Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aktualisasi dan Performa Atlet
Disusun oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
2021
Stabilitas Emosi Atlet
A. Pengertian
Kata emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi. Menurut Daniel Goleman (2002), emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak Biasanya emosi merupakan
reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira
mendorong perubahan suasana hati seseorang. sehingga secara fisiologi terlihat tertawa.
emosi sedih rnendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan
fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti
meningkatkan, tetapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,
1995)
b) Kesedihan: pedih. sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa;
c) Rasa takut: cemas. gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak
tenang, ngeri;
e) Cinta: penerimaan, persahabatan, keperca-yaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,
kemesraan, kasih;
f) Terkejut: terkesiap, terkejut;
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. fadi berbagai macam emosi itu mendorong
individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam
The Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter
dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional dengan
kecerdasan. Nafsu, apabila
Menurut Gerungan (dalam Dewi, 2010) bahwa stabilitas emosi atau kematangan
emosi adalah kematangan atau kemantapan untuk mengintegrasikan keinginan, cita-cita,
kebutuhan atau perasaan ke dalam kepribadian yang pada dasarnya bulat dan harmonis.
Dijelaskan pula oleh Hurlock (dalam Dewi, 2010) bahwa kematangan emosi adalah individu
mampu memiliki situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional,
pada emosi yang matang memberikan reaksi emosional yang stabil. Stabilitas emosi
merupakan keadaan emosi seseorang yang bila mendapat rangsangan-rangsang emosional
dari luar tidak menunjukkan gangguan emosional, seperti depresi dan kecemasan. Dengan
kata lain, individu tersebut tetap dapat mengendalikan dirinya dengan baik. Menurut Sharma
(2006) menjelaskan bahwa, kestabilan emosi berarti kondisi yang benar-benar kokoh, tidak
mudah berbalik atau terganggu, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu untuk
menghadapi segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau sama. Menurut Smitson
(dalam Aleem, 2005), menyatakan bahwa kestabilan emosi merupakan proses dimana
kepribadian secara berkesinambungan berusaha mencapai kondisi emosi yang sehat dan
selaras dalam jiwa dan raga.
Di dalam kamus psikologi (Arthur dan Emily, 2010) istilah stabilitas emosi yaitu
mencirikan keadaan seseorang yang dewasa/matang secara emosi, yang reaksi-reaksi
emosinya tepat bagi situasi dan konsisten dari suatu kondisi dengan kondisi yang lain.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa stabilias emosi adalah keadaan seseorang yang
memiliki emosi yang matang dan ketika mendapatkan rangsangan dari luar tidak
memunculkan gangguan emosional, yaitu memilikikeseimbangan yang baik dan mampu
untuk menghadapi segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau sama.
Atlet yang memiliki kestabilan emosi dapat mengenali kondisi dan mengenali emosi
yang muncul pada dirinya. Kestabilan emosi terdiri dari dua kata yaitu kestabilan dan emosi.
Kestabilan berarti perihal yang bersifat stabil. Sedangkan emosi menurut Crow yang dikutip
oleh Usman Effendi dan Juhaya S. Praja adalah “suatu keadaan yang bergejolak pada
individu yang berfungsi atau 6 berperan sebagai penyesuaian dari dalam terhadap lingkungan
untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu”. Jadi kestabilan emosi adalah
keadaan emosi seseorang yang stabil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk
mencapai kesejahteraan dan keselamatan dirinya. Menurut Najati (2000) bahwa kestabilan
emosi adalah tidak berlebih-lebihan dalam pengungkapan emosi, karena emosi yang
diungkapkan secara berlebih-lebihan bisa membahayakan kesehatan fisik dan psikis manusia.
Emosi atau perasaan atlet perlu mendapat perhatian khusus dalam olahraga, karena
emosi atlet di samping mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain seperti halnya akal
dan kehendak, juga mempengaruhi aspek aspek aspek fisiologisnya sehingga pasti akan
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi atau bahkan menjadikan kemerosotan prestasi
atlet.
Memahami keadaan atau kondisi psikologis sebagai atlet pemula merupakan prinsip-
prinsip dasar yang selalu harus melekat pada diri seorang pembina/pelatih dalam setiap
memberikan latihan-latihannya. Oleh karenanya seorang pembina olahraga perlu
memperhatikan beberapa prinsip dasar dibawah ini:
a. Sikap mental percaya diri, atlet pemula lebih membutuhkan bimbingan mental dalam
menghadapi pertandingan yaitu tentang percaya pada kemampuan diri sendiri. Hakekat
percaya diri adalah kepercayaan atas kemampuan diri sendiri tanpa bantuan orang lain
(misalnya pelatih, penonton dll). Perasaan tidak kalah sebelum bertanding ini merupakan
hal yang harus ditanamkan pada diri atlet.
b. Sikap Disiplin, bahwa prestasi akan dapat dicapai jika atlet memiliki disiplin diri dalam
upaya untuk mencapai target yang ditentukan, tidak melanggar ketentuan ketentuan yang
diterapkan oleh pelatih, sehingga sikap disiplin dibutuhkan atlet sejak menjalani latihan
dan pertandingan yang terikat pada peraturan dan wasit.
c. Kemauan dan motivasi yang kuat, atlet tidak cepat puas dan selalu berusaha untuk
menjadi lebih baik, tidak mudah menyerah dan goyah menghadapi kekalahan. Kemauan
kuat juga perlu dimiliki untuk mengatasi kejenuhan, kebosanan dalam latihan dan
kelelahan.
d. Kontrol diri, yaitu dalam menghadapi berbagai keadaan atlet harus dapat mengontrol diri
dan tidak terganggu oleh tekanan emosional dari luar. Atlet dapat menguasai diri dari
rasa takut, kecewa, ragu-ragu dan sebagainya dan tetap dapat menggunakan akalnya
dengan baik.
e. Sikap optimis, yaitu untuk mengatasi rasa takut gagal, maka atlet perlu mempunyai sikap
optimis untuk menimbulkan perasaan mencapai keberhasilan.
f. Konsep diri dan Berpikir positif, yaitu terbentuknya persepsi diri positif dan menilai diri
sendiri dengan menyadari kelebihan dan kelemahannya.
g. Tanggung jawab, yaitu memiliki rasa tanggung jawab sebagai atlet secara individu dan
atau bagian dari team dan bahkan sebagai utusan suatu negara untuk mengharumkan
nama bangsa dan negara.
h. Sikap sportifitas. Dalam hal ini atlet pemula diberikan wawasan tentang peraturan dan
tata tertib suatu olahraga yang ditekuninya agar mereka dapat melaksanakan dengan baik
dan dapat bermain dengan baik, sportif dan fairplay. Setelah memahami prinsip-prinsip
dasar.
Mental yang kuat, teknik dan fisik akan didapat melalui latihan yang terencana,
teratur, dan sistematis. Dalam membina mental atlet, pertama yang perlu disadari bahwa
setiap atlet berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet
dapat dilakukan pemeriksaan psikologis. Profil psikologis atlet ini berupa gambaran
kepribadian secara umum, potensi intelektual dan fungsi daya pikirnya yang dihubungkan
dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak banyak berubah dari waktu ke waktu.
Akan tetapi hal ini tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga,
karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat
diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis yang terencana dan sistematis, dimana
pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.Kita
menyadari bahwa pikiran mengarahkan tindakan, dan pikiran mendahului tindakan. Untuk
menangani performa atlet di lapangan, persiapan mental adalah sebagai salah satu kuncinya.
Ketika kita berbicara tentang pemanasan sebelum pertandingan atau sebelum sesi latihan,
maka pemanasan disamping melibatkan fisik, tetapi juga harus melibatkan proses dan pola
pikir serta keadaan emosional pikiran. Adapun manfaat melakukan pemanasan mental adalah
sebagai berikut:
Faktor fisiologis ini berkaitan erat dengan kondisi jasmaniah atlet itu
sendiri. Tingkat kualitas kondisi jasmaniah (fisik) atlet sangat berpengaruh
terhadap penampilan atlet, termasuk kondisi mental atlet.
b. Faktor psikologis
Kemampuan adaptasi
Trauma Mental
a. Masa penonton
d. Kehadiran/ketidakhadiran pelatih
e. Kehadiran/ketidakhadiran seseorang
B. Pengaruh Positif dan Negatif dari Emosi Sifat dan Fungsi Emosi
Menurut beberapa ahli sifat dan fungsi emosi antara lain diielaskan sebagai berikut:
1) Emosi memegang peranan penting bagi kehidupan, ekspresi diri, kepemimpinan, dan
perkembangan nilai-nilai.
2) Emosi memperkaya dan mengisi arti kehidupan bagi individu, tetapi kalau emosi terlalu
rnenguasai individu akan berakibat tampaknya tingkahlaku yang irrasional, yang akan
menyebabkan penganalisaan yang tidak reliri.
3) Emosi mempengaruhi cara kerja kelenjar-kelenjar yang akibatnya seluruh pribadi dapat
terpengaruh baik yang menyangkut cara-cara berfikir, bertindak dalam mengambil suatu
keputusan dan juga sikap mental.
4) Emosi dapat dirasakan tanpa diketahui tempatnya. Kalau dipelajari fungsi dan sifat emosi
tersebut di atas, maka tidak mengherankan kalau tindakan seseorang itu juga diwarnai
oleh emosi di samping oleh pertimbangan-pertimbangan pikir dan akalnya.
Dampak positif emosi ini sangat tergantung kepada pribadi dan pengalaman-
pengalaman seseorang. Pengalaman akan banyak mempengaruhi perkembangan emosi
baik yang bersifat memupuk, menghambat, dan mematikan. Semakin banyak
pengalaman seseorang didasari oleh pengertian dan kemauan untuk mempelajari
pengalaman-pengalaman yang dialami. Hal ini Jelas akan memberikan pengaruh yang
positif terhadap tindakan-tindakan berikutnya, akan lebih mampu mengendalikan emosi
dalam batas-batas yang diinginkan. Seseorang akan dapat memanfaatkan dorongan emosi
tanpa mengganggu pelaksanaan suatu tindakan. Begitu pula dalam dunia olahraga,
pengendalian emosi sangat menentukan dalam pencapaian prestasi. Di dalam dunia
olahraga cukup banyak rangsangan-rangsangan yang dapat memacu perkembangan
emosi.
b) Dampak Negatif
1. Gelisah, adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan saraf takut yang masih ringan.
Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saatsaat inenjelang pertandingan akan dimulai.
Rasa gelisah akan terjadi apabila seseorang itu belum mengalami apa yang akan
dilakukannya atau dapat pula ierjadi oleh misalnya keridakmampuan terhadap apa
saja yang akan dikerjakan atau mungkin adanya rasa "sentiment", kebingungan atau
ketidakpastian. Rasa gelisah akan berubah menjadi menggembirakan manakala
penyebab rasa gelisah (pertandingan akan dimainkan) tertunda pelaksanaannya.
Bagaimana cara untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan? Cara
yang baik adalah dengan jalan merasionalisasi emosi, yaitu segala hal yang negatif
dianggap positif.
d. Menghadapi persoalan-persoalan dengan rasa siap dali tabah dan serta percaya
pada kemampuan dirisendiri. Dengan cara-cara tersebuf di atas dapat diharapkan
kegelisahan yang menjangkiti para olahragawan sedikit demi sedikit bisa
dikurangi atau bahkan dapat dihilangkan.
Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama
sekali tidak berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu berhati-hati,
terlalu banyak perhitungan yang kadang-kadang yang tidak diperlukan, akibatnya
orang tersebut tidak pernah mau mencoba dan berusaha untuk mengatasi
ketakutannya yang timbul. Yang paling baik adalah kalau takut dikendalikan, artinya
tidak ditahan, tetapi juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang sulit sampai
seberapa jauh takut itu harus dikendalikan, karena kalau salah cepat menjadi hobi.
Dalam dunia olahraga rasa takut kalah di dalam batas-batas normal adalah baik,
karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan diri untuk menghindari
kekalahan. Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan,
penghematan tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan
sebagainya. fadi sekali-sekali jangan mengartikan pengendalian rasa takut sama
dengan menanamkan rasa takut.
3. Marah, adalah emosi yang sering timbul juga dalam dunia olahraga, dan marah ini
pernyataannya selalu ditunjukkan pada pada benda-benda atau orang-orang di
sekitarnya dalam bentuk-bentuk yang bersifat agresif dan spontan. Manifestasi marah
bentuknya bermacam-macam bergantung pada taraf pendidikan, kebiasaan, umur,
dan sebagainya. Marah juga dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa yang tidak
mungkin dapat diperbuat oleh orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pada
saat-saat tidak marah.
Karena marah juga termasuk emosi, seseorang yang sedang marah sudah ielas
akan kehilangan pertimbangan-pertimbangan akalnya sehingga orang yang sedang
marah itu tidak mungkin lagi untuk mengenakan hal-hal yang rumit yang
membutuhkan ketelitian. Demikian pula dalam kehidupan berolahraga, terutama
dalam pertandingan-pertandingan, banyak sekali rangsanganrangsangan yang
memancing kemarahan para olahragawan yang sedang bertanding, sehingga
mengakibatkan tindakan-tindakan bagi yang sedang marah itu menjadi lebih agresif,
spontan, kurang perhitungan sehingga ketelitiannya juga berkurang. Karena
ketelitiannya hanya menyalurkan kemarahan untuk hal-hal yang dapat mencelakakan
atau merugikan lawannya. Misalnya, kalau dalam bermain bola voli keinginannya
juga hanya bermain keras saja artinya dia ingtn men-smash bola sekeras-kerasnya,
syukursyukur kalau tangan yang mem-block itu cidera karena akibat dari kerasnya
smash yang dilakukan, misalnya jari tangan lawan itu dapat terkilir atau sobek. Atlet
tidak lagi ingin placing bola ke arah tempat-tempat yang kosong. Makin gagal makin
bertambah marahnya. Selama belum merasa puas dalam menyalurkan kemarahannya,
selama itu pula tindakan-tindakannya atau usahausaha hanya akan lebih banyak
dikendalikan emosi amarahnya dan iauh dari pertandingan akalnya.
Weinberg, R.s. (2004). Goal setting practice for coach and athletes. In T. Morris & J.
Summer (EdsJ. Sport Psychology {2"a., pp. Z7B-290). New York, NY: John Wiley & Sons,
Ltd.
Weinberg, R. S., & Gauld, D. (1995). Foundation of sport and exercise psychology.
Champaign. IL: Human Kinetics.
William, f.M., Straub. (1993). Applied sport psychology personal growth to peak
performonce. London: Mayfield Publishing Company.
Wiliiam, I.M. & Krane, V. (2001). Fsychological characteristics of peak performance. In J.M.
Williams (Eds.). Applied sport psychology: Personal growth to peak performance {4th ed.
pp. 137-1,47). Mountain View, CA: Mayfield Publishing Company.
Wiria, M. [2000J. Hubungan stress dan pysical self eficacy dengan prestasi olahraga di
bidang atletik. Jakarta: Tesis [Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia.
https://media.neliti.com/media/publications/107154-ID-none.pdf
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132313280/penelitian/artikel+peranan+mental.pdf