres,
semakin besar keinginan untuk menjadi agresif (Wiria, 2000: 62).
11
b. Efek (psiko)somatis: efek yang terlihat dari segi fisiologi, semisal
naiknya detak jantung, sakit perut, BAK berlebihan hingga diare, sulit
tidur, gangguan nafas, badan gemetaran, atau kekakuan pada oto-otot.
1. penyebabkan stress Stressor (istilah untuk sumber stress) dalam olahraga
juga bisa dikelompokkan ke dalam dua hal:
12
lebih waspada, lebih berhati-hati dalam mengatur strategi dan perilakunya,
dan mengambil antisipasi yang tepat. Syaratnya, atlet harus menguasai
“coping” yang tepat. Coping ini juga ada beberapa macam:
13
semisal, bermain game, ngopi, menonton film, mendengarkan musik,
bercanda dengan pelatih dan sebagainya. Namun dalam mengguakan
coping style ini, haruslah berhati-hati jangan sampai justru stimuli
selingan itu malah berakibat buruk; semisal, bermain game sampai
larut malam hingga paginya bangun tidak-bugar-dan-muncul-mata-
panda.
3. Teknik-teknik Latihan Mental untuk Manajemen Stres
a. Relaksasi
Latihan relaksasi memiliki manfaat untuk mengurangi ketegangan
fisiologis dan fisik atlet yang pada akhirnya turut meminimalkan
ketegangan mental yang atlet rasakan. Pada dasarnya, sebelum
memulai melakukan jenis-jenis latihan mental lainnya, atlet terlebih
dahulu harus melakukan relaksasi agar tubuh dan pikirannya dapat
tenang dan fokus untuk menjalankan prosedur latihan mental tersebut
dengan baik. Setidaknya terdapat dua jenis teknik latihan relaksasi
yang sering digunakan dalam latihan mental, khususnya untuk
manajemen stres. Pertama adalah progressive muscle relaxation,
sedangkan yang kedua adalah autogenic training (Jannah, 2016).
b. Hipnosis
Pada dasarnya, hipnosis merupakan teknik latihan mental yang dalam
prosedurnya terdapat pemberian sugesti saat atlet berada dalam kondisi
alfa. Sama seperti hipnosis pada umumnya, selfhypnosis juga
menekankan pemberian sugesti dan pencapaian kondisi alfa dalam tiap
prosedurnya. Self-hypnosis merupakan tindakan melakukan prosedur
hipnosis tanpa melibatkan orang lain sebagai hypnotist (Stevenson,
2009; Jannah, 2016). Jadi diri sendirilah yang memberikan sugesti-
sugesti tersebut.
c. Imagery Training
Imagery adalah keterampilan memvisualisasikan suatu pengalaman di
dalam pikiran (Setyawati, 2014; Komarudin, 2013). Dalam konteks
olahraga, biasanya pengalaman-pengalaman yang divisualisasikan
14
adalah yang berhubungan dengan performa atlet di lapangan, baik saat
latihan maupun pertandingan. Contoh dari pengalaman-pengalaman
yang dimaksud adalah atlet membayangkan dirinya mampu melakukan
beberapa gerakan olahraga yang sebelumnya sulit dia praktikkan, dapat
mempraktikkan berbagai teknik dan taktitk dalam situasi pertandingan,
serta memiliki keterampilan psikologis untuk menjadikan tekanan dan
tuntutan yang dia rasakan sebagai sebuah tantangan yang
menggugahnya untuk menampilkan performa optimal dan bukan
sebagai ancaman yang membuatnya stres dan cemas.
d. Self-talk
Self-talk adalah verbalisasi atau dialog internal yang dilakukan dan
ditujukan kepada diri sendiri (Smith & Kays, 2010; Hardy & Hall,
2006). Dialog internal tersebut dapat berupa pernyataan atau kalimat
yang positif ataupun negatif; masing-masing disebut dengan positive
self-talk dan negative self-talk (Jannah, 2016; Komarudin, 2013).
Positive self-talk adalah bentuk self-talk yang positif, mendukung, dan
memotivasi atlet. Kata-kata yang digunakan dalam positive self-talk
misalnya “aku yakin aku bisa menang hari ini”, “aku bisa mengalahkan
lawanku”, atau “aku adalah atlet yang hebat”. Sementara itu, negative
self-talk dicirikan dengan kalimat pernyataan yang sifatnya negatif dan
mengkritik atlet. Contohnya, “aku adalah atlet gagal”, “performaku
pasti buruk”, atau “aku akan kalah”.
Positive self-talk dan negative self-talk memiliki pengaruh berbeda
pada atlet. Smith dan Kays (2010) menjelaskan bahwa melakukan
positive self-talk dapat menjadikan mood dan emosi atlet turut positif
pula. Atlet menjadi rileks, percaya diri, dan enjoy dalam berlatih serta
bertanding. Sedangkan negative self-talk sebaliknya. Negative self-talk
membuat emosi negatif atlet menjadi meningkat sehingga dia menjadi
semakin rentan mengalami stres (Iswari & Hartini, 2005; Jannah,
2016).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stres merupakan gejala psikologis yang pernah dialami oleh semua manusia
dalam kehidupan maupun dalam olahraga Stres adalah tekanan atau sesuatu yang
terasa menekan dari dalam diri seseorang. Perasaan tertekan ini timbul karena
banyak faktor, sehingga stres tidak selalu mengandung pengertian yang negatif,
karena dampak stres ada yang positif dan ada juga yang negatif. Lama kuatnya
respons stres ini tergantung dari kondisi fisik dan mental dari orang yang
bersangkutan dan pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya. Toleransi terhadap
tanda-tanda stres biasanya datang dengan banyaknya pengalaman dan keahlian
pada aktivitas tertentu. Dengan cara yang sama, banyak atlet yang berlomba
dengan tekanan yang besar, seperti saat berlomba dengan lawan yang sama
kuatnya, atlet belajar untuk tampil prima di bawah tekanan. Dengan kata lain,
mengalami stres berulang membuatnya menjadi kebal dan ini sangat
B. Saran
Tingkatkan lagi materi stres pada atlet serta tumbuhkan rasa ingin tau
dalam membaca makalah yang di buat.
16
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/User/Downloads/6861-17756-1-SM.pdf
https://kursniper.wordpress.com/2018/12/30/mengenali-stress-dalam-olahraga/
https://wawanfik.staff.unja.ac.id/2017/10/03/stres-pada-atlet/
17