Anda di halaman 1dari 63

Perbandingan Perhitungan Sumberdaya Batugamping

Menggunakan Metode Non-SNI dan SNI Pada WIUP PT. Istindo

Mitra Manggarai Di Lingkololok, Desa Satar Punda, Kecamatan

Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur

OLEH

NAMA : EMANUEL YOSTAVELLY MULA

NIM : 1906100028

KELAS :A

TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT. Istindo Mitra Manggarai (PT.

IMM) bertujuan mengkaji sumberdaya dan cadangan batugamping yang mungkin

saja dapat digunakan sebagai bahan baku semen. Kegiatan eksplorasi yang

dilakukan PT. IMM didasarkan pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi

Batuan Komoditas Batugamping dengan luas wilayah IUP 599 Ha. PT. IMM telah

melakukan perhitungan sumberdaya menggunakan metode penampang yang

kemudian hasilnya diverifikasi oleh Biro Survei Geologi Sichuan Hong Shi

Holdings Group Co.,Ltd. Hasil eksplorasi sumberdaya yaitu 736,09 juta ton

menggunakan topografi RBI skala 1:25.000 (interval 12.5 m) dilakukan pada

daerah terbatas dimana pemukiman Lingkololok tidak dimasukan kedalam

sumberdaya. Selanjutnya, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

(LP2M) Universitas Nusa Cendana melakukan eksplorasi berupa perhitungan

sumberdaya dan cadangan dengan menggunakan data DEM dengan resolusi 0,27

arcsecon pada seluruh daerah sebaran batugamping yang memenuhi standar sebagai

bahan baku semen Portland tipe I dengan hasil sumberdaya sebesar 1.080 juta ton

terjadi perbedaan yang signifikan. Hasil eksplorasi dapat dilihat pada Laporan

Eksplorasi, Studi Kelayakan dan AMDAL, dimana penulis terlibat dalam kegiatan

tersebut.

Pada penelitian perhitungan sumberdaya batugamping dengan

menggunakan metode penampang, metode permodelan ataupun sesuai Standar

2
Nasional Indonesia (SNI) menggunakan software AutoCAD Civil 3D sebagai sarana

untuk mempermudah perhitungan dan tentunya membutuhkan data kontur untuk

proses pengerjaan. Dengan itu, penulis akan membangdingkan hasil perhitungan

sumberdaya menggunakan data DEM dengan resolusi 0,27 arcsecon yang akan

dibandingkan dengan pemetaan topografi menggunakan Total Station yang

dilakukan PT. IMM dengan 8.341 titik ukur dengan jarak antara titik ukur dari 5–

50 m. Oleh karena itu, penulis mengambil judul Skripsi “Perbandingan

Perhitungan Sumberdaya Batugamping Menggunakan Metode Non-SNI dan

SNI Pada WIUP PT. Istindo Mitra Manggarai Di Lingkololok, Desa Satar

Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sumberdaya metode penampang dengan menggunakan

topografi dari DEM resolusi 0,27 arcsecon dan hasil pengukuran Total

Station?

2. Bagaimana sumberdaya metode permodelan dengan menggunakan

topografi dari DEM resolusi 0,27 arcsecon dan hasil pengukuran Total

Station?

3. Bagaimana sumberdaya mengunakan metode SNI?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sumberdaya metode penampang dengan menggunakan

topografi dari DEM resolusi 0,27 arcsecon dan hasil pengukuran Total

Station?

3
2. Mengetahui sumberdaya metode permodelan dengan menggunakan

topografi dari DEM resolusi 0,27 arcsecon dan hasil pengukuran Total

Station?

3. Mengetahui sumberdaya mengunakan metode SNI?

1.4 Batasan Masalah

1. Perhitungan sumberdaya metode penampang dan metode permodelan

dikerjakan berdasarkan dua kajian yaitu menggunakan data sekunder

yaitu topografi hasil pengukuran dengan Total Station oleh PT. IMM dan

data DEM dengan resolusi 0,27 arcsecon.

2. Perhitungan sumberdaya metode SNI menggunakan SNI 13-5014-1998,

Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara, bisa diterapkan untuk

perhitungan sumberdaya batugamping karena sama-sama merupakan

batuan sedimen.

3. Batas bawah perhitungan sumberdaya menggunakan data hasil pemboran

140 mdpl.

4. Perhitungan sumberdaya dilakukan hanya dibatasi pada wilayah yang

dipetakan oleh PT. IMM.

5. Perhitungan sumberdaya batugamping menggunakan software AutoCAD

Civil 3D.

4
1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Dari hasil peneltian ini diharapkan menambah kemampuan penulis untuk

menguasai tentang metode-metode yang digunakan untuk perhitungan

sumberdaya.

2. Bagi Jurusan Teknik Pertambangan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mejadi referensi dan pedoman bagi

mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang

perhitungan sumberdaya.

3. Bagi PT. IMM

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rekomendasi bagi

perusahaan dalam kegiatan penambangan batugamping.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sumberadaya

Sumberdaya (resource) adalah akumulasi / penggolongan zat padat, cair

atau gas terbentuk secara ilmiah terletak di dalam atau di permukaan bumi terdiri

dari suatu jenis atau lebih komoditas dapat diperoleh secara nyata dan bernilai

ekonomi (Rauf, 1998). Sumberdaya ini dibagi dalam kelas, kelas sumber daya

berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh

kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik

informasi. (Klasifikasi Cadangan dan Sumberdaya Mineral Menurut Amandemen

I– SNI 19-6728-4-1998 ICS 73.028):

1. Sumberdaya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource)

Sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

perkiraan pada tahap survey tinjau.

2. Sumberdaya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource)

Sumberdaya mineral yang ditentukan berdasarkan bukti-bukti geologi,

pemboran, parit uji, sumur uji, atau metode pengambilan conto lainnya,

dimana data-data yang diperoleh dari kegiatan tersebut terbatas sehingga

kontinuitas endapan dan data-data geologi memiliki keyakinan sangat

rendah dan masih dalam tahap prospeksi endapan bahan galian.

6
3. Sumberdaya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource)

Sumberdaya mineral yang ditentukan berdasarkan bukti-bukti geologi,

pemboran, parit uji, sumur uji, atau metode pengambilan conto lainnya,

dimana jarak antara titik pengambilan conto satu dengan yang lainnya relatif

cukup jauh tetapi cukup untuk menggambarkan kontinuitas endapan dengan

tingkat keyakinan lebih tinggi dari pada sumberdaya mineral tereka, Dan

sudah melalui tahapan eksplorasi pendahuluan dan sebagian sudah masuk

Eksplorasi terperinci.

4. Sumberdaya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource)

Sumberdaya mineral yang ditentukan berdasarkan bukti-bukti geologi,

pemboran, parit uji, sumur uji, atau metode pengambilan conto lainnya,

dimana jarak antara titik pengambilan conto satu dengan yang lainnya relatif

cukup rapat sehingga kontinuitas endapan dapat dipastikan dengan tingkat

keyakinan yang tinggi, dan sudah masuk dalam eksplorasi terperinci.

2.2 Perhitungan Sumberdaya

2.2.1 Perhitungan Sumberdaya Metode Penampang

Prinsip dari metode ini adalah pembuatan sayatan pada badan endapan

mineral, kemudian dihitung luas masing-masing endapan mineral dan untuk

menentukan volume dengan menggunakan jarak antar sayatan (Edwin,

dkk.2010). Perhitungan luas sayatan tidak selalu berukuran konstan sehigga

metode cross section berpedoman pada perubahan bertahap (rule of grudual

change) (Rauf, 1998). Perhitungan volume pada sumberdaya menggunakan

7
metode cross section dengan menggunakan rumus mean area dan frustum

adalah pembuatan sayatan pada badan endapan mineral, kemudian dihitung luas

masing-masing endapan mineral dan untuk menentukan volume dengan

menggunakan jarak antar sayatan.

Sumber: Haryo, 2016

Gambar 2.1 Metode Cross Section

8
Sumber: Isaaks 1989

Gambar 2.2 Metode Cross Section dengan pedoman rule of gradual

changes

1. Perhitungan Luas

Perhitungan luas banyak sekali dapat digunakan seperti sebelumnya

menggunakan koordinat namun, dari bentuknya dapat lebih

menggunakan rumus perhitungan geometri. Luas endapan mineral dibagi

dalam beberapa bentuk geometri segitiga, segi empat, belah ketupat, atau

trapesium. Beberapa luas tersebut kemudian dijumlahkan dan kalikan

dengan skala (Rauf, 1998). Jika sudah menemukan masing-masing uasan

geometri maka jumlahkan seluruh hasil luasan dengan persamaan (2.1):

Luas Total = ∑A1+A2+A3+A4............+An ……….(2.1)

9
2. Perhitungan volume

Perhitungan volume pada sumberdaya me

nggunakan metode penampang dengan pedoman perubahan bertahap

(rule of gradual change) dengan menggunakan rumus mean area dan

frustum adalah pembuatan sayatan pada badan endapan mineral,

kemudian dihitung luas masing-masing endapan mineral dan untuk

menentukan volume dengan menggunakan jarak antar sayatan. Metode

penampang yang dipakai adalah metode penampang gabungan, pada

metode ini dalam perhitungan volume antara penampang didasarkan

pada luas penampang dan dihitung menggunakan rumus Mean Area

(Rauf; 1998) adalah :

• Rumus Mean Area

Persamaan ini digunakan apabila terdapat dua buah penampang

dengan luas S1 dan S2 dengan jarak t (Verlino,dkk. 2016).

Adapun persamaan untuk mengestimasi volume dengan

menggunakan persamaan Mean Area adalah sebagai berikut :

Sumber: Rauf, 1998


Gambar 2.3 Rumus Mean Area

10
• Rumus frustum

Persamaan ini digunakan apabila terdapat dua buah penampang

dimana luas S1 < ½ S2 (Haryo,2016). Adapun persamaan frustum

adalah sebagai berikut :

Sumber: Rauf, 1998


Gambar 2.4 Rumus frustum

3. Penaksiran Sumberdaya

Perhitungan penaksiran sumberdaya dengan metode cross section dapat

dilakukan dengan cara mengalikan volume yang sudah dihitung dengan

berat jenis (density) (Haryo, 2016).

T = V x d…………………………………………………….(2.2)

Dimana:

T = Tonase (ton)

V = Volume (m3)

d = Densitas (ton/m3)

11
2.2.2 Perhitungan Sumberdaya Metode Permodelan

Permodelan cadangan merupakan suatu pekerjaan yang penting dalam

evaluasi suatu proyek pertambangan minerba (mineral dan batubara). Seluruh

keputusan teknis sangat tergantung pada pekerjaan tersebut (Bargawa W.S.,

2005).

Permodelan cadangan ini penting karena, (Bargawa W.S., 2005):

1. Menghasilkan taksiran kuantitas (tonase) dan kualitas (kadar) cadangan

bijih,

2. Membuat perkiraan bentuk tiga dimensi cadangan bijih dan distribusi

ruang dan kadar

3. Menentukan umur tambang berdasarkan jumlah cadangan

4. Menentukan batas-batas kegiatan penambangan berdasarkan taksiran

cadangan.

Permodelan cadangan menghasilkan suatu taksiran. Model cadangan

yang dibuat merupakan pendekatan dari kenyataan dan berdasarkan informasi,

serta memiliki ketidakpastian (uncertainty).

Suatu taksiran cadangan harus mencerminkan secara tepat kondisi

geologis dan karakter/sifat mineralisasi, serta sesuai dengan tujuan evaluasi.

Suatu model cadangan bijih yang akan digunakan untuk perancangan tambang

harus konsisten dengan metode penambangan dan teknik perencanaan tambang

yang akan diterapkan. Taksiran yang baik harus didasarkan pada data faktual

yang diolah secara obyektif. Keputusan dipakai atau tidaknya suatu data

permodelan harus diambil dengan permodelan yang jelas dan konsisten.

12
Pembobotan data yang berbeda harus dilakukan dengan dasar yang kuat. Metode

permodelan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji-ulang atau

verifikasi. Tahapan pertama setelah permodelan cadangan selesai dilakukana

adalah memeriksa taksiran kadar blok yaitu menggunakan data pemboran

(komposit atau assay) yang ada disekitarnya. Setelah penambangan dimulai,

taksiran kadar dari model cadangan harus dicek ulang dengan kadar dan tonase

hasil penambangan yang sesungguhnya (Bargawa W.S., 2005).

2.2.2.1 Basis Data Komputer

Penggunaan komputer sangat membantu permodelan sumberdaya

dalam pengolahan, klasifikasi, dan interpretasi data. Data umunya diperoleh

dari populasi cebakan bijih dengan cara pengeboran, surface/grab sampling,

tunnel sampling, stope sampling, dan lain-lain. Tahapan pertama permodelan

adalah menyiapkan basis data komputer yang bersih. Pembuatan basis data

komputer yang bersih memerlukan waktu yang cukup lama. Pengecekan data

dimulai setelah semua data dimasukan kedalam komputer. Selain data assay

dan data geologi dari setiap lubang bor, perlu dicek pula koordinat collar dan

data survey lubang bor (Bargawa W.S., 2005).

Basis data komputer meliputi pembuatan basis data assay dan basis data

komposit. Basis data assay merupakan informasi kadar contoh dari hasil

kegiatan eksplorasi. Basis data terdiri dari: koordinat (northing, easting, elevasi

dari mulut lubang bor atau collar), titik awal (from) dan akhir (to) assay, dan

peubah (variable) dalam basis data misalnya contoh dari pengeboran, contoh

dari permukaan, contoh dari terowongan atau tunnel/adit, contoh dari lombong

13
(stope). Pembuatan basis data komposit bertujuan untuk menyamakan selang

(interval) data sehingga mempunyai volume (support) yang sama. Komposit

ini merupakan rerata berbobot (weighted average) data pada selang tertentu.

Basis data komposit untuk permodelan sumberdaya mineral mempunyai

peubah-peubah yang hampir sama dengan basis data assay. Dalam pembuatan

basis data ini selalu memperhatikan pentingnya integritas data yaitu dengan

cara melakukan cek dan koreksi terhasap data masukan (Bargawa W.S., 2005).

2.2.2.2 Model Geologi

Tujuan permodelan geologi adalah untuk membatasi penaksiran

kadar pada populasi tertentu supaya kadar contoh tidak diekstrapolasikan

terlalu jauh ke blok-blok di luar batas mineralisasi (Bargawa, W.S. 2005).

Tahapan pertama dalam permodelan geologi sebuah cebakan bijih

adalah memplot penampang potong pada data geologi dari setiap lubang bor.

Interpretasi geologi dilakukan pada penampang potong tersebut yang

ditandai dengan memberikan kode numeric pada setiap jenis batuan untuk

mempresentasikan data geologi pada komputer. Data jenis batuan untuk

setiap penampang potong dimasukan kedalam komputer menggunakan

digitizer. Data geologi dari penampang ini kemudian diplot pada peta

penampang horizontal. Penampang horizontal pada blok model diwakili

oleh setiap lapis (tier) dalam model. Geologi pada peta penampang tersebut

diinterpretasikan kembali dan setiap penampang didigitasi untuk

memberikan informasi geologi pada setiap lapis dalam model. Setelah model

geologi lengkap, peta penampang horizontal dari model diplot dan dicek

14
kembali. Penampang potong dari model juga diplot dan dibandingkan

dengan penampang potong semula. Pekerjaan ini memerlukan waktu yang

cukup lama (Bargawa, W.S. 2005).

Apabila model blok komputer digunakan untuk memodelkan sebuah

cebakan bijih yang akan ditambang dengan menggunakan metode tambang

terbuka maka data topografi harus dimasukan kedalam model blok tersebut.

Garis kontur topografi didigitasi sehingga setiap titik memiliki data

northing, easting, dan elevasi. Berdasarkan data ini dapat diperkirakan

elevasi permukaan setiap blok dalam model. Setiap blok dalam model

memiliki nilai yang menunjukan kepadatan blok dibawah topo, misalnya

sebuah blok seluruhnya berisi batuan akan memiliki nilai topo 1.0 (Bargawa,

W.S. 2005).

Model topografi (topo) ini diperlukan untuk membatasi ekstrapolasi

kadar kearah vertical. Hasil digitasi model topografi diintegrasikan ke dalam

model blok kemudian dilakukan pengecekan peta topografi yang dihasilkan

denga cara membandingkan dengan peta topografi awal (Bargawa, W.S.

2005).

2.2.2.3 Poperty Modeling

Pada beberapa tambang menetapkan batas properti mineral (izin usaha

pertambangan, IUP) untuk keperluan pembayaran royalty. Bats IUP tersebut

didigitasi dan dimasukan kedalam model untuk mengetahui tonase bijih dalam

daerah properti mineral tersebut (Bargawa W.S., 2005).

15
2.2.3 Perhitungan Sumberdaya Metode SNI

Standar Nasinal Indonesia (SNI) tidak ada yang membahas mengenai

perhitungan sumber daya khusus batugamping. SNI yang membahas mengenai

cara perhitungan sumber daya yaitu:

1. SNI 13-5014-1998, Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara.

Untuk perhitungan sumber daya batugamping dapat diterapkan pada

batugamping karena sama-sama merupakan batuan sedimen.

2. SNI 4726:2011, Pedoman pelaporan Sumberdaya dan cadangan mineral.

Untuk perhitungan sumber daya batugamping kurang tepat diterapkan

SNI ini karena batuan berbeda dengan mineral, yakni pelemparan jauh

lebih luas dan bentuknya lebih teratur.

3. Berdasarkan SNI 13-5014-1998, proses sedimentasi dan pengaruh

tektonik, karakteristik geologi sumber dapat dikelompokkan menjadi tiga

kelompok utama: Kelompok geologi sederhana, kelompok geologi

moderat, dan kelompok geologi kompleks.

Ciri-ciri kelompok tersebut berdasarkan SNI 13-5014-1998, yaitu:

1. Kelompok Geologi Sederhana, Endapan batuan tidak dipengaruhi oleh

aktivitas tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batuan

umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan

hampir tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan batuan secara

lateral dan kualitasnya tidak memperlihatkan variasi yang berarti.

2. Kelompok geologi moderat kondisi sedimentasi lebih bervariasi dan

sampai tingkat tertentu mengalami perubahan pasca pengendapan dan

16
tektonik, sesar dan lipatan tidak banyak, begitu pula pergeseran dan

perlipatan yang diakibatkannya relatif sedang. Kemiringan lapisan dan

variasi ketebalan lateral sedang, serta berkembangnya percabangan

lapisan batuan, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan

meter. Kualitas batuan secara langsung berkaitan dengan tingkat

perubahan yang terjadi baik pada saat proses sedimentasi berlangsung

maupun pada pasca pengendapan. Pada beberapa tempat intrusi batuan

beku mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batuan.

3. Kelompok geologi kompleks, batuan umumnya diendapkan dalam

sistem sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi

tektonik yang ekstensif yang mengakibatkan terbentuknya lapisan batuan

dengan ketebalan yang sangat beragam. Kualitas batuannya banyak

dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada saat proses

sedimentasi berlangsung atau pada pasca pengendapan seperti

pembelahan atau kerusakan lapisan (wash out). Pergeseran, perlipatan

dan pembalikan (overturned) yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik,

umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan batuan

sukar dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan

kemiringan lapisan yang terjal. Secara lateral, sebaran lapisan

batubaranya terbatas dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter.

Batas jarak titik informasi sumber daya berdasarkan kondisi geologi

yang disyaratkan pada SNI 13-5014-1998 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Pada Tabel 2.1 batasan jarak titik informasi dapat diartikan sebagai radius

17
pengaruh dari lokasi pengamatan singkapan batuan atau titik pemboran.

Ketebalan disesuaikan dengan hasil pengamatan.

Tabel 2.1 Batas Jarak Titik Informasi Sumber Daya Berdasarkan Kondisi
Geologi yang Disyaratkan Pada SNI 13-5014-1998
Sumber daya
Kondidi Geologi Kriteria
Tereka Terunjuk Terukur
Sederhana 1000< X=1500 500< X=1000 X=500
Moderat Jarak titik informasi 500<X =1000 150<X=500 X=250
Komplek 200<X=400 100<X=200 X=100
Sumber: SNI 13-5014-1998.

2.3 Peta Topografi

Menurut M. Suparno dan Marlina Endy (2005:139), keadaan topografi

adalah keadaan yang menggambarkan kemiringan lahan, atau kontur lahan,

semakin besar kontur lahan berarti lahan tersebut memiliki kemiringan lereng yang

semakin besar. Peta topografi merupakan peta yang memberikan informasi tentang

elevasi atau ketinggian berupa perbedaan ketinggian serta kemiringan lereng.

Sehingga untuk ketinggian permukaan tanah suatu tempat terhadap permukaan laut

yang digambarkan dengan garis-garis kontur dapat diketahui secara detail (Syaeful

Bahri, dkk,2012).

Peta topografi mutlak digunakan khususnya di dalam perencanaan

pengembangan wilayah, sehubungan dengan pemulihan lokasi atau di dalam

pekerjaan konstruksi. Peta topografi digunakan pada tahap awal dari kegiatan

lapangan untuk membahas tentang kemungkinan proses geologi muda yang

mungkin saja terjadi, seperti proses erosi, gerak tanah atau bahaya longsor dan

aktifitas pergerakan tanah lainnya. Selain itu, dengan memiliki peta topografi dapat

18
dilihat keadaan bentang alam pada suatu daerah dan sedikit banyak menjadi

cerminan dari keadaan geologinya, terutama distribusi batuan. Pada bidang

ketekniksipilan, selain berfungsi untuk mengetahui keadaan tanah pada suatu

daerah juga berfungsi untuk melihat elevasi tanah. Elevasi berfungsi untuk

menentukan ketinggian suatu dataran dari mulai di atas permukaan laut. Pada

proyek, elevasi berfungsi sebagai acuan dalam perencanaan suatu bangunan.

2.3.1 Karakteristik Peta Topografi

Peta yang menyajikan unsur ketinggian yang mewakili dari bentuk lahan

disebut dengan peta topografi (Noor dalam Djuhadi, 2009). Peta topografi tidak

terlalu banyak memberikan informasi secara detail tentang suatu daerah, kecuali

informasi mengenai kenampakan alam atau tinggi rendahnya bentuk permukaan

bumi saja. Secara garis besar Noor juga menjelaskan peta topografi merupakan

peta yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Peta kontur pada umumnya hanya berwarna putih dan kuning dengan

garis-garis yang tercetak dengan jelas. Peta topografi tidak memiliki

banyak warna karena kebutuhan informasi yang diberikan. Informasi

pokok yang diberikan oleh peta topografi ini sebatas kontur tanah saja

sehingga garis-garis kontur dibuat tercetak jelas supaya pembaca dapat

memahami isi dair peta tersebut.

2. Peta topografi menggunakan skala yang besar guna memberikan

informasi sedetail mungkin kepada pembaca. Selain itu dengan skala

lebih besar, ukuran yang tertera pada peta akan semakin akurat.

19
3. Ciri khusus dari peta topografi yang sangat mudah dikenali adalah,

terdapat garis-garis halus namun tegas yang tergambar pada peta

tersebut. Garis-garis itu disebut dengan garis kontur. Garis kontur ini

berjumlah sangat banyak dan digambar memenuhi peta. Garis kontur

merupakan kombinasi dua segmen garis yang saling berhubungan namun

tidak saling berpotongan. Garis kontur ini menunjukan titik elevasi pada

peta topografi supaya pembaca dapat melihat dan mengetahui dengan

jelas keadaan yang dimaksud.

2.3.2 Macam-macam Garis Kontur

Menurut Rosana dalam Al Wahidy (2013), garis kontur memiliki

beberapa sifat dan fungsi tertentu pada sebuah peta. Sifat dan fungsi tersebut

dirangkum sebagai berikut.

1. Sifat Garis Kontur

• Garis kontur yang lebih rapat lerengnya lebih curam.

• Garis kontur bersifat selalu horizontal.

• Garis kontur selalu membelok-belok dan akan mengikuti dan

akan mengikuti lereng dari sutau lembah.

• Garis kontur selalu tegak lurus jurusan air yang mengalir di

permukaan.

• Garis kontur merupakan garis yang tertutup.

2. Fungsi Garis Kontur

• Menunjukkan tinggi suatu tempat.

• Untuk menunjukkan bentuk relief.

20
• Untuk menunjukkan lereng.

2.3.3 Ketelitian Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)

Menurut peraturan kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 tahun

2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar maka ditetapakan ketentuan

untuk standar ketelitian geometri Peta RBI yang tertera pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketelitian Geometri Peta RBI

Ketelitian Peta RBI


Interval
No. S kala kontur Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
(m) Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
(CE90 (LE90 (CE90 (LE90 (CE90 (LE90
dalam m) dalam m) dalam m) dalam m) dalam m) dalam m)
1. 1:1.000.000 400 200 200 300 300 500 500
2. 1:500.000 200 100 100 150 150 250 250
3. 1:250.000 100 50 50 75 75 125 125
4. 1:100.000 40 20 20 30 30 50 50
5. 1:50.000 20 10 10 15 15 25 25
6. 1:25.000 10 5 5 7,5 7,5 12,5 12,5
7. 1:10.000 4 2 2 3 3 5 5
8. 1:5.000 2 1 1 1,5 1,5 2,5 2,5
9. 1:2.500 1 0,5 0,5 0,75 0,75 1,25 1,25
10. 1:1.000 0,4 0,2 0,2 0,3 0,3 0,5 0,5
Sumber: Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014

Nilai ketelitian di setiap kelas diperoleh melalui ketentuan seperti tertera

pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Ketentuan Ketelitian Geometri Peta RBI Berdasarkan Kelas

Ketelitian Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3


0,2 mm x 0,3 mm x 0,5 mm x
Horizontal
bilangan skala bilangan skala bilangan skala
0,5 x interval 1,5 x ketelitian 2,5 x ketelitian
Vertikal
kontur kelas 1 kelas 1
Sumber: Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014

21
Nilai ketelitian posisi peta dasar pada Tabel 2.2 adalah nilai CE90

untuk ketelitian horizontal dan LE90 untuk ketelitian vertikal, yang berarti

bahwa kesalahan posisi peta dasar tidak melebihi nilai ketelitian tersebut dengan

tingkat kepercayaan 90%. Nilai CE90 dan LE90 mengacu kepada standar US

NMAS (United States National Map Accuracy Standards) .

Contoh:

Peta RBI Skala 1:5.000 memiliki ketelitian geometri peta kelas 1. Hal

tersebut menunjukkan bahwa sedikitnya 90% kesalahan atau pergeseran posisi

objek pada Peta RBI Skala 1:5.000 tersebut tidak lebih dari 1 (satu) meter untuk

posisi horizontal dan tidak lebih dari 1 (satu) meter untuk posisi vertikal. Pada

metadata dan sajian kartografis peta dinyatakan sebagai berikut: “Peta ini

memiliki ketelitian horizontal sebesar 1 meter dan ketelitian vertikal

sebesar 1 meter. Kelas ketelitian peta ini adalah ketelitian horizontal kelas

1 dan ketelitian vertikal kelas 1”.

2.4 Digital Elevation Model (DEM)

DEM (Digital Elevation Model) adalah data digital yang menggambarkan

geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan

titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang

mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat (Tempfli,

1991 dan Purwanto, 2015 dalam Duantari Novita, 2017).

DEM merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam

mengumpulkan, processing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai-nilai

22
digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial

diwakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horisontal X dan Y serta karakteristik

medan diwakili oleh ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Doyle, 1991 dan

Purwanto, 2015 dalam Duantari Novita, 2017).

DEM khususnya digunakan untuk menggambaran model relief rupa bumi

tiga dimensi (3D) yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata (real world)

divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis dan teknologi virtual

reality (Mogal, 1993 dan Purwanto,2015 dalam Duantari Novita, 2017).

Sumber data dari DEM dapat bermacam-macam diantaranya FU stereo

(Photogrammetric Techiques), citra satelit stereo (Stereo-pairs technique), data

pengukuran lapangan (GPS, Theodolith, EDM, Total Station, Echosounder), peta

topografi (Interpolation Technique), radar (Radar technique), LiDAR (Laser

Scanner Technique). Sedangkan bentuk data dari DEM meliputi titik (titik tinggi),

garis (kontur), dan penyiaman (LiDAR) (Purwanto, 2015).

DEM adalah model digital yang memberikan informasi bentuk permukaan

(topografi) dalam bentuk data raster, vektor atau bentuk data lainnya. DEM memuat

informasi ketinggian dan kemiringan yang mempermudah interpretasi. sehingga

dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang kebencanaan

DEM dapat digunakan untuk membuat peta rawan bencana banjir atau tanah

longsor. Dalam bidang manajemen sumberdaya DEM dapat digunakan untuk

mendapatkan lokasi penambangan. Dan masih banyak kegunaan lainnya dari DEM.

Salah satu sumber data untuk pembentukan DEM adalah foto udara. Foto udara

23
yang dapat digunakan merupakan foto udara stereo atau foto udara yang

bertampalan kanan dan kiri. Hal ini dimaksudkan agar didapatkan tidak hanya data

X atau Y namun juga Z yang merepresentasikan ketinggian. Foto udara yang

dipakai merupakan foto udara skala besar yaitu 1:10.000. Dalam penelitian ini

sumber data yang dipakai merupakan dari foto udara skala besar karena representasi

permukaan akan tampak lebih jelas dibandingkan dengan foto udara skala

menengah maupun dari citra. Foto udara dengan skala kecil sangat bermanfaat

terutama untuk manajemen tata ruang sehingga dengan mengolah informasi DEM

dari foto udara skala ini dapat memberikan informasi yang lebih detail mengenai

relief permukaan bumi yang dipetakan.

DEM dari foto udara salah satunya dapat diolah dari titik dan garis

ketinggian yang diolah menggunakan perangkat lunak Summit Evolution. Titik dan

garis ini diperoleh dari persebaran mass point, breaklines, unsur hidrografi, serta

transportasi dari suatu data foto udara stereo. Titik dan garis ketinggian inilah yang

kemudian disatukan untuk membuat DEM dengan beberapa metode yang

ditentukan. Tahapan yang digunakan dalam pembuatan unsur-unsur pembentuk

ketinggian adalah stereoplotting. Stereoplotting adalah ekstraksi data dari sumber

data berupa data radar menjadi data vektor yang dilakukan dengan cara digitasi 3

dimensi secara stereoskopis. Melalui tahapan ini akan didapati informasi mengenai

posisi planimetris serta ketinggiannya sesuai dengan yang ada di lapangan. Plotting

pada foto udara skala besar juga akan memberikan informasi yang lebih detail data

yang ada di lapangan.

24
Dari unsur pembentuk ketinggian tersebut selanjutnya dapat dibuat DEM dari

wilayah yang dipetakan. Pembuatan DEM ini dapat melalui beberapa metode yaitu

(Triangulated Irregular Network) TIN, (Inverse Distance Weighted) IDW, dan

Kriging. Metode-metode tersebut dipilih karena telah banyak digunakan pada

berbagai penelitian yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.

TIN adalah rangkaian segitiga yang tidak tumpang tindih pada ruang tak

beraturan dengan koordinat x, y, dan nilai z yang menyajikan data elevasi. Model

TIN disimpan dalam topologi berhubungan antara segitiga dengan segitiga

didekatnya, tiap bidang segitiga digabungkan dengan tiga titik segitiga yang dikenal

sebagai facet. Titik tak teratur pada TIN biasanya merupakan hasil sampel

permukaan titik khusus, seperti lembah, igir, dan perubahan lereng (Mark, 1975).

TIN hampir sama dengan grid yang merupakan data digital untuk

merepresentasikan suatu permukaan, namun TIN merepresentasikan permukaan

sebagai suatu kesatuan yang berlanjut tanpa ada segitiga yang saling menampal.

IDW adalah suatu metode yang mensyaratkan kondisi nilai estimasi sebuah titik

dipengaruhi oleh titik terdekat yang diketahui dibandingkan titik yang semakin

jauh. Sementara metode Kriging mengasumsikan bahwa jarak atau arah antara titik

sampel merefleksikan korelasi spasial yang dapat digunakan untuk menjelaskan

variasi pada permukaan yang mana hal ini sesuai dengan jumlah spesifik titik-titik

maupun keseluruhan titik dengan radius tertentu untuk menentukan hasil nilai untuk

tiap-tiap lokasi.

25
2.5 AutoCAD Civil 3D

Perangkat lunak atau software Autocad Civil 3D adalah salah satu perangkat

atau software aplikatif, dinamis, serta inovatif untuk rekayasa dan desain bangunan,

desain jalan desain grading hidrologi pipeline dll, serta versi terbaru dari generasi

sebelumnya yaitu Autocad Land Development yang diperuntukkan khusus untuk

pemetaan dan rekayasa teknik sipil (civil engineering), yang dikeluarkan atau

direalease tahun 2019 oleh AUTODESK.INC.

Sumber : Data Olahan Penulis

Gambar 2.5 Tampilan dari Perangkat AutoCAD Civil 3D 2020

Perangkat lunak Autocad Civil 3D mengalami metamorphosis secara sistem

data dalam pengunaannya. Fitur –fitur yang disajikan meliputi fasilitas untuk

pemetaan seperti pembuatan kontur, surface 3D, perhitungan volume, desain

rencana jalan, desain grading, analisa daerah tangkapan air, dan lainnya.

26
Pembuatan penampang selesai dilakukanakan dapat dilakukan perhitungan

besarnya luas penampang untuk mengetahui besarnya volume dan tonase dengan

menggunakan software AutoCAD (Rauf, 2017).

Banyak pilihan perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pekerjaan

perhitungan volume untuk kebutuhan penambangan, seperti Surpac, Autodesk Land

Dekstop & Civil 3D, 12D, Minescape, Vulcan, Micromine dan lainnya, dimana

kemampuan masing-masing software untuk perhitungan volume seperti disebutkan

diatas sama baiknya, tergantung metoda dan algoritma matematika yang digunakan

oleh pembuatan software tersebut (Iswandi, 2016).

Metode Hitung Volume AutoCAD Civil 3D Perhitungan Volume. Untuk

perhitungan volume dengan perangkat lunak Autocad Civil 3D prinsipnya sama

yaitu menghitung dua permukaan surface yang berbeda dimana perhitungan

dibatasi dengan batas area perhitungan (boundary). Adapun metode yang

digunakan dalam perangkat lunak ini adalah (Iswandi, 2016):

1. Metoda Grid Surface

2. Metoda Tin Surface (metoda garis kontur – composite).

27
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Jadwal Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di daerah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT.

Istindo Mitra Manggarai yang terletak di Dusun Lingkololok, Desa Satar Punda,

Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara

Timur. Peta admininistrasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan Lampiran 1 Peta

lokasi kesampaian daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Sumber: Laporan Studi Kelayakan PT.IMM (2020)

Gambar 3.2 Peta administrasi WIUP PT. IMM

28
Sumber: Laporan Studi Kelayakan PT.IMM (2020)

Gambar 3.1 Peta Kesampaian WIUP PT. IMM

3.1.2 Jadwal Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan atau dilakukan dalam

waktu ± 3 bulan. Jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jadwal penelitian

Bulan
No. Jenis Kegiatan
I I II II III III
1 Orientasi Lapangan
2 Studi Literatur
3 Pengambilan Data
4 Pegolahan dan Analisa Data
5 Pembuatan Laporan dan Presentasi
Sumber: Data Olahan Penulis

29
3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah terapan yaitu berhubungan dengan

rencana perhitungan sumberdaya batugamping menggunkan metode penampang,

metode permodelan dan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menerapkan

dua pembanding yakni penggunaan topografi hasil pengukuran Total Station oleh

PT. IMM dan data DEM dengan resolusi 0,27 arcsecon pada setiap metode

pengerjaan perhitungan sumberdaya. Perhitungan sumberdaya dilakukan dengan

bantuan software AutoCAD Civil 3D pada WIUP PT. IMM.

3.3 Tahapan Persiapan dan Pengambilan Data

3.3.1 Studi Literatur

Studi literatur dapat dilakukan sebelum dan selama penelitian

berlangsung, dapat dilakukan dengan membaca buku, tulisan ilmiah dan sumber

lain seperti internet. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data dari istansi terkait

dan literatur atau arsip perusahaan untuk mendukung penelitian.

3.3.2 Pengambilan Data

Pengambilan data dapat berupa data sekunder, adapun data-data yang

diperlukan untuk penelitian ini, yaitu:

1. Topografi hasil pengukuran menggunakan Total Station yang dilakukan

oleh PT. IMM.

2. Data DEM dengan resolusi 0,27 arcsecon

3. Data hasil eksplorasi PT. IMM berupa data hasil pemboran, bulk

sampling dan hasil analisis kadar.

30
4. Data hasil pengamatan yang dilakukan oleh LP2M Universitas Nusa

Cendana (UNDANA).

5. Batas-batas litologi di WIUP PT. IMM.

3.4 Pengolahan Data

3.4.1 Perhitungan Sumberdaya Metode Penampang

1. Perhitungan sumberdaya batugamping menggunakan data topografi hasil

pengukuran Total Sation dan DEM. Selanjutnya masukan batas litologi

Tmb yang akan dihitung sebagai sumberdaya sehingga hanya terdapat

topografi di daerah sumberdaya yang akan dihitung dan selanjutnya

membuat surface dari topografi tersebut.

2. Membuat penampang pada surface topografi di daerah penelitian dengan

jarak yang disesuai dengan keadaan geologi yang dapat mewakili daerah

sekitarnya. Penarikan garis penampang harus disesuaikan dengan elevasi

dan titik pemboran. Selanjutnya, akan diperoleh beberapa penampang

dan blok.

3. Menghitung luas dan volume dari masing-masing blok dimana dapat

diketahui dengan software AutoCAD Civil 3D dan menggunakan

pendekatan rumus Mean Area dan Frustum. Selanjutnya, volume

sumberdaya dan dikalikan dengan berat jenis untuk mendapatkan

sumberdaya batugamping dalam tonase.

3.4.2 Perhitungan Sumberdaya Metode Permodelan

1. Membuat Surfaces Topografi Sumberdaya Batugamping menggunakan

data topografi hasil pengukuran Total Sation dan DEM selanjutnya

31
masukan batas litologi Tmb yang akan dihitung sebagai sumberdaya

sehingga hanya terdapat topografi di daerah sumberdaya yang akan

dihitung,

2. Membuat surfaces bottom Sumberdaya Batugamping dimulai dengan

memasukan koordinat batas bawah Tmb yang didapatkan dari data

pemboran dan hasil analisi kadar yang selanjutnya akan terbentuk

surface batas bawah sumberdaya yang akan dihitung. Data analisis kadar

dibutuhkan sebagai parameter untuk menentukan kualitas sumberdaya

batugamping memenuhi standar atau tidak sebagai bahan baku semen.

Standar yang dipakai untuk menunjukan kualitas batugamping layak atau

tidak adalah (SNI 15-2049-2004) CaO ≥ 50% dan kadar MgO < 5%., atau

berdasarkan standar dari pabrik semen China (DZ/T0213-2002) CaO ≥

48% dan kadar MgO < 3%.

3. Pertemuan antara surface topografi permukaan dan surface batas bawah

yang telah dibuat akan membentuk model geologi sumberdaya

batugamping dan bisa dihitung volume sumberdaya dan dikalikan

dengan berat jenis untuk mendapatkan sumberdaya batugamping dalam

tonase.

3.4.3 Perhitungan Sumberdaya Metode SNI

1. Masukan titik lokasi pengamatan, bulk sampling, dan titik pemboran

pada daerah IUP ke lembar kerja dan diubah kedalam 3D Modelling.

2. Buatlah sphere atau bentuk bola sesuaikan dengan koordinat titik

pengamatan dan masukan radius penguran sesuai SNI 13-5014-

32
1998, lakukan pada semua titik pengamatan, bulk sampling, dan

titik pemboran

3. Titik sphere kemudian digabungkan dan digabungkan dengan file solid

Tmb lalu hitung volume batugamping untk mendapkan nilai sumberdaya

dikalikan dengan berat jenis batugamping untuk mendapkan sumberdaya

dalam tonase.

3.5 Analisis

Pada tahapan ini akan dilakukan analisis terhadap perhitungan luas dan

volume sumberdaya batugamping. Perhitungan luas dan volume sumberdaya akan

menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dan AutoCAD Civil 3D 2020

ataupun dengan penggunaan rumus-rumus yang telah ditetapkan. Selanjutnya, dari

jumlah sumberdaya yang didapatkan dari setiap metode akan didapatkan

perbedaan/selisih dalam persen (%) menggunakan persamaaan (3.4).

3.5.1 Luas Batugamping

• Luas (Ha) = luas area (m2)/10.000…………………………..(3.1)

3.5.2 Volume Batugamping Tertambang

• Volume (m3) = Luas area (m2) x tebal lapisan (m)…………..(3.2)

• Tonase (ton) = Volume (m3) x berat jenis (ton/m3)………….(3.3)

3.5.3 Presentase Perbedaan/Selisi Sumberdaya Batugamping

Selisih Sumberdaya
• Selisih (%) = x100 %.................................(3.4)
Sumberdaya Awal

33
3.6 Diagram Alir

Mulai

Tahapan Persiapan

Pengumpulan Data

• Data Pemboran
• Data Hasil Analisis Kadar
Topografi Hasil Pengukuran Total • Bulk Sampling Topografi Dari DEM
Station Yang Telah Dibatasi • Titik Pengamatan Yang Dibatasi Dengan
Dengan Batas Pemetaan Tmb • Batas Pemetaan Tmb Batas Pemetaan Tmb

Surface Batas Bawah


Surface Topografi Surface Topografi
Total Station Dibuat Berdasarkan
Dari DEM
Data Pemboran Dan
Analisis Kadar

Penarikan Garis Penampang Penarikan Garis Penampang


Disesuaikan Dengan Bentuk Model Geologi Disesuaikan Dengan Bentuk
Model Geologi
Topografi Dan Titik Pemboran Sumberdaya Topografi Dan Titik Pemboran
Sumberdaya
Topografi Total
Dari DEM
Station

Membuat Sphere Atau


Perhitungan Luas Dan Volume Bentuk Bola Pada Semua Perhitungan Luas Dan Volume
Menggunakan Rumus Mean Area Titik Pengamatan, Bulk Menggunakan Rumus Mean Area
Dan Frustum Sampling, Dan Titik Dan Frustum
Pemboran Dan Masukan
Radius Penguran Sesuai
SNI 13-5014-1998

Sumberdaya Metode Sumberdaya Metode Sumberdaya Sumberdaya Sumberdaya Metode Sumberdaya Metode
Penampang Pemodelan Batugamping Batugamping Permodelan Penampang
Topografi Total Topografi Total Topografi Total Station Topografi Dari DEM Topografi Topografi
Station Station Berdasarkan SNI Berdasarkan SNI Dari DEM Dari DEM

Berdasarkan SNI

Analisa Hasil Perhitungan Sumberdaya Batugamping


Berupa Perbandingan Antara Setiap Metode

Presentase Perbedaan Jumlah Sumberdaya Antara


Penggunaan Topografi Total Station Dan DEM

Selesai

Sumber: Olahan Data Penulis,

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian

34
BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Geologi

4.1.1 Geomorfologi

Geomorfologi adalah bentang alam yang dikontrol oleh geologi daerah

tersebut. Geomorfologi WIUP PT. IMM dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi

(lihat Gambar 4.1 dan Lampiran 2) dan:

1. Satuan Geomorfologi Daratan Aluvium. Terdapat di sungai – muara

sungai Wae Togong, muara sungai kecil di tepi pantai yang membentuk

dataran landai, berada di sekitar sungai dan tepi pantai yang landai.

Batuannya terdiri dari endapan aluvium berupa lumpur/lempung, lanau,

pasir, kerikil - berangkal yang diendapkan pada saat banjir. Daerah ini

kadang tergenang atau mengalami banjir pada saat sungai Wae Togong

meluap. Satuan batuan ini terdapat di luar WIUP yakni di sebelah Timur

dari WIUP (Wae Togong) dan dataran di tepi Pantai Utara Desa Satar

Punda.

2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Batugamping / Karst. Membentuk

perbukitan-perbukitan dengan beda tinggi umumnya di bawah 50 m

dengan daerah di sekitarnya (Lihat Gambar 4.2). Batuannya adalah

batu gamping. Kenampakkan geomorfologi karst di WIUP dan

sekitarnya belum menunjukkan adanya bentuk—bentuk larutan yang

menyebabkan terbentuknya rongga dan gua. Bentuk karst dapat dilihat

pada bentuk eksogen yaitu berupa bukit-bukit dan lembah, tetapi

35
bentuk-bentuk endogen seperti sungai bawah tanah, gua-gua dan rongga

baik yang berair maupun yang tidak berair tidak dijumpai di WIUP dan

sekitarnya. Bentuk stalagtit dan stalagmit juga tidak dijumpai di WIUP

dan sekitarnya. Sungai-sungai yang ada di satuan geomorfologi

perbukitan batugamping / karst hanya berupa sungai musiman yang

berair pada saat hujan lebat sehingga satuan geomorfologi perbukitan

batugamping ini masih belum dapat dikatakan geomorfologi karst atau

dengan kata lain sesuai dengan PERMEN ESDM No. 17 Tahun 2012

daerah ini termasuk level I, delineasi sebaran batugamping karena

bentuk karstnya belum jelas terlihat. Di samping itu juga berdasarkan

PERMEN ESDM No. 17 Tahun 2012 batas-batas karst level I adalah

batas delineasi yang artinya batasnya diperkirakan dan jika batas itu

dioverlay dengan batugamping di WIUP PT. IMM lokasi potensi

batugamping tidak berada pada daerah karst level I.

36
Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.1. Peta Geomorfologi WIUP PT. IMM dan Sekitarnya

Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.2 Morfologi WIUP PT. IMM, Telihat Perbukitan dengan


Ketinggian 200 - 280 m dari Permukaan Laut

3. Satuan Geomorfologi Pegunungan dan Lereng Vulkanik. Satuan

geomorfologi ini membentuk pegunungan dan lereng yang terjal karena

batuannya relatif lebih kompak berupa breksi vulkanik dan lava. Di

37
WIUP dan sekitarnya morfologi ini hanya membentuk lereng-lereng

yang terjal kenampakkan pegunungan tidak terlihat karena WIUP relatif

sempit. Kenampakkan pegunungan hanya dapat terlihat pada peta yang

lebih regional.

4.1.2 Litologi di WIUP PT. IMM

LP2M UNDANA melakukan pemetaan geologi detail yang dipetakan

pada data surface DEM yang detail dengan resolusi 0,27 arcsecon. Data lokasi

pengamatan yang dipetakan menggunakan data-data yang dipetakan sebelumnya

dan tambahan data pengamatan batugamping. Pemetaan geologi detail di WIUP

PT. IMM dan sekitarnya yang ditekankan pada batas-batas batugamping dan

sebaran batugamping yang memiliki kadar CaO ≥ 50%, dan kadar MgO < 5%

(SNI 15-2049-2004), atau berdasarkan standar dari pabrik semen China

(DZ/T0213-2002) CaO ≥ 48%, dan kadar MgO < 3%, yang terdapat pada satuan

batuan Formasi Bari. Pada batugamping dilakukan pengamatan permukaan

sebanyak 171 lokasi. Pengamatan kemenerusan batugamping secara lateral

dilakukan pada paritan sebanyak 7 jalur pengamatan yang dimulai dari batas

batugamping dengan batuan vulkanik, memanjang dari Barat - Timur dengan

total panjang parit pengamatan 23,32 Km. Pengamatan yang dilakukan LP2M

UNDANA sebanyak 395 lokasi yang dititikberatkan untuk memetakan batas dan

perhitungan sumber daya dan cadangan, tidak melakukan analisis kadar. Peta

lokasi pengamatan dan pengambilan sampel batugamping di WIUP PT. IMM

pada peta skala 1 : 10.000 dengan interval kontur 5 dapat dilihat pada Gambar

4.3 dan Lampiran 3 Pada lokasi pengamatan sebanyak 566 lokasi dilakukan

38
pengambilan sampel sebanyak 419 sampel. Daftar Sampel dan koordinat sampel

dapat dilihat pada Lampiran 4 (Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020).

Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.3 Peta Lokasi Pengamatan dan Pengambilan Sampel Batugamping di


WIUP PT. IMM

Berdasarkan hasil pengamatan detail, bulk sampling, lokasi pengambilan

sampel dan hasil analisis sampel yang menunjukkan bahwa kadar CaO dan MgO

memenuhi SNI 15-2049-2004 maka dipetakan geologi detail batugamping

(Tmb) di WIUP yang layak sebagai bahan baku semen seluas 450,48 Ha. Peta

Geologi Detail Batugamping di WIUP PT. IMM dengan skala 1 : 10.000 dapat

dilihat pada Gambar 4.4 dan Lampiran 5. Berdasarkan data-data kegiatan

penambangan mangan yang pernah dilakukan di sekitar WIUP. Mangan

dijumpai pada satuan batuan vulkanik yakni Formasi Kiro, dan batugamping

yakni pada bagian bawah Formasi Bari. Mangan berupa bongkah-bongkah yang

39
sporalis yang terbentuk akibat aktivitas vulkanik (hydrothermal). Namun

batugamping yang mengandung mangan memiliki kadar CaO dan MgO yang

tidak memenuhi SNI untuk bahan baku semen. Sehingga Formasi Kiro dan

batugamping yang mengandung mangan dianggap sebagai “waste” dan tidak

ditambang. Soil yang tebal diperkirakan lebih dari 3 m dijumpai pada lembah

yang ada di bagian tengah WIUP. Soil yang tebal ini dikelompokan sebagai

aluvium (Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020).

Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.4 Peta Geologi Detail Wilayah IUP PT.IMM

Sebagai bahan baku pembuatan semen sumberdaya batugamping harus

memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas jika memenuhi maka dapat

dilanjutkan ketahap pembangunan pabrik semen. PT. IMM merencanakan

pembangunan pabrik semen Portland type I dengan standar yang dipakai untuk

40
menunjukan kualitas batugamping layak atau tidak adalah (SNI 15-2049-2004)

CaO ≥ 50% dan kadar MgO < 5%., atau berdasarkan standar dari pabrik semen

China (DZ/T0213-2002). Analisis kadar batugamping dilakukan di atas dan

bawah permukaan. Analisi kadar atas permukaan dilakukan pada 2 senyawa

oksidan CaO dan MgO pada 146 jalur penampang secara lateral (TC021) dan

analisa 21 sampel random. Sedangkan dibawa permukaan hasil analisis kualitas

batugamping didapatkan dari hasil pemboran coring 6 lubang bor (Lihat

Gambar 4.3). Analisis 2 senyawa oksida yakni rata-rata CaO dan MgO pada

batugamping dapat dimasukkan ke dalam sumber daya yakni dari core 5 lubang

bor dan ZK003 tidak memenuhi standar (Lihat Gambar 4.5).

Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.5 Penampang Litologi 6 Lokasi Pemboran Coring di WIUP PT. IMM

41
Hasil anailis Kadar CaO dan MgO di WIUP PT. IMM seluas 456,5 Ha

yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku semen (Lihat Tabel 4.1) dan

Hasil analisis sampel secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel. 4.1 Kadar CaO dan MgO Batugamping pada 5 Lubang Bor, Paritan TC021,
dan Sampling Random di WIUP PT. IMM
Persentase Kadar (%) Rata-Rata
Ketebalan
Data CaO MgO Berat
(m)
Min Max Rata-rata Min Max Rata-rata Jenis
ZK064 45.07 55.85 52.41 0.21 0.63 0.37 2.49 105.00
ZK041 45.58 55.51 53.22 0.28 0.50 0.39 2.52 140.00
ZK023 45.29 55.77 53.86 0.23 0.95 0.36 2.53 124.00
ZK025 53.60 55.91 55.33 0.17 0.52 0.30 2.54 116.60
ZK028 47.74 53.80 50.79 0.16 0.46 0.32 2.53 62.00
Bulk TC021 45.26 55.82 54.27 0.13 3.48 0.33
Sampling Random 51.05 54.54 53.09 0.23 1.58 0.59
Seluruh sample 45.07 55.91 53.28 0.13 3.48 0.38 2.52

Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Tidak ada data pemboran di soil maka ketebalan soil diperkirakan paling

tebal 3 m, dan morfologi basement soil relatif mengikuti permukaan tanah dan

dikorelasikan dengan batas soil di permukaan. Berdasarkan korelasi data

permukaan dan data bawah permukaan maka dapat dibuat model geologi

batugamping di WIUP PT. IMM. Ketebalan batugamping berdasarkan data

pemboran pada batugamping telah dikurangi dengan ketebalan lapisan soil di

bagian Utara Lingkololok (lihat Gambar 4.7). Pada Gambar 4.7 A ketebalan

batugamping telah dikurangi lapisan soil, dan Gambar 4.7 B dan 4.7 C

memperlihatkan batas bawah batugamping atau permukaan basement mengikuti

korelasi data pemboran dan data permukaan. Pada Gambar 4.7 C.

memperlihatkan korelasi ketebalan batugamping saja dan soil yang dipetakan

sebagai (Qa) telah dikeluarkan dari model, sehinngga nantinya yang dihitung

adalah volume batugamping saja. yang digunakan untuk korelasi data pemboran

adalah data coring yang mem\enuhi syarat sebagai bahan baku semen, sehingga

42
batugamping yang tidak memenuhi syarat dikeluarkan dari korelasi untuk

menghitung ketebalan batugamping. Batas-batas antara Batugamping - Formasi

Kiro dan soil tebal / aluvium ditentukan berdasarkan pemetaan detail permukaan

sedangkan batas bawah antara batugamping dipetakan berdasarkan korelasi data

pemboran dan data permukaan. Permodelan geologi dapat dilihat pada Gambar

4.6. Pada permodelan geologi Formasi Laka (Tmpl) dan Formasi Kiro (Tmk)

dianggap sebagai basement dan batas bawah lapisannya tidak diketahui karena

tidak dilakukan pemboran. Korelasi data pemboran dan data permukaan dapat

dilihat pada Gambar 4.7 (Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020).

Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.6 Model Geologi Batugamping di WIUP PT. IMM

43
Sumber : Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020

Gambar 4.7 Model Geologi Batugamping dan Soil Tipis Telah


Dikeluarkan dari Model.

44
4.1.3 Struktur

Batugamping di WIUP PT. IMM bersifat masif, tidak dijumpai adanya

rekahan baik kekar maupun sesar dan lipatan. Kedudukan batugamping

diperkirakan berupa monoklin dan miring ke arah Barat - Barat Laut.

Kemiringan ini diperkirakan dari kedudukan pada Formasi Kiro yang selaras dan

menyilang jari dengan Formasi Bari. Rekahan juga tidak dijumpai pada data-

data pemboran coring. Karena tidak adanya rekahan-rekahan pada batugamping

menyebabkan karstifikasi pada batugamping berjalan sangat lambat di wilayah

ini. Masifnya batugampig juga dibuktikan oleh adanya 3 sumur gali yang

dangkal dan berdebit sangat kecil, sangat berfluklasi (berair banyak pada saat

musim hujan dan kering pada musim kemarau). Jika terdapat banyak rekahan

pada batugamping yang tebal maka muka air tanahnya juga akan dalam.

(Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020).

4.2 Peta Topografi

4.2.1 Hasil Pengukuran Total Station

Untuk pemetaan geologi detail dilakukan pemetaan topografi detail.

Pemetaan topografi detail dilakukan pada daerah sebaran batugamping yang

prospek dan disekitarnya di WIUP seluas 544 Ha (tidak seluruh WIUP).

Pemetaan juga dilakukan pada daerah untuk perencanaan jalan menuju stockpile

batugamping di pabrik semen, yaitu seluas 44,6 Ha, dan kawasan pabrik pada

daerah seluas 188.6 Ha, sehingga total pemetaan topografi adalah seluas 777.2

Ha. Pemetaan ini meliputi seluruh wilayah Dusun Lingkololok, sebagian dusun

Luwuk dan sebagian Dusun Serise, Desa Satar Punda, tetapi pemetaan yang

45
dilakukan oleh PT. IMM tidak mencakup seluruh sumberdaya batugamping yang

terdapat didalam WIUP, sehingga perhitungan sumberdaya dilakukan pada

wilyah yang diukur saja yaitu seluas 434,44 Ha (Laporan Studi Kelayakan

PT.IMM, 2020).

Sumber: Olahan Data Penulis

Gambar 4.8 Peta Topografi dari Total Station oleh PT.IMM

46
Pemetaan dilakukan menggunakan alat 2 unit Total Station Nikon DTM

322 dan 2 unit Topcon ED 65 with Laser, serta dibantu oleh GPS Geodetik South

Galaxy G6 GNSS RTK untuk menentukan titik bench mark. Pemetaan dilakukan

selama 127 hari dan menghasilkan 8.341 titik ukur dengan jarak antara titik ukur

bervariasi dari 5 – 50 m. Pada pemetaan topografi ini juga dilakukan pemetaan

permukiman dan lahan / tanah yang telah berserfikat. Kegiatan pemetaan

topografi ini menghasilkan peta topografi dengan skala 1: 5.000 (Laporan Studi

Kelayakan PT.IMM, 2020). Hasil pemetaan topografi dapat dilihat pada

Gambar 4.8.

4.2.2 Digital Elevation Model (DEM)

Sumber: Olahan Data Penulis

Gambar 4.9 Peta Topografi dari DEM

47
Peta topografi detail yang luas juga diperoleh dari Data DEM lembar

2107 (luas 75.868 ha) dengan ketelitian 8 x 8 m edisi 2019. Data DEM digunakan

untuk membuat peta topografi detail kondisi terbaru dengan ketelitian 8 x 8 m

atau beresolusi 0,27 arcsecon, interval kontur 4 m, atau ketelitian skala 1:5.000.

Untuk pelaporan pemetaan dilakukan pada peta topografi skala 1:10.000 dengan

interval 5 m (Laporan Studi Kelayakan PT.IMM, 2020).

4.3 Sumberdaya Batugamping

Perhitungan sumber daya batugamping yang dilakukan berdasarkan cara

perhitungan yang dilakukan yaitu:

1. Non SNI, dan termasuk kategori yakni berdasarkan hasil pemetaan,

ketersediaan data, dan keyakinan geologist dan dilakukan berdasarkan

ketersediaan data, terdiri dari:

a) Metode Penampang

b) Metode Permodelan

2. Sesuai ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan dapat dilakukan

dengan permodelan. Kerena tidak ada SNI yang mengatur tentang batuan

makan dipakai SNI 13-5014-1998, Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan

Batubar dikarenakan batugamping adalah batuan sedimen sama dengan

batubara. Perhitungan sumber daya yang dilakukan adalah sumber daya

terukur agar dapat berubah menjadi cadangan terbukti berdasarkan SNI 13-

5014-1998. Berdasarkan kondisi geologi batugamping di WIUP PT. IMM,

termasuk kondisi geologi yang sederhana karena tidak terpatahkan atau

tidak tersesarkan dan tidak dijumpai adanya perlapisan batuan sehingga

48
tidak diketahui kedudukannya, serta tidak adanya perlipatan. Dapat disebut

moderat karena adanya batas saling menjari dengan batuan di sampingnya

(Fm. Kiro) (Laporan Studi Kelayakan PT.IMM,2020). Sehingga untuk

radius yang dipakai untuk perhitungan sumberdaya berdsarkan SNI adalah

untuk kondisi geologi sederhana adalah 500 m dan moderat 250 m (Lihat

Tabel 2.1)

4.3.1 Metode Penampang

Perhitunggan sumberdaya terdiri dari 7 (tujuh) buah penampang yang

mana 3 (tiga) buah penampang melewati 3 (tiga) titik pemboran yaitu ZK028,

ZK025, ZK023 dan ZK041 yang digunakan menentukan batas bawah

perhitungan sumberdaya sedangkan 4 (empat) penampang yang tidak melewati

titik pemboran ditarik berdasarkan hasil interpolasi jarak penampang. Peta

penampang 2D menggunakan topografi dari DEM (Lihat Gambar 4.10) dan

menggunakan topografi dari Total Station (Lihat Gambar 4.11). Panjang dan

jarak antar penampang dijadikan sama untuk yang membedakan adalah jenis

topografi yang digunakan serta dibatasi dengan kemiringan 55o disamakan

dengan cara perhitungan metode penampang yang dilakukan sebelumnya oleh

PT. IMM untuk setiap topografi baik DEM (Lihat Gambar 4.12) maupun Total

Station (Lihat Gambar 4.13) dengan menggunakan batas Tmb yang sama.

49
Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.10 Penampang 2D Menggunakan Topografi Dari DEM

Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.11 Penampang 2D Menggunakan Topografi Dari Total Station

50
Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.12 Penampang Menggunakan Topografi dari DEM

51
Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.13 Penampang Menggunakan Topografi dari Total Station

Hasil perhitungan sumberdaya metode penampang dikategorikan sebagai

sumberdaya hipotetik. Total sumberdaya menggunakan topografi dari DEM

adalah 128.982 ton sedangkan topografi dari Total Station adalah 124.769 ton

dengan selisi keduanya sebesar 3,38 %. Dan apabila hanya menggunakan 4

(empat) penampang yaitu P1, P3, P5 dan P7 maka total sumberdaya

52
menggunakan topografi dari DEM adalah 126.245 ton sedangkan topografi dari

Total Station adalah 121.803 ton dengan selisi keduanya sebesar 3,65 %.

Sehingga jumlah dan jarak antar penampang mempengaruhi sumberdaya,

semakin sempit jarak antar penampang maka sumberdaya yang dihitung semakin

detail. Hasil perhitungan luas (Lihat Tabel 4.2) dan perbandingan volume serta

selisi sumberdaya batugamping menggunakan topografi DEM dan Total Station

dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan sumberdaya batugamping menggunakan 4

(empat) penampang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel. 4.2 Luas area penampang untuk topografi dari DEM dan Total Station
LUAS PENAMPANG

Topografi Dari DEM Topografi Dari Total Station

Nomor Nomor Area Luas Penampang Area (m2 ) Nomor Nomor Area Luas Penampang Area (m2 )
Penampang Penampang Penampang Penampang
Satu Kumulatif Satu Kumulatif
P1-DEM L1-DEM 27.899 27.899 P1-TS L1-TS 26.506 26.506
P2-DEM L2-DEM 94.510 94.510 P2-TS L2-TS 90.377 90.377
L3-DEM 242.385 L3-TS 233.700
P3-DEM 267.320 P3-TS 256.899
L3-DEM2 24.936 L3-TS 23.199
P4-DEM L4-DEM 314.621 314.621 P4-TS L4-TS 304.802 304.802
P5-DEM L5-DEM 319.246 319.246 P5-TS L5-TS 311.800 311.800
P6-DEM L6-DEM 315.651 315.651 P6-TS L6-TS 307.086 307.086
P7-DEM L7-DEM 186.671 186.671 P7-TS L7-TS 174.949 174.949
Sumber: Olahan Data Penulis

Tabel. 4.3 Sumberdaya Metode Penampang Menggunakan Topografi dari DEM dan
Total Station serta Ratio Perbedaan
Sumberdaya Batugamping Topografi Dari DEM dan Total Station
Ratio
Naman Ratio Jarak Volume Volume
Perbedaan
Blok Perbedaan Penampang Rumus Volume Penampang Penampang TS
Area DEM
Volume
(% )
Area TS (% ) (m) DEM (m3 ) (m3 )

P1-P2 70 71 418,463 V=(L1+L2+√(L1+L2))×L/3 25.611.908 24.455.647


P2-P3 65 65 401,067 V=(L1+L2+√(L1+L2))×L/3 72.559.139 69.640.562
P3-P4 15 16 418,463 V=(L1+L2)×L/2 121.760.447 117.525.596
P4-P5 1 2 320,226 V=(L1+L2)×L/2 101.490.319 98.725.895
P5-P6 1 2 425,609 V=(L1+L2)×L/2 135.108.967 131.701.695
P6-P7 41 43 220,181 V=(L1+L2+√(L1+L2))×L/3 55.300.884 53.067.483
Total Volume 511.831.664 495.116.877
Sumberdaya (ton) x Berat Jenis 2,52 (ton/m3 ) 128.982 124.769
Ratio Perbedaan (%) 3,38
Sumber: Olahan Data Penulis

53
Tabel. 4.4 Sumberdaya Metode Penampang Apabila Hanya Menggunakan
Penampang P1. P3, P5 dan P7
Ratio
Naman Ratio Volume Volume
Perbedaan Jarak
Blok Perbedaan Rumus Volume Penampang Penampang TS
Area DEM Penampang (m)
Volume Area TS (%) DEM (m3) (m3)
(%)

V=(L1+L2+√(L1+L2))×L/3 120.970.700 116.129.718


P1-P3 90 90 819,53
V=(L1+L2)×L/2 216.645.046 210.045.856
P3-P5 16 18 738,689
V=(L1+L2+√(L1+L2))×L/3 163.357.996 157.168.612
P5-P7 42 44 645,79
Total Volume 500.973.742 483.344.186
Sumberdaya (ton) x Berat Jenis 2,52 (ton/m3) 126.245 121.803
Ratio Perbedaan (%) 3,65
Sumber: Olahan Data Penulis

4.3.2 Metode Permodelan

Metode penampang menerapkan penyederhaan topografi sehingga

ketelitiannya rendah apabila kompleksitas bentuknnya rumit, terutama untuk

wilayah penelitian yang didominasi perbukitan akan banyak sumberdaya yang

tidak terhitung. Dengan berkembangnya perangkat lunak maka perhitungan

dengan permodelan lebih banyak diterapkan, karena bentuk yang tidak teratur

dapat dihitung dengan cepat dan tepat.

Sumber : Olahan Data Penulis


Gambar 4.14 Model Geologi Daerah Penelitian Menggunakan Topografi Dari DEM

54
Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.15 Model Geologi Daerah Penelitian Menggunakan Topografi Dari Total
Sation

Total sumberdaya menggunakan topografi dari DEM adalah 110.775 ton

sedangkan topografi dari Total Station adalah 105.440 ton dengan selisi

keduanya sebesar 4,82 %. Hasil perhitungan sumberdaya serta selisi sumberdaya

batugamping menggunakan topografi DEM dan Total Station dapat dilihat pada

Tabel 4.5. Volume yang dihitung berdasarkan metode permodelan jauh lebih

besar dari metode penampang karena seluruh potensi yang ada didalam batas

Tmb dihitung, tanpa adanya penyederhaan.

Tabel. 4.5 Sumberdaya Metode Permodelan Menggunakan Topografi dari DEM


dan Total Station serta Ratio Perbedaan
Sumbe rdaya (ton)
Sumbe rdaya
No. Sumbe rdaya x Be rat Je nis 2,5 Ke terangan
(m3)
(ton/m3)
1 Topografi DEM 443.098.721 110.775
HIPOTETIK
2 Total Station 421.761.082 105.440
Ratio Perbedaan (%) 4,82
Sumber: Olahan Data Penulis

55
4.3.3 Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Dengan metode permodelan dibuat bentuk sphere (bola) dengan radius

sesuai ketentuan kemudian terpancung oleh topografi dan batas bawah

permodelan untuk radius 500 m (Lihat Gambar 4.16) dan radius 250 m (Lihat

Gambar 4.17). Hasil perhitungan sumberdaya berdasarkan SNI menggunakan

kondisi geologi sederhana dengan radius 500 m yaitu dengan topografi dari

DEM sebesar 110.775 ton sedangkan topografi dari Total Station adalah 105.440

ton dengan selisi sebesar 4,82 % sedangkan kondisi geologi moderat dengan

radius 250 m yaitu dengan topografi dari DEM sebesar 99.632 ton sedangkan

topografi dari Total Station adalah 95.836 ton dengan selisi sebesar 3,81 %

(Lihat Tabel 4.6).

Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.16 Bentuk dan Perhitungan Sumberdaya Terukur Bersarkan SNI 13-5014-
1998 dengan Radius 500 m

56
Sumber : Olahan Data Penulis

Gambar 4.17 Bentuk dan Perhitungan Sumberdaya Terukur Bersarkan SNI 13-5014-
1998 dengan Radius 250 m

Tabel. 4.6 Sumberdaya Berdasrakan SNI 13-5014-1998 menggunakan topografi


dari DEM dan Total Station serta Ratio Perbedaan
Sumberdaya (ton)
Sumberdaya
No. Sumberdaya Kondisi Geologi x Berat Jenis 2,5 Keterangan
(m3)
(ton/m3)
Sederhana, radius 500 m 443.098.721 110.775
1 Topografi DEM
Moderat, radius 250 m 398.529.474 99.632
TERUKUR
Sederhana, radius 500 m 421.761.082 105.440
2 Total Station
Moderat, radius 250 m 383.344.793 95.836
Sederhana, radius 500 m 4,82
Ratio Perbedaan (%)
Moderat, radius 250 m 3,81
Sumber: Olahan Data Penulis

57
Tabel. 4.7 Sumberdaya Batugamping Berdasarkan Metode Penampang, Permodelan
dan SNI 13-5015-1998 Mengggunakan Topografi dari DEM dan Total
Station
Sumberdaya
Sumberdaya (ton) x Berat
No. Topografi Metode Keterangan
(m3) Jenis 2,5
(ton/m3)
Penampang 511.831.664 128.982 HIPOTETIK
Permodelan 443.098.721 110.775
1 DEM
Sederhana, radius 500 m 443.098.721 110.775
SNI TERUKUR
Moderat, radius 250 m 398.529.474 99.632
Penampang 495.116.877 124.769
HIPOTETIK
Permodelan 421.761.082 105.440
2 Total Station
Sederhana, radius 500 m 421.761.082 105.440
SNI TERUKUR
Moderat, radius 250 m 383.344.793 95.836
Sumber: Olahan Data Penulis

Perbedaan hasil perhitungan sumberdaya batugamping metode penampang,

metode permodelan dan sesuai SNI (Lihat Tabel 4.7) dikarenakan:

1. Metode panampang menerapkan prinsip peneyederhaan pada perhitungan, yang

mana topografi antar penampang cenderung tidak diperhitungkan, sehingga

misalkan terdapat perbukitan ataupun lembah diabaikan dan wilayah yang tidak

berada antar 2 (dua) penampang tidak dihitung sehingga sumberdaya yang

didapatkan tidak akurat. Semakin sempit jarak antar penampang hasil

perhitungan semakin detail.

2. Metode permodelan tidak melakukan penyederhanaan pada topografi sebaliknya

bentuk yang rumit dan tidak beraturan dihitungan dengan cepat dan tepat dengan

bantuan software dengan batasan wilayah perhitungan yang sudah ditentukan

yaitu batas Tmb dan batas bawah didapatkan dari korealsi data pemboran dan

hasil analisis kadar batugamping yang memenuhi standar. Hal ini yang

menyebabkan nilai sumberdaya menggunakan metode permodelan lebih besar

dari metode penampang.

58
3. Metode SNI sama dengan metode permodelan yang memperhitungkan topografi

pada perhitungannya dimana disesuiakan dengan data hasil pengamatan yang

diubah kedalam bentuk sphare untuk dihitung sumberdaya sesuai kondisi

geologi dan radius yang sesuai.

Selain itu, dari Tabel 4.7 menunjukan bahwa perhitungan sumberdaya

menggunakan topografi dari DEM memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan

topografi hasil pengukuran Total Station dengan rata-rata ratio perbdaanya adalah

3-5 %. Tetapi, kelebihan DEM dalam hal perhitungan sumberdaya belum

menunjukan bahwa DEM lebih detail dari topografi Total Station dikarenakan

wilayah penelitian sangat luas dan ratio perbedaan sangat kecil yaitu 3-5%.

Topografi dari DEM dengan resolusi 0,27 arcsecon lebih tinggi dari ketelitian

umum DEMNAS yaitu 30 m atau setara dengan resolusi 1 arcsecon menyebabkan

pembacaan permukaan seperti lembah bukit cukup baik dengan jangkauan wilayah

yang luas sedangkan topografi hasil pemetaan detail menggunakan total station

yang dilakukan oleh PT. IMM dengan jarak pemetaan 5-50 m ini cukup detail pula

dikarenakan pemetaan topografi ini menghasilkan peta topografi dengan skala 1:

5.000 mencapai interval kontur 2 m lebih besar dari skala peta DEM 1:10.000

dengan interval kontur 5 m. Sehingga, kedua topografi masing-masing memiliki

keunggulan tergantung jenis penggunaanya dan wilayah pengerjaan.

59
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Sumberdaya batugamping metode penampang menggunakan topografi dari

DEM adalah 128.982 ton sedangkan topografi dari Total Station adalah

124.769 ton dengan selisi keduanya sebesar 3,38 %.

2. Sumberdaya batugamping metode permodelan menggunakan topografi dari

DEM adalah 110.775 ton sedangkan topografi dari Total Station adalah

105.440 ton dengan selisi keduanya sebesar 4,82 %.

3. Sumberdaya batugamping berdasarkan SNI untuk kondisi geologi

sederhana dengan radius 500 m yaitu menggunakan topografi dari DEM

sebesar 110.775 ton sedangkan menggunakan topografi dari Total Station

adalah 105.440 ton dengan selisi sebesar 4,82 % sedangkan kondisi geologi

moderat dengan radius 250 m menggunakan topografi dari DEM sebesar

99.632 ton sedangkan menggunakan topografi dari Total Station adalah

95.836 ton dengan selisi sebesar 3,81 %.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka saran dari penulis

sebagai berikut:

1. Perhitungan sumberdaya atau pengerjaan yang berkaitan dengan Luas atau

Volume untuk WIUP PT. IMM dapat menggunakan topografi dari DEM

60
dengan resolusi 0,27 arcsecon ataupun topografi hasil pengukuran Total

Station oleh PT.IMM dikarenakan DEM memiliki ketelitian tinggi

dibuktikan dari hasil perhitungan sumberdaya setiap metode perhitungan.

Tetapi, masih dapat menggunakan topografi Total Station dikarenakan

merupakan jenis topografi detail juga yang dibuktikan dengan persentase

ratio perbedaan yang sangat kecil yaitu 3-5 %. Sehingga, penggunakan

kedua topografi ini dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang ingin

dilakukan dan disesuaikan dengan wilayah pekerjaan.

2. Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan referensi bagi para peneliti-

peneliti berikutnya yang berkaitan dengan perhitungan sumberdaya suatu

bahan galian menggunakan metode penampang, metode permodelan dan

SNI.

61
DAFTAR PUSTAKA

Alves, Escolastico Fortunato Soares Sequeira Alves. 2019. Perbandingan Antara

Dem Foto Udara Dengan Dem Topografi (Studi Kasus: Kecamatan

Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur). Skripsi. Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan, Teknik Geodesi, ITN Malang.

Bargawa, W.S. 2005 (Edisi ke-8 tahun 2018). Perencanaan Tambang. Yogyakarta.

Kilau Book.

Iswandi I, Rochman Djaja A.H, Rudie R. ATmawidjaja. 2016. Analisa Perhitungan

Volume Material Rencana Penambangan Mineral Nikel Menggunakan Dua

Perangkat Lunak. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Geodesi

1(1):1-11

Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 tahun 2014 tentang

Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar.

Putra, Defri Dilfiana. 2016. Estimasi Sumberdaya Pasir Batu Dengan Metode Cross

Section Dan Metode Contour Pada Kecamatan Bantarbolang Kabupaten

Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Teknologi Mineral,

Teknik Pertambangan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”,

Yogyakarta.

62
Putri, dkk.2019. Studi Perhitungan Sumberdaya Tambang Pasir Pasang Dengan

Metode Cross Section Di CV. Indo Tambang Sejahtera, Kabupaten Sambas

Kalimantan Barat. Fakultas Teknik.Universitas Tanjung Pura Pontianak.

SNI 13-5014-1998. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara. Amandemen

I. Badan Standarisasi Nasional.

SNI 19-6728-4-1998. Klasifikasi Cadangan dan Sumberdaya Mineral. Amandemen

I. Badan Standarisasi Nasional.

Studi Kelayakan Penambangan Batugamping Sebagai Bahan Baku Industri

Semen.2020.PT.Istindo Mitra Manggarai.

Superadmin-frasta. 2020. “Jurnal Surveying; DEM, DSM, DTM?”

https://frastatraining.com/jurnal-surveying-dem-dsm-dtm/. Diakses pada 15

Maret 2020.

63

Anda mungkin juga menyukai