Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Latar Belakang Adanya metode Activity Based Costing


Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan
informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber data dalam
berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong
oleh:
a. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective
b. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya
overhead pabrik dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary
cost
c. Adanya strategi perusahaan yng menerapkan market diven strategi

1.2 Akuntansi Biaya (Cost Accounting)


Akuntansi biaya adalah bagian dari akuntansi manajemen dimana
merupakan salah satu dari bidang khusus akuntansi yang menekankan pada
penentuan dan pengendalian biaya. (Firdaus dan Wasillah 2009 dalam
Widayanti, 2013).
Akuntansi biaya (cost accounting) berhubungan dengan penetapan dan
pengendalian biaya. Pengumpulan dan analisis data biaya, baik biaya yang

telah terjadi maupun yang akan terjadi, digunakan sebagai bahan

1
1

pertimbangan dalam penyusunan program perhitungan biaya di masa yang


akan datang.
Akuntansi biaya menghasilkan informasi biaya untuk memenuhi
berbagai macam tujuan. Untuk tujuan penentuan harga pokok produksi,
akuntansi biaya menyajikan biaya yang telah terjadi di masa yang lalu.
Untuk tujuan pengendalian biaya, akuntansi biaya menyajikan informasi biaya
yang diperkirakan akan terjadi dengan biaya yang sesungguhnya terjadi,
kemudian menyajikan analisis terhadap penyimpangannya. Untuk tujuan
pengambilan keputusan khusus, akuntansi biaya menyajikan biaya yang relevan
dengan keputusan yang akan diambil, dan biaya yang relevan dengan pengambilan
keputusan khusus ini selalu berhubungan dengan biaya masa yang akan dating, (
Widayanti,2013).
Akuntansi biaya adalah akuntansi yang berkaitan dengan proses
terjadinya biaya sehingga dapat memberikan pandangan komperhensif tentang
semua kegiatan dalam perusahaan baik penggunaan sumber daya (resources)
maupun laba, dan sebagainya. ( Kuswadi, 2005)
Selain neraca, kita bisa melihat perhitungan laba rugi melalui angka-
angka pedapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam akuntansi keuangan
(financial accounting), sedangkan dengan akuntansi biaya dan sistem
biaya(acocting system) kita dapat melihat lebih jauh tentang perincian
total biaya dan biaya-biaya aktual tertentu. (Kuswadi, 2005)
Dengan akuntansi biaya, manajemen perusahaan akan mengetahui dengan
jelas beberapa hal berikut :
1

a. Besar biaya produksi yang tercakup dalam harga penjualan


b. Struktur biaya untuk setiap jenis produk yang dihasilkan
c. Perbandingan biaya dan waktu untuk produk-produk yang dihasilkan d.
Struktur biaya untuksetiap produk yang dihasilkan
e. Membuat perkiraan-perkiraan untuk keperluan tender dan sebagainya.
Selain itu, dengan akuntansi biaya, perusahaan juga dapat dengan mudah
mengetahui dan melaksanakan hal-hal berikut :
a. Pembebanan biaya pada bagian-bagian yang berkaitan
b. Membandingkan biaya actual dengan anggaran yang telah ditetapkan
sebelumnya
c. Tempat-tempat terjadinya pemborosan, hambatan-hambatan dan
sebagainya
d. Efisiensi, baik yang berkaitan dengan material, buruh maupun hal lain e.
Menentukan unsur biaya tetap dan biaya variable

1.3 Konsep Biaya dan Klasifikasi Biaya


1.3.1 Konsep biaya
Sebelum membahas tentang proses penentuan biaya, baiknya kita
melihat beberapa defenisi mengenai biaya (cost).
Menurut Kuswadi, (2005) “Biaya adalah semua pengeluaran untuk
mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga. Barang atau
jasa dapat dijual kembali, baik yang berkaitan dengan usaha
pokok
1

perusahaan maupun tidak. Dalam perhitungan laba rugi, besarnya


biaya ini akan mengurangi laba atau menambah rugi perusahaan.” Pada
dasarnya, perhitungan biaya mempunyai empat tujuan pokok, yaitu
menilai persediaan, menghitung laba, dan untuk maksud perencanaan
dan pengendalian.
Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan member manfaat saat ini atau
dimasa yang akan datang bagi organisasi. Dikatan sebagai ekuivalen kas karena
sumber non kas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang inginkan. Jadi, kita
dapat menganggap biaya sebagai ukuran dollar dari sumber daya yang
digunakan untuk mencapai keuntungan tertentu. (Hansen dan Mowen, 2006
dalam Widayanti, 2013)
Biaya (cost) merupakan suatu sumber daya yang dikorbankan
(sacrifed) atau di lepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu.
(Horngren, Datar dan Foster 2005 : 34 dalam Anisa, 2014)
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam
satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk
mencapai tujuan tertentu. (Mulyadi, 2005 dalam Ricky,
2016)
Derdasarkan beberapa pengertian biaya di atas, dapat
disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi berupa
barang dan jasa yang di ukur dalam satuan uang dengan
1

tujuan untuk memperoleh suatu manfaat yaitu peningkatan laba di


masa mendatang.

1.3.2 Klasifikasi Biaya


Menurut (Mulyadi 2009:13-16 dalam Widayanti, 2013),
penggolongan atau pengklasifikasian biaya dapat dilakukan
berdasarkan :
1.) Objek Pengeluaran
Biaya dapat digolongkan atas dasar objek yang dibiayai. Contoh
penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran pada
perusahaan kertas adalah sebagai berikut : biaya merang, biaya jerami,
biaya gaji dan upah, biaya soda, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi,
biaya bunga dan biaya zat warna.
2.) Fungsi dalam perusahaan
Penggolonganbiaya ini di hubungkan dengan fungsi-fungsi yang ada
dalam perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi
pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi
administrasi dan umum. Biaya-biaya tersebut terdiri dari : a). Biaya
produksi
Biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya
depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan
1

baku, biaya gaji karyawan baik yang langsung maupun tidak


langsung

b). Biaya pemasaran

Biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran


produk. Contohnya adalah biaya iklan, biaya promosi, biaya gaji
karyawan bagian kegiatan pemasaran.

c). Biaya administrasi dan umum

Biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan


pemasaran produk. Contohnya adalah biaya gaji karyawan bagian
keuangan, akuntansi, personalia, dan bagian hubungan masyarakat,
biaya pemeriksaan akuntan, biaya fotocopy.

3). Hubungan biaya dengan produk yang dibiayai a).


Biaya produksi langsung
Biaya yang sejak terjadinya sudah mempunyai hubungan sebab
akibat dengan kesatuan produk yang dibiayai. Apabila biaya ini
tidak terjadi maka tidaka aka nada produk yang di hasilkan.
Biaya bahan baku dan biaya tenga kerja adalah biaya produksi
langsung.

b). Biaya produksi tidak langsung


1

Biaya produksi yang tidak mempunyai hubungan sebab


akibatdengan kesatuan produk yang dibiayai. Biaya ini pasti
terjadi meskipun tidak ada produk yang dihasilkan. Biaya
produksi tidak langsung disebut juga biaya overhead pabrik
(BOP).

4.) Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan


perubahan volume aktivitas
Biaya-biaya ini terdiri dari :
a. Biaya variabel
Biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan.
b. Biaya semivariabel
Biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume
kegiatan.
c. Biaya semifixed
Biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan
berubah degan jumlah konstan pada volume produksi tertentu.

d. Biaya tetap
Biaya yang jumlah totalnya tetap pada kisaran volume
kegiatan tertentu.
5.) Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya
Biaya-biaya ini digolongkan menjadi :
1

a. Pengeluaran modal (captal expendi tures)


Biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Contohnya adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap. b.
Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures)
Biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi
terjadinya pengeluaran tersebut. Contohnya adalah biaya iklan,
biaya telex, dan biaya tenaga kerja.

1.4 Metode Akuntansi Biaya Tradisional


Akuntansi biaya tradisional adalah akuntansi biaya yang dirancang
berdasarkan kondisi perusahaan manufaktur dengan teknologi yang bersifat
mekanik. Dengan perkembangan pesat pemanfaatan komputer dalam
perancangan, pengujian rancangan, dan pengendalian proses pengolahan
produk, kondisi pabrik moderen dipenuhi dengan otomatisasi yang menggunakan
komputer sebagai pengendali utama berbagai mesin dan peralatan produksi.
Kondisi pabrik moderen menjadi sangat berlainan dengan kondisi pabrik yang
dirancang pada jaman reolusi industri. Dengan perubahan drastic kondisi pabrik-
pabrik modern, informasi biaya yang dihasilkan oleh akuntansi biaya
tradisonal tidk lagi mampu menggambarkan konsumsi sumber daya dalam
proses pembuatan produk. (Anisa, 2014).
1

Metode akuntansi biaya tradisional yang menggunakan pemandu


biaya yang berhubungan dengan volume produksi beranggapan bahwa biaya-
biaya akan meningkat secara proporsional dengan besarnya volume output. Sistem
ini tidak dapat menjelaskan mengapa biaya-biaya produksi semakin meningkat
dengan hasil yang semakin beragam. Metode akuntansi biaya tradisonal
rentan akan kelemahan yang dapat mengakibatkan untuk pembuatan
keputusan terdistorsi. Metode ini cenderung mengandalkan alokasi tingkat
unit. Akibatnya produk dibebani oleh sumber daya yang tidak digunakan.
(Widayanti, 2013)
Defenisi sistem akuntansi biaya tradsional menurut (Willam K.
Carter dan Milton F. Usri 2006 ; 496) dalam Widayanti 2013) menyatakan bahwa
perhitungan biaya tradisional hanya menelusuri biaya bahan baku langsung dan
biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Sedangkan menurut (Ray H.
Garrison dan Eric W. Noreen 2006 : 293 dalam Widayanti 2013) bahwa
dalam biaya akuntansi tradisional hanya biaya produksi yang dibebankan ke
produk, bahkan biaya produksi yang tidak disebabkanoleh produk. Jadi dapat
di simpulkan bahwa akuntansi biaya tradisional merupakan penentuan cost
produk dengan fokus ke biaya produksi.
1

1.5 Keterbatasan sistem akuntansi biaya tradisonal


Perhitungan harga pokok (biaya) produk tradisional hanya
membebankan biaya produksi pada produk. Pembebanan biaya bahan baku
langsung dan tenaga kerja langsung pada produk tidak memiliki tantangan
khusus. Biaya- biaya ini dibebankan pada produk dengan menggunakan
penelusuran langsung atau penelusuran pendorong yang sangat akurat.
Sedangkan untuk biaya overhead hubungan sebab akibat tidak tersedia, seperti
yang secara fisik dapat diamati pada bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan produk. Karenanya, pembebanan biaya overhead harus
bergantung pada penelusuran pendorong (dan mungkin alokasi). Pada
sistem biaya tradisional, pembebanan biaya overhead pada produk
dilakukan atas dasar kuantitas produk yang dihasilkan. Metode pembebanan
biaya overhead ini disebut dengan unit- based system. Metode pembebanan
seperti ini menimbulkan biaya yang terdistorsi. (Anisa, 2014).
(Hansen dan Mowen 2006 dalam Ricky 2016) memberikan
beberapa batasan sistem akuntansi biaya tradisonal sebagai berikut :
a. Non unit related overhead costs
Akuntansi biaya tradisonal hanya menggunakan unit level divers dalam
membebankan biaya overhead tingkat non-unit-related. Hal ini dapat
menyebabkan distorsi biaya produk
1

b. Produc diversity
Diversitas produk adalah produk-produk yang mengkonsumsi biaya
overhead dengan masing-masing proporsi konsumsi yang berbeda- beda.
Proporsi aktivitas yang dikonsumsi setiap produk disebut rasio konsumsi.
Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mampu mengakomodasi
diversitas produk karena hanya menggunakan cost allocation based.
Menurut Rudianto (2013), dengan berkembangnya dunia teknologi,
sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak mampu menghasilkan biaya produk
yang akurat lagi. Hal ini karena lingkungan global menimbulkan banyak
pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional,
antara lain:
a. Sistem akuntansi biaya tradisional menekankan pada tujuan
penentuan harga pokok produk yang di jual. Akibatnya, sistem ini hanya
menyediakan informasi yang relatif sangat sedikit untuk mencapai
keunggulan dalam persaingan global.
b. Berkaitan dengan biaya overhead, sistem akuntansi biaya tradisional terlalu
memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead ketimbang
berusaha keras mengurangi pemborosan dengan menghilangkan
aktivitas yang tidak bernilai tambah.
c. Sistem akuntasi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya
karena sering kali beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor
tunggal, seperti volume produk atau jam kerja langsung.
2

d. Sistem akuntansi biaya tradisonal sering kali menghasilkan informasi


biaya yang terdistorsi sehingga mengakibatkan pembuatan keputusan yang
justru menimbulkan konflik dengan keunggulan perusahaan.
e. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan
tidak langsung serta biaya tetap dan tidak tetap dan biaya variabel hanya
berdasarkan faktor penyebab tunggal, yaitu volume produk. Padahal
dalam lingkungan teknologi maju, metode pemggolongan tersebut
menjadi kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai aktivitas.

1.6 Activity Based Costing


2.6.1. Pengertian Activity Based Costing
Activity Based Costing merupakan sistem yang menerapkan
konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga
pokok yang lebih akurat. Namun dari prespektif manajerial, sistem
ABC tidak hanya menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk
yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan
kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya
secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan
saluran distribusi. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas merupakan
pendekatan perhitungan biaya yang membebankan sumber daya ke objek
biaya seperti produk, jasa atau
2

pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan objek biaya tersebut.


(Gabryela, 2012).
Terdapat beberapa defenisi tentang Activity Based Costing
yaitu:
“Activity Based Costing adalah sistem informasi biaya berbasis
aktivitas yang di desain untuk memotivasi personel dalam melakukan
pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan
aktivitas. Pengelolaan aktivitas ditujukan untuk mengerahkan dan
mengarahkan seluruh aktivitas organisasi ke penyediaan produk / jasa bagi
kepentingan pemuasan kebutuhan costumer.” (Mulyadi, 2003).
Menurut Rudianto (2013), “Activity Based Costing adalah
pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk
atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya oleh aktivitas. Dasar
pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa
perusahaan dilakukan oleh aktivitas, dan aktivitas yang dibutuhkan
tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya.”
(Carter Usry 2006 : 496 dalam Widayanti 2013) menjelasakan
bahwa : Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity Based
Costing system) adalah suatu sistem perhitungan biaya dimana tempat
penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu
dialokasikan menggunakan dasar yang memasukan satu atau lebih
2

faktor yang tidak berkaitan dengan volume (non-volume-related


factor).
Dari beberapa defenisi tentang Activity Based Costing diatas, dapat
di simpulkan bahwa ABC adalah sebuah metode perhitungan yang biaya
dan pembebanan produk dengan menggunakan berbagai cost driver dan
dilakukan dengan mnelusuri biaya dari aktivitas setelah itu menelusuri biaya
dari aktivitas ke produk.

2.6.2. Syarat-syarat Penerapan Activity Based Costing System


Menurut Anisa (2014) dalam penerapan Activity Based Cost System agar
optimanl, penentuan harga pokok dengan menggunakan ABC
mensyaratkan tiga hal :
a. Perusahaan mempunyai tingkat diversitas yang tinggi.
Sistem ABC mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi beberapa
macam produk atau lini produk yang diproses dengan menggunakan
fasilitas yang sama. Kondisi yang demikian tentunya akan menimbulkan
masalah dalam membebankan biaya ke masing- masing produk.

b. Tingkat persaingan industri yang tinggi


Terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang sama
atau sejenis. Dalam persaingan antar perusahaan yang ketat
2

tersebut dibutuhkan pembebanan biaya yang akurat. Informasi


tentang pembebanan biaya yang akurat akan memudahkan bagi pihak
manajemen dalam proses pengambilan keputusan.
c. Biaya pengukuran yang relatif rendah
Biaya pengukuran (measurement cost) merupakan biaya yang terkait
dengan pengukuran yang digunakan oleh suatu sistem biaya. Agar
penerapan ABC system dapat optimal, maka biaya pengukuran untuk
menghasilkan informasi biaya aktivitas harus relatif rendah.
Tahap-tahap pembebanan BOP menurut Mulyadi (2007)
Pembebanan BOP (tahap 1) dengan metode ABC adalah
1.) Biaya overhead pabrik di bebankan pada aktivitas-aktivitas yang
sesuai
2.) Biaya-biaya aktivitas tersebut dikelompokkan dalam beberapa cost pool
yang homogen.
3.) Menentukan tariff untuk masing-masing kelompok (cost pool).
Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya didalam cost
pool dengan suatu ukuran aktivitas yang dilakukan. Tarif pool ini juga
berarti biaya per unit pemicu biaya (cost driver).
Pembebanan (tahap II) dengan metode ABC adalah :
Biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau
permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi pada tahap ini biaya-
biaya tiap pool aktivitas ditelusuri ke produk dengan
2

menggunakan tarifpool dan ukuran besarnya sumber daya yang


dikonsumsi oleh tiap produk. Ukuran besarnya sumber daya tersebut adalah
penyederhanaan dari kuantitas pemasuk biaya di konsumsi oleh tiap produk.

Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya


dibebankan kepada aktifitas, aktivitas yang berkaitan digabungkan
menjadi satu kelompok - kelompok biaya sejenis dibentuk, dan
tarifkelompok dihitung. Pada tahap kedua, setiap permintaan produk untuk
sumber daya kelompok di ukur dan biaya-biaya dibebankan kepada
produk dengan menggunakan permintaan ini dan tarifkelompok yang
mewakili. Namun, untuk menghindari setiap pembahasan detail dari
beberapa langkah prosedur pertama.

Konsep ABC system, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh


aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan volume produk
maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume produk. BOP
merupakan biaya yang akan distribusikan kepada produkberdasarkan pemicu
biaya (cost drivers), bukan berdasarkan volume.

Setelah mengidentifikasi cost driver, kemudian menentukantarif per


unit cost driver. Karena setiap aktivitasnya memiliki cost driver dengan
cara membagi jumlah biaya dengan cost driver.

Tarif per unit cost driver = Jumlah aktifitas


Cost driver
2

2.6.3 Kendala penerapan ABC

Selain mempunyai manfaat dan keunggulan, ABC ternyata juga


memiliki beberapa batasan, antara lain :
1. Alokasi
Walaupun data aktifitas penting diperoleh, tetapi beberapa biaya
masih memerlukan akolasi biaya berdasarkan volume. Misalnya
biaya-biaya yang berhubungan dengan gedung, biayanya mencakup biaya-
biaya seperti sewa, asuransi, dan pajak bangunan. Usaha-usaha untuk
menelusuri aktivitas-aktivitas penyebab biaya- biaya ini merupakan
tindakan yang sia-sia dan tidak praktis.
2. Pengabaian biaya
Dalam menganalisis biaya produksi berdasarkan aktivitas,
beberapa biaya yang sebenarnya berhubungan dengan hasil produk
diabaikan begitu saja dalam pengukurannya. Aktifitas-aktifitas
seperti pemasaran, promosi, riset dan pengembangan servis purna jual dan
sebagainya juga menimbulkan biaya.
3. Biaya dan waktu yang diperlukan
periode-periode waktu yang arbiter masih digunakan dalam
menghitung biaya-biaya produk. Banyak manajer yanng ingin
mengertahui apakan produk yang dihasilkan menguntungkan atau tidak.
Tujuannya tidak saja untuk mengukur seberapa banyak biaya yang
sudah diserap oleh produk tersebut, tetapi juga untuk
2

mengukur segi kompetitifnya dengan produk sejenis yang

dihasilkan oleh perusahaan lain.

2.7 Tarif

Menurut (Buchari Alma 2007:304 dalam Widayanti 2013) istilah


harga yang kita kenal pada umumnya di perusahaan jasa pelayanan di sebut
tarif. (Fandy Tjiptono 2001 dalam Widayanti, 2013) menyatakan bahwa
harga bisa diungkapkan dengan berbagai istilah misalnya iuran, tarif, sewa,
bunga, premium, komisi, upah, gaji, honorarium, SPP, dan sebagainya. Selain
itu, menurut Laksono Trisnantoro, (2006) dalam Widayanti, (2013) Tarif
adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang
berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut sebuah rumah sakit
bersedia memberikan jasa keada pasien. Istilah harga dengan tarif sama-sma
memiliki keterkaitandengan uang.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tarif adalah
harga atau uang yang dibayarkan oleh seseorang yang telah mendapatkan suatu
produk atau jasa.
Adapun tujuan dari penentuan tarif menurut (Laksono Trisnantoro,
2006 dalam Widayanti, 2013), sebagai berikut :
a. Penentuan tarif untuk pemulihan biaya
Tarif ditentukan untuk meningkatkan pemulihan biaya umah sakit.
Keadaan ini terutama terdapat pada rumah sakit pemerintah yang
2

semakin lama semakin berkurang subsidinya berdasarkan teori, namun


pada kenyataannya subsidi tersebut bertambah. b.
Penentuan tarif untuk subsidi silang
Kebjakan tarif untuk tujuan ini ditentukan oleh manajemen rumah sakit
agar masyarakat ekonomi kuat dapat ikut meringankan pembiayaan
pelayanan rumah sakit bagi masyarakat ekonomi lemah. Kebijakan ini
dilakukan dengan penentuan tarif yang berbeda pada bagian-bagian dalam
rumah sakit.
c. Penentuan tarif untuk meningkatkan akses pelayanan
Keadaan dimana rumah sakit mempunyai misi untuk melayani
masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah atau pemilik rumah sakit
mempunyai kebijakan penentuan tarif serendah mungkin sehingga
diharapkan akses orang miskin terhadap layanan kesehatan menjadi lebih
baik.
d. Penentuan tarif untuk meningkatkan mutu pelayanan
Diberbagai rumah sakit, misalnya pada rumah sakit pemerintah daerah,
kebijakan penentuan tarif pada bangsal Very Important Person (VIP)
dilakukan berdasarkan pertimbangan untuk peningkatan mutu
pelayanan dan peningkatan kepuasan kerja dokter spesialis.
e. Penentuan tarif untuk tujuan lain
1.) Penentuan tarif untuk mengurangi pesaing
Kebijakan ini dapat dilakukan untuk mencegah adanya rumah sakit baru
yang akan menjadi pesaing. Dengan cara ini, rumah sakit
2

yang sudah terlebih dahulu beroperasi mempunyai strategi agar


tarifnya tidak sama dengan rumah sakit baru.
2.) Penentuan tarif untuk memperbesar keuntungan
Kebijakan ini dapat dilakukan pada pasar rumah sakit yang
cenderung dikuasai satu rumah sakit (monopoli). Oleh karena itu,
penentuan tarif dapat dilakukan dengan tujuan memaksimalkan
pendapatan. Tanpa kehadiran pesaing dalam suasana pasar dengan
demandtinggi, maka tarif dapat dipasang pada tingkat yang
setinggi-tingginya, sehingga dapat meningkatkan surplus secara
maksimal.
3.) Penentuan tarif untuk meminimalisasi penggunanan pelayanan atau
mengurangi pemakaian
Tarif ditentukan secara tinggi dengan cara ini, maka fungsi rujukan dapat
ditinggikan sehingga masyarakat hanya menggunakan rumah sakit apabila
perlu saja.
4.) Penentuan tarif untuk meningkatkan corporate image
Penentuan tarif dengan tujuan meningkatkan citra sebagai rumah sakit
golongan masyarakat kelas atas. Sebagai contoh, berbagai rumah sakit
di Jakarta yang menentukan tarif super VIP dengan nilai yang sangat
tinggi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan citra rumah sakit yang super
mewah.
Penulis juga membandingkan dengan beberapa peneliti terdahulu
diantaranya:

Anda mungkin juga menyukai