Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Akuntansi Biaya

Akuntansi biaya adalah bagian dari akuntansi yang berkaitan dengan

pencatatan dan analisis berbagai macam biaya pada suatu organisasi. Akuntansi

biaya merupakan istilah yang mengacu pada proses pencatatan keuangan, termasuk

penggunaan metode tertentu untuk mengklasifikasikan dan menggabungkan biaya

produksi dan penjualan suatu produk berupa barang dan/atau jasa.

Akuntansi biaya merupakan salah satu bidang akuntansi yang ditujukan

untuk melakukan proses penelusuran dan analisis terhadap biaya yang terkait

dengan aktivitas suatu organisasi dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Oleh

karena itu, akuntansi biaya biasanya diterapkan oleh perusahaan yang kegiatan

bisnisnya mengolah bahan mentah menjadi barang jadi dan menjualnya kembali.

Horngren et al. (2015, 4) menyatakan bahwa akuntansi biaya merupakan

proses mengukur, menganalisis dan melaporkan informasi baik yang bersifat

keuangan maupun non-keuangan terkait biaya yang berguna dalam perolehan dan

pemanfaatan sumber daya yang ada dalam organisasi. Pendapat lain mengenai

akuntansi biaya dikemukakan oleh Mulyadi (2015, 7) adalah suatu proses

8
9

pencatatan, pengklasifikasian, peringkasan dan penyajian biaya, pembuatan dan

penjualan produk atau jasa, dengan cara tertentu serta interpretasinya.

Menurut Mulyadi (2015, 7) tujuan dari akuntansi biaya sendiri ialah untuk

menentukan harga pokok produksi, mengendalikan biaya dan untuk pengambilan

keputusan. Untuk tujuan penentuan harga pokok produksi, akuntansi biaya

mencatat dan menyajikan biaya yang telah terjadi dimasa lalu. Untuk tujuan

pengendalian biaya, akuntansi biaya menyajikan mengenai informasi biaya yang

diperkirakan akan terjadi dengan biaya yang sebenarnya terjadi. Untuk tujuan

pengambilan keputusan, akuntansi biaya menyajikan biaya yang relevan dengan

keputusan yang akan diambil.

Penjelasan diatas dapat diartikan bahwa akuntansi biaya merupakan alat

bagi manajemen untuk melakukan perencanaan dan pengawasan serta pengambilan

keputusan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan yang relevan dengan biaya

produksi. Dan nantinya bisa dijadikan acuan untuk penentuan harga jual dan

penetapan laba oleh manajemen.

2.2 Konsep Biaya

2.2.1 Pengertian Biaya dan Beban

Manajemen suatu perusahaan harus bisa mengatur besaran biaya yang

dikeluarkan dalam menjalankan usahanya agar dapat menghasilkan laba sesuai

yang diinginkan. Biaya ialah pengorbanan terhadap proses produksi suatu barang

atau jasa yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau mungkin terjadi

untuk tujuan tertentu. Menurut Mulyadi (2015, 8) terdapat 4 unsur dalam definisi

biaya, yaitu biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, diukur dalam satuan
10

uang, telah terjadi atau secara potensial akan terjadi, dan pengorbanan tersebut

untuk tujuan tertentu.

Daljono (2011, 13) mendefinisikan biaya sebagai pengorbanan sumber

ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk mendapatkan barang atau jasa yang

diharapkan akan memberikan keuntungan atau manfaat pada saat ini atau masa

yang akan datang. Menurut Carter (2009, 30) biaya merupakan satuan nilai tukar,

pengeluaran atau pengorbanan yang dilakukan dengan tujuan memperoleh manfaat.

Biaya dibedakan menjadi 2 jenis yaitu expired cost dan unexpired cost. Expired

cost adalah biaya habis konsumsi dalam suatu periode akuntansi, sedangkan

unexpired cost adalah biaya yang belum dikonsumsi habis dalam satu periode

akuntansi.

Istilah biaya dalam akuntansi dipertegas dengan membedakan antara

pengertian biaya (cost) dengan biaya sebagai beban (expense). Ikatan Akuntan

Indonesia mengartikan biaya sebagai pengorbanan ekonomi yang diperlukan untuk

memperoleh barang atau jasa. Sedangkan beban didefinisikan sebagai penurunan

manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau

berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan

ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

Berdasarkan definisi dari IAI, dapat disimpulkan bahwa beban adalah suatu

penurunan nilai ekonomi yang merupakan kas keluar atau aset yang bekurang,

dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan. Dapat diartikan juga bahwa beban

merupakan biaya yang terpakai untuk mendapatkan pendapatan. Besarnya beban


11

diukur sebesar penurunan asset atau kenaikan liability dalam rangka menghasilkan

revenue. Contohnya, yaitu beban sewa, beban listrik, beban gaji, dan sebagainya.

2.2.2 Klasifikasi Biaya

Klasifikasi biaya merupakan pengelompokkan secara sistematis atas

keselurahan elemen biaya kedalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas

untuk memberikan informasi yang lebih penting. Klasifikasi biaya sangat

dibutuhkan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu manajemen

dalam mencapai tujuannya.

Menurut Kurniawan et al. (2017, 11) biaya dapat diklasifikasikan

berdasarkan keterkaitannya dengan beberapa hal.

a. Klasifikasi biaya terkait dengan produk

Manufacturing cost atau disebut juga production cost (biaya produksi)

merupakan biaya yang diperlukan untuk memproduksi suatu barang. Biaya

produksi terdiri atas biaya bahan baku langsung (direct material), biaya tenaga

kerja langsung (direct labor), dan overhead pabrik (factory overhead). Biaya bahan

baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung dapat dikelompokan kedalam

kelompok biaya utama atau prime cost. Sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan

overhead pabrik dapat digabungkan kedalam kelompok biaya konversi atau

convertion cost.

b. Klasifikasi biaya terkait dengan volume produksi

Dalam keterkaitannya dengan perubahan volume produksi, biaya

digolongkan menjadi:
12

1) Variable Cost (Biaya Variabel)

Kenaikan volume produksi dalam rentang yang relevan dapat menaikan

jumlah total variable cost atau dapat dikatakan jumlah totalnya berubah sebanding

dengan perubahan volume kegiatan. Variable cost meliputi biaya bahan baku

langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead.

2) Fixed Cost (Biaya Tetap)

Meskipun terdapat perubahan volume produksi jumlah fixed cost akan

selalu sama atau tetap. Biaya tidak berubah seiring dengan kenaikan atau penurunan

jumlah barang atau jasa yang diproduksi. Contohnya biaya sewa gedung, biaya

asuransi, biaya penyusutan, dan sebagainya.

3) Semivariable Cost (Biaya Semi Variabel)

Biaya Semi Variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan

perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan unsur

biaya variabel. Salah satu contoh semivariable cost adalah biaya utilities.

c. Klasifikasi biaya terkait dengan departemen produksi

Dalam hubungannya dengan departemen produksi, biaya dikelompokan

menjadi biaya langsung departemen dan biaya tidak langsung departemen. Biaya

langsung departemen (direct departemental cost) ialah biaya yang dapat ditelusuri

secara langsung ke departemen yang bersangkutan, contohnya gaji pegawai.

Sedangkan biaya tidak langsung departemen (inderect departemental cost) ialah

biaya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke departemen yang

bersangkutan, contohnya biaya listrik dan biaya penyusutan gedung.


13

d. Klasifikasi biaya terkait dengan periode akuntansi

Biaya terkait periode akuntansi dikelompokan menjadi dua, yaitu capital

expenditure dan revenue expenditure. Pengelompokan ini terkait dengan prinsip

matching cost again revenue. Pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari

satu tahun atau satu periode dan dapat menambah umur manfaat maupun tidak

menambah umur manfaat disebut capital expenditure. Contoh yang menambah

umur manfaat adalah extraordinary repairs dan contoh yang tidak menambah umur

manfaat adalah asset improvement. Sedangkan pengeluaran yang hanya

memberikan manfaat untuk satu tahun atau satu periode disebut dengan revenue

expenditure. Contoh dari revenue expenditure yaitu maintenance expense atau

biaya pemeliharaan.

e. Klasifikasi biaya terkait dengan pengambilan keputusan

Sangat penting untuk mengidentifikasi biaya yang relevan dan tidak relevan

ketika harus mengambil keputusan, hal ini agar tidak mengarahkan kepada

keputusan yang salah. Biaya yang relevan dengan pilihan yang tersedia disebut

relevant cost atau dikenal dengan differential cost. Keuntungan atau revenue yang

tidak dapat diperoleh akibat memilih alternatif lain disebut opportunity cost. Biaya

yang sudah terjadi dan tidak relevan lagi dengan sebuah keputusan disebut sunk

cost. Berikut pengelompokan cost terkait dengan produk, volume produksi,

departemen produksi, periode akuntansi dan pengambilan keputusan disajikan

dalam tabel II.1.


14

Tabel II. 1 Klasifikasi Biaya

Dasar Klasifikasi Klasifikasi


Produk a. Direct Material
b. Direct Labor
c. Factory Overhead
 Inderect Material
 Inderect Labor
 Other Inderect Cost
Volume Produksi a. Variable Cost
b. Fixed Cost
c. Semivariable Cost
Departemen Produksi a. Direct Departemental Cost
b. Inderect Departemental Cost
c. Common Cost
Periode Akuntansi a. Capital Expenditure
b. Revenue Expenditure
Pengambilan Keputusan a. Relevant Cost
b. Opportunity Cost
c. Sunk Cost
Sumber: Kurniawan et al. (2017, 14)

2.3 Konsep Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi adalah semua biaya langsung dan tidak langsung

yang dikeluarkan perusahaan untuk proses produksi sehingga barang atau jasa

tersebut dapat dijual. Perhitungan harga pokok produksi dapat digunakan untuk

menentukan harga jual yang akan diberikan kepada konsumen sesuai dengan biaya-

biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.

Horngren et al. (2015, 45) menyatakan harga pokok produksi merupakan

biaya barang yang dibeli untuk diproses hingga selesai, baik sebelum maupun

selama periode akuntansi yang bersangkutan. Mursyidi (2010, 14) mengartikan

harga pokok produksi sebagai biaya yang telah terjadi yang dibebankan atau

dikurangkan dari penghasilan. Penentuan harga pokok produksi adalah

pembebanan unsur biaya produksi terhadap produk yang dihasilkan dari suatu
15

proses produksi, artinya penentuan biaya yang melekat pada produk jadi dan

persediaan barang dalam proses.

Menurut Kuswadi (2005, 19) harga pokok produksi merupakan semua biaya

yang dikeluarkan utuk memproduksi suatu barang atau jasa jualan selama periode

yang bersangkutan. Menurut Mulyadi (2015, 14) mengungkapkan bahwa harga

pokok produksi atau yang sering disebut harga pokok adalah pengorbanan sumber

ekonomi yang diukur dalam satuan yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi

untuk memperoleh keuntungan.

Perhitungan dan penggunaan harga pokok produksi penting untuk setiap

jenis usaha, terlebih untuk perusahaan manufaktur yang memiliki operasional

produksi. Harga pokok produksi dapat memudahkan dalam menetapkan harga

untuk produk yang akan dijual sehingga dapat memperoleh keuntungan yang

maksimal.

Terdapat dua pendekatan untuk menghitung unsur-unsur biaya ke dalam

harga pokok produksi, yaitu menggunakan metode job order costing dan metode

process costing. Metode job order costing digunakan oleh perusahaan yang

memproduksi barang spesifik sesuai pesanan pelanggan, sedangkan metode

process costing digunakan untuk perusahaan yang tidak melakukan produksi

berdasarkan pesanan pelanggan atau melakukan proses produksi secara terus

menerus.

Perbedaan antara job order costing dan process costing dapat dilihat dari

variasi produknya. Produk dari job order costing bersifat heterogen, sedangkan

produk dari process costing adalah homogen. Selain itu, perbedaan antara kedua
16

metode tersebut adalah dalam hal pembebanan biaya. Metode job order costing

biaya diakumulasikan berdasarkan pesanan, sedangkan process costing biaya

diakumulasikan berdasarkan proses atau departemen.

2.4 Job Order Costing

2.4.1 Konsep Job Order Costing

Menurut Kurniawan et al. (2017, 39) job order costing merupakan salah

satu bentuk metode perhitungan biaya produksi yang digunakan pada perusahaan

yang menggunakan sistem pesanan. Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan

adalah sistem pengakumulasian biaya produksi untuk menentukan harga pokok

produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar pesanan. Tujuannya

untuk menentukan harga pokok produk setiap pesanan.

Harga pokok produksi yang menggunakan metode job order costing dapat

dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh

perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa. Karakteristik dari metode

job order costing menurut Mulyadi (2015, 35) adalah perusahaan memproduksi

barang sesuai dengan spesifikasi pelanggan, sifat produksinya terputus-putus atau

intermitten, produk yang dihasilkan dapat dibedakan antara pesanan satu dengan

pesanan lainnya, dan biaya produksi harus dapat dipisahkan.

Menurut Carter (2009, 144) perhitungan menggunakan metode job order

costing dilakukan dengan mengakumulasikan biaya produksi untuk setiap pesanan

yang terpisah. Jadi, agar perhitungan biaya berdasarkan metode ini menjadi efektif,

pesanan harus dapat diidentifikasi secara terpisah menjadi biaya langsung dan biaya

tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya yang dapat ditelusuri secara
17

langsung, sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri

secara langsung ke objek biaya. Biaya langsung terdiri dari biaya bahan baku

langsung dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya tidak langsung terdiri

dari biaya bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya

penyusutan aset, biaya listrik, biaya telepon, dan lain-lain. Biaya-biaya inilah yang

dikenal dengan istilah biaya overhead pabrik.

Biaya produksi berdasarkan job order costing meliputi biaya bahan baku,

tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang dikumpulkan secara

individual untuk tiap pesanan. Menurut Kurniawan et al. (2017, 41) biaya bahan

baku dan tenaga kerja langsung dibebankan langsung terhadap pesanan, sedangkan

biaya overhead pabrik dibebankan menggunakan tarif predetermined overhead.

Kurniawan et al. (2017, 40) mengungkapkan dasar perhitungan biaya

berdasarkan job order costing melibatkan delapan tipe ayat jurnal akuntansi, yaitu:

1. Pembelian bahan baku

2. Pengakuan biaya tenaga kerja

3. Biaya overhead yang dibutuhkan

4. Bahan baku yang terpakai

5. Biaya tenaga kerja yang terpakai

6. Pembebanan estimasi biaya overhead pabrik

7. Penyelesaian pesanan

8. Penjualan produk
18

2.4.2 Job Order Costing Sheet

Kurniawan et al. (2017, 39) menyatakan bahwa job order cost sheet atau

kartu biaya produksi merupakan kartu yang berisikan rincian pesanan dari

pelanggan. Kartu ini merupakan catatan penting karena berfungsi sebagai rekening

pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produksi dalam

mengerjakan suatu pesanan dan dicatat secara rinci. Contoh cost sheet dapat dilihat

pada gambar II.1

KARTU HARGA POKOK PESANAN


Pesanan : No. Pesanan :
Alamat : Tanggal dipesan :
Nama Produk : Tanggal dimulai pekerjaan :
Jumlah : Tanggal dibutuhkan :
Spesifikasi : Tanggal selesai dikerjakan :

Bahan Baku
Tanggal Nomor Permintaan Jumlah
..... ..... xxx
..... ..... xxx
xxx
Tenaga Kerja Langsung
Tanggal Jam Biaya (Rp) Jumlah
..... ..... xxx
..... ..... xxx xxx
Overhead Pabrik yang Dibebankan
Tanggal Jam Mesin Biaya (Rp) Jumlah
..... ..... xxx
..... ..... xxx
xxx
Bahan Baku xxx Harga Jual xxx
Tenaga Kerja Langsung xxx Biaya Produksi (xxx)
Overhead Pabrik yang dibebankan xxx Biaya Pemasaran (xxx)
Total Biaya Produksi xxx Biaya Administrasi (xxx)
Harga Pokok Penjualan (xxx)
Laba xxx

Gambar II.1 Job Order Sheet


19

2.5 Harga Jual

Mulyadi (2015, 65) mendefinisikan harga jual sebagai besaran harga yang

dikenakan kepada konsumen yang didapat dari perhitungan biaya produksi

ditambah dengan biaya non-produksi serta laba yang ingin didapatkan. Krismiaji

dan Anni (2011, 326) menyatakan harga jual merupakan usaha untuk

menyetimbangkan keinginan untuk memperoleh manfaat yang besar dari

penerimaan pendapatan yang tinggi dan penurunan volume penjualan jika harga

jual yang dibebankan ke konsumen terlalu mahal.

Penetapan harga jual dipengaruhi beberapa faktor, seperti customers, costs,

dan competitors. Sangat disarankan suatu usaha untuk menetapkan harga jual secara

tepat agar dapat menarik konsumen dan dapat memaksimalkan hasil penjualan

produknya.

Anda mungkin juga menyukai