Anda di halaman 1dari 26

PSIKOLOGI OLAHRAGA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Tujuan Masalah

C. Manfaat

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Stress, Kecemasan, Frustasi dan Agresivitas

B. Karakteristik Anak Tunarungu

C. Pendidikan Anak Tunarungu

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Boleh dikata setiap atlet atau pemain ingin mencapai yang terbaik dan

berusaha mendapatkan apa yang terbaik berdasarkan kemampuan-kemampuannya

sendiri. Setiap atlet memiliki sumber daya untuk mencapai suatu prestasi.Sumber

daya tersebut terwujud dalam potensi jasmaniah-rohaniah.Potensi ini sangat

menentukan dalam pencapaian prestasi. Disamping itu terdapat faktor lain diluar

diri atlet yang juga dapat mempengaruhi prestasi, misalnya cuaca (temperatur),

tempat pertandingan, alat-alat dan sebagainya.

Dalam mempersiapkan atlet atau pemain menghadapi pertandingan, arah

pembenahan adalah penigkatkan faktor fisik yang mencakup kondisi fisiologis,

teknis dan psikis. Dengan kata lain, seorang atlet harus dibekali keterampilan

motorik (motorskill), kondisi fisiologis serta kesiapan aspek psikologis yang

maksimal.

Lapangan olahraga senantiasa penuh dengan kecemasan serta konflik

konflik penuh dengan ketakutanketakutan dan kontrolkontrol mental. Bagi atlet

keadaan semacam ini justru dapat menjadi suatu tantangan untuk menguji

kemampuan diri, namun tidak sedikit pula yang mengalami hal yang sebaliknya,

atlet menjadi putus asa dan keadaan semacam ini membuat seorang atlet tidak

hanya akan gagal menguasai keadaan tetapi akan meningkat timbulnya emosi

yang negatif. Dalam pertandingan, wajar saja kalau atlet merasa tengang,

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

bimbang, cemas, terutama menghadapi lawan yang lebih kuat atau seimbang dan

kalau situasinya mencekam (Singgih Gunarsa, 1989:62).

Kesiapan aspek psikologis atlet akhir-akhir ini banyak memperoleh perhatian

dalam program pembinaan.Seperti diatas kondisi psikologis dibedakan atas 2

macam yaitu yang menunjang dan yang menganggu penampilan atau prestasi.

Kondisi psikologis yang menunjang untuk berprestasi diantaranya:

1. Motivasi tinggi
2. Aspirasi kuat
3. Ketahanan mental
4. Kematangan kpribadian

Sedangkan kondisi psikologis yang dapat mengganggu penampilan atau

prestasi diantaranya :

1. Ketegangan / kecemasan
2. Motivasi rendah
3. Obsesi
4. Gangguan emosional
5. Keraguan / takut

Berikut ini disajikan pembahasan tentang salah satu kondisi psikologis yang

menggangu penampilan seorang atlet yaitu stress, ketegangan dan frustasi.

B. Tujuan

Dari latar belakang diatas maka kami merumuskan tujuan yaitu sebagai

berikut:

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

1. Menyajikan pembahasan singkat tentang pengaruh aspek psikologis

terhadap penampilan atau prestasi seseorang dalam melaksanakan

tugasnya, dalam hal ini pemain atau atlet waktu menghadapi dan

melaksanakan suatu pertandingan.


2. Mencoba membahas hal-hal yang berkaitan dengan ketegangan (stress,

kecemasan, frustasi dan agresivitas) dalam berolahraga.


3. Memberikan solusi tentang bagaimana cara menanggulangi stress,

kecemasa, frustasi dan agresivitas.

C. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat kami ambil dalam penulisan makalah ini yaitu

sebagai berikut :

1. Dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah

Psikologi Olahraga.
2. Sebagai media menambah pengetahuan kami selaku penulis tentang

pskologi olahraga khususnya mengenai keadaan emosional seseorang /

atlet.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Stress

Berbagai defenisi mengenai Stress telah dikemukakan oleh para ahli dengan

versinya masing-masing, walaupun pada dasarnya antara satu defenisi dengan

defenisi lainnya terdapat inti persamaannya. Selye (1976) mendefinisikan Stress

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

sebagai the nonspesific response of the body to any demand, sedangkan Lazarus

(1976) mendefinisikan stress occurs where there are demands on the person

which tax or exceed his adjustive resources (Golberger & Breznitz, 1982, hal.

39). Dari kedua defenisi diatas tampak bahwa Stress lebih dianggap sebagai

respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya.Tuntutan-tuntutan tersebut

dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai

tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan

social. Hans Selye (1950) juga menambahkan bahwa tidak ada aspek tunggal dari

stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stress, tetapi semua itu tergabung

dalam suatu susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis)

individu. Hans Selye (1950) mengembangkan konsep yang dikenal dengan

Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrome) yang menjelaskan bila

seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka

mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan.

Kelenjar-kelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortisone dan

hormon-hormon lainnya serta mengkoordinasikan perubahan-perubahan pada

sistem saraf pusat. Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekanisme

pertahanan diri berangsur-angsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat

beroperasi secara adekuat. Jika reaksi-reaksi tubuh kurang dapat berfungsi dengan

baik, maka hal itu merupakan awal munculnya penyakit gangguan

adaptasi.Penyakit-penyakit tersebut muncul dalam bentuk maag, serangan

jantung, tekanan darah tinggi, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya.

Lazarus dan Launier (1978) mengemukakan tahapan-tahapan proses stress

sebagai berikut :

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Stage of Alarm

Individu mengidendentifikasi suatu stimulus yang membahayakan. Hal ini

akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinyapun terarah kepada

stimulus tersebut.

Stage of Appraisals

Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang

mengenainya.Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu

tersebut.

Stage of Searching for a Coping Strategy

Konsep coping diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan-

tuntutan lingkungan dan tuntutan int internal serta mengelolah konflik antara

berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu

stresor (sumber stress) akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang

cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan

strategi coping yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh

pengalaman atau informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana

stress tersebut berlangsung.

Stage of The Stress Response

Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut,

seperti sedih, cemas, marah, dan panik.Mekanisme pertahanan diri yang

digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang

terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem syaraf

otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat adanya

pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stress

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu

mengalami disorganisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik.

Disamping membagi stress kedalam tahap-tahap diatas, Lazarus juga

membedakan istilah istilah harm-loss, threat, dan challenge. Harm-loss dan threat

memiliki konotasi negatif.Keduanya dibedakan berdasarkan perspektif

waktunya.Harm-loss digunakan untuk menerangkan stress yang timbul akibat

antisipasi terhadap suatu situasi. Baik stress akibat harm-loss maupun threat pada

umumnya akan dapat berupa gangguan fisiologis maupun gangguan psikologis.

Di lain pihak, challenge (tantangan) berkonotasi positif. Artinya, stress yang

dipicu oleh situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tantangan oleh individu

tidak diubah menjadi strain.Dampaknya tehadap tingkah laku individu, misalnya

tampilan kerjanya menjadi positif.

2. Kecemasan

Nideffer (1992: 127) mengemukakan, kecemasan adalah perasaan dan pikiran

yang berhubungan dengan keraguan dan kekhawatiran. Kata-kata yang

mengandung arti kecemasan meliputi panik, khawatir, tegang, sesak nafas, gugup,

gelisah, bingung, tertekan dan tergesa-gesa. Kecemasan merupakan emosi dasar

manusia, disamping gembira, sedih dan marah. Dalam keadaan moderat,

kecemasan diperlukan bagi penampilan individu untuk suatu tugas atau keperluan

lain, karena disamping emosi dasar yang lain dalam keadaan moderat kecemasan

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

dapat memacu individu dalam penampilannya. Kecemasan yang diperlukan

individu dalam penampilan disebut kecemasan normal.

Rukmi Kusningsih, dkk (1994: 43) mengemukakan bahwa kecemasan

merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari, yang

menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram dan sebagainya

disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan ini dapat terjadi atau menyertai berbagai

kondisi/ situasi kehidupan, berbagai gangguan fisik atau mental. Pada umumnya

kecemasan berhubungan dengan situasi yang mengancam dan membahayakan.

Biasanya dengan berjalannya waktu, keadaan tersebut akan teratasi sendiri. Akan

tetapi ada kecemasan yang berkepanjangan, bahkan tidak jelas kaitannya dengan

suatu faktor penyebab atau pencetus tertentu. Hal tersebut pada umumnya sudah

merupakan gangguan dibidang kejiwaan, yang dapat menyebabkan kendala dalam

berbagai segi kemampuan dan fungsi sosial bagi yang bersangkutan.

Menurut Spielberger seperti yang dikutip oleh Monty P (2000:96), kecemasan

dibedakan menjadi dua yaitu: 1) kecemasan bawaan (trait anxiety) dan 2)

kecemasan sesaat (state anxiety).

2.1 kecemasan bawaan (trait anxiety)

Kecemasan bawaan adalah faktor kepribadian yang mempengaruhi

seseorang untuk mempersepsi suatu keadaan sebagai situasi yang mengandung

ancaman, atau situasi yang mengancam. Kecemasan bawaan ini relatif

menetap derajatnya dan merupakan kepribadian seseorang yang

mempengaruhinya dalam mempersepsi suatu keadaan tertentu.

2.2 kecemasan sesaat (state anxiety)

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Kecemasan sesaat, berfluktuasi berubah-ubah dari suatu waktu ke

waktu yang lainnya, yang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang

terjadi saat kini. Jadi, sekalipun seorang individu memiliki derajat kecemasan

bawaan rendah, namun ia kini tengah bersiap-siap menghadapi seorang lawan,

ia akan mengalami kecemasan sesaat lebih tinggi dari pada jika ia sedang

menghadapi serangan lawan. Dalam kenyataannya kecemasan sesaat ini

dipengaruhi kecemasan bawaan.

3. Frustasi

Fustasi timbul dikarenakan merasa gagal tidak dapat mencapai suatu yang

diinginkan.Setiap atlet menginginkan kepuasan yaitu itu menang; dan apabila itu

tidak terwujud, maka dapat menimbulkan frustasi.

Frustasi dapat terjadi pada atlet yang mempunyai sifat pesimis maupun pada

atlet yang memiliki sifat optimis yang sangat tinggi. Atlet yang mempunyai sifat

pesimis dapat dikatakan kalah sebelum berperang karena atlet yang memiliki

sifat pesimis ini mudah terkena frustasi sehingga mengalami kegagalan sedikit

saja, diangapnya sebagai kegagalan yang akan terjadi dialami seterusnya.

Sedangkan apabila atlet memiliki sifat optimis yang sangat tinggi (over

confidence) maka akan sangat mudah mengalami frustasi. Kegagalan yang

dialaminya akan membuat atlet tersebut kecewa serta kehilangan keseimbangan

emosi.

4. Agresivitas

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Agresivitas berasal dari kata agresi yang diartikan sebagai perilaku melukai

atau maksud seseorang untuk melukai, Sears (dalam Minarni, 2006:8). Pendapat

ini sejalan dengan Berkowitz (1995) yang menyatakan bahwa agresi sebagai

tingkah laku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik

maupun secara mental.

Robert Baron (2005:7) menyatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu

yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak

menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi dari Baron ini mencakup

empat faktor tingkah laku yaitu, tujuan untuk melukai atau mencelakakan,

individu yang menjadi pelaku, individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan

si korban menerima tingkah laku si pelaku.

4.1 Agresivitas dalam Olahraga

Banyak olahraga memerlukan tingkah laku yang mungkin disebut

agresif. Banyaknya perilaku agresif yang dapat diterima dan dibutuhkan

sangatlah berbeda, tergantung dari tingkat pertandingan dan jenis olahraganya.

Pada beberapa cabang olahraga pola laku agresif tertentu diperbolehkan.

Suasana kompetisi olahraga kerapkali menjadi media potensial yang

mendorong terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam kadar yang sesuai

sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat memenangkan

pertandingan, misalnya dalam tinju, karate, sepak bola dll., tetapi jika

berlebihan dan tidak dapat terkendali dapat menjurus pada tindakan-tidakan

yang tidak diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar peraturan,

tidak fair play, bahkan dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak sama

peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atlet.

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Upaya untuk mendefinisikan agresif telah banyak dilakukan oleh para

ahli. Sebagian dari defenisi tersebut dapat dirangkumkan bahwa agresivitas

adalah beberapa bentuk atau serangkaian perilaku yang bertujuan untuk

membahayakan dan mencederai orang lain, Dolard dan Sear, Baron (dalam

Husdarta 2010;76). Defenisi agresif seperti itu sering digunakan

interchangeably dengan istilah hostility pada satu sisi, padahal sebenarnya

sangat berbeda dari segi maknawi dengan istilah asertif atau agresif sebagai

tindakan yang sering muncul pada praktik olahraga disisi yang lain, yang

justru dibutuhkan untuk menampilkan keterampilan secara efektif dalam

kompetisi olahraga, Freischlag & Schmedke (dalam Husdarta 2010;76)

R.H.Cox (dalam Husdarta 2010:76) mengelompokkan tindakan agresif

kedalam dua kategori yaitu : 1) Hostility Aggresion adalah tindakan agresif

yang disertai permusuhan dan dilakukan dengan perasaan marah serta

bermaksud melukai orang lain. 2) Instrumental aggresion adalah perilaku

agresif yang dijadikan sebagai alat untuk memenangkan pertandingan, tanpa

bermaksud melukai orang lain atau kawan bertanding. Lebih lanjut Cox

(dalam Husdarta 2010:76) menyebutkan bahwa agresi instrumental bertujuan

untuk memperoleh kemenangan, uang dan prestise.

Cratty (dalam Husdarta 2010:84) telah menyatakan bahwa jumlah

maupun jenis agresi yang diinginkan untuk penampilan yang optimal dapat

ditempatkan pada suatu skala. Pada umumnya, pada tingkat pertandingan yang

lebih tinggi perilaku agresif yang lebih ekstrim justru diperlukan dan dianggap

wajar. Namun, dalam tahun-tahun terakhir ini, peningkatan perilaku agresif

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

semakin jelas didorong secara aktif oleh para olahragawan muda dan kurang

terampil.

Zillman (dalam Russell R. Pate 1993:128) membagi perilaku agresif

menjadi dua macam, disesuaikan dengan pengertian olahraga. Agresi dapat

dipandang bermotivasi gangguan dan bermotivasi semangat. Perilaku

agresif yang bermotivasi gangguan dilakukan sebagai tanggapan terhadap

rangsangan yang merugikan. Perilaku agresif yang bermotivasi semangat

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam perilaku yang bermotivasi

semangat, tujuan merupakan kepentingan utama sedangkan cidera yang terjadi

selama mencapai tujuan tersebut adalah suatu kebetulan. Dalam tingakah laku

agresif yang bermotivasi gangguan, tujuannya adalah untuk mencelakakan

orang lain. Tampaknya perilaku yang bermotivasi semangat kemungkinan

menjadi jenis agresi yang efektif dan yang diperlukan dalam olahraga dimana

intimidasi kadang-kadang dapat memainkan peran penting dalam

keberhasilan.

Perilaku agresif dapat ditingkatkan apabila mempercepat mencapai

tujuan. Dalam olahraga, agresi yang bermotivasi semangat itu sangat penting

dan menyebabkan peningkatan perilaku agresif apabila tujuannya sangat jelas

dan dianggap penting Buss dan Duquette (dalam Russel R. Pate 1993:130).

Tentang tingkah laku agresif atlet bisa disimpulkan bahwa agresivitas

itu tidak sama peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atlet.

Tingkah laku agresif erat kaitannya dengan sifat olahraganya, sifat olahraga

bisa dibagi tiga yaitu, 1) olahraga dengan adu kekuatan, pada olahraga ini

tingkah laku agresif tertentu merupakan bagian cabang olahraga tersebut,

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

misalnya olahraga tinju. 2) olahraga dengan sentuhan kontak, pada olahraga

ini dimana sentuhan badan, kontak bagian tubuh diperbolehkan dalam batas-

batas tertentu, sehingga tingkah laku agresif yang ringan masih bisa

ditoleransi. Pada cabang olahraga kontak, gerakan dan sentuhan yang secara

sadar ataupun tidak dapat menggangu permainan lawan. Olahraga ini memberi

peluang lebih besar akan timbulnya tingkah laku agresif, misalnya pada

olahraga bola basket. 3) olahraga tanpa sentuhan kontak, pada cabang

olahraga ini hampir tidak ada kesempatan untuk bersentuhan kontak dengan

atlet lainnya, maka tidak ada peluang bagi tingkah laku agresif misalnya pada

olahraga bola voli.

B. Sumber-sumber Stress, Kecemasan, Frustasi dan Agresivitas

Sumber-sumber stress, kecemasan, frustasi dan agresivitas dapat dibedakan

menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Sumber Intrinsik

Sumber stress, kecemasan, frustasi dan agresivitas dari dalam maksudnya

semua hal ini berasal dari diri atlet itu sendiri, yaitu;

a. Atlet sangat mengandalkan kemampuan tekniknya.

Bila atlet hanya mengandalkan kemampuan tekniknya, atlet tersebut akan

mengalami kesulitan sebawatu menghadapi situasi pertandingan yang kurang

menguntungkan bagi dirnya, misalnya menghadapi lawan yang ulet dan cermat

sehingga lawan itu mampu mengantisipasi setiap serangan yang akan ia lakukan.

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Akibatnya atlet tersebut akan merasa terpepet dan selanjutnya tidak mampu lagi

menguasai situasi yang sedang dihadapinya.

b. Atlet merasa bermain baik sekali.

Bila perasaan ini menghinggapi atlet, maka akan menjadi pertanda mulai

timbul sesuatu yang menekan pada dirinya. Perasaan ini memberikan beban

mental pada dirinya. Demikian juga perasaan yang sebaiknya, yang seakan-akan

atlet itu telah memvonis diri sendiri bahwa ia tidak akan mencapai sukses.

c. Adanya negative thinking karena dicemooh atau dimarahi.

Dicemooh atau dimarahi akan menimbulkan reaksi pada diri atlet. Reaksi yang

menekan dan menimbulkan frustasi sehingga menggangu penampilan pelaksaan

tugas.

d. Adanya pikiran puas diri.

Bila dalam diri atlet ada pikiran atau perasaan puas diri maka ia telah

menanamkan benih-benih ketegangan dalam diri sendiri. Atlet akan dituntut oleh

diri sendiri untuk mewujudkan suatu yang mungkin berada diluar kemampuannya.

Bila demikian keadaannya, sebenarnya atlet itu telah menerima tekanan yang

tidak disadari.

2. Sumber Ekstrisik

Sumber stress, kecemasan, frustasi dan agresivitas dari dalam maksudnya

semua hal ini berasal dari diri atlet itu sendiri, yaitu;

a. Rangsangan yang membingungkan.

Salah satu bentuk rangsangan yang membingunkan adalah komentar para

official yang merasa berkompoten, baik atas koreksi, strategi atau tektik yang

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

harus dilakukan maupun petunjuk yang lain kepada atlet. Menerima beberapa

petunjuk dan perintah sekaligus akan membingungkan atlet.

b. Pengaruh massa.

Massa penonton terlebih yang masih asing, dapat mempengaruhi kestabilan

mental atlet.Penonton juga memainkan peranan yang sangat berarti dalam suasana

pertandingan. Salah satu cirri massa (penonton) adalah emosi yang labil. Begitu

mereka mengalami kekecewaan, maka mereka akan menunjukan tindakan yang

agresif berupa cemoohan terhadap atlet. Disamping pengaruh yang merugikan itu

adapun pengaruh massa yang dapat membangkitkan semangat dan percaya diri,

sehingga dalam situasi yang kritis atlet merasa seakan-akan mendapat angin,

yang lalu berangsung-angsur ia mampu menguasai keadaan dan menunjukan

penampilan yang lebih baik.

c. Saingan yang bukan tandingannya.

Pemain atau atlet yang mengetahui bahwa lawan yang akan dihadapi adalah

pemain peringkat diatasnya atau lebih unggul daripada dirinya, maka dalam hati

kecil atlet atau pemain tersebut telah timbul pengakuan akan ketidak mampuannya

untuk menang. Situasi tersebut akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan

pada diri sendiri. Setiap kali berbuat kesalahan, ia semakin menyalahkan diri

sendiri.

d. Kehadiran/ketidak hadiran pelatih

Atlet yang mempunyai hubungan personal dengan pelatih akan mengharapkan

kehadiran pelatih selama ia bertanding. Tidak hadirnya pelatih yang sebenarnya

sangat menguntungkan bagi penampilan bagi atlet tersebut. Hal ini disebabkan

karena atlet merasa tidak ada orang yang dapat member dukungan pada saat-saat

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

yang ia perlukan. Dengan support tersebut atlet akan merasa mampu menghadapi

dan mengatasi situasi-situasi yang penting. Sebaliknya, ada atlet yang tidak

senang akan kehadiran pelatih selama ia bertanding. Dalam hal ini pelatih harus

cepat memahaminya, ahar tidak menimbulkan perasaan yang mengganggu pada

diri atlet.

C. Dampak terhadap kemampuan individu

Dampak ketegangan bisa berupa fisik atau mental, sebab ketegangan

merupakan rangsangan yang mengganggu keseimbangan organisme baik biologis

ataupun psikologis (Stewart : 1976). Dalam keadaan seperti ini ada orang akan

mencoba mengurangi ketegangan dengan meningkatkan kemampuan penyesuaian

diri terhadap lingkungannya. Pada dasarnya lingkungan merupakan sumber

ketegangan yang paling besar, dan terhadap lingkungan itu kemampuan

penyesuaian diri dan beraksi, yang berbeda-beda.

Dalam kegiatan olahraga terutama olaharaga kompetitif, atlet akan mengalami

situasi lingkungan, yaitu arena pertandingan. Arena ini mempengaruhi mental atlet

tersebut. Bila pengaruhnya menekan dan atlet itu tidak bisa menyesuaikan diri,

maka keadaan ini akan menimbulkan stress, kecemasan dan frustasi. Hal ini

tentunya akan dapat mempengaruhi pelaksanaan pertandingan serta berpengaruh

pada penampilan dan prestasi atlet itu sendiri.

D. Cara Penanggulangan

Teknik-teknik untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi stress, kecemasan

serta frustasi yaitu sebagai berikut:

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

1. Teknik Intervensi
a. Konsentrasi (Pemusatan perhatian)

Cara ini pertama-tama menyingkirkan aneka ragam pikiran yang mengganggu

atlet dan hanya memusatkan seluruh perhatian dan pikiran pada tugas yang sedang

dihadapi.Memang ada atlet yang mampu dengan cepat menghalau berbagai

pikiran yang mengganggu perhatian dan konsentrasinya pada pertandingan yang

sedang dihadapinya, namun tidak sedikit atlet yang begitu lama termakan oleh

gangguan pikirannya.

b. Pengaturan pernapasan

Pada orang yang mengalami ketegangan atau kecemasan serta respirasi akan

meninggi. Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan pernapasan yang dalam dan

pelan, sehingga irama pernapasan yang semula cepat atau meninggi secara

berangsur-angsur melambat atau menurun.Mengatur pernapasan juga merupakan

usaha penenangan diri.

c. Relaksasi otot secara progresif

Caranya adalah melakukan kontraksi otot secara penuh kemudian

dikendurkan.Latihan ini dilakukan secara berulang-ulang selama kurang lebih 60

menit. Bila otot-otot telah mencapai keadaan rileks yang sungguh-sungguh, maka

keadaan ini akan mengurangi ketegangan emosional juga menurunkan tekanan

darah serta denyut nadi. Karenanya pada saat-saat tengan, orang sedapat mungkin

memusatkan perhatiannya pada relaksasi otot dengan cara seperti diatas (S.

horn;1986)

2. Mencari sumber stress, kecemasan dan prustasi itu sendiri.

Disini peran pelatih besar sekali. Hubungan hati-kehati antara atlet dan pelatih

akan memungkinkan pelatih mengorek apa yang sebenarnya sedang dialami oleh

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

atlet. Demikian atlet juga akan dengan terbuka menceritakan apa yang sedang

dialami.

3. Pembiasan/berlatih

Cara ini dimaksudkan untuk melatih atlet menghadapi situasi-situasi yang bisa

timbul dalam pertandingan.Bentuk paltihan pembiasaan adalah dengan

simulasi.Yaitu dalam latihan sengaja diabut situasi yang dapat menimbulkan

ketengangan dalam batas-batas tertentu. Dengan cara ini atlet tidak lagi peka

(sensitif) terhadap pengaruh lingkungan.

a. Berlatih dalam gedung dengan pentilasi yang kurang baik sehingga

sirkulasiudaradidalamnya sangat menggangu.


b. Berlatih dilapangan dengan kondisi yang berbeda-beda, misalnya;

permukaan tidak rata, licin, terbuat dari bahan sintetis dan sebagainya.
c. Berlatih dengan berbagai alat yang berbeda kualitasnya, misalnya berbagai

merek shuttlecock, bola volley, bola basket, bola tennis.


d. Berlatih dialam (daerah) dengan cuaca atau suhu yang berbeda-beda,

misalnya; didataran dengan lapisan udara yang tipis atau didataran tinggi,

didaerah dengan panas yang menyengat dan sebagainya.


e. Berlatih dalam rungan dengan sistem penerangan yang kurang memenuhi

sarat.
4. Teknik-teknik khusus.

Penangan ketegangan dengan menggunakan teknik khusus itu lebih

menekankan pada pendekatan individual, misalnya;

a. Melalui music yang menjadi kegemaran atlet yang sedang mengalami

ketegangan atau kecemasan.


b. Menanamkan dan memperkuat keyakinan atlet bahwa persiapan yang

mereka lakukan sudah mantap dan menyeluruh.


c. Menjauhkan atlet dari official yang pencemas.

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

d. Menjelaskan kepada atlet bahwa ketegangan/kecemasan dalam

pertandingan adalah wajar. Bahkan dalam batas-batas tertentu hal itu

memang diperlukan.

E. Stress, Kecemasan, Frustasi dan Agresivitas dalam Pertandingan

Menurut scanlan (1984) dalam tulisnya yang berjudil: kompetitif stress and

the child atlet yang dimuat dalam buku psikologikal foundation of sport

mengemukakan bahwa competitive stress atau stress yang timbul dalam

pertandingan merupakan reaksi emoasional yang negative pada anak apabila rasa

harga dirinya menrasa terancam. Hal seperti ini terjadi apabila atlet yunior

menganggap pertandingan sebagai tantangan yang berat untuk dapat sukses,

mengingat kemampuan penampilannya, dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih

memikirkan akibat dari kekalahannya.

Stress selalu akan terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan

mendapat tantangan sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut

menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang

akhrinya berpengaruh terhadap proses-proses psikologis maupun proses

fisiologik.

Spielberger (1986) dalam tulisnya mengenal stress & Anxiety in sport

dalam kumpulan karya ilmiah yang dihimpun oleh morgan berjudul sport

psychology menegaskan bahwa stress menunjukan psychological proses yang

kompleks, dan proses ini pada umumnya terjadi dalam situasi yang mengandung

hal yang dapat merugikan, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustasi (streesor).

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Stressor menurut Spielberger (1986) menunjukan situasi-situasi atau stimuli

yang secara objrktif ditandai dengan adanya tekanan fisik atau psikologi atau

bahaya dalam suatu tingkat tertentu. Situasi penuh stress akan ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari, dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan

manusia.

Reaksi yang berbeda akan muncul dalam menghadapi stressor, tergantung

pada situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga

berkaitan dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi

sebagai hal yang dapat merugikan dan mengandung bahaya.Dalam hubungannya

dengan aktifitas olahraga, khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi

pertandingan maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet

yang bersangkutan.

Mengenai timbulnya stress, Gauron (1984) berkesimpulan:

1. Because stress is an inevitable part of life, it cant be a volded.


2. Since stress is inevitable individual must reduce its effect and cope

through.
3. Chronic stress may have adverse effect you upon the body particularly if

it isnt thought to relax

Mungkin sekali suatu situasi yang sama dapat dirasakan sebagai ancaman bagi

seorang atlet, tetapi hanya merupakan tantangan bagi atlet lain, dan mungkin

bahkan tidak berarti apa-apa bagi atlet lain. Jadi dari pengalaman-pengalaman

mengenai ancaman, ada hubungannya dengan keadaan mental atlet yang

bersangkutan.

Namun jikalau hal itu tidak dapat segera diatas dan malah semakin

menggangu atlet itu sendiri maka apa yang dicemaskan akan menjadi nyata dan

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

menyebabkan ia kehilangan keseimbangan emosi. Keadaan seseorang yang

kehilangan keseimbangan emosi biasanya mengarah pada ekspresi kejasmanian,

sehingga orang lain dapat mengatahui hahwa atlet tersebut sedang mengalami

emosi. Namun demikan kadang-kadang ada atlet yang dapat mengontrol keadaan

dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau

tanda-tanda kejasmanian tersebut. Hal ini berkaitan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Ekman dan Friesen (Carrson ; 1987) yang dikenal dengan

Display rules. Menurut mereka adanya 3 rules yaitu Masking, modulation dan

simulation.

Masking adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat

menutupi emosi yang dialaminya.Emosi yang dialaminya tidak tercetus keluar

melalui ekspresi kejasmaniannya.Misalnya seorang atlet yang sangat sedih

dikarenakan kehilangan gelar yang semsetinya dapat dia raih.Kesediahan itu dapat

diredam atau ditutupi, dan tidak ada gejala kejasmanian yang menyebabkan

tampaknya rasa sedih tersebut.Pada modulasi (modulation) orang tidak dapat

meredam secara tuntas mengenai gejala kejasmaniannya, tetapi hanya dapat

mengurangi saja. Jadi misalnya karena sedih, ia menangis (gejala kejasmanian)

tetapi tangisnya itu tidak begitu mencuat-cuat. Pada simulasi (simulation) orang

tidak mengalami emosi, tatapi dia seolah-olah mengalami emosi dengan

menampakkan gejala-gejala kejasmanian.

Pertandingan olahraga merupakan sarana yang mudah, murah, rnenjadi

perhatian banyak orang, dan tidak membedakan lapiasan masyarakat. Untuk itu

penggalangan massa merarui pertandingan olahraga akan lebih efektif, sehingga

mendorong orang-orang yang frustrasi, kecewa, terusir, dan tertekan

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

memanfaatkannya sebagai sarana untuk protes dan pelampiasan. Selain itu

pertandingan olahraga sebagai sarana menggalang massa (penonton) tanpa syarat,

kalaupun memakai syarat penonton hanya membeli tiket sehingga mereka dapat

masuk ke dalam satu arena yang relatif bebas untuk berperilaku. Melalui arena

pertandingan olahraga. terjadi interaksi antar manusia, sehingga tercipta proses

sosial yang berupa cara-cara berhubungan antar individu atau kelompok untuk

menentukan tujuan, sistem, dan bentuk hubungan dalam kehidupan bersama.

contohnya di masyarakat adalah lahirnya laskar-raskar supporter untuk krub

kesayangannya.

Perilaku agresif dalam pertandingan olahraga dapat dilakukan oleh para

pemain maupun para penonton. Agresifitas antara pemain di antaranya karena

kepemimpinan wasit, kontak badan, ucapan, dan perilaku lain yang disengaja

untuk menyakiti lawan. Namun dalam dunia olahraga profesional persentase

terjadinya kerusuhan antar pemain sudah semakin sedikit, sebab olahraga sudah

menjadi mata pencaharian para atlet. Para atlet sadar bahwa menciderai lawan

akan berakibat fatal bagi dirinya maupun lawannya, Bagi dirinya, karena atlet

akan kehilangan mata pencaharian, sedang bagi lawan jika terjadi cidera seumur

hidup berarri mematikan karir dan sumber penghasilan orang lain.

F. Program Latihan Mental

Mental atlet perlu disiapkan agar dalam penampilannya mampu menunjukkan

kemampuan yang sebenarnya. Sudibyo (1993:153-154) menyatakan bahwa

sistematika dan teknik latihan mental meliputi tahap awal dan tahap lanjutan. Pada

tahap awal menyiapkan atlet untuk mampu membuat citra/ image building serta

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

siap untuk latihan mental berikutnya. Bentuk-bentuk latihan pada tahap ini antara

lain: latihan pernafasan, latihan konsentrasi, latihan relaksasi, visualisasi, dan

pembinaan citra. Sedang tahap lanjut bertujuan untuk menguatkan semua

komponen mental atlet. Semua latihan mental hendaknya dapat menguatkan

seluruh unsur psikologis yang berhubungan denan aspek kognitif, konanif, dan

emosional.

Latihan mental yang berhubungan dengan peningkatan aspek kognitif

antara lain : pemusatan perhatian, visualisai, kecepatan dan ketepatan reaksi, serta

restrukturisasi pemikiran. Latihan mental untuk penguatan aspek

konanif/kemauan antara lain: will power training, concentration, dan

contemplation. Sedang latihan mental untuk aspek afektif, emosional antara lain

melalui latihan : biofeed-back, self sgestion, dan meditasi.

Gauron dalam Sudibyo Setyobroto (1993:155) menyebutkan ada tujuh

sasaran program latihan mental yaitu :1). Mengontrol perhatian dalam arti atlet

mampu berkonsentrasi /perhatian secara penuh pada titik tertentu atau sesuatu

yang harus dilakukan. 2). Mengontrol emosi, dalam arti atlet sanggup menguasai

perasaan marah, benci, cemas, takut, sehingga dapat menguasai ketegangan dan

mampu beraktivitas dengan tenang. 3). Energisation usaha untuk pulih asal secara

psikis . 4). Body awarennes dalam arti pemahaman akan keadaan tubuhnya

sehingga mampu mengendalikan/melokalisasi ketegangan dalam tiubuhnya. 5).

Mengembangkan rasa percaya diri.6). Membuat perencanaan bawah sadar atau

mental imagery dalam arti atlet mampu membuat perencanaan gerak atau taktik

permainan sebelum pertandingan berlangsung. 7). Restrukturisasi pemikiran

dalam arti atlet mampu mengubah pemikiran awal menjadi yang lebih positif.

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Sesuai kebutuhan praktis dalam pembinaan mental atlet dalam

menghadapi pertandingan minimal ada tiga teknik latihan mental yang

dikembangkan yaitu: latihan pemusatan perhatian, relaksasi, dan mental imagery

perlu memperoleh perhatian khusus dari pelatih

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka kami menarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Olahraga adalah suatu kegiatan yang bukan saja bersifat jasmaniah,

melainkan merupakan kegiatan sebagai suatu totalitas;


2. Dalam diri seorang atlet terdapat faktor-faktor psikologis yang mendukung

atau menghambat penampilan atlet itu sendiri.


3. Stress, kecemasan dan frustasi merupakan keadaan yang selalu mencul

kepermukaan ketika menghadapi even yang kopetitif.


4. Untuk itu kegiatan pertandingan olahraga manungkinkan untuk

berperilaku agresif. Sebab agresifitas diperlukan dalam olahraga selama

tidak melanggar peraturan, yang manfaatnya sebagai tenaga penyemangat

atlet untuk bertanding. Namun bila terlalu agresif akan membahayakan diri

atlet, sebaliknya bila tidak memiliki agresifitas dalam bertanding atlet

tidak akan mampu tampil maksimal.


5. Pelatih mempunyai peranan penting dalam menjaga kondisi psikologis

atlet.

B. Saran

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

Dari pembahasan dan kesimpulan diatas maka kami memberikan saran yaitu

sebagai berikut:

1. Mengingat semakin kerasnya event olahraga yang semakin kompetitif,

setiap atlet harus dapat meningkatkan kemampuan teknik dengan

dibarengi oleh bekal psikologis yang memadai.


2. Agar pembekalan psikologis itu efektif maka lingkungan yang ada di

sekitas atlet harus dapat mendukung keberadaan atlet itu sendiri.


3. Untuk mengatasi stress, kecemasan dan frustasi, atlet harus dapat

beradaptasi dengan lingkungan pertandingan itu sendiri, serta didukung

oleh faktor-faktor penunjang lain.

DAFTAR PUSTAKA

http://pendidikankepelatihan.blogspot.com/2008/12/tugas-mahasiswa-

psikologi.html
http://chieraeray.blogspot.com/2012/08/kecemasan-pengertian-dan-

faktor.html

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS


PSIKOLOGI OLAHRAGA

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIVITAS

Anda mungkin juga menyukai