Anda di halaman 1dari 8

BAB VII

TERKAIT BOREDOM, FATIGUE, STALENESS, DROP OUT

1. Definisi boredom dan fatigue


a. Boredom
pengertian boredom(kebosanan/rasa bosan)
Boredom adalah sudah tidak suka lagi karna sudah terlalu sering atau banyak dan
itu ke itu saja.boredom akan mempercepat datang nya lelah,karena orang tersebut
merasa capek melakukan aktivitas yang membosankan itu,dan karena itu nafsu
untuk melakukan aktivitas menjadi hilang

b. Fatigue
Kelelahan Mental, yang dalam bahasa Ingris disebut fatique, adalah keadaan
dimana tubuh dan jiwa terasa letih bukan hanya sekedar cape, tetapi lesu dan tidak
bergairah, menggambarkan keadaan fisik dan / atau mental menjadi lelah dan
lemah.

2. Jenis-jenis faigue

3. Penyebab timbulnya boredom dan fatigue


a. Penyebab Boredom
1) Tidak memperoleh kesenangan lagi dalam cabang olahraga itu.
2) Latihan-latihan yang rutin-monoton.
3) Merasa terlalu sering mendapat teguran-teguran, baik dari pelatih maupun
dari teman-teman seregunya.
4) Tidak pernah dimasukkan dalam tim inti, sehingga tidak pernah diberi
kesempatan bertanding, melawat ke lain kota, dan sebagainya.
5) Tidak mampu menghadapi stress-stress pertandingan.
6) Tidak mendapat dukungan (fisik maupun mental) dari pelatih atau orang
tua.
7) Hubungan yang tidak menyenangkan dengan pelatih.
8) Merasa tidak ada tantangan dalam latihan; atau kehilangan tantangan atau
dorongan.
9) Terlalu sering mengalami situasi-situasi yang kurang menyenangkan.
b. Penyebab Fatigue
1) Faktor pola hidup
2) Faktor psikologis
3) Masalah medis

4. Cara mengatasi boredom dan fatigue


a. Boredom
 Melupakan untuk sementara segala sesuatu yang berhubungan dengan
olahraga.
 Melakukan olahraga, pada cabang olahraga lainnya yang kira-kira
memberikan kesenangan dan kepuasan.
 Melakukan kegiatan rekreatif, pergi ke gunung, fartlek didaerah yang
pemandangannya menyejukkan, piknik, dan sebagainya.
 Kalau boredom belum “parah” dan baru mulai nampak gejala-gejalanya
turunkan intensitas latihan, ciptakan suasana gembira dalam latihan, hindari
tes-tes dan pertandingan-pertandingan.
 Minta nasehat kepada ahli psikiatri.
b. Fatigue
 Rajin olahraga
 Perbnyak minum air putih
 Makan secara teratur dan bergizi
 Kurangi stres dan depresi
 Menjaga kesimbangan berat bada
 Tidur yang efektif

5. Definisi staleness dan gejalanya


Staleness diterjemahkan oleh Wojowasito, Poerwadaminta, dan Wasito (1982)
sebagai 1) apak, 2) basi, 3) busuk. Keapakan adalah suatu kondisi yang
menunjukkan status atlet dalam keadaan tidak mampu mempertahankan
kemampuan penampilan standarnya, dengan kata lain penampilannya di bawah
standar, sebagai akibat dari kelebihan latihan, dan untuk selanjutnya atlet tidak akan
lagi mampu untuk mencapai taraf kemampuan standarnya. Salah satu cirri dampak
psikologi yang dialami atlet yang mengalami keapakan adalah depresi (Weinberg
& Gould, 1995).
Gejala Staleness :
 Merasa seluruh badan lelah dan kehilangan konsentrasi
 Tidur tidak enak dan tidak segar waktu bangun
 Sering pusing-pusing
 Sukar bangun tidur
 Nafsu makan berkurang
 Ganguan pencernaan
 Merasa bimbang dan ragu sehingga timbulnya ketegangan
 Merasa mudah tersinggung.

6. Pembinaan boredom fatigue staleness


BAB VIII
TERKAIT STRESS,ANXIETY,FRUSTASI

A. Sumber timbulnya ketegangan atau stress


Menurut scanlan (1984) dalam tulisnya yang berjudil: “kompetitif stress and the
child atlet” yang dimuat dalam buku “psikologikal foundation of sport”
mengemukakan bahwa “competitive stress” atau stress yang timbul dalam
pertandingan merupakan reaksi emoasional yang negative pada anak apabila rasa
harga dirinya menrasa terancam. Hal seperti ini terjadi apabila atlet yunior
menganggap pertandingan sebagai tantangan yang berat untuk dapat sukses,
mengingat kemampuan penampilannya, dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih
memikirkan akibat dari kekalahannya.
Stress selalu akan terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan
mendapat tantangan sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut
menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang
akhrinya berpengaruh terhadap proses-proses psikologis maupun proses fisiologik.
Spielberger (1986) dalam tulisnya mengenal “stress & Anxiety in sport”
dalam kumpulan karya ilmiah yang dihimpun oleh morgan berjudul “sport
psychology” menegaskan bahwa stress menunjukan “psychological proses” yang
kompleks, dan proses ini pada umumnya terjadi dalam situasi yang mengandung
hal yang dapat merugikan, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustasi (streesor).
“Stressor” menurut Spielberger (1986) menunjukan situasi-situasi atau stimuli yang
secara objrktif ditandai dengan adanya tekanan fisik atau psikologi atau bahaya
dalam suatu tingkat tertentu. Situasi penuh stress akan ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia.
Reaksi yang berbeda akan muncul dalam menghadapi “stressor”, tergantung pada
situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan
dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal
yang dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan
aktifitas olahraga, khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi
pertandingan maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet yang
bersangkutan.
B. Gejala Ketegangan
Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat
merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai
dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang.
Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang
terjadi,
Hardjana (1994) mengemukakan bahwa terdapat kriteria-kriteria gejala-
gejala stress, antara lain :
1) Gejala fisikal:
Sakit kepala, pusing, pening. tidur tidak teratur, insomania atau susah tidur,
bangun terlalu awal, sakit punggung, terutama bagian bawah ,mencret-mencret dan
radang usus besar, sulit buang air besar, sembelit. gatal – gatal pada kulit. urat-urat
tegang terutama leher dan bahu, keringat berlebih, terganggu pencernaan atau
bisulan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, berubah selera makan, lelah
atau kehilangan daya energy, bertambah banyak melakukan kekeliruan dan
kesalahan dalam kerja dan hidup.
2) Gejala Emosional
Gelisah dan cemas, sedih, depresi, mudah menangis, merasa jiwa dan hati
atau mood berubah-ubah dengan cepat, mudah panas dan marah, gugup, rasa harga
diri menurun dan merasa tidak aman, rasa harga diri menurun dan merasa tidak
aman, marah-marah, gampang menyerang orang dan bersikap bermusuhan, emosi
mengering kehabisan sumber dayamental (burn out).
3) Gejala Kognitf
Susah berkonsentrasi dan memusatkan pikiran, sulit mengambil keputusan,
mudah terlupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan,
pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat,
produktifitas atau prestasi kerja menurun, mutu kerja yang rendah.
4) Gejala Interpersonal
Kehilangan kepercayaan terhadap orang lain., mudah mempermasalahkan
orang lain., mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi perjanjian, suka
mencari – cari kesalahan orang lain atau menyerang orang.
C. Ketegangan dan Kecemasan Dalam Berolahraga
1. Faktor instrinsik terjadi karena kurangnya kesiapan mental individu dalam
menghadapi suatu pertandingan. Hal ini menyebabkan tidak tercapainya
performance maksimal atlet, mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan
fisik, akan didapat melalui pelatihan yang terencana, teratur dan sistematis
Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari
bahwa setiap atlet harus dipandang sebagai individu yang satu berbeda dengan
yang lainnya, untuk membantu mengenal profil setiap atlel dapat dilakukan
pemeriksaan psikologis (psikotest) dengan bantuan psikometri. Profil psikologi
atlet biasanya beruapa gambaran kepribadian secara umum, potensi intelektual,
dan fungsi daya pikirnya yang dihubungkan dengan olah raga.
2. Faktor ekstrinsik terjadi karena adanya ketegangan mental yang timbul dari
lawan bertanding maupun provokasi supporter lawan, apabila mental
bertanding atlet itu baik maka berbagai macam provokasi dari siapapun tidak
akan berpengaruh terhadap performanya, akan tetapi apabila mental bertanding
atlet itu buruk maka performa terbaiknya tidak akan muncul, sehingga
merugikan diri sendiri, tim, dan clubnya
D. Cara Mengatasi Ketengan dan kecemasan dalam olahraga
Upaya Pengendaliannya terhadap kecemasan dan stress dalam olahraga. Dalam
upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga penulis garis
bawahi diantaranya: 1. Strategi Relaksasi, 2. Strategi kognitif, 3.Teknik-teknik
peredaan ketegangan dan mekanisme pertahanan diri.
1.Strategi Relaksasi
Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang
tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak berarti
merendahnya gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan pada
titik atau daerah Z sesuai dengan hipotesis U-terbalik.
Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui
berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan
dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif berarti seseorang dapat
mengendalikan munculnya emosi yang
bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik. Oleh karma itu, para ahli
kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar latihan relaksasi progresif
dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis. Apabila seseorang
telah beberapa kali ber¬hasil dalam keadaan relaks, maka pengelompokan otot
dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
1.Lengan dan tangan bersama-sama.
2.Semua otot muka.
3.Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
4.Pinggul dan pangkal paha.
5.Kaki dan tapak kaki.
2. Strategi Kognitif
Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa
pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri
seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh
objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses
berpikir seseorang. Misalnya, seorang atlet bulutangkis tidak dapat menyalahkan
shuttlecock karena berat atau kecepatannya berbeda dari biasanya, karena yang
menentukan sesuai atau tidaknya caranya memukul dan kekuatan pukulan adalah
proses berpikir atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya diubah adalah pengendali
perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar dapat menyesuaikan
dengan keadaan khusus.
3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan
Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa atlet tegang atau
takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah
banyak man¬faatnya dan tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih
sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan kete¬rampilan bagaimana cara
meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada beberapa teknik yang bisa
membantu menu¬runkan atau mengurangi ketegangan atlet (desensitizatioll,
techniques). Antara lain:
a. Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengu¬rangi arti pentingnya
pertandingan dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet
gagal.
b. Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki)
anxiety yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang
ditakuti oleh atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situ¬asi yang paling
sedikit membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan
situasi terse-but, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat.
Demikian seterusnya.
c. Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-
otot yang tegang dijadikan relaks.
d. Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada
sugesti diri (self-suggestion).
e. Latihan pernapasan dalam (deep breathing).
f. Meditasi.
g. Berpikir positif.
h. Visualisasi.
i. Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah de¬ngan menciptakan situasi
seakan-akan sedang betul¬betul bertanding, dan usahakan untuk tampil
sebaik¬baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam
pertandingan sebetulnya. Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental.

BAB IX
TERKAIT STRATEGI PEMBINAAN MENTAL

1. Definisi Mental
Mental itu terkait dengan, akal (pikiran/rasio), jiwa, hati (qalbu), dan etika
(moral) serta tingkah laku). Satu kesatuan inilah yang membentuk mentalitas atau
kepribadian (citra diri). Citra diri baik dan jelek tergantung pada mentalitas yang
dibuatnya.
2. Pembinaan Mental
Pembinaan mental adalah usaha untuk memperbaiki dan memperbaharui suatu
tindakan atau tingkah laku seseorang melalui bimbingan mental/ jiwanya sehingga
memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji dan bertanggung jawab dalam
menjalani kehidupannya.
3. Strategi Pembinaan Mental
Strategi pembinaan mental agar tidak gugup atau cemas, dan semacamnya saat
pertandingan, menurut Weinberg (1984):
 Attentional focus atau concentration
 Self-efficacy statemen
 Relaxation
 Imagery
 Preparatory Arousal

Anda mungkin juga menyukai