Tujuan : Setelah melakukan kegiatan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pemeriksaan pernafasan.
A. LANDASAN TEORI
Bernapas adalah bagian yang sangat penting dari aktivitas makhluk hidup. Fungsi utama
pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel - sel tubuh dan mengeliminasi CO2
yang dihasilkan oleh sel. Fungsi sistem pernapasan, yaitu :
1. Pertukaran gas antara atmosfer dan darah.
2. Regulasi homeostasis pH tubuh.
3. Proteksi dari patogen & iritan yang terhirup.
4. Membantu proses vokalisasi.
5. Ekskresi air dan panas tubuh.
6. Membantu meningkatkan aliran balik vena (sebagai pompa).
7. Mengeluarkan, memodifikasi, aktivasi/inaktivasi bahan/materi yang melalui peredaran darah paru.
Dalam fisiologi, pernapasan memiliki makna :
1. Respirasi Internal : Proses metabolisme intrasel di dalam mitokondria.
2. Respirasi Ekternal : Keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalampertukaran O2 dan CO2
antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Empat langkah pernafasan eksternal :
1. Sitem pernafasan
a. Ventilasi antara atmosfer dan alveolus di paru
b. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan darah
2. Sistem sistematik
a. Transportasi O2 dan CO2 antara paru dan jaringan
b. Pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan jaringan
Page |2
1. Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah frekuensi pernapasannya.Hal ini
berhubungan dengan energy yang dibutuhkan.
2. Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi
dibandingkan wanita.
3. Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat frekuensi pernapasannya,
hal ini berhubungan dengan penigkatan proses metabolism yang terjadi dalam tubuh.
4. Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda dibandingkan
dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat dengan energy yang
dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.
5. Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan membutuhkan lebih
banyak energi daripada orang yang diamatau santai, oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang
tersebut juga lebih tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang
terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh konsentrasi karbondioksida (CO₂)
dalam darah.
B. PEMERIKSAAN PERNAFASAN
a. PERSIAPAN
Alat dan bahan
1. Handscoon
2. Buku catatan dan alat tulis
Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan jantung
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
5. Informed consent
Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
2. Memasang sampiran, menutup pintu
Prosedur Tindakan
1. Mendekatkan alat
2. Petugas mencuci tangan
3. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
4. Meletakkan stetoskop di dada pasien
5. Menghitung pernafasan waktu inspirasi pada dada atau perut selama 1 menit
6. Mengamati irama pernafasan
Page |4
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen MK
(………………………………………...) (…………………………………………)
Referensi :
A. LANDASAN TEORI
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah. Jantung yang merupakann organ
pemompa serta pembuluh darah yang merupakan pipa panjang mempunyai peranan dalam mengedarkan
oksigen, zat makanan, hasil metabolisme, dan hormon ke dalam sel-sel tubuh. Di dalam sel, darah
mengangkut sisa pengolahan dan membawanya ke organ-organ tertentu untuk disaring atau dikeluarkan
dari dalam tubuh.
B. PEMERIKSAAN JANTUNG
a. PERSIAPAN
Alat dan bahan
1. Handscoen
2. Buku catatan dan alat tulis
Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
4. Posisi yang nyaman dengan posisi terlentang
Lingkungan
1. Ciptakan lingkungan nayaman
2. Memasang sampiran, menutup pintu
Page |7
Prosedur Tindakan
1. Mendekatkan alat
2. Petugas mencuci tangan
3. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
Perkusi
Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar. Perawat
melakukan perkusi jantung hanya dalam keadaan yang sangat diperlukan dan praktik di
laboratorium dilakukan oleh perawat yang mendalami permasalahan jantung (perawat spesialis
jantung).
1) Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah tangan kiri sebagai plesimeter (landasan)
rapat-rapat pada dinding dada.
2) lakukan dari semua arah menuju letak jantung. Untuk menentukan batas sisi kanan dan kiri,
perkusi dilakukan dari arah samping ke tengah dada.
3) Lakukan perkusi dari atas ke dawah.
4) Perawat hendaknya mengetahui lokasi redup jantung, batas kiri umumnya tidak lebih dari 4, 7,
dan 10 cm kearah kiri dari garis midsternal pada ruang intercostal ke-4, 5, dan 8.
5) Perkusi dapat pula dilakukan dari arah sternum keluar dengan jari yang stesioner secara pararel
pada ruang intercostal sampai suara redup tidak terdengar.
6) Ukur jarak dari garis midsternal dan tentukan dalam sentimeter. Dengan adanya foto rontgen,
perkusi area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto
toraks anteroposterior.
7) Rapikan alat-alat yang telah digunakan.
8) Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada klien.
9) Melepas handscoen dan cuci tangan.
10) Mendokumentasiakn hasil pemeriksaan dan merapikan baju klien
Auskultasi
Jantung dapat di dengar dengan auskultasi. Pada tingkat dasar, perawat perlu mengetahui
bunyi normal jantung, bunyi ini di hasilkan oleh penutupan katup-katup jantung. Bunyi jantung
pertama (S1) timbul akibat penutupan katup mitral dan trikuspidalis. Bunyi jantung kedua (S2)
timbul akibat penutupan katup aorta dan pulmonalis. Biasanya S1 terdengar lebih keras dari pada
S2, tetapi nada S1 lebih rendah dan nada S2 tinggi. S1 dideskripsikan sebagai bunyi ―lub‖ dan S2
sebagai ―dub‖. Jarak kedua bunyi adalah satu detik atau kurang.
Bunyi jantung kadang-kadang sulit didengar karena dinding toraks terlalu tebal, jarak
rongga anteroposterior terlalu besar, atau karena kondisi patologis tertentu. S1 terdengar lebih
keras pada keadaan tatikardia, misalnya setelah olahraga, pada saat emosi, demam, atau anemia.
Bunyi S2 juga dapat terdengar lebih keras, misalnya pada penderita hipertensi. Periode yyang
berkaitan dengan bunyi jantung S1 dan S2 adalah periode sistol dan periode diastole.
Page |9
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
LAPORAN PRAKTIKUM
Nama :
Nim :
Kelas :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen MK
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 12
Referensi
Sistem Pencernaan
A. LANDASAN TEORI
Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Pemeriksaan ini berbeda
dengan tahapan pemeriksaan pada organ lain. Auskultasi dilakukan terlebih dahulu sebelum palpasi
dan perkusi, agar hasil pemeriksaan lebih akurat karena belum dilakukan manipulasi pada abdomen.
Pembagian topografi abdomen dapat di amati pada gambar dibawah ini :
B. PERSIAPAN
3. bengkok
4. Buku catatan dan alat tulis
Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
5. Informed consent
Lingkungan
3. Ciptakan lingkungan nayaman
4. Memasang sampiran, menutup pintu
Prosedur Tindakan
1. Mencuci tangan
2. Meletakkan alat di dekat klien
3. Memakai handscoen
Inspeksi
Posisikan pasien supine (telentang) dengan nyaman
Buka baju pasien,bantu/minta pasien untuk turunkan celana hingga simfisis
Tutup dada dan daerah simfisis pasien menunakan selimut
Amati permukaan abdomen (rata, abdominal frog, scapoid/cekung) kesimetrisan abdomen,
kulit (warna, lesi, penyebaran pembuluh darah vena), gerakan dinding abdomen (gelombang
peristaltik, pulsasi), umbilikus, pembesaran organ, massa
Auskultasi
Mendengarkan Peristaltik Usus
- Letakkan diafragma stetoskop pada kuadran kiri bawah dinding abdomen (sesuaikan
dengan gambar) pada abdomen pasien
- Dengarkan suara peristaltik usus, hitung selama 1 menit
Normal dewasa : 5 – 35x/menit
Normal anak : 5 – 15 x/menit
P a g e | 15
Palpasi
Lakukan palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke dalam (jika pasien mengeluhkan nyeri,
sebaiknya diperiksa paling akhir)
Jika dinding abdomen tegang, minta pasien untuk menekuk lutut. Tekan daerah muskulus
rectus abdominalis, minta pasien nafas dalam (muskulus rectus relaksasi maka ada spasme
volunter, jika kontraksi/kaku maka itu spasme sejati)
Palpasi Bimanual
(dilakukan dengan 2 tangan, untuk memeriksa organ dalam) Letakkan tangan kiri di pinggang
kanan atau kiri pasien, dan tangan kanan pada bagian depan dinding abdomen
Pemeriksaan Ballottement
- memberikan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen dan dengan cepat tangan
ditarik kembali
- Amati gerakan/pantulan abdomen
(cairan asites akan berpindah untuk sementara sehingga massa yang membesar dalam
rongga abdomen dapat terasa saat memantul)
- Letakkan satu tangan pada satu sisi perut pasien
P a g e | 16
4. Perkusi
Tentukan bagian abdomen yang akan dilakukan perkusi
Tempatkan telapak tangan kiri pada bagian yang akan di perkusi. Lakukan perkusi sesuai
urutan gambar di bawah ini.
Ketuk punggung jari telunjuk/tengah tangan kiri dengan jari telunjuk/tengah tangan kanan
Dengarkan suara yang ditimbulkan (perkusi abdomen normal adalah timpani, hati berbunyi
redup/dullness)
5. Rapikan alat-alat yang telah digunakan
6. Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada klien
7. Melepas handscoen dan cuci tangan
8. Mendokumentasiakn hasil pemeriksaan dan merapikan baju klien.
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
LAPORAN PRAKTIKUM
Nama :
Nim :
Kelas :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen MK
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 20
Referensi :
Sistem Endokrin
Pokok Bahasan : Pemeriksaan umum endokrin
Capaian Pembelajaran (CP) :
Setelah mempelajari prosedur pemeriksaan umum endokrin, diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi
& melakukan Pemeriksaan umum endokrin.
Tujuan praktikum :Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pemeriksaan endokrin secara umum
Mahasiswa dapat mengindentifikasi hasil pemeriksaan endokrin secara umum
A. LANDASAN TEORI
Kelenjar Endokrin yaitu Organ yang menghasilkan hormon yang tidak memiliki duktus /pembuluh /
saluran (duct), sehingga hormon yang dihasilkan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah. Contoh : kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium, testis, pankreas, dsb.
Kelenjar endokrin mensekresi substansi kimia yang langsung dikeluarkan ke dalam pembuluh darah.
Sekresinya disebut hormon.
Mekanisme kerjanya :
Hormon dilepas dari sel-sel khusus kedalam aliran darah hormone dibawa ke sel-sel target
(responsie cells) terjadi efek hormone
P a g e | 22
a. PERSIAPAN
Alat dan bahan
5. Handscoen
6. Buku catatan dan alat tulis
Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan jantung
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuah pemeriksaan
5. Informed consent
Lingkungan
5. Ciptakan lingkungan nayaman
6. Memasang sampiran, menutup pintu
Prosedur Tindakan
1. Mendekatkan alat
2. Petugas mencuci tangan
3. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
4. Melakukan pemeriksaan tangan / lengan
Ukuran, jaringan subkutis, Panjang mata karpal, kuku, eritema palmaris, berkeringat, tremor,
perhatikan juga ketebalan kulit (kulit menipis pada sindrom chusing), kulit menebal pada
akromegali) cari tanda-tanda mudah memar. Nadi dan tekanan darah ; berbaring dan beridir.
Periksa ada tidaknya kelemahan otot proksimal.
5. Ketiak
Perhatikan adanya skin tag, kerontokan rambut, pigmentasi abnormal, atau akantosis nigricans
6. Wajah dan mulut
Carilah hirsutisme akne, plethora, atau kulit licin. Perhatikan jaringan lunak wajah untuk mencari
tidaknya penonjolan glabella (diatas mata) dan pembesaran dagu (Magronatisme). Di mulut,
perhatikan jarak antar gigi dan ada tidaknya gigi yang tanggal. Perhatikan pigmentasi mukosa
pipi dan pembesaran lidah (magroglosia). Secara normal, gigi atas menutup di depan gigi bawah ;
kebalikan dari hal ini disebut dengan prognatisme
7. Mata
1) Inspeksi
Perhatikan mata pasien dari depan, samping, dari atas.
Catat apakah sklera terlihat di atas atau dibawah iris dan apakah bola mata tampak
P a g e | 23
menonjol (proptosis)
Catat kesehatan konjungtiva dan sklera secara spesifik, khususnya mencari ada tidaknya
ulserasi atau konjungtivitis
Pastikan kedua mata dapat menutup
2) Lapang pandang
Daerah yang dapat dilihat masing-masing tanpa bergerak dapat dipetakan. Daerah ini
tidak bundar. Alis dan hidung menghambat di bagian superior dan nasal sementara tidak
ada hambatan dibagian lateral.
Dengan duduk mengahadap pasien, lapang pandang kiri pemeriksa (sebagaicontoh) harus
merupakan bayangan persis sama dengan lapang pandang kanan pasien. Dengan cara ini
lapang pandang pasien dapat diperiksa terhadap lapang pandang pemeriksan.
3) Gerakan mata
Inspeksi posisi kelopak mata
- Adakah ptosis (kelopak mata turun)
- Apakah lipatan epikantus menonjol (pseudostrabismus)
Lihatlah posisi mata mata dalam tatapan netral
Setiap posisi asimetris mengisyarakatkan strabismus (juling)
Minta pasien untuk mengikuti telunjuk anda dalam bidang vertical, horizontal, dan oblik
dengan menghindari lirikan yang ekstrim. Gambarlah ―H: imajiner tepat didepan pasien
- Apakah ada nystagmus ( Gerakan sevpat mata yang bolakbalik)
- Tanyakan pasien apakah mereka melihat ganda? (diplopia)
Mata pasien harus mampu mengikuti benda bergerak secara mulus (pursuit)
Kini angkat telunjuk Anda di salah satu sisi kepala merka dan jempol Anda di sisi yang
lain. Minta pasien untuk melihat dengan cepat antara telunuuk dan jempol
Minta pasien untuk melihat dari suatu benda jauh ke suatu benda dekat. Kedua mata
harus berkonvergensi secara mulus dan setara dalam kaitannya dengan akomodasi dan
konstriksi pupil. Hal ini disebut dengan konvergensi.
8. Leher
Perhatikan adanya pembekakan atau (limfodenopati). Periksa tiroid. Palpasi daerah
supraklavikula dan perhatikan adanya jaringan lunak yang berlebihan
9. Dada
Lakukan inspeksi untuk mencari ada tidaknya kelebihan atau kerontokan rambut, ukuran
payudara pada wanita dan ginekomstia pada pria. Perhatikan warna putting payudara,
pigmentasi, atau galaktorea.
P a g e | 24
10. Abdomen
Inspeksi untuk melihat adanya adipositas/obesitas sentral. Strie ungu, hirsutisme. Palpasi untuk
organomegaly. Perhatikan genitalia eksterna untuk menyingkarkan atrofi testis pada pria atau
virilisasi (mis. Klitoromegali) pada wanita.
11. Tungkal
Periksa kekuatan otot proksimal dan perhatikan ada tidaknya kelainan-kelainan terkait diabetes
12. Tinggi dan berat
IMT = berat (kg) : tinggi 2 (m)
WHO mengklasifikasikan IMT sebagai beriku :
19-25 = normal
25-30 = kelebihan berat badan (overweight)
30-40 = obesitas
> 40 = obesitas ekstrim
13. Rapikan alat-alat yang telah digunakan
14. Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada klien
15. melepas handscoen dan mencuci tangan
16. mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan merapikan baju klien.
- Alat dibersihkan
9 Cuci tangan - Pakai air mengalir
- Pakai sabun
- Metode five moment
10 dokumentasi - Dicatat di buku tindakan
2. Pemeriksaan Hasil
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen MK
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 26
Referensi
1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis
ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar.
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa
dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak perirenal, dan c) kapsula
yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis
di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat
lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla
renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak
nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya
diteruskan ke luar.
6. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan
sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
Lapisan tengah lapisan otot polos
Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
7. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi).
Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet.
8. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan
air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
Uretra pars prostatika
Uretra pars membranosa
Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina
(antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi (Panahi, 2010).
9. Urin.
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
Jumlah ekskresi dalam 24 jam ±1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan
faktor lainnya.
Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya.
Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
Berat jenis 1,015-1,020.
P a g e | 30
Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.
Pigmen (bilirubin dan urobilin).
Toksin.
Hormon
PERSIAPAN KLIEN
1. Komunikasikan prosedur yang akan dilakukan
2. Minta pasien dapat kooperatif dalam proses pemeriksaan
PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Stetoskop
2. Pita Pengukur
PERSIAPAN LINKUNGAN
1. Kursi pemeriksaan
2. Meja/tempat tidur pemeriksaan
3. Ruangan tenang
PROSEDUR TINDAKAN
Perawat
1. Memahami anatomi dan fisiologi system saluran kemih.
2. Memahami pembagian area abdomen menjadi 4 kwadran dan 9 area.
3. Memahami teknik pemeriksaan fisik: anamneses, inspeksi, auskultasi, palpasi, perkussi.
P a g e | 31
Pengkajian
1. Amati manifestasi penyakit umum pada wajah, ekstremitas dan tubuh klien (seperti: edema, pucat,
anemis, lelah, lesu)
2. Kaji tanda vital : Nadi, Suhu, Pernafasan, Tekanan Darah.
3. Kaji perubahan pola berkemih.
Masalah/Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan : berlebih atau berkurang
2. Uremia
3. Perubahan pola kemih
Perhatian Khusus
1. Lakukan pemeriksaan sistematis
2. Hati-hati melakukan perkussi dan atau palpasi apabila klien mengeluh nyeri.
3. Bila ada edema kaji lingkaran dengan pita pengukur dan kedalaman cekungan jaringan saat di
tekan (1+ = 2 mm, 2+ = 4 mm, 3+ = 6 mm, 4+ = 8 mm)
Implementasi Tindakan (Oleh Perawat)
INSPEKSI ABDOMEN
1. Warna kulit abdomen
2. Bentuk abdomen
3. Kesimetrisan
4. Distensi
3. Palpasi ginjal kiri dengan menggunakan dua tangan : pemeriksaan berada di sisi kanan klien
letakkan telapak tangan kanan di sudut eva kiri dan tangan kiri diatas abdomen kiri atas, minta
klien inspirasi dan ekspirasi, saat klien ekspirasi angkat eva dengan tangan kanan dan rasakan
oleh tangan kiri apakah teraba kutub bawah ginjal dan identifikasi: ukuran, massa, tenderness.
4. Palpasi ginjal kanan dengan meletakkan telapak tangan kiri di eva kanan dan tangan kanan diatas
abdomen kanan atas. Minta klien inspirasi dan ekspirasi saat klien ekspirasi angkat eva dengan
tangan kanan dan rasakan oleh tangan kanan apakah teraba kutub bawah ginjal dan identifikasi:
ukuran, massa, tenderness.
KANDUNG KEMIH
1. Inspeksi : Distensi, warna abdomen diatasnya, kesimetrisan.
2. Palpasi : Identifikasi, massa, nyeri.
PERINEUM
1. Inspeksi kelainan kulit, tanda infeksi saluran kemih.
2. Rectal toucher (bila dibutuhkan) untuk mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat yang
menyebalkan penekanan terhadap uretra.
1. Pengamatan proses
No Aspek yang diamati Kriteria Ceklist
Benar Sala
h
1 Persiapan alat 2 alat
2 Penggunaan alat perlindungan Sarung tangan
diri
3 Persiapan pasien Tidur telentang / supine
4 Komunikasi Salam. Menjelaskan maksud
dan tujuan
5 Urutan pelaksanaan tindakan Inspeksi, auskultasi, palpasi
6 Ketepatan tindakan Sesuai standart prosedur
7 Menjaga privasi Ada sampiran/kamar
tertutup
8 Merapikan alat Tidak ada alat tertinggal
Alat dibersihkan
9 Cuci tangan Pakai air mengalir
Pakai sabun
Metode five moment
10 Dokumentasi Dicatat di buju tindakan
2. Pemeriksaan Hasil
No Aspek yang Kriteria Score Score
diukur 4 3 2 1 min
lulus
1 Menyiakan alat Lengkap 3
2 Komunikasi Jelas dan sopan 2
3 Urutan prosedur Sesuai urutan 3
4 Keberhasilan Diperoleh hasil 3
tindakan pemeriksaan ginjal
Pasien tidak
kelelahan
5 Waktu Maks 20 menit 3
pelaksanaan
prosedur
P a g e | 35
LAPORAN PRAKTIKUM
Nama :
NIM :
Kelas :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 36
Capaian Pembelajaran (CP) : Mengetahui pembagian anatomi sistem perkemihan, sistem persyarafan dan
mengidentifikasi sistem perkemihan & persyarafan
Tujuan praktikum : Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pembagian anatomi sistem
Perkemihan & Persyarafan
Mahasiswa melakukan pemeriksaan sensori, motorik dan reflek pada subjek
PERSIAPAN KLIEN
1. Minta Klien mengenakan baju periksa
2. Komunikasikan kepada klien tentang prosedur yang akan dilakukan
PERSIAPAN LINGKUNGAN
1. Kursi pemeriksaan
2. Meja Pemeriksaan/tempat tidur
3. Ruangan tenang
4. Cahaya yang cukup terang
PROSEDUR TINDAKAN
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Sensori
2. Gangguan Motorik
3. Resiko Injuri
4. Kurang pengetahuan : penyebab, akibat, penanganan, pencegahan penyakit.
2. Refleks Trisep
a. Dukung siku klien dengan tangan non dominan
b. Pukulkan refleks di atas tendon (kira-kira 2 – 3 inchi dari pergelangan tangan)
3. Refleks Brachioradialis
a. Klien duduk dengan tangan di atas paha posisi pronasi
b. Pukulkan refleks di atas tendon (kira-kira 2 – 3 inchi dari pergelangan tangan)
c. Observasi fleksi dan supinasi telapak tangan
4. Refleks Patelar
a. Klien duduk dengan fleksi (kaki menggantung)
b. Palpasi lokasi patela (inferior dari patela)
c. Pukulkan dengan refleks, Observasi ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot quadrisep
5. Refleks Tendon Achiles
a. Pegang telapak kaki dengan tangan non dominan
b. Pukulkan tendon achiles dengan bagian yang lebar dari refleks
c. Observasi plantar-fleksi telapak kaki
6. Refleks Plantar
a. Minta klien tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit eksternal rotasi
b. Stimulasi telapak kaki dengan ujung tajam refleks mulai dari tumit ke arah atas pada bagian sisi
luar telapak kaki
c. Observasi gerakan telapak kaki (normal gerakan plantar-fleksidan jari kaki fleksi)
7. Refleks Abdomen
a. Sentuhkan ujung aplikator ke kulit abdomen mulai dari arah lateral ke umbilicus pada posisi klien
tidur terlentang
b. Observasi kontraksi otot abdomen
c. Lakukan prosedur pada keempat area abdomen
1. Pengamatan proses
No Aspek yang diamati Kriteria Ceklist
Benar Sala
h
1 Persiapan alat 7 alat
2 Penggunaan alat perlindungan Sarung tangan
diri
3 Persiapan pasien Duduk dan telentang
4 Komunikasi Salam. Menjelaskan maksud
dan tujuan
5 Urutan pelaksanaan tindakan Tes sensorik dan reflek
6 Ketepatan tindakan Sesuai standart prosedur
7 Menjaga privasi Ada sampiran/kamar
tertutup
8 Merapikan alat Tidak ada alat tertinggal
Alat dibersihkan
9 Cuci tangan Pakai air mengalir
P a g e | 39
Pakai sabun
Metode five moment
10 Dokumentasi Dicatat di buju tindakan
2. Pemeriksaan Hasil
No Aspek yang Kriteria Score Score
diukur 4 3 2 1 min
lulus
1 Menyiakan alat Lengkap 3
2 Komunikasi Jelas dan sopan 2
3 Urutan prosedur Sesuai urutan 3
4 Keberhasilan Diperoleh hasil 3
tindakan pemeriksaan dengan
benar
Pasien tidak
kelelahan
5 Waktu Maks 20 menit 3
pelaksanaan
prosedur
Mahasiswa Juga diminta mengamati Anatomi sistem pesyarafan pada atlat anatomi manusia sehingga dapat
mengidendtifikasi macam-macam sistem syaraf manusia.
P a g e | 40
P a g e | 41
LAPORAN PRAKTIKUM
Nama :
Nim :
Kelas :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 42
Referensi :
3. Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta Penerbit: Salemba
Medika.
P a g e | 43
Sistem Reproduksi
Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan praktikum materi ini mahasiswa diharapkan mampu mengetahui,
memahami dan mengidentifikasi struktur anatomi fisiologi Sistem Reproduksi.
Landasan Teori
A. Reproduksi Pria
Organ reproduksi pria tidak terpisah dari saluran uretra dan sejajar dengan kelamin luar, terletak di bagian
ginjal, membentuk kelenjar reproduksi berisi sel benih dan membentuk struktur sekelilingnya. Organ
reproduksi (traktus genitalis) berhubungan dengan traktus urinarius tetapi tidak bersambung. Sebagian
Besar organ reproduksi pria terletak di luar pelvis (Syaifuddin, 2016). Organ reproduksi laki-laki terdiri
dari:
1. Kelenjar : Testis, vesika seminalis, kelenjar prostat, kelenjar bulbouretralis.
2. Duktus : Epididimis, duktus seminalis, uretra.
3. Bangun penyambung : Skrotum, fenikulus spermatikus, penis.
Alat reproduksi laki-laki terdiri dari :
a) Sepasang testis Testis merupakan kelenjar kelamin penghasil sperma dan hormon testosteron.
b) Saluran-saluran kelamin Saluran kelamin pada laki-laki terdiri atas 3 saluran, yaitu :
1) Vasa eferetia yang berfungsi sebagai penampung sperma yang akan disalurkan ke epididimis
2) Epididimis yang merupakan saluran berkelok-kelok yang berfungsi mengabsorbsi sperma sehingga
menjadi pekat dan menyimpan sperma sementara kurang lebih 3 minggu.
3) Vas deferens, merupakan saluran lurus yang emnghubungkan epididimis dengan uretra sebagai jalur
ejakulasi baik sperma dan urin.
c) Kelenjar-kelenjar tambahan Kelenjar tambahan pada alat reproduksi laki-laki meliputi :
1) Vesika seminalis, merupakan kantong semen yang dindingdindingnya mensekresi beberapa cairan
lendir yang berfungsi memberi makan dan melindungi sperma sebelum membuahi ovum.
2) Kelenjar prostat, merupakan kelenjar bulat yang mengelilingi saluran uretra. Kelenjar ini
menghasilkan cairan basa dan putih yang berfugsi untuk menetralkan sifat asam pada vagina.
3) Kelenjar cowperi, merupakan kelenjar penghasil cairan pelicin d) Penis Penis merupakan alat
P a g e | 44
kelamin luar yang berfungsi sebagai kopulasi atau untuk memasukkan sperm kedalam tubuh wanita.
B. Reproduksi Wanita
Alat reproduksi wanita terdiri dari traktur genitalis yang terletak dalam rongga panggul kecil. Alat
kelamin luar terdiri dari mons pubis, labia mayora (bibir besar), labia minora (bibir kecil), klitoris,
vestibulum vagina, hymen (selaput dara), orifisum vagina, bulbovestibularis (bulbus vaginalis), dan
glandula vestibularis (Bartolini).Alat kelamin interna terdiri dari vagina, uterus, tuba falopi (uterin) dan
ovarium.
Alat reproduksi wanita terdiri dari:
a. Sepasang ovarium Ovarium merupakan kelenjar kelamin perempuan untuk memproduksiovum dan
pensekresi hormon estrogen dan progesteron.
b. Oviduk/tuba fallopii Oviduk merupakan saluran telur penyalur ovum ke arah rahim yang dibantu oleh
gerakan peristaltik dari silia yang terdapat pada dinding-dindingnya.
c. Uterus Uterus/rahim berfungsi sebagai perkembangan embrio.uterus bisa berkembang 500 kali.
d. Vagina Merupakan saluran untuk kopulasi bagi penis dan juga saluran untuk bayi ketika
melahirkan/persalinan.
e. Organ bagian luar Organ bagian luar pada kelamin perempuan terdiri dari :
1) Klitoris, struktur yang homolog dengan penis
2) Vulva, terdiri dari labium mayor dan labium minor
3) Lubang saluran kencing (saluran terluar/uretra)
4) Lubang vagina
5) Fundus, bagian lipat paha
3.
Prodesur kerja
LAPORAN PRAKTIKUM
Sistem Reproduksi
Nama :
NIM :
Kelas :
Hasil Gambar Keteranagan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 48
Referensi :
LANDASAN TEORI
Golongan darah merupakan sistem pengelompokkan darah yang didasarkan pada jenis antigen yang
dimilikinya. Antigen dapat berupa karbohidrat dan protein (Nadia et al, 2010). Dua jenis penggolongan
darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhensus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya
dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Secara
umum darah memiliki 4 golongan yaitu: golongan darah A dimana golongan darah A mempunyai antigen A
dan anti - B, golongan darah B yaitu golongan darah yang memiliki antigen B dan anti – A, golongan darah
O golongan darah yang memiliki antibodi tetapi tidak memiliki antigen, dan golongan darah AB golongan
darah yang memiliki antigen tetapi tidak memiliki antibody. Transfusi darah dari golongan yang tidak
kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal,
syok, dan kematian.
Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan
Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO. Jan Janskýdi
pada tahun 1907 mengklasifikasikan darah manusia ke dalam empat grup, yang hingga kini masih digunakan
(Rahman et al., 2019).
P a g e | 50
1. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan
membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan
golongan darah A-negatif atau O-negatif.
2. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan
menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan
darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-
negatif
3. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak
menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-
positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien
universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali
pada sesama AB-positif.
4. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi
terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan
darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun,
orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif (Sasmita,
2008).
Prinsip:
Darah akan bereaksi jika diberikan antigen, antigen akan menggumpalkan antibody (aglutinasi).
Instrument
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
P a g e | 51
Persiapan Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
Pedoman kesimpulan
setelah 2 menit dan selanjutnya disusul pemeriksaan ulang setelah lewat 20 menit. Tindakan terakhir
mengamankan adanya subgroup lemah dalam golongan A.
f. Jaga jangan sampai bahan pemeriksaan mengering pada object glass.
g. Untuk menghindari kesalahan, sebaiknya gunakan juga serum anti A,B (serum golongan O).
Tanpa melihat subgroup ada 4 macam golongan darah yang biasanya dikenal, seperti :
1. A: eritrosit mengandung aglutinogen A dan serum aglutinin anti B
2. B: eritrosit mengandung aglutinogen B dan serum aglutinin anti A
3. O: eritrosit tidak mengandung aglutinogen dan serum mengandung agglutinin
anti A dan anti B
AB: eritrosit mengandung aglutinogen A dan B, sedangkan serum tidak mengandung aglutin
(Washudi et al., 2016).
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
LAPORAN KEGIATAN
PRAKTIKUM PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
Nama :
Tanggal :
Usia :
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 55
Referensi
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi V. EGC. Jakarta
Nadia, B. & Handayani, D. & Rismiati, R., 2010. Hidup Sehat Berdasarkan Golongan Darah. Jakarta:
Dukom Publisher.
Rahman, I., Sri D., Aprilia I K. 2019. Penentuan Golongan Darah Sistem ABO dengan Serum dan Reagen
Anti-Sera Metode Slide. Gaster. Vo.17: 77-85.
Sasmita, Candra. 2008. Pengenalan Golongan Darah Jenis ABO dengan Mempergunakan Pemodelan
Hidden Markov. Skripsi. Universitas Indonesia.
Washudi, Tanto H, Kirnantoro. 2016. Praktikum Biomedik Dasar dalam Keperawatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta.
P a g e | 56
Tujuan : Setelah melakukan kegiatan ini mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kekuatan otot.
Landasan Teori
Kekuatan otot ialah kemampuan otot atau kelompok otot untuk melakukan kerja dengan menahan
beban yang diangkatnya. Otot yang kuat akan membuat kerja otot sehari-hari efisien dan akan membuat
bentuk tubuh menjadi lebih baik. Otot-otot yang tidak terlatih karena sesuatu sebab, misalnya kecelakaan,
akan menjadi lemah oleh karena serat-seratnya mengecil (atrofi), dan bila hal ini dibiarkan maka kondisi
tersebut dapat mengakibatkan kelumpuhan otot (Hairy, 2002).
Strength adalah kemampuan suatu otot atau sekelompok otot untuk menghasilkan ketegangan
atau gaya selama usaha maksimal, baik secara dinamik maupun statik. Pengukuran strength dengan
menggunakan MMT, Dinamometer dan Sphygmomanometer. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan
otot normal :
1. Ukuran diameter otot
2. Ukuran ketegangan pada saat kontraksi
3. Banyaknya motor unit
4. Tipe kontraksi otot
5. Tipe serabut otot
6. Simpanan energi dan suplai darah
7. Kecepatan kontraksi
8. Motivasi orang yang bersangkutan
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban berupa beban eksternal
(external force) maupan beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi,
P a g e | 57
sehingga semakin banyak serat otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot
tersebut (Wongkar, 2006).
signifikan memiliki kekuatan yang lebih rendah per cm2 luas otot lengan (Washudi et al, 2016).
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
5. Informed consent
Persiapan alat
a. Sarung tangan/handscoen
b. Penggaris
c. Alat tulis
d. Martil reflex
e. Hand dynamometer (dynamometer genggam)
f. Lembar dokumentasi
P a g e | 58
Persiapan perawat :
a. Memperkenalkan diri
b. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
3. Minta klien merentangkan kedua lengan ke depan, amati adanya tremor, ukuran otot (atropi, hipertrofi)
serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan > 1cm di anggap bermakna).
1. Sternokleidomastoideus : mintalah klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan tahanan tangan
pemeriksa
2. Trapezius : letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan bahu melawan
tahanan tangan pemeriksa
3. Deltoideus : minta klien mengangkat kedua lengan dan melawan dorongan tangan pemeriksa ke
arah bawah.
4. Otot panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, minta klien mengangkat
salah satu tungkai, dorong tungkai ke bawah
5. Abduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan kedua tangan
pada permukaan lateral masing- masing lutut klien, minta klien meregangkan kedua tungkai, melawan
tahanan pemeriksa
P a g e | 59
6. Aduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan tangan diantara
kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua tungkai melawan tahanan pemeriksa
Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot
1. Bisep : minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba menekuknya, pemeriksan
menahan lengan agar tetap ektensi
2. Trisep : minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya melawan usaha pemeriksa
untuk membuat lengan klien tetap fleksi mengumpulkan kelima jari
3. Otot pergelangan tangan dan jari-jari : minta klien meregangkan kelima jari dan melawan usaha
pemeriksa untuk
4. Kekuatan genggaman : minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa, tarik
kedua jari dari genggaman klien
5. Hamstring : posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk, minta klien meluruskan tungkai
melawan tahanan pemeriksa
6. Kuadrisep : posisikan klien telentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan usaha pemeriksa untuk
memfleksikan lutut
Skala Penilaian
Skala Ciri-ciri
0 Paralisis total
1 Tdk ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot
2 Ada gerakan pd sendi tetapi tdk dpt melawan gravitasi (hanya bergeser)
3 Bisa melawan gravitasi tetapi tdk dpt menahan /melawan tahanan pemeriksa.
4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 Dapat melawan tahanan pemeriksa dgn kekuatan maksimal.
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT
Nama :
Usia :
JK :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 63
Referensi
Hairy J, Sajoto M.2002. Fisiologi Olahraga dan Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Jakarta.
Washudi, Tanto H, Kirnantoro. 2016. Praktikum Biomedik Dasar dalam Keperawatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta.
Wongkar D.2006. Ekstremitas Inferior. Manado: Bagian Anatomi Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi.
P a g e | 64
Tujuan : Setelah melakukan kegiatan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pemeriksan penglihatan.
Landasan Teori
Mata adalah organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk
transduksi (mengubah bentuk energy ke bentuk lain) bentuk sinar (Syaifuddin, 2016). Jika Bola mata terlalu
panjang dan berbentuk elips titik fokus jatuh di depan retina sehingga bayangan benda kabur. Ia harus
mendekatkan matanya pada objek untuk melihat objek tersebut lebih jelas. Bila mata terlalu pendek titik
fokus jatuh di depan retina sehingga bayangan benda kabur (Syaifuddin, 2016).
Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hal yang harus diperhatikan.
Penyebab tersering dari turunnya ketajaman penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang
mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular,
dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis
multipel, dan penyakit- penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor. Segala macam
bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan
menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang
sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan
menuju otak (Washudi et al., 2016).
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
5. Informed consent
Persiapan Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-beda.
Gambar 2: E chart
P a g e | 66
Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah cincin yang berbeda-beda.
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
Nama :
Nim :
Kelas :
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 71
Referensi
Syaifuddin. 2016. Ilmu Biomedik Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
Washudi, Tanto H, Kirnantoro. 2016. Praktikum Biomedik Dasar dalam Keperawatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta.
P a g e | 72
Landasan Teori
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal, yaitu
masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai memberan
timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu
adalah satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum disebut gelombang suara
(Ganong, 2005).
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan gelombang suara dan nada berkaitan dengan prekuensi
(jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara semakin besar semakin tinggi frekuensi dan
semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh hal lain yang belum sepenuhnya dipahami selain
frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada frekuensi
dibandingkan dengan frekuensi lain (Ganong, 2005).
Gelombang suara bergerak melalui telinga luar (auris eksterna) yang menyebabkan membran
timpani bergetar. Getaran-getaran tersebut diteruskan menuju inkus dan stapes melalui maleus yang terikat
pada membran itu. Karena getaran yang timbul pada setiap tulang itu sendiri, maka tulang akan memperbesar
getaran yang kemudian disalurkan ke fenestra vestibuler menuju perilimfe (Washudi et al., 2016).
Pada percobaan ini menggunakan garpu tala sebagai alat untuk membuktikan bahwa transmisi
melalui udara lebih baik daripada melalui tulang. Semakin berat garpu tala akan semakin jelas terdengar
bunyinya. Penghantaran lewat udara lebih baik daripada lewat tulang. Penghantaran lewat udara dinamakan
P a g e | 73
aerotymponal sedangkan penghantaran lewat tulang dinamakan craniotymponal (Washudi et al., 2016).
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
5. Informed consent
Persiapan Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
Alat dan bahan
Alat yang digunakan adalah garpu tala, alat tulis dan buku.
f. Konduksi udara seharusnya lebih besar daripada konduksi tulang dan pasien seharusnya
mampu mendengar garputala yang diletakkan di depan liang telinga setelah ia tidak mampu lagi
mendengarnya di mastoid.
Metode 1:
a. Bunyikan garputala 512 Hz secara lunak lalu tempatkan tangkai garputala tegak lurus pada planum
mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
b. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus
eksternus pasien.
c. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya Tes Rinne negatif jika pasien
tidak dapat mendengarnya.
Metode 2:
a. Bunyikan garputala 512 Hz secara lunak lalu tempatkan tangkai garputala tegak lurus pada planum
mastoid pasien.
b. Segera pindahkan garputala di depan meatus akustikus eksternus.
c. Tanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala di depan meatus akustikus eksternus lebih keras dari
pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid).
d. Tes Rinne positif jika pasien mendengar di depan akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya Tes
Rinne negatif jika pasien mendengar di depan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras
dibelakang.
b. Test Schwabach
Membandingkan daya transpor melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus.
Tujuan test Schwabach :
Untuk membandingan Bone Conductive antara penderita dan pemeriksa dengan catatan telinga
pemeriksa dianggap normal. Berarti harus sudah dipastikan dulu bahwa pemeriksa tidak mengalami gangguan
pendengaran dan memiliki telinga yang normal.
P a g e | 75
Prinsip Kerja
a.
Getarkan penala berfrekuensi 512 seperti cara di atas
b.
Tekankan ujung tangkai penala opada prosesus mastoideus salah sati telinga OP
c.
Suruh OP mengacungkan jarinya pada saat dengungan bunyi menghilang
d.
Pada saat itu dengan segera pemeriksaan memindahkan penala dari prosesus mastoiudeus OP ke
prosesus mastoideus sendiri. Bila dengungan penala masih dapat didengar oleh pemeriksa maka hasil
pemeriksaan ialah SNHL Schwabach MEMENDEK (BC penderita kecil/pendek BC pemeriksa).
Prosedur kerja
a. Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus.
b. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak
mendengar suara garputala lagi.
c. Pada saat garputala tidak mendengar suara garpu tala, maka penguji akan segera memindahkan
garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding).
d. Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi: akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
HASIL PEMERIKSAAN
1. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP, juga tidak terdengar oleh
pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHAWBACH NORMAL ATAU SCHWABACH
MEMANJANG. Untuk memastikan, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula – mula ditekankan ke prosesus mastoideus
pemeriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan.
b. Kemudian, ujung tangkai penala seger aditekankan ke prosesus mastoideus OP.
c. Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil pemeriksaan ialan CHL
SCHWABACH MEMANJANG (BC penderita lebih panjang dari BC pemeriksa).
d. Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, huga tidak dapat didengar oleh OP
maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL (BC penderita = BC pemeriksa).
e. Tujuan peneriksaan pendengarann dengan penala adalah : untuk membedakan jenis tuli pada
pasien, yaitu : (a) Tuli syaraf (tuli perseptif)/sensorineural hearing loss (SNHL) (b) Tuli hantaran
(tuli konduktif)/conductive hearing loss (CHL)
c. Tes WEBER
Tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
Pada keadaan patologis pada meatus acusticus eksterna (MAE) atau cavum timpani misalnya otitis
media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar,
biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
4. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya
atau terjadi lateralisasi, yaitu peristiwa terdengarnya dengungan penala lebih kuar pada salah satu
telinga. Bila dengungan lebih kuat terdengar di telinga kiri, disebut terjadi lateralisasi ke kiri.
Demikian pula jika terjadi penguatan di telinga kanan, berarti terjadi laterarisasi ke kiri. Bila terjadi
laterarisasi berarti tidak normal.
Prosedur kerja
1. Cara kita melakukan Test Weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan
tegak lurus pada garis horisontal.
2. Tanyakan ke pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien
mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga
tersebut.
3. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti
tidak ada lateralisasi.
4. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar di
seluruh bagian kepala.
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
LAPORAN KEGIATAN
Nama Pasien :
Umur Pasien
Jenis Kelamin :
Schwabach
Weber
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 79
Referensi
Ganong W.F. 2005. Review of medical physiology. 22nd ed. Singapore : Mc Graw Hill.
Washudi, Tanto H, Kirnantoro. 2016. Praktikum Biomedik Dasar dalam Keperawatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta.
Widyawati, IY. 2012. Manual Prosedur Pemeriksaan Fisik Pada Telinga. Fakultas Keperawatan. Univeritas
Airlangga. Surabaya.
P a g e | 80
Tekanan darah merupakan salah satu dari tanda-tanda vital yang digunakan seorang dokter sebagai
landasan untuk mendiagnosa dan menerapi seorang pasien. Pengukuran tekanan darah akan memberikan
informasi yang penting mengenai status kardiovaskular pasien dan respon terhadap aktifitas. Pengukuran
darah yang akurat sangat dibutuhkan dalam mengevaluasi status hemodinamik pasien dan mendiagnosa
penyakit(Marhaendra et al., 2016). Tekanan darah adalah tekanan dari sirkulasi darah pada dinding pembuluh
darah, dan merupakan salah satu tanda-tanda vital utama. Pada setiap detak jantung, tekanan darah bervariasi
antara tekanan maksimum (sistolik) dan minimum (diastolik) (Sugiyarto, 2010).
Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh jantung terhadap dinding arteri. Pada
manusia, darah dipompa melalui dua sistem sirkulasi terpisah dalam jantung yaitu sirkulasi pulmonal dan
sirkulasi sistemik (Amiruddin et al., 2015). Tekanan darah diukur dalam milimeter air raksa (mmHg), dan
dicatat sebagai dua nilai yang berbeda yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah
sistolik terjadi ketika ventrikel berkontraksi dan mengeluarkan darah ke arteri sedangkan tekanan darah
diastolik terjadi ketika ventrikel berelaksasi dan terisi dengan darah dari atrium. Tekanan darah rata-rata orang
dewasa muda yang sehat (sekitar 20 tahun) adalah 120/80 mmHg. Nilai pertama (120) merupakan sistolik dan
nilai kedua (80) merupakan tekanan darah diastolik. Untuk mengukur tekanan darah, dapat menggunakan
sfigmomanometer yang ditempatkan di atas arteri brakialis pada lengan (Barbeau, 2004).
Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya seorang pelari yang baru saja
melakukan lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi, namun ia dalam nilai sehat. Dalam kondisi pasien
tidak bekerja berat, tekanan darah normal berkisar 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi
diukur pada nilai sistolik 140-160 mmHg. Tekanan darah rendah disebut hipotensi.
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung,
kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini
sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2010). Sedangkan
pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop.
Sphgmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang
berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang
terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri
brakialis (Smeltzer & Bare, 2010). Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan
P a g e | 81
manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam
manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang.
Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis
telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg di atas titik hilangnya denyutan radial.
Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi.
Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat
mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma anda
letakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana
arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3
mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah
sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan
akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan
pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2010).
Persiapan pasien
1. Anda berikan posisi pengukuran pasien yang nyaman (berbaring atau duduk)
2. Jelaskan prosedur tindakan dan tujuan pemeriksaan
3. Berikan komunikasi terapeutik untuk memberikan ketenangan Pasien
Persiapan alat
1. Sphigmomanometer (tensi meter) yang terdiri dari:
a. Manometer air raksa dan klep penutup dan pembuka. b. Manset udara
c. Slang karet
d. Pompa udara dari karet dan sekrup pambuka penutup.
2. Stetoskop.
3. Buku catatan nadi.
4. Pena
P a g e | 82
Prosedur
CARA PALPASI
1. Jelaskan prosedur pada klien.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Letakkan lengan yang hendak diukur pada posisi telentang.
5. Lengan baju dibuka.
6. Pasang manset pada lengan kanan/kiri atas sekitar 3 cm di atas fossa cubiti (jangan terlalu ketat
maupun terlalu longgar).
7. Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra/sinistra.
8. Pompa balon udara manset sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba.
9. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mm Hg lebih tinggi dari titik radialis tidak teraba.
10. Letakkan diafragma stetoskop di atas nadi brachialis dan kempeskan balon udara manset secara
perlahan dan berkesinambungan dengan memutar skrup pada pompa udara berlawanan arah jarum
jam.
11. Catat hasil.
12. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
CARA AUSKULTASI :
1. Jelaskan prosedur pada klien.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Letakkan lengan yang hendak diukur pada posisi telentang.
5. Lengan baju dibuka.
6. Pasang manset pada lengan kanan/kiri atas sekitar 3 cm di atas fossa cubiti (jangan terlalu ketat
maupun terlalu longgar).
7. Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra/sinistra.
8. Pompa balon udara manset sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba.
9. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mm Hg lebih tinggi dari titik radialis tidak teraba.
10. Letakkan diafragma stetoskop di atas nadi brachialis dan dengarkan.
11. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan berkesinambungan dengan memutar skrup
pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.
12. Catat tinggi air raksa manometer saat pertama kali terdengar kembali denyut.
13. Catat tinggi air raksa manometer.
14. Suara Korotkoff I: menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara auskultasi.
15. Suara Korotkoff IV/V: menunjukkan besarnya tekanan diastolik secara auskultasi.
16. Catat hasilnya pada catatan pasien.
17. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
P a g e | 83
Persiapan Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
Referensi
Amiruddin M.A, Vennetia R D, Fransiska L. 2015. Analisa Hasil Pengukuran Tekanan Darah Antara Posisi
Duduk & Posisi Berdiri pada Mahasiswa Semester VII (Tujuh) T.A 2014/2015 Fakultas Kedokteran
Uviversitas SAM Ratulangi. Jurnal e-Biomedik. Vol.3(1) : 125-129.
Marhaenda YA, Edwin B, Ari A. 2016. Pengaruh Letak Tensimeter terhadap Hasil Pengukuran Tekanan
Darah. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Vol.5 : 1930-1936.
Smeltzer, S.C, & Bare Brenda, B.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 3 (8th ed.). Jakarta :
EGC.
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol 2. Jakarta : EGC
P a g e | 85
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 86
Landasan Teori
Suhu adalah perbandingan (derajat) panas suatu zat. Suhu juga dapat dikatakan sebagai ukuran panas
atau dinginnya suatu benda. Dalam termodinamika suhu adalah suatu ukuran kecenderungan bentuk atau
sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan. Pada dunia kesehatan, pemeriksaan suhu tubuh termasuk
dalam tolak ukur utama untuk mengetahui keadaan pasien dan diagnosa. Kemampuan pengukuran suhu tubuh
sangatlah penting bagi tenaga kesehatan dibidang apapun (Washudi et al., 2016).
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
5. Informed consent
Persiapan Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
Instrumen pengukur tekanan darah
Alat dan bahan
Alat dan bahan terdiri dari thermometer (oral, aksila, rectal dan timpani), desinfektan/antiseptic, tisu, sarung
tangan
P a g e | 87
9. Lap termometer memakai tisu dengan gerakan memutar dari atas ke arah reservoir, kemudian tisu
dibengkok.
10. Membantu klien merapikan bajunya.
11. Menurunkan tingkat air raksa/mengembalikan termometer digital ke skala awal. Mengembalikan
termometer pada tempatnya.
12. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan.
13. Mendokumentasikan hasil tindakan
Tabel 1. Rata-rata suhu normal berdasarkan usia (Sumber: Perry & Potter, 2012).
P a g e | 90
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
Referensi
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGUKURAN SUHU TUBUH
Nama :
Usia :
JK :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Oral
Rektal
Aksila
Timpani
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 93
Landasan Teori
Urin adalah cairan sisa metabolisme yang dieksresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa
dalam darah yang disaring oleh ginjal dengan tujuan menjaga hemostasis cairan tubuh. Urin disaring dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menujukan kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra
(Mukarramah et al., 2018). Pemeriksaan urine dapat membantu menetapkan diagnose suatu penyakit,
sehingga lebih memudahkan menetapkan terapi yang tepat. Selain itu sebagaimana pemeriksaan-pemeriksaan
antara lain, pemeriksaan urin dapat pula dipakai untuk flow up suatu penyakit tertentu terutama penyakit-
penyakit yang bersangkutan dengan alat ginjal (Harjoeno, 2006).
Normalnya pada setiap manusia yang sehat, kurang lebih sekitar 150 mg protein dikeluarkan ke dalam
urin setiap harinya. Jika terdapat lebih dari 150 mg per hari maka disebut sebagai proteinuria, kadar normal
yang diukur dalam protein urin sewaktu yaitu < 10 mg/dL (Jumaydha et al., 2016).
Protein urine adalah salah satu prediktor kuat untuk penyakit ginjal kronik. Proteinuria yang lebih besar
mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam progresifitas penyakit ginjal kronik. Proteinuria pada penyakit
ginjal diakibatkan karena peningkatan permeabilitas dan kerusakan barrier glomerulus, selain itu proteinuria
juga disebabkan karena penurunan reabsorpsi tubular sehingga banyak protein yang lolos ke dalam urine
(Surya et al., 2018).
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan jantung
4. Memberikan posisi yang nyaman pada klien
5. Informed consent
P a g e | 94
Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
2. Berusaha membuat pasien rileks dan tidak tegang
Prosedur Kerja
3. Masukkan urin ke dalam tabung reaksi 1 (tabung tes) dan tabung reaksi 2 (tabung kontrol) masing-
masing 2 ml.
4. Tambahkan 8 tetes asam sulfosalisil 20% pada tabung 1 kemudian homogenkan (digoyang-
goyangkan).
6. Baca hasil pemeriksaan : jika tabung tes tetap jernih berarti protein urine negatif jika terjadi kekeruhan
pada tabung tes, maka panasi tabung tersebut sampai mendidih selama 1 menit dan dinginkan dengan
air mengalir, baca hasilnya : jika kekeruhan tetap ada pada waktu pemanasan dan setelah didinginkan,
maka protein urine positif jika kekeruhan hilang pada waktu pemanasan dan muncul kembali setelah
didinginkan maka penyebab kekeruhan adalah protein
P a g e | 95
7. Interprestasi hasil pemeriksaan protein urine secara semi kuantitatif : (-) tidak terjadi kekeruhan (+1)
kekeruhan ringan tanpa butir-butir (kadar protein 0,01% – 0,05%) (+2) kekeruhan berbutir-butir (kadar
protein 0,05% – 0,2%) (+3) kekeruhan berkeping-keping (kadar protein 0,2% – 0,5%) (+4) kekeruhan
berkeping besar dan bergumpal (kadar protein > 0,5%) Nilai Normal : (-) tidak terjadi kekeruhan
5. Baca kekeruhan lapisan atas dan bandingkan dengan lapisan bawah yang tidak dipanasi.
6. Baca kekeruhannya, jika terjadi kekeruhan tambahkan 3-5 tetes asam asetat 6%, baca hasilnya lagi
7. Jika tetap keruh berarti protein positif jika kekeruhan hilang disertai gelembung gas berarti unsur
karbonat jika kekeruhan hilang tanpa disertai gelembung gas berarti unsur fosfat
8. Interprestasi hasil pemeriksaan protein urine secara semi kuantitatif : (-) tidak terjadi kekeruhan (+1)
kekeruhan ringan tanpa butir-butir (kadar protein 0,01% – 0,05%) (+2) kekeruhan berbutir-butir (kadar
protein 0,05% – 0,2%) (+3) kekeruhan berkeping-keping (kadar protein 0,2% – 0,5%) (+4) kekeruhan
berkeping besar dan bergumpal (kadar protein > 0,5%) Nilai Normal : (-) tidak terjadi kekeruhan.
1. Pengamatan Proses
Asetat 6%)
6 Ketepatan tindakan - Sesuai standar prosedur
7 Menjaga privaci - Ada sampiran/kamar tertutup
8 Merapikan alat - Tidak ada alat tertinggal
- Alat dibersihkan
9 Cuci tangan - Pakai air mengalir
- Pakai sabun
- Metode five moment
10 dokumentasi - Dicatat di buku tindakan
2. Pemeriksaan Hasil
Referensi
Atmojo A.T. 2019. Pemeriksaan Protein Urine. Indonesia Medical Laboratory. (Online
https://medlab.id/pemeriksaan-protein-urine/ diakses tanggal 25 November 2019 ).
Harjoeno, 2006, interpetasi hasil laboratorium diagnostic, bagians tanda rpelayanan medic universitas
hasanuddin , Makassar.
Jumaydha LN, Youla A. A, Yanti M. M. 2016. Gambaran kadar protein dalam urin pada pekerja bangunan.
Jurnal Biomedik (eBm), Vol.4 (2) : 1-5.
Mukarramah R, Nardin, Nurul U. 2018. Studi Hasil Pemeriksaan Protein Urin Segera Pada Pasien Infeksi
Saluran Kemih Menggunakan Asam Sulfosalisilat Di RSU Wisata Universitas Indonesia Timur. Jurnal
Media Laboran. Vol 8 (10) : 21-26.
Surya A.M, Dian P, Masrul. 2018. Hubungan Protein Urine dengan Laju Filtrasi Glomerulus pada Penderita
Penyakit Ginjal Kronik Dewasa di RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2015-2017. Jurnal Kesehatan
Andalas. Vol 7(4) : 469-474.
P a g e | 97
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN PROTEIN URIN
Nama :
Usia :
JK :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 98
Landasan Teori
Glukosa merupakan bahan bakar utama dan subtrat metabolik penting bagi tubuh (Wood dan Paul,
2003). Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme karbohidrat yang diabsorbsi ke dalam
darah. Glukosa yang berasal dari diet maupun yang disintesis oleh organ tubuh seperti hati harus diangkut dari
sirkulasi ke sel target melalui mekanisme difusi terfasilitasi agar sel dapat memperoleh energi. Proses ini
melibatkan transfer glukosa meliintasi membran plasma melaui protein transporter integral (Wood dan Paul,
2003).
Kadar glukosa darah diatur untuk mempertahankan keseimbangan di dalam tubuh. Pengaturan kadar
glukosa darah dilakukan oleh hormon insulin yang berfungsi menurunkan kadar glukosa darah dan hormone
glucagon yang berfungsi menaikkan kadar glukosa darah (Murray et al., 2003). Kondisi dimana kadar glukosa
darah rendah, akan menyebabkan pankreas melepaskan glucagon yang menargetkan sel-sel, sehingga terjadi
perubahan glikogen menjadi glukosa. Glukosa dilepaskan ke dalam aliran darah sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Pada keadaan normal setelah makan, karbohidrat akan dipecah menjadi glukosa dalam sistem
pencernaan yang selanjutnya masuk ke sistem peredaran darah. Glukosa dari makanan akan meningkatkan
kadar glukosa di dalam darah (Murray et al., 2003). Glukosa yang tinggi di dalam darah akan memicu tubuh
untuk mensekresikan hormon insulin. Menurut American Diabetes Association (ADA) (2014), yang
mempengaruhi kadar glukosa darah antara lain adalah asupan makanan, aktivitas fisik, penggunaan obat, usia,
dan stress. Asupan makanan yaitu terutama makanan tinggi energi atau karbohidrat. Aktivitas fisik
mempengaruhi karena semakin tinggi aktivitas tubuh, maka semakin meningkat penggunaan glukosa oleh
otot. Beberapa penggunaan obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah seperti obat antipsikotik dan
steroid. Usia yang semakin bertambah meyebabkan perubahan fisik dan fungsi tubuh sehingga dapat
mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Sedangkan stress dapat menyebabkan peningkatan glukosa
darah melalui hormon karsilol (ADA, 2014).
Persiapan Pasien
1. Menyambut klien dengan sopan dan ramah
2. Memperkenalkan diri pada klien
3. Memberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan jantung
P a g e | 99
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
Referensi
American Diabetes Association (ADA). 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes mellitus. Diabetes
Care 37 (1) : 581-590.
Murray, R.K., Daryl, K.G., Peter, A.M., Victor, W.R., 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Andry Hartono,
Penerjemah. Jakarta: EGC.
Wood, I. S and Trayhurn Paul. 2003. Glucose Transporters (GLUT and SGLT) : Expanded Famillies of Sugar
Transport Protein. Br. J. Nutr. 89 : 3-4.
P a g e | 101
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH
Nama :
Usia :
JK :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)
P a g e | 102
Landasan Teori
Profil Lipid adalah suatu gambaran kadar lipid di dalam darah yang biasanya digunakan sebagai
indikator adanya resiko terhadap berbagai penyakit salah satunya kardiovaskuler. Peningkatan prevalensi
obesitas terjadi akibat pola makan tidak sehat yang komposisinya mengandung lemak dan kolesterol tinggi,
namun rendah serat, seperti konsumsi fast food dan soft drink, yang juga dapat berpengaruh pada kadar profil
lipid seseorang (Rafiony, 2015).
Profil lipid di dalam darah terdiri dari kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida. Kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan lipid di dalam
plasma darah disebut dislipidemia. Kelainan profil lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total (≥200mg/dl), kolesterol LDL (≥100mg/dl), kenaikan kadar trigliserida (≥150mg/dl) serta penurunan
kadar HDL (<40mg/dl) (Zahara et al., 2013). Kecenderungan terjadinya overweight dan obesitas dijumpai
pada sebagian orang yang umumnya berkaitan erat dengan pola makan status sosial, ketidakseimbangan
aktivitas tubuh dan konsumsi makanan (Misnadiarly, 2007).
Kenaikan kolesterol darah sangat berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung.
Hiperkolesterolemia biasanya terjadi pada orang gemuk atau lanjut usia tetapi tidak dapat menutup
kemungkinan gangguan metabolism ini dapat terjadi pada orang kurus bahkan usia muda. Pada penyakit ini
fungsi dan struktur dari jaringan atau organ tertentu dapat memburuk dari waktu ke waktu. Penyakit yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain penyakit jantukng coroner (PJK) dan kardiovaskuler (Widada et al.,
2016).
Kolesterol darah salah satu faktor penting yang memberikan tanda – tanda paling jelas akan timbulnya
penyakit jantung. Semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah, semakin besar pula resiko kematian sebagai
akibat pengerasan pembuluh darah coroner. Kadar kolesterol yang diinginkan adalah < 200 mg/dl, resiko
sedang 200 – 240 mg/dl dan resiko tinggi 240 mg/dl (Widada et al., 2016).
Lingkungan
1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dan sesuai kebutuhan pemeriksaan
2. Berusaha membuat pasien rileks dan tidak tegang
Langkah Kerja
1. Pengamatan Proses
2. Pemeriksaan Hasil
Referensi
Misnadiarly. 2007. Obesitas. Berbagai faktor risiko beberapa penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Rafiony, Ayu., Purba, Martalena B.R., Pramantara, I Dewa Putu. 2015. Konsumsi Fast Food dan Soft Drink
Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol.4 : 170-178
Widada S T, Atik M, Stephanie C C. 2016. Gambaran Perbedaan Kadar Kolesterol Total Metode CHOD-PAP
Sampel Serum dan Sampel Plasma EDTA. Jurnal Teknologi Laboratorium. Vol 5 (1) : 41-44.
Zahara F, Masrul S, Eti Y. 2013. Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrome Koroner Akut di Rumah Sakit
Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012. Jurnal kesehatan Andalas. Vol 3 (2) : 167-172.
P a g e | 105
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN KADAR KOLESTEROL
Nama :
Usia :
JK :
Hasil Pemeriksaan Keterangan
Pamekasan, 2019
Mahasiswa Mengetahui Dosen Mata Kuliah
(………………………………………...) (…………………………………………)