Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Cemas dan Stres Pada Atlet yang Cidera Latar Belakang Masalah Olahraga

merupakan,suatu kegiatan jasmani yang dilakukan dengan maksud untuk


memelihara kesehatan dan memperkuat otot otot tubuh. Kegiatan ini dalam
perkembangannya dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur,
menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi
(Yanti Ramadani, 2010). Atlit sering pula dieja sebagai atlet; dari bahasa Yunani:
athlos yang berarti kontes adalah orang yang ikut serta dalam suatu kompetisi
olahraga kompetitif (Wikipedia). Cedera akibat olahraga kompetisi paling sering
dijumpai pada atlet, baik dari atlet amatir maupun professional. Biasanya itu terjadi
akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan atau frekuensi
pertandingan yang banyak dalam jangka waktu yang relatif pendek, atau
kesalahan gerakan yang menyebabkan cidera. Cedera yang dialami oleh seorang
atlit, seperti cedera pada otot, robek pada ligamen, atau patah tulang karena
terjatuh atau benturan dengan orang lain. Cedera tersebut biasanya memerlukan
waktu pemulihan yang relatif lama, sehingga banyak sekali permasalahan yang
mungkin dialami oleh atlit olahraga, baik secara fisik maupun psikologis. Dampak
nyata pengaruh psikologis terhadap cidera, bahwa stress akan menganggu
perhatian seorang atlit dengan kurangnya perhatian akan sekelilingnya. Contohnya
ketika dia dibawah tekanan stress lalu tidak fokus saat melakukan lompatan
sehingga mendarat dengan postur tubuh yang salah, sehingga mengakibatkan
terjadinya cidera. Atlet yang cidera sering mengalami stress dan kecemasan tingkat
tinggi. Mereka khawatir apakah mereka akan pulih, apakah pelatih tetap
memakainya, apakah dia akan kembali cidera. Mengingat ketidakmampuan untuk
berlatih dan bersaing, serta status fisik mereka yang tidak baik, atlet kehilangan
percaya dirinya setelah cidera. Menurunnya percaya diri dapat berdampak pada
penurunan motivasi, penurunan prestasi, dan/atau seringnya cidera yang berulang.
Identifikasi Masalah Atlit seringkali mengalami ganggu berarti akibat dari cidera
baik secara fisik maupun psikologis. Dibanding gangguan fisik, seorang atlit dituntut
untuk memberikan prestasi sehingga beban psikologis yang harus mereka penuhi
lebih besar daripada sebelum terjadi cidera. Tepat seperti hasil observasi penulis,
bahwa yang dialami oleh salah satu pemain bola basket (Samuel) yang penulis
wawancarai di klinik Fisioterapi Esa Unggul. (Samuel) mengalami cidera lutut yang
sangat serius karena kesalahan dalam melakukan gerakan, ini terjadi di
pertengahan musim pertandingan. Pada saat mengalami cidera Dia berpikir atau
mencemaskan karirnya di dunia bola basket akan berakhir, dia menjadi sulit makan
dan sering menarik diri serta melamun. Dia pun pulih dan kembali kelapangan dan
terjadi penurunan prestasi, setelah di observasi, reaksi setelah pulih
memperlihatkan bahwa Dia terluka secara psikologis. Cidera yang dialami oleh
Samuel ini dapat dialami oleh semua atlet, olahragawan, pelatih atau bahkan
seluruh pelaku olahraga,baik tingkat pemula maupun professional. Ada pula hal
yang menarik dari kejadian terkait dengan beban psikologis Samuel, bahwa
seringkali pernyataan dari seorang pelatih menyebabkan tingkat atau beban stres
pada dirinya menjadi lebih berat. Seperti Semboyan berusaha keras atau pulang,
tidak sakit tidak ada penghargaan, pergi untuk bertempur adalah ucapan-ucapan

pelatih untuk menaikan semangat dan motivasi atlit. Para pelatih memaksa atlitatlit bekerja lebih keras dan selalu mengambil resiko. Kata-kata tersebut menuntut
atlet siap mengambil resiko, dan kecendrungan atlit untuk mengalami stres atau
tekanan mental atas pernyataan-pernyataan pelatih menjadi lebih besar. Beberapa
orang merasa gagal ketika mereka terluka, sikap ini berkembang dan membudaya
dikalangan atlet sehingga sering kita jumpai bahwa atlit mengalami gangguan,
tidak hanya fisik tapi juga secara psikologis. Ketika seorang pemain atau atlit
mengalami cidera dilapangan, lalu merasa belum cukup memberikan kontribusi
untuk kemenangan sebuah tim. Atlet yang cidera sering memaksakan dirinya untuk
bermain kembali sehingga cideranya semakin parah. Disamping itu, tingkatan
stress yang dialami Samual juga dipengaruhi hubungan antara tekanan hidup dan
tingkat cidera yang dialaminya. Tingginya tingkat stres dan cemas ini di berkaitan
juga dengan kehidupan diluar lapangan, contohnya putus cinta, pindah dari kota ke
kota untuk tournament, urusan sekolah atau perubahan status ekonomi
keluarganya. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Dari sekian banyak
masalah psikologis yang dialami oleh atlit yang mengalami cidera, penulis akan
membatasi ruang lingkup bahasan tentang dampak cidera pada atlit yang
mengalami cidra, Ini diperlukan untuk memperjelas permasalahan yang ingin
dipecahkan. Oleh karena itu penulis memberikan batasan sebagai berikut:
Pengertian stres dan cemas serta respon pada seorang yang mengalami stres dan
cemas Bagaimana stress dan kecemasan dapat terjadi dan mempengaruhi prestasi
atlit Bagaimana reakasi atlit yang mengalami cidera dan orang-orang disekitarnya
Tujuan Pemulihan secara aktif, tidak sebatas oprasi dan latihan beban untuk
rehabilitasi. Pendekatan psikologis memfasilitasi proses pemulihan cidera, dan
pelatih/instruktur lebih mengunakan pendekatan holistic untuk menyembuhkan baik
pikiran dan fisik. Memahami psikologi pemulihan cidera adalah sangat penting bagi
semua yang terlibat dalam olahraga dan latihan. Dengan memahami fenomena
yang terjadi pada atlet, maka petugas kesehatan mampu menurunkan persepsi
cidera, stres dan kecemasan yang mempengaruhi karir seorang atlet. Serta
membantu atlet mempertahankan motivasi dan kepatuhan terhadap aturan
rehabilitasi. Manfaat Teoritis Manfaat bagi penulis ialah, bahwa dalam pelayanan
kesehatan seorang petugas tidak hanya menyembuhkan cidera fisik semata dari
seorang atlit tetapi juga penyimpangan psikologi yang dialami seorang atlit.
Manfaat Praktis Ketrampilan pengelolaan psikologis dari seorang pelayan
kesehatan, atlit serta orang-orang disekeliling atlit perlu ditingkatkan seperti
motivasi, menghilangkan cemas dan stres, dsb. Karena sangat penting untuk
rehabilitasi, kaitannya dengan pemulihan, peningkatan, dan mempertahankan
kesehatan fisik dan psikisnya, serta memperkuat relasi antara pemain dan pelatih.
Landasan Teori Teori Kecemasan A. Pengertian Kecemasan Kecemasan merupakan
salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak
orang. Kadang-kadang kecemasan juga disebut dengan ketakutan atau perasaan
gugup.Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu,
dan dengan tingkat yang berbeda-beda. hal tersebut mungkin saja terjadi karena
individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi hal yang mungkin

menimpanya dikemudian hari. Dalam teori Behavior dijelaskan bahwa kecemasan


muncul melalui clasical conditioning, artinya seseorang mengembangkan reaksi
kecemasan terhadap hal-hal yang telah pernah dialami sebelumnya dan reaksireaksi yang telah dipelajari dari pengalamannya (Bellack & Hersen, 1988:284).
Taylor (1953) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa
kecemasanmerupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental
yang menggelisahkan sebagai reaksiumum dari ketidakmampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada
umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan atau disertai disertasi perubahan
fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis
(misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi). Carlson (1992:201)
menjelaskan kecemasan sebagai rasa takut dan antisipasi terhadap nasib buruk
dimasa yang akan datang, kecemasan ini memiliki bayangan bahwa ada bahaya
yang mengancam dalam suatu aktivitas dan obyek, yang jika seseorang melihat
gejala itu maka ia akan merasa cemas.Kecemasan merupakan respon emosional
yang tidak menentu terhadap suatu obyek yang tidak jelas.Menurut Massion,
Warshaw, & Keller (1993) (dalam Weiten & Llyod, 1999:437) Kecemasan adalah
ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui
dan berasal dari dalam (DepKes RI, 1990). Menurut Freud (dalam Corey, 1998:17)
ada tiga macam kecemasan: 1)
Kecemasan Realistik adalah ketakutan
terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannyasesuai dengan
ancaman yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari kecemasan jenis ini kita sebut
sebagairasa takut. Persis inilah yang dimakud Freud dalam bahasa jerman, tapi
penerjemahnya menganggapkitatakut (fear) terkesan terlalu umum. Contohnya
sangat jelas, jika saya melempar seekor ular berbisa kedepan anda, anda pasti
akan mengalami kecemasan ini. 2)
Kecemasan Moral kecemasan ini akan kita
rasakan ketika ancaman datang bukan dari dunia luar atau dari dunia fisik, tapi dari
dunia sosial super ego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita.Kecemasan
moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah atau rasa takut mendapat
sanksi.Kecemasan bentuk ini merupakan ketakutan terhadap hati nurani sendiri. 3)
Kecemasan Neurotik perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan
id, kalau anda pernah merasakan kehilangan ide, gugup, tidak mampu
mengendalikan diri, perilaku, akal dan bahkan pikiran anda, maka anda saat itu
sedang mengalami kecemasan neurotik. Neurotik adalah kata lain dari perasaan
gugup. Kecemasan jenis terakhir inilah yang paling menarik perhatian freud, dan
biasanyakita hanya menyebutnya dengan kecemasan saja. Lahey & Ciminero
(1980: 192-195), menyebutkan jenis-jenis kecemasan berdasarkan sifatnya adalah :
Kecemasan bersifat afersif. Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak
menyenangkan sehinggaseseorang yang mengalaminya dengan intensitas tinggi
biasanya berusaha keras untuk mengurangi ataumenghindari kecemasan dengan
menghindarkan diri dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkankecemasan.
Kecemasan bersifat mengganggu. Kecemasan dapat menjadi pengalaman yang
mengganggukemampuan kognitif dan motorik. Kecemasan yang bersifat

psikofisiologis. Kecemasan berkaitan dengan pengalaman yang melibatkanaspek


psikologis dan biologis, artinya selama periode kecemasan berlangsung terjadi
perubahan- perubahan dalam pola perilaku atau perubahan psikologis dan gejalagejala fisiologis. Menurut Kartono (1989,140) terdapat macam-macam kecemasan
antara lain: Kecemasan Super Ego. Kecemasan ini khusus mengenai diri setiap
orang, dalam arti diri sendiritubuh dan kondisi psikis sendiri., misalnya cemas kalau
nanti dirinya gagal, sakit, mati, ditertawakanorang, dituduh, dihukum, hilang muka,
kehilangan barang-barang atau orang yang disayangi. Kecemasan Neurotis. Suatu
kecemasan yang erat kaitannya dengan mekanisme-mekanisme pelariandiri yang
negative bayak disebabkan rasa bersalah atau berdosa, serta konflik-konflik
emosional seriusdan kronis berkesinambungan, dan frustrasi-fustrasi serta
ketegangan-ketegangan batin. Kecemasan Psikotis. Kecemasan karena merasa
terancam hidupnya dan kacau kalau ditambahkebingungan yang hebat, disebabkan
oleh dispersonalisasi dan disorganisasi psikis. Menurut Richard & lazarus (1969)
kecemasan mempunyai 2 arti yaitu: Kecemasan sebagai suatu respon. Kecemasan
ini yaitu reaksi individu terhadap kejadian atau peristiwa yang menimpa dirinya. hal
ini dapat dilihat dari apa yang dilakukannya, apa yangdikatakannya, dan
perubahan-perubahan fisik yang terjadi. Hampir semua individu
merasakankecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang
ditandai oleh kegelisahan,kekhawatiran, ketakutan dan sebagainya. Kecemasan
dipandang sebagai suatu respon terhadap kondisitertentu. Karena merupakan
keadaan yang subyektif maka tak dapat diamati secara langsung. Hal inihanya
dapat diketahui dengan menarik suatu kesimpulan melalui penyebab dan
akibatnya. Kecemasan sebagai variabel perantara. Reaksi dan keadaan yang
disebabkan oleh beberapa stimuliusyang dapat berakibat tertentu dan dirasakan
oleh dindividu lebih lanjut, atau suatu keadaan yangmempengaruhi rangkaian
stimulus dan respon. kecemasan ini tidak dapat diketahui secara langsung,dari
keadaan yang mendahului serta akibat-akibatnya. Jadi yang dapat diamati adalah
kondisi stimulusdan tingkah laku cemas yang mendahului dan mengenai akibatakibat fisiologis dari keadaan cemas.Hal ini didukung dengan teori crow dan crow
(1973) bahwa kecemasan yang dialami individu dapatmempengaruhi fisik individu
yang bersangkutan. Kecemasan ini tidak selalu berdasarkan ataskenyataan, tetapi
dapat juga hanya merupakan imajinasi individu.Darajat (1977,27) menyebutkan
bahwa terdapat macam-macam atau bentuk-bentuk kecemasan, antaralain :1. Rasa
cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang
mengancam dirinya.2. Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam
beberapa bentuk.3. Rasa cemas karena merasa berdosa atau bersalah karena
melakukan hal-hal yang berlawanan dengankeyakinan hati nurani. B. Faktor
Predisposisi Kecemasan Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa
kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang
dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan
manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola
hidup (Wibisono, 1990). Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan
kecemasan (Roan, 1989) yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi.

Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang
sangat berpengaruh adalah faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang
prosedur dan operasi yang akan dijalani. C. Gejala Kecemasan Penderita yang
mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi
dalam beberapa fase, yaitu : Fase 1 Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi
peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari
secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka
gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan,
terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk
berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan
menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari
kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang
dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini
kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang
mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi
yang ada secara benar (Asdie, 1988). Fase 2 Disamping gejala klinis seperti pada
fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut,
penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri
(Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab,
yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan
dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang
agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua
(Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang
yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama
dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988). Fase
3 Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor
tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda
dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di
identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya
berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat
kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi
dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang
sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang
sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988). D. Klasifikasi Tingkat
Kecemasan Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik
(Townsend, 1996). Kecemasan ringan; Kecemasan ringan berhubungan dengan
ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat,
kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai
situasi. Kecemasan sedang; Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan
denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara
cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar
namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan
terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung,
tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis. Kecemasan berat; Sangat
mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau
belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk
menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
Panik; Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan
ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan
inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak,
menjerit, mengalami halusinasi dan delusi. E. Respon Fisiologis terhadap
Kecemasan Kardio vaskuler; Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung
berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik. Kulit:
perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa
terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal. Gastro intestinal;
Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea,
diare. Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang, gerakan lambat. F. Respon Psikologis
terhadap Kecemasan Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada
koordinasi, menarik diri, menghindar. Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi
hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun,
kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun,
takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain. Afektif; Tidak sabar, tegang, neurosis,
tremor, gugup yang luar biiasa, sangat gelisah dan lain-lain. Teori Stres dan
Pennyebabnya A. Pengertian Kecemasan Stress adalah tekanan internal maupu
eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan. Menurut Lazurus dan
Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibakan oleh trauma
fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial
membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya.Sedangkan Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002) stress merupakan
suatu keadaan tertekan baik itu secara fisik maupu psikologis. . Menurut Lazurus
dan Folkman (1986) stres memiliki tiga bentuk, yaitu : Stimulus, yaitu stres
merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut

juga dengan stresor. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi
individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres.
Respon yang muncul dapat secara fisiologis, seperti: jantung berdebar, pusing,
gemetar serta respon psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan
mudah tersinggung. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana
individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah
laku, kognisi maupun afeksi. Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu
kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang.
Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal
dari berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal hambatan, ada beberapa
macam hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu seperti: Hambatan fisik:
kemiskinan, kekurangan gizi, bencaa alam, dan sebagainya. Hambatan sosial:
kondisi perekonomian yang tidak bagus, perdaingan hidup yang keras, perubaha
tidak pasti dalam berbagai aspek kehidupan. Hal-hal tersebut mempersempit
kehidupan yang layak sehingga menimbulkan frustasi dan stress pada diri
seseorang. Hambatan Pribadi: Ketrerbatasan-keterbatasan pribadi individu dalam
bentuk cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik, juga bisa menjadi
pemicu frustasi dan stress pada individu. Ada dua macam stress yang dihadapi oleh
individu yaitu; Stres yang non ego-envolved : stres yang tidak mengancam
kebutuhan dasar atau dengan kata lain disebut dengan stress kecil-kecilan. Stres
yang ego envolved : stress yang mengancam kebutuhan dasar sesrta integritas
kepribadian seseorang. Stress semacam ego-envolved membutuhkan penanganan
yang benar dan tepat dengan melakukan reaksi penyesuaian agar tidak hancur
karenanya. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa stres
merupakan suatu keasaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme
yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologi, psikologi
maupun prilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut
bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu
yang lain. B. Penyebab Stres atau Stressor Stressor adalah faktor-faktor dalam
kehidupan manusia yang menyebabkan terjadinya respon stres. Stressor dapat
berasal dari berbagai sumbar, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial, dan
lingkungan luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye
(dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus dan Folkman (1986) stressor dapat berwujud
atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan dengan
lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Prilaku dan perasaan individu sendiri
yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat
juga menjadi stressor. Menurut Lazarus dan Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang
dapat menyebabkan stres yaitu: Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi
berulang-ulang setiap hari seperti masalah kerjaan dikantor, sekolah dan
sebagainya. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau
kehilangan besar terhadap sesuatu yng terjadi pada level individu seperti
kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan
masalah pribadi lainnya. Ditambahkan Freese Gibson (dalam Rachmaningrum,
1999) umur adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin

bertambah umur seseorang semakin mudah stres. Hal ini antara lain disebabkan
oleh faktor fisiologis yang mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan
seperti kemampuan visual, kemampuan berpikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang
memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap tekanantekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman (Koch &
Dipboye dalam Rachmaningrum, 1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktir lain
yang dapat mempengaruhi tingkat stres, yaitu kondisi fisik, ada tidaknya dukungan
sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadiaan tertentu (Dipboye, Gibsin,
Ringgo, dalam Rachmaningrum, 1999) Kesimpulan Cedera akibat olahraga
kompetisi paling sering dijumpai pada atlet, baik dari atlet amatir maupun
professional. Dampak dari cidera pada atlit tidak hanya mempengaruhi aktifitas fisik
tetapi juga psikologis khususnya dalam kasus ini yaitu cemas dan stres pada atlit,
sehingga akibat dari cemas dan stres secara langsung mempengaruhi semangat,
motivasi, serta prestasi atlit. Agar atlit dapat kembali berprestasi dalam olahraga
kompetisi, maka ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam masa rehabititasi,
disamping dengan pemberian terapi fisik untuk memulihkan, meningkatkan, dan
mempertahankan performance dari atlit, lebih khusus dengan pemulihan pada
psikologi atlit. Untuk mengoptimalkan pemulihan pada psikologis atlit, pemulihan
tidak hanya dilakukan oleh satu pihak, maka harus ada kerjasama yang sinergi dan
komperhensif dari beberapa pihak. Khusus pada kasus yang diatas, maka harus ada
kerjasama antara petugas kesehatan (fisioterapi), subjek ( atlit), dan orang-orang
disekitarnya (rekan, keluarga, pelatih, dsb). Saran Berdasarkan uraian yang telah
dibahas, penulis membagi atas 3 (tiga) bagian yang perlu diberikan perhatian
khusus, yaitu: Petugas kesehatan Atlit Orang disekitar (Rekan, keluarga, pelatih,
dsb) Pertama, petugas kesehatan yang menangani kasus cidera pada atlit
sebaiknya memperhatikan kebutuhan bio-psiko-sosial dari seorang atlit. Dan
beberapa edukasi tentang bagaimana mengendalikan emosi seorang atlit yang
cidera, seperti pengelolaan emosi dengan cara pemberian motivasi, memberikan
tantangan yang rasional agar si atlit menjadi lebih bersemangat dalam menjalani
rehabilitasi, serta memberikan pujian jika terjadi kemajuan dalam masa
pemulihannya. Kedua, Atlit yang mengalami cidera sebaiknya memiliki konsep diri
yang sehat, seperti mampu mengendalikan rasa cemasnya, lalu belajar mengelola
stres yang dialami menjadi suatu energi yang mendorong mereka agar lebih giat
dalam proses rehabilitasi. Penerapan self-talking with positive thinking sangat
berguna untuk membantu atlit dalam memberikan semangat positif untuk dirinya
sendiri, tanpa perlu bergantung akan dukungan orang-orang disekitarnya. Ketiga
ialah orang disekitarnya, mereka sebaiknya memberikan perhatian dan dukungan
penuh dengan cara, memberikan semangat dan mendampingi atlit pada masa
rehabilitasi. Pelatih juga memberikan semangat agar atlit merasa tenang karena
sang pelatih masih mengharapkan permainannya kembali dilapangan, rekan satu
timnya juga sebaiknya menanamkan sifat empaty dan memberikan support kepada
atlit, agar mereka tidak merasa sendiri dalam menghadapi proses rehabilitasi.

Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin

Anda mungkin juga menyukai