Pendahuluan
Produktivitas kedelai di Indonesia masih sangat rendah, hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan
keledai untuk tumbuh dan berkembang di lahan Indonesia dengan kondisin yang tercekam. Usaha
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilihan varietas benih kedelai
yang memiliki mutu benih yang mampu tumbuh pada kondisi lahan kekeringan.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor yang diulang
sebanyak 4 kali. Faktor pertama adalah varietas kedelai yaitu varietas Ijen dan Anjasmoro. Faktor
kedua adalah cekaman kekeringan, yaitu (100%, 80%, 60%, dan 40%) kapasitas lapang.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara varietas kedelai dan tingkat cekaman
kekeringan. Pada cekaman kekeringan 100% - 80% kapasitas lapang, kedelai masih toleran
terhadap cekaman kekeringan, namun cekaman kekeringan 40% kapasitas lapang sudah
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil serta mutu fisiologis benih kedelai.
Hal ini terlihat pada parameter berat kering brangkasan, indeks panen benih per tanaman, daya
berkecambah dan indeks vigor. Varietas Anjasmoro memberikan hasil yang tertinggi
dibandingkan dengan varietas Ijen pada parameter tinggi tanaman, luas daun dan bobot 100 biji.
Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan yang penting bagi kehidupan manusia sehingga
kedelai menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung. Produksi kedelai pada tahun 2012
sebesar 843.150 ton biji kering atau mengalami penurunan 8.130 ton dibandingkan tahun 2011.
Sementara itu, produksi kedelai pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 847.160 ton biji kering
atau mengalami kenaikan 4.000 ton dibandingkan tahun,2012 (Suryamin, 2013).
1. Tinggi Tanaman
Berdasarkan Tabel 1, interaksi faktor varietas dan tingkat cekaman kekeringan memberi pengaruh
berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Faktor varietas ini diduga lebih banyak disebabkan
oleh faktor genetik atau keturunan tanaman dari kedua varietas tersebut, dimana varietas
Anjasmoro memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan varietas Ijen.
2. Luas Daun (cm2)
Berdasarkan Tabel 1, interaksi faktor varietas dan tingkat cekaman kekeringan memberi pengaruh
berbeda tidak nyata terhadap luas daun. Perbedaan daya tumbuh antar varietas ditentukan oleh
faktor genetiknya (Sadjad, 1993).
Pada Gambar 2, luas daun menunjukkan berbeda sangat nyata antar varietas, varietas Anjasmoro
memiliki luasan daun yang lebih luas jika dibandingkan dengan varietas Ijen. Hal ini diduga
karena faktor genetis. Salah satu faktor genetik atau keturunan tanaman yang berpengaruh adalah
ukuran benih. Ukuran benih berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Sadjad, 1993).
Perlakuan tingkat cekaman kekeringan yang diberikan berbeda tidak nyata terhadap luas daun.
Hal ini berkenanaan dengan waktu pemberian cekaman pada tanaman tersebut. Diduga karena
pemberian perlakuan cekaman kekeringan pada saat itu sudah mulai memasuki masa generatif
sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman hampir mencapai maksimal.
Keberadaan air akan mendorong sel-sel akar lebih cepat membelah diri untuk dapat menyerap air
dan unsur hara yang ada dalam media. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan
perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar. Adanya penghambatan pembentukan
auksin pada tanaman yang menderita cekaman air. Kegiatan tersebut diikuti oleh penurunan
transport auksin ke kambium (Nahum et al, 2006).
4. Berat Kering Brangkasan (g)
Berdasarkan Tabel 1 tersebut, interaksi faktor varietas dan tingkat cekaman kekeringan memberi
pengaruh tidak nyata terhadap berat kering brangkasan. Pada berat kering brangkasan faktor yang
berpengaruh adalah tingkat cekaman kekeringan.
Berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman yang diikuti oleh peningkatan berat
kering brangkasan (Prawiranata et al, 1981). Perlakuan tingkat cekaman kekeringan semakin
rendah menyebabkan penurunan biomasa yang diproduksi sehingga berat kering brangkasan
semakin rendah. Kekurangan air menurunkan perkembangan vegetatif dan hasil tanaman melalui
penurunan pengembangan daun sehingga menurunkan fotosintesis tajuk.
Kekurangan air yang terjadi pada periode pembungaan akan mengakibatkan banyak bunga dan
polong gugur serta biji yang dihasilkan lebih kecil (Hapsoh, 2003). Tanaman yang mengalami
cekaman kekeringan akan menghasilkan benih yang tidak berkualitas baik, seperti ukurannya
kecil, tidak mulus dan cacat. Hal ini kaitannya dalam fotosintesis, tanaman yang mengalami
cekaman air stomatanya akan menutup lebih awal untuk mengurangi hilangnya air. Penutupan
stomata akan mengganggu masuknya CO2, sehingga laju fotosintesis berkurang.
Adanya perbedaan hasil dari kedua varietas tersebut terhadap parameter hasil di atas, diduga
disebabkan oleh adanya perbedaan sifat atau keunggulan dari masing-masing varietas. Menurut
Sutedjo dan Kartasapoetra dalam Hapsari (2010) sifat 100 biji merupakan sifat yang lebih banyak
dipengaruhi oleh gen-gen yang sederhana (gen mayor) sehingga cenderung memiliki kemampuan
beradaptasi pada lingkungan tumbuh tanaman dan memiliki nilai keragaman genetik yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 1, interaksi faktor varietas dan tingkat cekaman kekeringan memberi pengaruh
berbeda tidak nyata terhadap indeks panen benih per tanaman. Pada indeks panen benih per
tanaman yang berpengaruh adalah faktor tingkat cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan pada
setiap stadia pertumbuhan tanaman kedelai dapat menurunkan hasil biji, tetapi pada stadia
pembentukan polong dan pengisian polong merupakan stadia yang kritis terhadap cekaman
kekeringan.
Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan menghasilkan benih yang tidak berkualitas
baik. Selama terjadi cekaman kekeringan terjadi penurunan laju fotosintesis yang disebabkan oleh
penutupan stomata dan terjadinya penurunan transport elektron dan kapasitas fosforilasi didalam
kloroplas daun (Yasemin, 2005). Dengan adanya ketersediaan air, maka penyerapan air menjadi
baik sehingga meningkatkan laju fotosintesis.