Anda di halaman 1dari 22

2

1. PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Pendidikan anak usia dini sejak dahulu hingga sekarang menjadi kajian yang menarik berbagai pihak. Sebagai contoh sejak abad sembilan sampai abad dua

belasan, banyak para filusuf dan ilmuan Islam seperti: Al-Ghazali (450-505 / 1058-1111 M), Ibnu Sina (370-429 H / 980-1037 M), Ibnu Tufail (494-574 H / 1105-1185

M), Ibnu Qayyim Al-Jauzy (693- 751 H / 1292-1350 M), Ibnu Hazm (384-456 H / 994-1064), Ibnu Khaldun (733-808 H / 1332-1406 M) dan lain-lain,

menyumbangkan pemikiran besar berkaitan dengan Pendidikan Anak Usia yang hingga saat sekarang ini masih diamalkan. Pemikiran dan ide besar itu menjadi pondasi

bagi Pendidikan anak usia dini pada masa saat ini.

Ada juga beberapa filusuf dan ilmuan barat seperti Friederich Wilhelm Froebel (1782-1852), Jhon Dewey (1859-192), Maria Montessori (1870-1952), Jean

Piaget (1896-1980) dan lain-lain,pemikirannya menjadi rujukan bagi kalangan ilmuan modern. Semua para filusuf dan ilmuan baik Islam maupun Barat sepakat

terhadap betapa pentingnya pendidikan anak usia dini ( Nor Hashimah Hashim dan Yahyah Che Lah, 2003).

Pemikiran para fulusuf Islam, memberikan penekanan dan keutamaan yang berbeda dalam melihat Pendidikan anak usia dini. Keaneka ragaman pemikiran itu

menjadi harta intelektual yang berharga bagi pengembangan Pendidikan anak usia dini saat sekarang ini. Contohnya, Ibnu Sina seorang tokoh di bidang kedokteran,

pemikirannya mengenai Pendidikan anak usia dini menekankan pada keseimbangan moral dan emosi, Ibnu Hazm pemikirannya menekankan pada aspek rasionalitas

anak-anak. Sedangkan Ibnu Khaldun pemikirannya tentang terintegrasi, yang menekankan anak-anak terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dengan

contoh yang konkrit. Sedangkan Al-Ghazali menekankan pengaruh orang dewasa atas anak-anak dalam mendidik mereka (Nor Hashimah Hashim dan Yahyah Che

Lah, 2003).

Rasulullah Muhammad Sholallohu Alaihi Wassallam sendiri adalah contoh dan tauladan dalam hal menyayangi anak-anak. Diceritakan dari satu kisah,

baginda pernah menggendong seorang anak kecil yang merupakan seorang anak dari sahabat Rasulullah, kemudian Rasulullah memeluk dan mencium anak tersebut.

Tak beberapa lama kemudian anak kecil itu mengencingi pakaian Rasulullah. Melihat kejadian itu, sahabat tersebut segera mengambil paksa anaknya sehinggalah anak

itu menangis kerana merasai diperlakukan tidak bijak. Sekitika itu Rasulullah bersabda, “ Air najis anakmu dengan mudah dapat aku hilangkan dengan membasuhnya,

tetapi perlakuan kasarmu kepada anakmu tadi akan terus membekas dan sukar untuk dihilangkan”.

Kisah lain sebagaimana dalam hadis “Nabi Shalallohu Alaihi Wassallam mencium Al-Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro bin Haabis At-Tamimy

yang sedang duduk. Maka al-Aqro berkata,” Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah aku cium”. Maka Rasulullah Shalallohu Alaihi

Wassallampun melihat kepada Al-Aqro lalu baginda bersabda, “ barang siapa tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi”. (Al-hadis Bukhari no 5997 dan Muslim

no 2318). Oleh itu Pendidikan anak usia dini harus berdasarkan pada rasa kasih dan sayang, sehingga anak-anak dapat mengeksplorasi berbagai aspek perkembangan

sesuai sesuai tahapan perkembangan dengan maksimal.

Tokoh-tokoh Barat juga banyak memberi sumbangsih untuk kemajuan Pendidikan anak usia dini saat ini. Bahkan pemikiran itu menjadi pondasi dari lembaga

Pendidikan anak usia dini masa kini. Contohnya, Friederic Wilhelm Froebel merupakan pendiri taman anak-anak atau kindergarten, sehingga beliau dikenal sebagai
3

father of kindergarten, sedangkan Jhon Dewey berhasil mengubah wajah pendidikan anak usia dini pada zamannya yang terpusat pada guru menjadi pendidikan anak

usia dini yang terpusat pada murid.

Model pendidikan anak usia dini yang lain dipelopori oleh Maria Montessori, beliau membentuk model pendidikan yang menggunakan namanya yang masik

eksis sampai saat ini di seluruh dunia. Adapun prinsip-prinsip Montessori yang penting adalah pendekatan individu dengan memberikan tugas ril sesuai kehidupan

nyata dan kurikulum berdasarkan urutan aktivitas tertentu. Satu lagi tokoh luar Jean Piaget, merupakan tokoh paling terkenal dan berpengaruh dalam membentuk teori

yang mendukung pendidikan anak usia dini sekarang. Di antara ide temuan beliau adalah meliputi bahasa, pengetahuan dan hubungan ruang serta psikologi anak-anak

(Nor Hashimah Hashim dan Yahyah Che Lah, 2003)

Dari sudut Islam, pendidikan anak usia dini, berawal dari sejak anak masih berada di dalam kandungan ibu sehinggah anak-anak itu berumur enam tahun. Pada

umumnya pendidikan anak usia dini Islam bisa dibagi menjadi dua periode yaitu periode sebelum lahir dan periode sesudah lahir.

Sedangkan menurut pendidikan barat pendidikan anak usia dini ialah pendidikan pada tingkat prasekolah. Ini pada mulanya dimaksudkan hanya untuk anak-anak

dari umur tiga hingga ke enam tahun yaitu apa yang dikatakan sebagai pendidikan "kindergarten", tetapi setelah beberapa kajian, mereka mengubah batas umur itu

pada tingkat setelah lahir hingga ketingkat enam tahun (Khadijah Zon, Zuridah Ismail & Fatimah Salleh dalam Kertas Kerja Seminar Pendidikan anak usia dini, 1989).

Jadi baik Islam maupun barat sama-sama memulai pendidikan anak usia dini sejak dari kandungan sapai enam tahun. Agar lebih mudah untuk penyebutan

kemudian diberi nama pendidikan pra sekolah yaitu pendidikan dalam rangka persiapan sekolah dasar.

Pendidikan anak usia dini di Malaysia sering disebut dengan istilah prasekolah atau Taska dan Tadika. Terdapat dua jenis program, iaitu Tadika atau Taman

Didikan Anak-anak untuk anak-anak berumur 4-6 tahun, dan Tabika atau Taman Bimbingan Anak-anak untuk anak-anak di bawah empat tahun, sekarang lebih

dikenali sebagai Taska atau taman asuhan anak-anak (Nor Hashimah Hashim dan Yahyah Che Lah, 2003)). Pendidikan prasekolah adalah pendidikan awal yang diberi

kepada anak-anak sebelum memasuki alam persekolahan yang lebih formal. Suatu kajian meliputi seluruh negara mengenai kedudukan Pendidikan anak usia dini

dijalankan pada tahun 1981 dan telah disiapkan pada tahun 1984. kajian tersebut adalah bertujuan untuk menyediakan maklumat kepada kerajaan mengenai kedudukan

Pendidikan anak usia dini dan bagi membantu kerajaan menggubal garis panduan dasar mengenai Pendidikan anak usia dini yang meliputi antara lain pengawasan,

pengawalan, penyelarasan, latihan guru, pembentukan kurikulum dan peningkatan mutu pendidiakn awal anak-anak (Azizah Lebai Nordin dan Zainun Ishak. 1999).

Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa Pendidikan anak usia dini telah berkembang dalam tempoh 1981 – 1984. anak-anak dalam lingkungan empat hingga

enam tahun yang mengikuti Pendidikan anak usia dini telah bertambah daripada 171000 pada tahun 1980 kepada 279000 pada tahun 1984. dalam tempoh yang sama,

terdapat sebanyak 5657 pusat Pendidikan anak usia dini berbanding dengan 2974 pada tahun 1980. Sebanyak 4487 atau 79 peratus daripada jumlah pusat- pusat ini

yang kebanyakannya terletak di kawasan luar bandar, menampung kira-kira 149,580 anak-anak atau 54 peratus daripada jumlah anak-anak yang mengikuti pendidikan

awal kanak- kanak pada tahun 1984. (Rancangan Malaysia Kelima 1986-1990)

Mengikut anggaran dalam tahun 1990, seramai lebih kurang 490 700 orang daripada jumlah anak-anak yang berumur 5 tahun ke atas harus mendapat Pendidikan

anak usia dini. Dari jumlah ini, dianggarkan serami 269,450 orang anak-anak (53%) tidak mendapat kemudahan pendidikan tersebut (Kementrian Pendidikan Malaysia
4

1991). Keadaan ini mendorong Kementerian Pendidikan Malaysia menumbuhkan Pendidikan anak usia dini “Annex” untuk memberi kemudahan Pendidikan anak usia

dini bagi anak-anak miskin dari kawasan bandar dan luar bandar yang tidak mampu membayar yuran program Pendidikan anak usia dini yang dianggap mahal.

Di Indonesia sendiri, walau sedikit berbeda pada amnya, pendidikan prasekolah mempunyai pengertian yang sama dengan Pendidikan anak usia dini di Malaysia.

Namun keduanya menggunakan istilah yang berbeda dalam penyebutan. Di Indonesia, Pendidikan anak usia dini dikenali sebagai PAUD atau pendidikan anak usia dini

Rini utami Aziz, (2007) mengenali tiga bentuk Paud, iaitu: TK atau taman anak-anak untuk anak-anak berumur 5-6 tahun; KB atau kelompok bermain, untuk anak-

anak berumur 3-4 tahun dan TPA atau Taman Penitipan Anak, untuk anak-anak umur 0-2 tahun. Pada tahun 2004, anak-anak umur 0-6 tahun berjumlah seramai 28,2

juta, atau saema dengan 13 %peratus daripada jumlah penduduk Indonesia kesemuanya. Sementara itu jumlah anak-anak yang mengikuti program Pendidikan anak

usia dini baru mencapai berhampiran dengan seramai 8lapan juta, atau seramai 28% daripada 28,2 juta jumlah anak-anak. Demikian juga pada tahun 2005 banyak

anak-anak usia awal belum mendapat kesempatan untuk memperolehi Pendidikan anak usia dini, jumlah yang mengikuti program Pendidikan anak usia dini hanya

meningkat sedikit berbanding dengan tahun 2004. Rendahnya kualiti pelaksanaan Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu punca daripada tidak berkembangnya

Pendidikan anak usia dini di Indonesia, selain itu kurikulum dan kualiti guru juga turut menyumbang (Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan

Pengembangan, 2007).

Pada tahun 2009 ramai anak-anak telah mengikuti program Pendidikan anak usia dini atau lebih kurang seramai 40% dari jumlah seluruh anak-anak berumur 0-6

tahun, dengan demikian terdapat peningkatan jumlah berbanding dengan tahun 2004 dan 2005 Diharapkan pada tahun 2010 terdapat peningkatan melebihi daripada 40

% jumlah anak-anak yang mengikuti program Pendidikan anak usia dini sebagaimana telah dicadangkan pada tahun 2004. Cabaran utama dalam hal mempertingkatkan

lagi jumlah anak-anak yang mengikuti program pendidikan awal ialah pusat-pusat Pendidikan anak usia dini yang masih sangat sedikit jumlahnya berbanding dengan

jumlah umur anak-anak lingkaran 0-6 tahun yang harus mendapatkan program Pendidikan anak usia dini. (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009).

Kajian ini, lebih menerima konsep yang mengatakan bahawa Pendidikan anak usia dini ialah dimulakan sejak anak-anak dalam kandungan lagi sehinggalah anak-

anak berumur 6 tahun atau selari dengan pandang Pendidikan anak usia dini dalam Islam mahupun Barat. Namun demikian, mengingat jarak umur 0-6 tahun

mempunyai perkembangan yang pelbagai, itu tentu akan memusykilkan kajian, oleh itu untuk kemudahan kajian ini memusatkan pada umur 3-6 tahun, yang dikenali

dengan Pendidikan anak usia dini Taska atau taman asuhan anak-anak dan Tadika atau taman didikan anak-anak, di Indonesia dikenali sebagai PAUD KB atau

pendidikan anak usia dini kelompok bermain dan TK atau Taman Anak-anak.

Pendidikan anak usia dini berkesan dapat menigkatkan pencapaian anak-anak pada peringkat sekolah. Sebagaimana kajian-kajian yang telah dijalankan di negara-

negara maju telah membuktikan bahawa anak-anak yang telah mengikuti program Pendidikan anak usia dini mempunyai kesan postitif terhadap perkembangan kognitif

dan afektif pada peringkat Gred I dan Gred II (Halim dalam Azizah Lebai Nordin dan Zainun Ishak 1999).

Kajian lain yang dijalankan oleh Kementrian Pendidikan Malaysia dengan kerjasama UNICEF (1980-1984) didapati bawaha anak-anak yang mempunyai

pengalaman Pendidikan anak usia dini lebih bersedia untuk mengikuti pendidikan formal di sekolah rendah (Kementrian Pendidikan Malaysia 1991). Sebagaimana

Halim (dalamAzizah Lebai Nordin dan Zainun Ishak 1999) mendapati kajian yang dilakukan di Malaysia berkaitan dengan Pendidikan anak usia dini sama ada dari
5

keluarga yang mempunyai latar belakang sosioekonomi tinggi atau rendah memperoleh pencapaian yang tinggi semasa darjah I dan darjah II. Oleh itu Pendidikan anak

usia dini sangat penting sebagai asas kesinambungan pendidikan sekolah rendah.

Kita sedia maklum bahawa salah satu proses pembelajaran anak-anak, adalah meniru. Anak-anak suka meniru perwatakan orang dewasa. aktiviti yang paling

digemari anak-anak ialah 'role play' memberi peluang kepada mereka berlagak seperti orang dewasa. Anak-anak perempuan gemar meniru lagak berpakaian seperti

seorang perempuan dewasa, dengan beg tangannya, kasut tingginya, bergincunya dan sebagainya. Anak-anak lelaki berlagak dengan 'briefcase,nya, Pusn Esah Bee

Naina Marican " Bidang Pengalaman Pendidikan Islam" (dalam Seminar Pendidikan anak usia dini Universiti Sains Malaysia, 1998). Demikian juga dalam Islam.

Anak-anak perlu melihat contoh. Maka guru sebenarnya perlu menunjukkan contoh teladan yang baik dalam setiap gerak laku kerana dia sedang diperhatikan kesemua

aktivitinya oleh anak-anak.

Turner Pauline H. dan Hamner Tommie J. (1994) menjelaskan berkaitan dengan peranan guru bagi murid di pusat-pusat Pendidikan anak usia dini adalah sebagai

guru yang mengajarkan pelbagai sains juga berperan seperti ibu bapa yang menjaga dan memberikan kasih saying kepada anak-anak pada masa dan dalam persekitaran

sekolah. Oleh itu peranan guru sebagai orang dewasa di persekitaran sekolah menjadi sangat penting, kerana murid selalu bertindak balas terhadap tingkah laku guru.

Malahan peranan guru merupakan pembolehubah yang penting selain daripada faktor ibu bapa yang menyumbang ke atas pembentukan konsep kendiri anak-anak.

Hal ini ditegaskan oleh Kamaruddin Husin. (1996) kosep kendiri merupakan sebahagian daripada fenomena kendiri yang merangkumi aspek kehidupan dan

pengalaman, serta berkait rapat dengan keluarga, kerjaya, rumah, sekolah, pakaian dan sebagainya. Tarshen (dalam Kamaruddin Husin 1996) juga menganggap konsep

kendiri sebagai pembolehubah yang penting dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Pemboleh ubah ini menyebabkan tindak balas dipelajari dan mendorong

individu membentuk jangkaan positif dan negatif terhadap diri. Jangkaan ini mungkin menghasilkan individu yang percaya kepada diri sendiri dan bersikap positif,

atau mungkin mengakibatkan individu bersikap negatif, bimbang dan merasa rendah diri. Anak-anak yang mempunyai konsep kendiri positif akan mengembangkan

kemahiran sosioemosi yang optima dalam berinteraksi sama ada dengan rakan sebaya atau orang dewasal lain, sehingga konsep kendiri mempunyai hubungan positif

dengan perkembangan sosioemosi anak-anak.

Anak-anak yang memiliki kemahiran sosioemosi merupakan anak-anak yang lebih digemari dan mempunyai kawan yang lebih ramai. Pertalian rakan sebaya

positif sedemikian telah didapati mempunyai korelasi dengan perkembangan sosial yang positif dan kesihatan mental dalam tempoh yang berjangka panjang. Parker et

all (dalam Anna Christina Abdullah, 2000) telah mendapati bahawa faktor-faktor seperti senang berkawan dan diskusi oleh anak-anak lain di prasekolah merupkana

peramal yang lebih kuat terhadap kebahagian semasa dewasa dibandingkan dengan faktor-faktor seperti pencapaian semasa di sekolah atau markah dalam peperiksaan.

Sebagaiman dalam Garis Panduan Kurikulum Prasekolah (Kementerian Pendidikan Malaysia, 1999) perkembangan sosioemosi menekankan kepada: "Penyuburan

emosi kendiri yang positif dan stabil ke arah pembentukan peribadi dan perwatakan yang baik bagi membolehkan murid menyesuaikan diri dalam kehidupan

masyarakat" Mengikut Erikson (dalam Anna Christina Abdullah, 2000) konsep kendiri yang positif mempunyai kaitan dengan perasaan berinisiatif semasa tahun-tahun

prasekolah.

Perkembangang kognitif juga merupakan satu bidang pengalaman yang dikenal pasti dalam peringkat Pendidikan anak usia dini (Garis panduan Kurikulum

Prasekolah, 1998). Perkembangan kognitif anak berlaku secara berterusan, serentak dan seimbang dengan perkembangan dalam bidang-bidang yang lain seperti
6

perkembangan sosioemosi, perkembangan fizikal, perkembangan berbahasa dan perkembangan daya kreatif dan perkembangan estetika. Bagaimanapun, penggunaan

daya kognitif anak-anak berkenaan bergantug pula pada kadar keupayaan perkembangan bidang bidang lain Fatimah Saleh “Perkembangan Kognitif” (dalam Seminar

Pendidikan Awal Anak-anak Universiti Sains Malaysia 1998). Selain itu interaksi yang berterusan dan penuh makna dengan ibu bapa atau orang dewasa lain yang

mempunyai hubungan rapat dengan anak-anak juga memberikan sumbangan positif yang signifikan ke atas pembangunan perkembangan dalam pelbagai aspek.

Sementara itu kaitannya dengan perkembangan kognitif, ineraksi rakan sebaya atau dengan orang dewasa lain dapat memberi galakan terhadap pembentukan

perkembangan kognitif yang optima (Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, 2012)

Guru memainkan peranan yang penting dalam menggalakkan pertumbuhan imej diri yang positif dan perkembangan sosio emosi yang sihat. Misalnya anak-anak

harus dapat berhubung dengan rakan sebaya dengan cara yang baik, selesa dan gembira. Dengan itu mereka dapat berkongsi alat permainan, bersikap sabar, menyedari

hak orang lain dan sebagainya. Anak-anak ini juga akan dapat membina sikap yang positif terhadap pembelajaran. Individu yang sedemikian inilah amat penting bagi

mewujudkan pembangunan dan perpaduan negara, Asiah Abu Samah " Kurikulum Pendidikan Prasekolah di Malaysia: Peranannya ke Arah Perpaduan dan

Pembangunan Negara" (dalam Laporan dan Kertas Kerja Seminar Kebangsaan ke Arah Pembentukkan Pendidikan Prasekolah 1967).

Untuk mencapai objektif dan matlamat pendidikan prasekolah, guru adalah salahsatu daripada agen terpernting. Berbeda dengan guru-guru diperingkat lain, guru

disekolah Pendidikan anak usia dini hendaklah mempunyai beberapa ciri tambahan yang istimewa untuk menjalankan tanggungjawab mereka, Rozumah Baharuddin

dan Ariffin Nopiah "Garis Panduan Kurikulum Pendidikan Prasekolah Penekanannya ke Arah Pembangunan dan Perpaduan Negara" (dalam Laporan dan Kertas Kerja

Seminar Kebangsaan ke Arah Pembentukkan Pendidikan Prasekolah 1967).

Pemaparan di atas dapat memberi gambaran ke atas pentingnya program Pendidikan anak usia dini melibatkan pelbagai disiplin sains dalam pelbagai kepakaran

untuk mengambil berat terhadap Pendidikan anak usia dini. Itu kerana Pendidikan anak usia dini adalah asas daripada pendidikan dalam peringkat-peringakat yang

lainnya. Sehingga perlu adanya keupayaan dan kebolehan yang optima dalam menggalakkan Pendidikan anak usia dini. Kajian ini adalah satu dari upaya untuk

mengenal pasti peranan guru dan interaksi rakan sebaya ke atas pembentukan konsep kendiri dan hubungannya terhadap perkembangan sosioemosi dan kognitif di

kalangan anak-anak pada Pendidikan anak usia dini yang merupakan suatu kajian perbandingan di antara Pulau Pinang dengan Sumatera Utara.

.2 Pernyataan Masalah

Semua pihak bersetuju bahawa Pendidikan anak usia dini merupakan bahagian penting dalam proses pembentukan personaliti, yang diyakini memberi kesan pada masa

depan anak-anak. Walau bagaimanapun terdapat perbezaan dalam pengurusan dan pentadbiran Pendidikan anak usia dini. Sehingga timbul isu-isu negatif berkaitan

dengan Pendidikan anak usia dini. Kontos dan Dunn (1997) mendapati kajian yang dilakukan antara tahun 1990-1992 yang menerokai kesesuaian antara peringkat

perkembangan dengan program Pendidikan anak usia dini. Keputusan didapati dari kajian itu membuktikan bahawa kesesuaian pringkat perkembangan anak-anak

dengan program Pendidikan anak usia dini menyumbang ke atas pembentukan konsep kendiri yang positif, perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak yang

optima sama ada jangka pendek mahupun jangka panjang. Pada hakikatnya pringkat perkembangan anak-anak antara satu dengan lainnya tidaklah sama, malah masing-

masing individu mempunyai cirikhas tersendiri. Hal ini menjadi isu utama manakala banyak program Pendidikan anak usia dini tidak selari dengan peringkat

perkembangannya. Bahkan adakalanya guru memaksa murid untuk memenuhi pencapaian dibidang akademik dan menepikan aspek penting perkembangan lainnya. Isu
7

lain yang tidak kalah penting ialah masalah kekerasan yang terjadi di kalangan anak-anak sebagaimana Pperistiwa tergempar dengan terungkapnya isu kekerasan

Pendidikan anak usia dini yang berlaku di negeri Johor februari 2012( Star, 9/02/2012, P.3)

Canfield dan Wells, (dalam Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, 2012) menerangkan, berdasarkan banyak kajian menunnjukkan kejayaan dalam bidang akademik

sebahagian besar ditentukan oleh kejayaan pendidikan perilaku terutama berkait dengan konsep kendiri anak-anak. Masalah timbul apabila guru-guru dituntut oleh ibu

bapa dalam pencapaian akademik berlebihan, seperti celik huruf dan celik angka. Tekanan itu menyebabkan guru-guru lebih mengutamakan pencapaian akademik, jadi

pembentukan konsep kendiri anak-anak kurang tumpuan. Padahal umur 0-3 tahun merupakan masa yang tepat untuk pembentukkan konsep kendiri anak-anak.

Sebagaimana Crowl, Kaminsky dan Podell (dalam Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, 2012) menegaskan, masa anak-anak merupakan pringkat yang penting bagi

pembentukan konsep kendiri anak-anak..

Guru sebagai teladan mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep kendiri anak-anak. Argyle (dalam Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, 2012) menekankan

pentingnya mengukuhkan pengalaman melalui penteladanan atau pemodelan seorang guru. Selain daripada persekitaran keluarga, persekitaran sekolah juga

mempengaruhi perkambangan anak-anak, terutama pengalaman berinteraksi dengan guru-guru dan rakan sebaya akan membentuk konsep kendiri anak-anak. Hal ini

ialah seiras dengan apa yang dikatakan Berns, 1997 (dalam Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, 2012) bahawa pengalaman berinteraksi dengan ramai orang dalam

komuniti seperti, ibu bapa, adik beradik, guru, rakan sebaya juga media sebahagian besarnya akan menentukan nilai-nilai, akhlak, sikap, tingkah laku dan konsep

kendiri anak-anak. Selama ini isu berkenaan interaksi di antara guru dan murid timbul kerana kedominanan peran guru dalam kelas sehingga murid menjadi pasif.

Sebagaimana Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2010), bahawa kawalan guru yang berlebih akan menyebabkan anak-anak menjadi pasif dan interaksi di antara

guru dan murid menjadi sehala.

TAMBAH ISU YANG DIUTARAKAN OLEH PAULINE H. TURNER

Melalui interaksi rakan sebaya anak-anak dapat mengembangkan satu hubungan penting pada awal anak-anak. Interaksi rakan sebaya boleh membawa sama ada

kepada hubungan negatif atau positif. Hubungan yang negatif akan membentuk konsep kendiri negatif, demikian juga hubungan yang positif akan membentuk konsep

kendiri positif pada anak-anak. Kegagalan anak-anak dalam berinteraksi dengan rakan sebaya menyebabkan timbulnya rasa rendah diri, anak yang rendah diri tidak

mempunyai ramai teman. Ini akan menyekat perkembangan sosioemosi anak-anak. Interaski rakan sebaya memberi pengaruh terhadap pembentukan konsep kendiri.

Tetapi isu yang muncul berkenaan dengan interaksi rakan sebaya adalah adanya pengaturan tempat duduk dan penugasan yang cenderung memencilkan seorang anak-

anak dengan yang lainnya, sehingga pertukaran idea dan komunikasi di kalangan pelajar mengalami kerumitan. (Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan, 2010).

Konsep kendiri berhubungkait positif dengan perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak. Konsep kendiri positif akan membuat anak-anak menghargai

penampilan fizikal, dapat menyesuaikan diri dengan baik, menyukai tantangan, mandiri, bertanggung jawab, dan jangkakan pencapaian gemilang (Martinis Yamin dan

Jamila Sabri Sanan 2010). Dengan demikian maka konsep kendiri positif akan mengoptimakan perkembangan sosioemosi dan kognitif, manakala konsep kendiri

negatif kurang menghargai penampilan fizikal, kurang dapat menyesuaikan diri, kurang menyukai tantangan, tidak mandiri, kurang bertanggung jawab, dan tidak

menjangkakan pencapaian gemilang, sehingga menghalang perkemangan sosioemosi dan kognitif anak-anak. Isu-isu yang sudah dikemukakan di atas seperti

penekanan pada pencapaian akademik berlebih, kurangnya interaksi rakan sebaya, peranan guru yang tidak profesional, komunikasi bertumpu pada guru akan

mempengaruhi pembentukan konsep kendiri negatif anak-anak dan konsep kendiri negatif akan menghalang perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak.
8

Pelbagai isu lain mengembang di Malaysia adalah masalah kepelbagaian agensi yang menganjurkan Pendidikan anak usia dini, ini mewujudkan ketidakseragaman

pentadbiran dan pelaksanaan kurikulum prasekolah seperti: Setiap agensi mempunyai matlamat, tanggapan, orientasi, keutamaan, kemampuan yang tersendiri dan

berbeda-beza, khasnya dalam penggunaan bahasa pengantar, kurikulum, latihan ikhtisas, kelayakan akademik guru, gaji guru dan penempatan pelajar serta penempatan

prasekolah dan kemudahan-kemudahan asas (Sufean, 1993)

Kajian ini akan bertumpu kepada kepelbagaian masalah yang berkait dengan perkembangan aspek psikologi, terutama berkenaan dengan masalah pembentukan

konsep kendiri yang dipengaruhi oleh peranan guru dan rakan sebaya. Juga masalah perkembangan sosioemosi dan kognitif yang berhubung kait dengan konsep kendiri

daripada anak-anak di Pendidikan anak usia dini. Antara pelbagai masalah itu seperti : Objektif pendidikan prasekolah ditentukan oleh agensi yang mengendalikan

prasekolah tersebut. Beberapa kajian menunjukkan matlamat, aktiviti juga cara pelaksanaan prasekolah di Malaysia adalah tidak sama antara satu sama lain.

Penumbuhan prasekolah anjuran kerajaan dan separa kerajaan seperti Tadika KEMAS dan Tadika Jabatan Perpaduan Negara misalnya bertujuan, membimbing

masyarakat yakin pada diri sendiri, menyampaikan ilmu dan kemahiran yang berguna, meningkatkan taraf hdup masyarakat, menyediakan keperluan asas dan program

makanan seimbang kepada anak-anak, (Asiah,2001). Sementara prasekolah persendirian mempunyai objektif jangka pendek yang lebih jelas seperti mengutamakan

pencapaian kemahiran 3M dan kurang memberi tumpuan kepada aspek-aspek sosial yang lain.

Latihan guru-guru prasekolah dan pendekatan pengajaran dan pembelajaran kebiasaannya ditentukan oleh agensi yang menganjurkan prasekolah tersebut.

(UNESCO,2000) Semua perbelanjaan seperti gaji guru dan alat pengajaran dan pembelajaran di prasekolah awam adalah dibiayai oleh kerajaan. Manakala semua

perbelanjaan prasekolah persendirian diambil daripada yuran bulanan yang dibayar oleh ibu bapa.

Daripada segi lokasi sekolah, terdapat perbezaan yang ketara di antara prasekolah di Bandar dengan prasekolah di luar Bandar. Prasekolah persendirian di Bandar

lebih memberi penekanan pada pencapaian akademik dan perkembangan kognitif, manakala prasekolah di luar Bandar lebih mengutamakan perkembangan sosial dan

komuniti. (saad, 1977 dalam Asiah 2001)

Sementara itu, isu-isu berkaitan Pendidikan anak usia dini di Indonesia adalah: Kurikulum yang miskin kemahiran. Motivasi dan orientasi pendidikan yang

dimuatkan dengan corak-corak pemikiran hedonis dan mementingkan kebendaan.Mementingkan kecerdasan t seperti kecerdasan kognitif sahaja.Manajemen sekolah

dan guru pendidik yang kurang professional.Corak-corak interaksi yang tidak berkesan, yang hanya berpusat kepada guru. Dan Kurikulum kurang menekankan

kecerdasan pelbagai, dan menumpukan kepada kecerdasan tunggal, seperti; kecerdasan kognitif sahaja. Pesekitaran sekolah yang kurang memberangsang

perkembangan sosioemosi dan kognitif yang berkait dengan konsep kendiri anak-anak.

Isu-isu sosial boleh mempengaruhi Pendidikan anak usia dini, sebagaimana (Morrison, G.S.,1012) kebelakangan ini banyak berlaku isu-isu kekerasan terhadap

anak-anak; penyakit anak-anak, seperti penyakit asma dan keracunan; kemiskinan; pendidikan berkualiti rendah serta ketidaksetaraan program dan pengurusan. Isu-isu

sosial berkembang secara berterusan selari dengan kemajuan dan pembangaunan zaman.

Daripada papran di atas, bertindak balas terhadap isu-isu berkembang berkait dengan Pendidikan anak usia dini pada masa ini, sama ada di Malaysia mahupun di

Indonesia, perlu adanya suatu kajian menyeluruh dari pelbagai kalangan disiplin sains, seperti: pakar pendidikan: pakar psikologi anak; pakar perubatan; kerja sosial:

kalangan agama dan lainnya. Kajian ini merupakan satu contoh daripada kepentingan suatu kajian mengenai Pendidikan anak usia dini.
9

1. 3 Objektif Kajian

Kajian ini dijalankan secara umumnya untuk mengukur, mengenal pasti dan memerhati pengaruh peranan guru dan rakan sebaya ke atas pembentukan konsep

kendiri dan hubungannya dengan perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak di Pendidikan anak usia dini dalam lingkaran umur 3-6 tahun. Juga untuk melihat

perbandingannya antara Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan

dan bukan kerajaan. Tumpuan kajian secara khusus adalah seperti berikut:

1. Untuk mengetahui kesesuaian antara pringkat perkembangan anak-anak dengan program Pendidikan anak usia dini menyumbang ke atas pembentukan

konsep kendiri yang positif, perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak yang optima sama ada di Pulau Pinang mahupun Sumatera Utara atau sekolah milik

kerajaan dan bukan kerajaan.

2. Untuk mengetahui sumbangan peranan guru ke atas pembentukan konsep kendiri anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya antara

Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dan bukan kerajaan.

3. Untuk mengukur sumbangan rakan sebaya ke atas pembentukan konsep kendiri anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya antara

Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dan bukan kerajaan.

4. Untuk mengukur konsep kendiri di kalangan anak-anak prasekolah dalam lingkaran 3 hingga 5 tahun dan perbandingannya dengan anak-anak prasekolah

di Pulau pinang dengan Sumatera Utara dan anak-anak prasekolah di Pendidikan anak usia dini kerajaan dengan bukan kerajaan.

5. Untuk mengenal pasti perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal sama ada di Pulau Pinang atau di Sumatera Utara

mengikut jantina.

6. Mengenal pasti perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut umur.

7. Mengenal pasti perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut daerah.

8. Mengenal pasti perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut status sekolah.

9. Mengenal pasti perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut bangsa.

10. Untuk mengukur hubungan antara konsep kendiri dengan perkembangan sosioemosi anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya antara

Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dengan bukan kerajaan.

11. Untuk mengukur hubungan antara konsep kendiri dengan perkembangan kognitif anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya antara

Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dengan bukan kerajaan.

12. Untuk mengenal pasti perkembangan sosioemosi pada anak-anak dan perbandingannya antara anak-anak di Pendidikan anak usia dini Pulau Pinang

dengan Sumatera Utara, juga antara anak-anak di Pendiikan anak-anak kerajaan dengan bukan kerajaan.

13. Mengenal pasti perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut jantina.

14. Mengenal pasti perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut umur.

15. Mengenal pasti perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada pendidikan pringkat awal mengikut daerah.

16. Mengenal pasti perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut status sekolah.
10

17. Mengenal pasti perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut bangsa.

18. Untuk mengenal pasti perkembangan kognitif anak-anak dan perbandingannya antara anak-anak di Pendidikan anak usia dini Pulau Pinang dengan

Sumatera Utara, juga antara anak-anak di Pendiikan anak-anak kerajaan dengan bukan kerajaan.

19. Mengenal pasti perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut jantina.

20. Mengenal pasti perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut umur.

21. Mengenal pasti perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada pendidikan pringkat awal mengikut daerah.

22. Mengenal pasti perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut status sekolah.

23. Mengenal pasti perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut bangsa.

24. Untuk mengukur hubungan antara perkembangan sosioemosi dan perkembangan kognitif anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya

antara Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dan bukan

kerajaan.

1.4
Persoalan Kajian

Kajian ini dijalankan dengan beberapa soalan, antara lain :

1. Adahkah kesesuaian antara pringkat perkembangan anak-anak dengan program Pendidikan anak usia dini menyumbang ke atas pembentukan konsep

kendiri yang positif, perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak yang optima sama ada di Pulau Pinang mahupun Sumatera Utara atau sekolah milik kerajaan

dan bukan kerajaan.

2. Adakah peranan guru menyumbang terhadap pembentukan konsep kendiri anak-anak dan bagaimana bentuk perbandingannya antara Pendidikan anak

usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dengan bukan kerajaan.

3. Adakah rakan sebaya menyumbang terhadap pembentukan konsep kendiri anak-anak dan bagaimana bentuk perbandingannya antara Pendidikan anak

usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dengan bukan kerajaan.

4. Bagaimanakah konsep kendiri di kalangan anak-anak prasekolah dalam lingkaran 3 hingga 6 tahun dan perbandingannya dengan anak-anak prasekolah di

Pulau Pinang dengan Sumatera Utara dan anak-anak prasekolah di Pendidikan anak usia dini kerajaan dengan bukan kerajaan.

5. Adakah perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal sama ada di Pulau Pinang atau di Sumatera Utara mengikut

jantina.

6. Adakah perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut umur.

7. Adakah perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut daerah.

8. Adakah perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut status sekolah.

9. Adakah perbezaan konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut bangsa.

10. Bagaimanakah hubungan antara konsep kendiri dengan perkembangan sosioemosi anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya antara

Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dengan bukan kerajaan.
11

11. Bagaimanakah hubungan antara konsep kendiri dengan perkembangan kognitif anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya antara

Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dengan bukan kerajaan.

12. Bagaimanakah perkembangan sosioemosi anak-anak dan perbandingannya antara anak-anak di Pendidikan anak usia dini Pulau Pinang dengan Sumatera

Utara, juga antara anak-anak di Pendiikan anak-anak kerajaan dengan bukan kerajaan.

13. Adakah perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut jantina.

14. Adakah perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut umur.

15. Adakah perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada pendidikan pringkat awal mengikut daerah.

16. Adakah perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut status sekolah.

17. Adakah perbezaan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut bangsa.

18. Bagaimanakah perkembangan kognitif anak-anak dan perbandingannya antara anak-anak di Pendidikan anak usia dini Pulau Pinang dengan Sumatera

Utara, juga antara anak-anak di Pendiikan anak-anak kerajaan dengan bukan kerajaan.

19. Adakah perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut jantina.

20. Adakah perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut umur.

21. Adakah perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada pendidikan pringkat awal mengikut daerah.

22. Adakah perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut status sekolah.

23. Adakah perbezaan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut bangsa.

24. Bagaimanakah hubungan antara perkembangan sosioemosi dan perkembangan kognitif anak-anak di Pendidikan anak usia dini dan perbandingannya

antara Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang dengan Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dan bukan

kerajaan.

1. 5 Hipotesis Kajian

Kajian ini dijalankan dengan beberapa hipotesis. Antaranya ialah:

1. Tidak terdapat kesesuaian antara pringkat perkembangan anak-anak dengan program Pendidikan anak usia dini dan tidak menyumbang ke atas

pembentukan konsep kendiri yang positif, perkembangan sosioemosi dan kognitif anak-anak yang optima sama ada di Pulau Pinang mahupun Sumatera Utara atau

sekolah milik kerajaan dan bukan kerajaan.

2. Peranan guru tidak menyumbang secara signifikan ke atas pembentukan konsep kendiri anak-anak sama ada di Pulau Pinang mahupun di Sumatera Utara.

Demikian juga Pendidikan anak usia dini milik kerajaan mahupun bukan kerajaan.

3. Rakan sebaya tidak menyumbang secara signifikan ke atas pembentukan konsep kendiri anak-anak sama ada di Pulau Pinang mahupun di Sumatera

Utara. Demikian juga Pendidikan anak usia dini milik kerajaan mahupun bukan kerajaan.
12

4. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara konsep kendiri di kalangan anak-anak sama ada di Pulau Pinang mahupun di Sumatera Utara. Demikian

juga Pendidikan anak usia dini milik kerajaan mahupun bukan kerajaan.

5. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal sama ada di Pulau Pinang

mahupun di Sumatera Utara Demikian juga Pendidikan anak usia dini milik kerajaan mahupun bukan kerajaan.mengikut jantina.

6. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut umur.

7. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut daerah.

8. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut status sekolah.

9. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan antara konsep kendiri di kalangan anak-anak pada peringkat pendidikan awal mengikut bangsa.

10. Pendidikan anak usia dini

11. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsep kendiri dengan perkembangan sosioemosi sama ada di Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang

atau Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dan bukan kerajaan.

12. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsep kendiri dengan perkembangan kognitif sama ada di Pendidikan anak usia dini di Pulau Pinang atau

Pendidikan anak usia dini di Sumatera Utara serta Pendidikan anak usia dini milik kerajaan dan bukan kerajaan

13. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak sama ada di Pulau Pinang mahupun Sumatera Utara, juga

antara anak-anak di Pendidikan anak usia dini milik kerajaan mahupun bukan kerajaan.

14. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut jantina.

15. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut umur.

16. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada pendidikan pringkat awal mengikut daerah.

17. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut status

sekolah.

18. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan sosioemosi di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut bangsa.

19. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan kognitifi di kalangan anak-anak sama ada di Pulau Pinang mahupun Sumatera Utara, juga antara

anak-anak di Pendidikan anak usia dini milik kerajaan mahupun bukan kerajaan.

20. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut jantina.

21. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut umur.

22. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada pendidikan pringkat awal mengikut daerah.

23. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut status

sekolah.

24. Tidak terdapat perbezaan yang signifikan perkembangan kognitif di kalangan anak-anak pada peringkat Pendidikan anak usia dini mengikut bangsa.

25. Pendidikan anak usia dini

26. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perkembangan sosioemosi dan perkembangan kognitif anak-anak sama ada di Pulau Pinang mahupun di
13

Sumatera Utara atau di Pendidikan anak-anak kerajaan mahupun bukan kerajaan.

1. 6 Kepentingan Kajian

Kurangnya kajian mengenai perkembangan psikologi di Pendidikan anak usia dini, seolah-olah telah mengabaikan beberapa aspek perkembangan anak-anak

terutamanya pembentukan konsep kendiri dan perkembangan sosioemosi serta perkeembangan kognitif yang sepatutnya diberi perhatian terutamanya oleh ahli

psikologi, ahli pendidikan dan ahli sains sosial lainnya. Anak-anak adalah bakal pembentukan generasi akan datang. Mereka adalah sebahagian daripada generasi yang

mampu mencorakkan situasi sebuah masyarakat. Anak-anak yang mempunyai konsep kendiri positif akan mempunyai kemahiran sosioemosi dan kognitif yang baik,

biasanya mempunyai kebarangkalian yang tinggi untuk menjadi seorang dewasa yang cergas dan sihat dan pastinya akan dapat melahirkan sebuah masyarakat yang

sihat dan sejahtera bagi menghasilkan kecemerlangan yang diharapkan.

Kajian anak-anak amat penting kerana setiap perkembangan yang berlaku pada peringkat ini akan meninggalkan kesan yang bukan sedikit kepada anak-anak itu di

masa akan datang. Oleh itu kajian ini diharapkan dapat mendedahkan masalah yang dihadapi oleh anak-anak khususnya dalam soal pengaruh guru, rakan sebaya,

konsep kendiri, perkembangan sosioemosi dan perkembangan kognitif kepada orang ramai. Antara kepentingan kajian itu ialah seperti diungkap di bawah berikut ini:

1. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberi panduan kepada guru, pelajar, pihak pentadbiran, pihak kementerian/kerajaan, sekolah, ibu bapa, masyarakat,

para kaunselor, pakar jiwa, pakar pendidikan dan orang-orang yang signifikan dalam kehidupan anak-anak dalam memahami masalah yang dihadapai oleh anak-anak

mereka. Lanjutan daripada itu, tumpuan yang sewajarnya perlu diberi kepada anak-anak supaya kesan buruk di zaman anak-anak tidak berterusan apabila meningkat

dewasa. Para guru, pelajar, pihak pentadbiran, pihak kementerian/kerajaan, sekolah, ibu bapa, masyarakat, para kaunselor, pakar jiwa, pakar pendidikan dan orang-

orang yang signifikan dalam kehidupan anak-anak perlu mengambil peranan masing-masing dalam usaha mengatasi masalah yang dialami oleh anak-anak supaya

mereka dapat lahir sebagai satu generasi yang sihat dari segi mental dan fizikal.

2. Kajian ini juga dapat memberi panduan dan faedah kepada para kaunselor, pakar jiwa, pakar pendidikan dan orang-orang yang signifikan dalam kehidupan

anak-anak di mana gambaran tentang peranan guru dan rakan sebaya, konsep kendiri, perkembangan sosioemosi dan perkembangan kognitif dapat diketahui dengan

jelas. Ini akan memudahkan lagi pemahaman mereka terhadap masalah pendidkian awal anak-anak dan masalah perkembangan awal anak-anak.

3. Hasil kajian ini akan memberi gambaran dengan nuansa berbeda berkaitan dengan Pendidikan anak usia dini sama ada di Pulau Pinang mahupun di

Sumatera Utara, juga sekolah milik kerajaan dan bukan kerajaan. Hasil yang didapati akan memberi kekayaan pengetahuan mengenai pentingnya peranan guru,

interaksi rakan sebaya, Pentingnya pembentukan konsep kendiri, pentingnya perkembangan sosioemosi, pentingnya perkembangan kognitif, dan pentingnya aspek-

aspek perkembangan yang lainnya. Sehingga pengurusan Pendidikan anak usia dini dapat selari dengan peringkat perkembangan anak-anak. Oleh itu kajian ini sangat

berfaedah bagi pelbagai pihak.

4. Hasil kajian ini akan memaparkan perbandingan mengenai peranan guru dan rakan sebaya terhadap beberapa aspek penting dalam perkembangan anak-

anak. Kebaikan yang didapat dari perbandingan kajian ini dapat dijadikan sebagai teras Pendidikan anak usia dini mana kala keburukan yang didapati dijadikan sebagai

pembetulan pada masa hadapan bagi guru-guru, pengurusi, pihak-pihak yang berkepentingan utamanya dan pelbagai pihak lain pada amnya.
14

5. Hasil kajian ini diharapkan juga dapat memberi panduan kepada pihak kementerian Pendidikan Malaysia dan Indonesia bagi mengadakan program-

program yang sesuai dengan perkembangan anak-anak dan juga yang boleh memberi keseronokan dalam proses pembelajaran anak-anak di sekolah. Di samping itu

kajian ini akan memberi corak pelbagai terhadap pertumbuhan dan pembangunan anak-anak dari pelbagai budaya masing-masing di mana kajian ini dijalankan.

1.7 Defenisi Istilah

Antara beberapa istilah penting yang dibincangkan dalam kajian ini ialah;

1.7.1 Kesesuaian Peringkat Perkembangan

Pengertian daripada kesesuaian peringkat perkembangan adalah kesesuaian antara aspek-aspek penting perkembangan dalam lingkaran tiga sehingga lima tahun

dalam hal ini merujuk pada peringkat perkembangan dan tugas-tugas perkembangan menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) tugas-tugas perkembangan zaman

anak-anak ialah seperti berikut :

1. Mempelajari kemahiran fizikal untuk kegunaan permainan-permainan yang am.

2. Membangunkan suatu sikap yang sihat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.

3. Belajar untuk menyesuaikan diri dengan rakan sebaya.

4. Mula membangunkan peranan sosial dengan sebenar mengikut jantina.

5. Membangunkan kemahiran asas untuk membaca dan menulis serta mengira.

6. Membangunkan kefahaman yang diperlukan dalam kehidupan sehari.

7. Membangunkan kesedaran moral dan nilai-nilai kehidupan.

8. Membangunkan sikap ke arah kumpulan sosial.

9. Membangunkan kebebasan individu.

Oleh itu mengikut tugasan perkembangan di atas yang dimaksud dengan kesesuaian peringkat perkembangan adalah, pentadbiran dan pengurusan meliputi semua

tugasan perkembangan dan tidak mengasingkan satu dengan yang lainnya, sehingga program Pendidikan anak usia dini dapat selari dengan peringkat perkembangan

anak-anak itu sendiri.

1.7.2 Peranan Guru

Peranan guru dalam konteks kajian ini merujuk kepada peranan guru sebagai ‘guru mithali’ sebagaimana baginda Nabi Muhammad Shalallohu Alaihi Wassalam

diutus sebagai suatu contoh yang baik yang mempunyai akhlak tinggi (QS Al Ahzab 33 : 21). Oleh itu peranan yang utama dan pertama bagi guru adalah mempunyai

sikap positif , produktif, berbakti dan kasih sayang, memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak. Juga menjadi idola bagi anak-anak. Peranan lain ke dua, seorang

guru disekolah juga sebagai pengganti ibu bapa terutama dalam hal mendidik dan mengasuh perlu dengan kasih sayang dan juga hubungan rapat antara guru dan murid.

Guru memberikan rasa selamat dan selesah bagi murid-murid walaupun peranan guru tidaklah mengambil kawalan pendidikan dalam keluarga melainkan membantu

ibu bapa untuk membangunkan potensi anak-anak (Hibana dalam Partini 2010). Dan peranan lain ke tiga ialah guru berperan sebagai rakan sebaya bagi murid-murid.
15

Adakalanya guru berposisi sebagai rakan dalam berinteraksi dengan memberi soalan terbuka, sehingga membuat anak lebih aktif, (Model High Scop dalam

Roopnarine, J.L., dan Johnson, J.E., 2011)

Menurut Shahizan Hasan dan Ahmad Shahabudin Che Noh (2005) para guru Pendidikan anak usia dini mempunyai peranan yang sudah ditentukan. Guru dianggab

orang yang dapat membimbing anak-anak kepada proses pembelajaran. Antara peranan yang boleh dimainkan adalah:

1. Menyediakan suasana pembelajaran yang menyeronokkan.

2. Memastikan persekitaran pembelajaran menyeronokkan dan mengikut susunan.

3. Menyediakan aktiviti mengikut keperluan anak-anak.

4. Membantu anak-anak belajar teknik menggunakan bahan dan memastikan keselamatan anak-anak itu.

5. Menggalakkan anak-anak membuat pemilihan mereka sendiri.

6. Menitikberatkan proses daripada hasil.

7. Memerhati dan mendengar apa yang diperkatakan oleh anak-anak.

8. Menggalakkan anak-anak bercakap mengenai kerja mereka.

9. Menggunakan kaedah saintifik dalam aktiviti mereka.

10. Menyedari corak perkembangan anak-anak dalam kelas.

1.7.3 Peranan Rakan Sebaya

Peranan rakan sebaya ialah interaksi rakan sebaya di mana anak-anak yang mempunyai umur dalam lingkaran tiga hingga lima tahun bertindak balas melalui

perancangan dan aktiviti dalam persekitaran sekolah. Interaksi rakan sebaya terjadi dalam sama ada kumpulan rakan sebaya bercampur umur atau kumpulan sebaya

sama umur, interaksi rakan sebaya juga boleh dalam sesama jantina atau dalam jantina yang berbeda. Dengan catatan interaksi terjadi sama ada melalui aktiviti formal

seperti bermain dan perbincangan rakan sebaya di bawa kawalan guru atau melalui aktiviti titidak formal dengan permainan dan perbincangan rakan sebaya tanpa

kawalan guru. (Turner Pauline, H., dan Hamner Tommie, J., 1994)

Howes (dalam Pauline, H., dan Hamner Tommie, J., 1994) menjelaskan interaksi rakan sebaya meliputi; persahabatan; permainan dan pembelajaran dalam

kumpulan rakan sebaya.

1.7.4 Konsep Kendiri

Konsep kendiri dalam kajian ini merangkumi tiga aspek iaitu fizikal, psikologikal dan sosial. Aspek fizikal bermaksud gambaran tentang fizikal diri, keadaan

kesihatan, dan rupa paras. Sebagai contoh, sama ada seorang anak-anak itu menganggap dirinya sihat atau berpenyakit, menarik atau tidak apabila merujuk kepada

konsep kendiri fizikal.

Aspek psikologikal pula merujuk kepada sikap, tabiat, tingkah laku, pemikiran, harapan serta daya tindak anak-anak. Misalnya, adakah seseorang anak-anak

menganggap dirinya berfikir dan bertindak secara positif atau negatif ataupun ia bertindak melakukan sesuatu yang berfaedah atau tidak terhadap dirinya.
16

Aspek sosial konsep kendiri seseorang anak-anak pula merujuk kepada gambaran tentang kehidupan sosial atau sosialisasi dirinya. Hal ini bermaksud tanggapan

terhadap dirinya apabila berhubung dengan rakan-rakan dan gurunya. Misalnya, sejauhmana pelajar itu menganggap dirinya disayangi, diminati atau mudah bergaul,

berinteraksi dengan orang lain (Abdul Rashid Mohamad, Abdul Rashid Mohamed, dan Abdul Ghani Kanesan Abdullah, 2008)

1.7.5 Perkembangan Sosioemosi

Perkembangan sosioemosi dalam konteks kajian ini merujuk kembali kepada objektif dan matlamat Pendidikan anak usia dini dari aspek perkembangan sosioemosi

anak-anak. Secara umumnya, mengikut Garis Panduan Kurikulum Prasekolah (Kementrian Pendidikan Malaysia, 1999) komponen perkembangan sosioemosi

menekankan kepada:

“Penyuburan emosi kendiri yang positif dan stabil ke arah pembentukan pribadi dan perwatakan yang baik bagi membolehkan murid menyesuaikan diri dalam

kehidupan bermasyarakat”

Seterusnya, objektif komponen tersebut ialah sebagai berikut:

1. mengenal pasti emosi sendiri

2. mengenal emosi dan perlakuan yang keterlaluan

3. mempunyai sikap yakin diri dan berani mencuba

4. mempunyai sikap bertanggungjawab terhadap tindakan yang dilakukan

5. memahami perasaan orang lain

6. mengamalkan hubungan mesra dengan ibu bapa, keluarga, rakan sebaya dan orang dewasa; dan menyesuaikan diri dalam kehidupan seharian dengan

riang, selamat, tenang dan selesa.

1.7.6 Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif merujuk kepada keupayaan dan kebolehan individu menggunakan mindanya untuk berfikir. Kajian ini juga merujuk kepada idea Jean

Peaget, (1957) yang mengkategorikan anak-anak umur tiga hingga lima tahun kepada peringkat pra-operasi (2-7 tahun): di mana anak-anak mula memahami konsep

pra nombor, konsep-konsep asas nombor, warna, masa, dan ruang. Anak-anak boleh membilang secara hafalan tanpa memperdulikan susunan nombor yang dibilang.

Anak-anak dalam peringkat ini baru mula membina idea tentang nombor yang dibilang.

1.8 Batasan Kajian

Memandang kajian ini dilakukan hanya dibeberapa tempat sama ada di Pulau Pinang mahupun di Sumatera Utara. Oleh itu dapatan daripada kajian perbandingan

ini tidak boleh dijadikan sebagai satu generalisasi untuk kesemua pusat Pendidikan anak usia dini. Justeru hasil dapatan kajian ini tidak boleh dijadikan satu kayu

pengukur untuk melihat keseluruhan masalah perkembangan anak-anak di kedua-dua daerah tersebut. Batasan lain juga kajian ini tidak meyelidiki faktor pembentukan

konsep kendiri anak-anak selain daripada peranan guru dan rakan sebaya. Padahal pembentukan konsep kendiri terutamanya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti,

pola asuh ibu bapa, status sosio ekonomi, budaya, dan agama. Manakala aspek perkembangan bertumpu kepada dua aspek sahaja iaitu aspek sosioemosi dan kognitif,

sementara itu aspek perkembangan lain seperti, perkembangan bahasa, perkembangan motor halus dan kasar, perkembangan moral dan lainnya tidak menjadi

penekanan langsung dalam kajian ini.


17

1.9 Kesimpulan

Pembentukan konsep kendiri anak-anak bergantung kepada berbagai faktor sama ada persekitaran sekolah mahupun persekitaran luar sekolah. Pembentukan

konsep kenidiri anak-anak bergantung kepada kedua ibu bapa, orang dewasa dari ahli keluarga, guru dipersekitaran sekolah, rakan sebaya dan lain-lain terutamanya

orang yang mempunyai hubungan rapat dengan anak-anak. Kesemua faktor tersebut akan menjadi bahagian dari punca pembentukan konsep kendiri luaran, sedangkan

pembentuk konsep kendiri dalaman merangkumi sikap, nilai, tingkahlaku dan cara berfikir yang dimiliki seseorang. Selanjutnya perkembangan sosioemosi dan

kognitif yang baik selari dengan konsep kendiri psositif anak-anak. Demikian juga perkembangan sosioemosi dan kognitif yang buruk selari dengan konsep kendiri

negatif anak-anak.

Peranan guru yang positif akan membentuk persekitaran belajar yang kondusif, sehingga interaksi rakan sebaya akan menjadi positif. Keadaan yang sedemikian itu

akan membentuk konsep kendiri yang positif.

SOROTAN KAJIAN

2.1 Pendahuluan

Bab ini akan membincangkan tentang beberapa konsep penting dalam kajian ini iaitu peranan guru, sikap guru dan tanggungjawab guru. Peranan rakan sebaya

membincangkan corak tindak balas anak-anak dengan rakan sebaya melalui pelbagai aktiviti. Konsep kendiri pula membincangkan pembentukan konsep kendiri anak-

anak sebagai punca dari faktor luaran dan dalaman. Sementara itu perkembangan sosioemosi dan perkembangan kognitif dibincang mengikut idea dan teori terdahulu

juga disesuaikan dengan matlamat Pendidikan anak usia dini selarai dengan masa kini.

2.2 Peranan Guru

Untuk mencapai objektif dan matlamat pendidikan prasekolah, guru adalah salahsatu daripada agen terprnting.Berbeda dengan guru-guru diperingkat lain, guru

disekolah hendaklah mempunyai beberapa ciri tambahan yang istimewa untuk menjalankan tanggungjawab mereka.Kandungan kurikulum yang telah sedia ada,

memerlukan ciri-ciri pendekatan unggul supaya guru dapat menggunakannya dengan lebih berkesan.Selain daripada menggunakan kaedah-kaedah pengajaran dan
18

pembelajaran yang berteraskan kepimpinan pendidikan dan perkembangan profesional yang kukuh, jujur dan berdedikasi, pada prisipnya guru prasekolah hendaklah

mendapat latihan yang cukup, mengenali akan keseluruhan objektif program pendidikan prasekolah itu merasa "comited" kepada tugas dan profesinaya. Rozumah

Baharuddin & Encik Ariffin “Garis Panduan Kurikulum Pendidikan Prasekolah-Penekanannya Ke Arah Pembangunan Dan Perpaduan Negara” (dalam Laporan Dan

Kertas Kerja Seminar Kebangsaan Ke Arah Pembentukkan Dasar Pendidikan Prasekolah 1987)

Dinilai dari aspek keupayaan seorang guru prasekolah, dia haruslah mempunyai kualiti-kualiti kematangan pemikiran, pandangan yang meluas dan menyeluruh,

serta mempunyai kuasa penganalisaan kepada sesuatu perkara yang melibatkan profesinya. Selaras dengan kehendak negara untuk memperkembangkan slogan

"kepemimpinan melalu teladan", guru hendaklah memberi tumpuan sepenuhnya beserta dengan perasaan tanggungjawab untuk kejayaan. Faktor-faktor utama yang

perlu wujud bagi guru menjalankan tugas yang sempurna ialah:

1. Minat dan semangat yang tinggi menjalankan tugas

2. Memahami matlamat tugas

3. Perasaan penuh tanggungjawab

4. Keinginan melihat kejayaan

5. Hasrat tinggi untuk meningkatkan produktiviti

6. Semangat cinta dan pengorbanan kepada negara

Mengikut Hussain Ahmad (dalam Laporan Dan Kertas Kerja Seminar Kebangsaan Ke Arah Pembentukkan Dasar Pendidikan Prasekolah 1987) antara peranan

guru meliputi seperti berikut ini :

1. Tanggungjawab terhadap anak-anak

2. Lebih mengutamakan kebijakan dan keselamatan anak-anak

3. Bersikap adil pada setiap anak-anak tanpa mengira faktor-faktor jasmani, mental, emosi, politik, sosial, keturunan, atau agama;

4. Mempunyai sifat-sifat yang sesuai sebagai pendidik dan pembimbing yang baik.

5. Menghormati tanggungjawab utama ibu bapa terhadap anak mereka.

6. Berusaha mewujudkan hubungan mesra dan kerjasama yang erat di antara Guru/ Pembantu dengan ibu bapa;

7. memberikan maklumat yang berkaitan kepada ibu bapa demi kepentingan anak-anak mereka dan menggunakan maklumat yang diterima daripada ibu

bapa secara teliti dan bijaksana.

2.3 Rakan Sebaya

Anak-anak harus dapat berhubung dengan rakan sebaya dengan cara yang baik, selesa dan gembira. Dengan itu mereka dapat berkongsi alat permainan, bersikap

sabar, menyedari hak orang lain dan sebagainya. Anak-anak ini juga akan dapat membina sikap yang positif terhadap pembekajaran. Individu yang sedemikian inilah

amat penting bagi mewujudkan pembangunan dan perpaduan negara, Asiah Abu Samah " Kurikulum Pendidikan Prasekolah di Malaysia: Peranannya ke Arah

Perpaduan dan Pembangunan Negara" (dalam Laporan dan Kertas Kerja Seminar Kebangsaan ke Arah Pembentukkan Pendidikan Prasekolah 1967).

2.4 Konsep Kendiri


19

Konsep kendiri telah dipinjam daripada bidang falsafah oleh ahli yang terawal. Merea percaya bahawa konsep kendiri merupakan fokus utama dalam pengkajian

mereka. Konsep kendiri boleh diterima sebagai satu cara yang berkesan untuk memahami dan mengkaji tingkah laku manusia. Konsep ini mempengaruhi segala

kualiti tingkah laku individu dan cara individu menyesuaikan diri dalam alam persekitaran.

Teori Lewin (1890-1904) telah menjelaskan tentang interaksi antara kendiri dan persekitaran sosial. Tingkahlaku organisma atau objek adalah hasil interaksi

daripada kuasa-kuasa yang menguasai sesuatu bidang dalam satu tempoh masa tertentu. Perhubungan ini dapat diterangkan secara ideografik dan topografik iaitu

melalui rajah skematik yang mewakili bidang tertentu yang menguasi seseorang individu. Lihat pada tabel rajah (2.1 Konsep Kendiri)

Tabel Raja 2.1

Konsep Kendiri Kunci:


I-Individu
A-Agama
K-Keluarga
PP-Pendidikan & profesyen
pp BP-Badan pelajar

Dalam rajah ini, individu yang dimaksudkan adalah seorang pelajar yang sedang menjalani latihan perguruan, Dia digambarkan berbeda dalam kuasa yang diwakili

oleh keluarganya, agamanya, profesenya perguruan dan badan pelajar kolejnya, Sebarang sikap, peranan dan tindakan yang diambilnya, sudah tetntu akan

menunjukkan reaksi terhdap kedudukannya. Dia kurang menghadapi kerumitan dalam membuat sesuatu keputusan yang kekal dengan keempat-empat bidang ini tetapi
k I
apabila keempat bidang ini konflik atau berselisih faham, individu itu akan mengalami kekeliruan dan kebuntuan.

Konsep kendiri merupakan sebahagian daripada fenomena kendiri yang merangkumi aspek kehidupan dan pengalaman, serta berkait rapat dengan keluarga,
BP
kerjaya, rumah, sekolah, pakaian dan sebagainya. Tanggapan individuA
terhadap peersekitarannya diistilahkan sebagai persekitaran fenomenal.

Fenomena Kendiri: menurut Comlbs dan Snygg fenomenal kendiri adalah sebahagian persekitaran di tempat seorang individu itu memperoleh pengiktirafan dan

perkaitan. Bahagian fenomenal kendiri yang dianggap sebagai yang paling penting kepada individu adalah bahagian anggapan "aku yang sebenar" iaitu konsep kendiri.

2.4.1 Dimensi kendiri

Konsep kendiri adalah pandangan peribadi individu terhadap dirinya. Potret diri yang terlukis di fikiran setiap individu mempunyai tiga dimensi; pengetahuan,

pengharapan, serta penilaian terhadap diri sendiri. (Chalhoun dan Acocella, 1990)

Dimensi pertama bagi konsep kendiri ialah maklumat tentang diri sendiri seperti umur, jantina, kewarganegaraan, latar belakang etnik, profesyen dan lain-lain lagi.

Akhirnya individu membandingkan dirinya dengan ahli lain dalam kelompok atau kesimpulan. Lantas individu melabel dirinya beerdasarkan kualiti diri.

Pengkategorian kualiti diri ini dilakukan dengan membandingkan diri sendiri dengan ahli lain sama ada sebagai seorang yang selalu melakukan sesuatu secara sepontan

atau terkawal, baik hati atau mementingkan diri, seorang yang tenang atau panas baran, seorang yang bergantung kepada orang lain atau seorang yang bebas dalam

membuat keputusan dan sebagainya.


20

Namun demikian , menurut markus dan kunda seperti yang dipetik oleh (Calhoun & Acocella (1990), kualiti yang talah diberi kepada diri seorang tidak bersifat

kekal. Ia boleh berubah-ubah selaras dengan erubahan sikap dan tingkah laku.

Tarshen (1997), menganggap konsep kendiri sebagai pembolehubah yang penting dalam menjelaskan tingkah lakau manusia. Pemboleh ubah ini menyebabkan

tindak balas dipelajari dan mendorong individu membentuk jangkaan positif dan negatif terhadap diri. Jangkaan ini mungkin menghasilkan individu yang percaya

kepada diri sendiri dan bersikap positif, atau mungkin menakibatkan individu bersikap negatif, bimbang dan merasa rendah diri.

Menurut Mead (1934), pembinaan sosial tentang konsep kendiri adalah himpunan gambaran pendapat yang diperkatakan oleh orang istimewa kepada individu itu.

Dengan kata lain Ibu bapa, guru dan rekan sebaya adalah cermin bagi seseorang memperoleh gambaran tentang diri sendiri atau konsep kendiri.

2.5 Perkembangan Sosioemosi

Kurikulum prasekolah juga mementingkan perkembangan sosioemosi anak-anak. Anak-anak dalam lingkungan umur 3hingga 6 tahun selalu menganggap diri

mereka amat penting. anak-anak memerlukan perhatian daripada semua pihak. Oleh itu anak-anak hendaklah diberi bimbingan untuk membolehkan mereka mengalami

perkembangan emosi yang seimbang. Mereka perlu sedar tentang adanya had dan batasan dalam hidup bermasyarakat, seperti adanya peraturan, undang-undang dan

adat resam yang mesti dipatuhi. Dalam proses menyesuaikan diri inilah mereka akan mengalami berbagai-bagai emosi. Dengan itu anak-anak mestilah diberi

bimbingan supaya dapat memberi gerak balas emosi yang sesuai dengan keadaan tertentu.

Dalam proses membesar, anak-anak mula mengenal dirinya, bahasa, nilai-nilai, sikap, pilihan dan konsep diri melalui perhubungan dengan orang di sekelilingnya.

Anak-anak ini akan berupaya berinteraksi dengan lebih berkesan jika dia mempunyai sikap yakin kepada diri sendiri. Contoh aktiviti yang menggalakkan

perkembangan sosioemosi anak-anak adalah:

1. Berlakon cara menghormati orang dewasa seperti bersalam, melafazkan ucapan yang sesuai dalam keadaan tertentu;

2. Mendengar ceriata yang mempunyai unsur-unsur konsep diri yang positif serta bagaimana untuk berinteraksi dengan orang lain;

3. Mempunyai lagu anak-anak dan lain-lain lagi.

Guru memainkan peranan yang penting dalam menggalakkan pertumbuhan imej diri yang positif dan perkembangan sosio emosi yang sihat. Misalnya anak-anak

harus dapat berhubung dengan rakan sebaya dengan cara yang baik, selesa dan gembira. Dengan itu mereka dapat berkongsi alat permainan, bersikap sabar, menyedari

hak orang lain dan sebagainya. Anak-anak ini juga akan dapat membina sikap yang positif terhadap pembekajaran. Individu yang sedemikian inilah amat penting bagi

mewujudkan pembangunan dan perpaduan negara.

2.6 Perkembangan Kognitif

Salah satu perkara yang diberi perhatian oleh semua pusat prasekolah masa kini, ialah aspek perkembangan kognitif anak-anak. Rancangan perkembangan kognitif

yang terkandung dalam buku 'Garis Panduan Kurikulum Prasekolah Malaysia' bertujuan untuk membolehkan anak-anak menyuburkan sifat ingin tahu,

memperkembangkan bahasa dan memperolehi konsep yang betul mengenai lam sekitarnya. Anak-anak membentuk kebolehan kognitifnya melalui penglibatan yang

aktif dengan alam sekeliling. Pernyataan anak-anak secara cergas dalam berbagai aktiviti membolehkan mereka mengguna dan menajamkan deria penglihatan,
21

pendengaran, rasa, hidu, dan sentuh. Mereka dapat berinteraksi dengan alam sekeliling secara menyelidik, mencuba dan menyiasat sesuatu itu sesuai minat, daya kreatif

dan kesedian mereka. mereka suka menjelajah untuk mencari pengalaman bagi memperolehi kemahiran dan pengetahuan baru.Contoh aktivi perkembangan kognitif

adalah:

1. Menyiasat keadaan sekeliling dan menceritakan tentang apa yang dilihat, disentuh,didengar, dan dihidu.

2. bermain pasir untuk mengetahui ciri-ciri pasir.

3. Bermain dengan bongkah-bongkah yang berlainan bentuk saiz dan warna; dan

4. Berkongsi objek-objek seperti membahagiakan biskut, belon dan lain-lain dengan rakan-rakan di pusat prasekolah.

perkembangan kognitif membolehkan anak-anak mengetahui persekitaran fizikal, menyedari dan memperolehi konsep awal nombor dan lain-lain. Oleh yang

demekian adalah diharapkan dengan bimbingan ini, anak-anak akan mendapatkan asas pendidikan dari segi perkembangan akal; seterusnya menjadi individu yang

dapat menyumbankan tenga kepada negara. Asiah Abu Samah " Kurikulum Pendidikan Prasekolah di Malaysia: Peranannya ke Arah Perpaduan dan Pembangunan

Negara" (dalam Laporan dan Kertas Kerja Seminar Kebangsaan ke Arah Pembentukkan Pendidikan Prasekolah 1967).

III. METODE KAJIAN

3.1 Reka Bentuk Kajian

Kajian ini akan dilakukan menggunakan metode observasi dan survei pre test dan post test design baik kualitatif mahupun kuantitatif. Untuk mengukur tahap

perkembangan anak-anak menggunakan questioner checklist, teacher report, parent report, pengamatan dan temubual. Untuk masa kajian dalam mengamati subjek

diperlukan masa paling sedikit selama 6 bulan.

Metode pengumpulan data diperolehi dari pelbagai sumber di antaranya; observasi atau disebut juga metode pertama dalam kajian ini. Observasi dapat dilakukan baik

oleh pengkaji, guru atau ibu bapa, dengan cara pengkaji bekerja sama dengan guru, ibu bapa atau orang yang dipilih untuk mengamati perkembangan anak-anak pada

masa usia awal dengan panduan yang diberikan oleh pengkaji, selanjutnya diadakan pertemuan untuk membincangkan perkembangan anak-anak selama observasi.

Cara pelaporan observasi dari guru dilakukan selama enam bulan kemudian dianalisis secara subjektif berdsarkan konsep perkembangan anak-anak.

Metode yang kedua adalah dengan menggunakan questioner checklist, pada metode questioner checklist dilakukan dalam dua tahap, yang pertama adalah tahapan

pretest, questioner akan jalankan semasa awal masuk setelah satu bulan. Dilakuakan questioner checklist kepada ibu bapanya untuk mengukur atau melihat

perkembangan anak-anak yang berlaku selama satu bulan mengikuti program Pendidikan anak usia dini questioner checklist juga diberikan kepada guru untuk
22

memperolehi informasi pembanding. Kemudian setelah enam bulan akan dilakukan posttest questioner checklist yang sama akan diberikan kepada guru dan ibubapa.

Hasil akan dievaluasi mengikut jawapan yang diberikan guru dan ibubapa melalui questioner checklist. Cara penilaian pada metode ini menggunakan skala binari

(ya/tidak) kemudian teknik pengolahan data menggunakan bantuan SPSS.

Metode yang ketiga, iaitu dengan menggunakan teacher report, terutama untuk melihat perkembangan kognitif melalui prestasi akademik dengan output akhir pada

semester pertama. Metode ini dapat juga dilakukan dengan menanyakan langsung atau temu bual kepada guru pengurusi yang ada pada program pendidikan pra

sekolah tersebut. Daripada prestasi yang diperolehi anak-anak yang mengikuti program pendidikan prasekolah dengan pelbagai ragamnya. Perkembangan sosio emosi

juga akan tampak dengan kematangan anak-anak dalam penyesuaian diri dengan rekan sebaya.

Kajian ini dicadangkan akan mengambil masa 3 tahun, dengan tahun pertama akan mengkaji masalah kajian pustaka dan metode kajian. Kajian pustaka dijadikan

rujukan dalam membuat reka bentuk kajian yang bersifat longitudinal. Kemudian tahun kedua, melakuakan kajian lapangan dengan mengambil berat dan berpandu

pada kajian teori serta rekabentuk yang telah dirancang.

Rujukan

Elmes. G., Kantowitz. B.H., Roediger. H.L. 2006. Research Methods in Psychology, Eight Edition, Unitet States of America.

Bredekamp, S. & Rosegrant, T. (Eds). (1992). Reaching Potentials: appropriate

Curriculum and Assessment for Young Children. V-1. Washington, DC.: NAEYC.

Brewer, J. A. (1995). Introduction to Early Childhood Education: prekindergarten to

primary grades. New York: Allyn & Bacon

Cleveland, G., & Krashinsky, M. (1998). The benefits and costs of good childcare: The economic rationale for public investment in young children. Toronto:

University of Toronto.

Departeman Pendidikan Nasional (2004). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi

Pendidikan anak usia dini Taman Anak-anak Dan Raudhatul Athfal. Jakarta:

Departeman Pendidikan Nasional


23

Departeman Pendidikan Nasional (2005). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi

Pendidikan anak usia dini Taman Anak-anak Dan Raudhatul Athfal.

Jakarta:Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah

Departeman Pendidikan Nasional (2007). Kerangka Dasar Kurikulum PAUD. Jakarta:

Departeman Pendidikan Nasional

Vygotsky, Lev S.(2004) Social Development Theory. http://tip.psychology.org/vygotksky.html

Sugeng Santoso (2002). Pendidikan anak usia dini. Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan

Indonesia.

Piaget, J. (1970). The Science of Education and the Psychology of the Child. NY:

Grossman

Peterson (2000) Early Chilhood Education Program in the United States, South Texas State University.

Jurnal

Ellen S. Peisner-Feinberg, Margaret R. Burchinal, Richard M. Clifford, Mary L. Culkin, Carollee Howes, Sharon Lynn Kagan, and Noreen Yazejian The

Relation of Preschool Child-Care Quality to Children’s Cognitive and Social Developmental Trajectories through Second Grade Ellen S.

Peisner-Feinberg, Margaret R. Burchinal, Richard M. Clifford, Mary L. Culkin, Carollee Howes, Child Development, September/October 2001,

Volume 72, Number 5, Pages 1534–1553

Peterson, (2000) Early Childhood Educational Programs in the United States Southwest Texas State University

Laporan Review Kebijakan : Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini di Indonesia Seksi PAUD dan Pendidikan InklusifDivisi Pendidikan Dasar, Sektor

Pendidikan UNESCO, Paris Januari 2005

Mastura Badzis (2002) ‘Planning an Affective Education for Pre-school Children: within Islamic and Western Perspective’, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 10, No. 2,

pp.65-78.

Mastura Badzis (2002) ‘Child Educatiojn: What Should be Optimal, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 12, No. 1, pp.77-90.

Anda mungkin juga menyukai