Anda di halaman 1dari 21

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Pemberian Obat (Medikasi)

2.1.1. Pengertian

Obat merupakan senyawa kimia yang berinteraksi dengan reaksi kimia

didalam tubuh sehingga menghasilkan reaksi kimia yang diharapkan memberikan

efek terapeutik. Obat kebanyakan menghasilkan efek samping, baik efek samping

yang diinginkan maupun efek samping yang tidak diinginkan (Jitowiyono, 2018).

Proses pemberian obat menurut Kodim, (2019), yaitu : identifikasi klien

(gelang identitas dan double check), informasikan klien (menjelaskan kerja obat

dan efek samping yang mungkin terjadi), berikan obat dengan prinsip enam benar,

berikan intervensi tambahan sesuai indikasi mengatur posisi, menjelaskan,

mendengarkan kekhawatirkan pasien dan memberikan informasi yang benar, catat

obat yang diberikan dan evaluasi respon klien terhadap obat.

2.1.2. Prinsip 6 Benar Pemberian Obat

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian obat, baik

pemberian obat oral, parenteral ataupun topikal, yaitu :

a. Benar Pasien

Sebelum obat diberikan, identitas klien harus diperiksa. Hal ini

dapat dilakukan dengan bertanya langsung ke klien atau kelurga ataupun

mengcek dipapan identitas (biasanya ditempelkan ditempat tidur) atau

gelang identitas yang dipasang ditangan klien. Jika respon tidak sanggup

merespon secara verbal, perawat dapat melihat respon non verbal pasien,

11
12

misalnya anggukan pasien. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri

akibat gangguan mental ataupun adanya penurunan kesadaran, perawat

harus mencari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung

kepada keluarganya. Bayi selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya

(Aryani dkk 2019).

Langkah paling penting dalam pemberian obat dengan aman adalah

menyakinkan bahwa obat tersebut diberikan kepada klien yang benar.

Untuk mengidentifikasi pasien dengan tepat, periksa kartu, format dan

laporan pemberian obat yang dicocokkan dengan identifikasi klien dan

meminta klien menyebutkan namanya (Damayanti, 2017).

b. Benar Obat

Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Jika perawat

menemukan nama dagang yang asing maka perawat harus memeriksa

nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama

generikny atau kandungan obat. Lakukan pengecekan lebel pada botol atau

kemasannya sebanyak 3 kali sebelum memberikan obat kepada pasien.

Pertama, saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak

obat. Kedua, pada saat lebel botol dibandingkan dengan obat yang diminta

dan yang ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika lebelnya tidak dibaca,

isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan kebagian farmasi. Saat

memberikan obat, perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Hal ini

dapat membantu perawat untuk mengingat nama obat dan bagaimana cara

kerja obat tersebut. Apabila obat pertama kali diprogramkan, bandingkan


13

tiket obat atau format pencatatan unit dosis dengan instruksi yang ditulis

dokter. Ketika memberikan obat bandingkan lebel pada wadah obat

dengan format atau tiket obat (Damayanti, 2017).

c. Benar Dosis

Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa dosisnya.

Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep

atau apoteker sebelum dilanjutkan ke klien. Ada beberapa obat (baik

ampul maupun tablet) yang memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau

tabletnya. Apabila sebuah obat harus disediakan dari volume atau

kekuatan obat yang lebih besar atau lebih kecil dari yang dibutuhkan atau

jika seseorang dokter memprogramkan suatu sistem perhitungan obat yang

berbeda dari yang disediakan ahli farmasi, risiko kesalahan meningkat

(Aryani dkk 2019).

d. Benar Rute

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor

yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum

pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat,

serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral,

sublingual, parenteral, topikal, rectal dan inhalasi (Aryani dkk 2019).

1) Oral

Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling

banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat

dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal).


14

Dalam mengkonsumsi obat, kita perlu memperhatikan beberapa hal

sebagai berikut :

a) Pasien yang muntah sebaiknya tidak diberikan obat oral.

b) Obat oral sebaiknya tidak dicampur dengan makanan dan minuman

dalam jumlah besar. Pencampuran obat dengan sejumlah makanan

atau minuman dalam jumlah besar dapat menyebabkan penurunan

efektivitas obat.

c) Waktu meminum obat perlu di perhatikan secara detail. Beberapa

obat memiliki reaksi tertentu, sehingga harus diminum dalam

keadaan perut terisi atau harus diminum dalam keadaan perut

kosong (Jitowiyono, 2018).

2) Topikal

Jalur topikal merupakan jalur pemberian obat pada kulit pasien

untuk menghasilkan efek lokal. Pemberian obat secara topikal dapat

menggunakan sarung tangan, tongue blade, atau aplikator dengan

kapas pada ujungnya. Seorang perawat yang memberikan obat topikal

kepada pasien harus menggunakan sarung tangan. Jika obat tersebut

terpapar pada tubuh perawat. Obat akan diserap tubuh sebagaimana

tubuh pasien menyerap obat. Topikal yaitu pemberian obat melalui

kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes

mata (Jitowiyono, 2018).


15

3) Rektal

Obat dapat diberi melalui rute rectal melalui enema atau

supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rectal

dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax

supp) hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid

supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat

dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya

tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.

4) Parenteral

Jalur parenteral adalah jalur pemberian obat melalui jarum

suntik yang dimasukkan kedalam tubuh pasien. Rute parenteral

mencakup 4 jenis yaitu intradermal (ID), subcutan (SC), intramuscular

(IM) dan intravena (IV). Pemilihan jenis rute parenteral disesuaikan

dengan sifat obat, one set efek terapetik yang dikehendaki, dan

kebutuhan pasien.

a) Intradermal, injeksi intradermal diberikan pada daerah yang tidak

ditumbuhi rambut, tidak berpigmen dan tidak mengalami

keratiniasi. Area yang biasa diberikan injeksi intradermal adalah

bagian dalam lengan bawah atau daerah scapula di punggung, dada

bagian atas dan bagian paha medial. Obat yang diberikan melalui

injeksi intradermal memberikan efek local dan tidak masuk ke

aliran darah. Efek yang diakibatkan oleh injeksi intradermal adalah

melepuh pada area injeksi.


16

b) Subkutan, obat yang diberikan melalui subkutan diserap oleh

kapiler. Obset obat lebih lambat dibandingkan obat yang diberikan

melalui injeksi intravena dan intramuskular. Oleh karena itu,

injeksi subkutan sesuai untuk obat yang perlu diserap perlahan

untuk menghasilkan efek yang berkelanjutan. Contoh obat yang

diberikan melalui injeksi subkutan adalah insulin dan heparin. Area

injeksi subkutan antara lain perut, pinggang bagian atas, punggung

atas, paha bagian luar, dan lengan atas bagian luar. Apabila injeksi

subkutan diberikan lebih dari sekali, area injeksi harus berpindah-

pindah untuk mencegah lipodistropi yang merupakan hilangnya

lemak di bawah kulit yang menyebabkan penyerapan insulin

kurang efektif.

c) Intramuskular, injeksi intramuskular dipilih agar obat dapat diserap

dengan cepat oleh tubuh. Laju absorpsi bergantung pada kondisi

sirkulasi pasien. Area injeksi intramuscular dipilih pada area

dengan ukuran otot yang memiliki jumlah saraf dan pembuluh

darah minimum. Area injeksi intramuscular biasanya berada pada

punggung, pantat, lengan atas dan paha depan.

d) Intravena, injeksi intravena dipilih untuk memberikan onset obat

yang cepat karena obat langsung diinjeksikan ke sistem sirkulasi

(IV push atau IVP). Area injeksi intravena antara lain pada daerah

vena sefalika, kubiti di lengan, atau vena dorsal ditangan

(Jitowiyono, 2018).
17

5) Inhalasi

Inhalasiyaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan.

Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan

demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya,

misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau

dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.

e. Benar Waktu

Beberapa orang harus minum dalam waktu yang khusus, misalnya

sebelum makan ataupun sesudah makan. Asam mefenamat misalnya ia

harus diminum setelah makan untuk menghindari iritasi yang berlebihan

pada lambung. Perawat harus membaca etiket obat sebelum pemberian

obat mengenai waktu terbaik pemberian obat. Bahkan, perawat harus

memperhatikan pula dengan menggunakan air apa klien minum obat

tersebut, misalnya air putih, susu, teh ataupun kopi. Secara umum, setiap

pemberian obat akan lebih baik jika menggunakan air putih yang dinilai

bersifat netral. Pemberian obat bersamaan dengan susu akan

mengakibatkan berkurangnya efektifitas obat karena susu dapat mengikat

sebagian besar obat itu sebelum diserap (Aryani dkk 2019).

f. Benar Dokumentasi

Setelah obat itu diberikan, perawat harus mendokumentasikan

tindakan yang telah dilakukan, melalui : dosis, rute, waktu dan oleh siapa

obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu
18

tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan. Perawat juga

harus mengetahui hak-hak klien dalam pemberian obat, yaitu:

1) Klien berhak untuk mengetahui alasan pemberian obat, oleh karena itu

berikan informasi yang jelas sehingga klien dapat membuat suatu

keputusan.

2) Klien berhak untuk menolak pengobatan, jika hal ini terjadi setelah

adanya pemberian informasi yang jelas tentang alasan pemberian obat,

maka dokumentasikan pula alasan penolakan klien, perawat yang

bertanggung jawab, perawat primer, atau dokter harus diberitahu.

Perawat juga harus memperhatikan 3 faktor utama cara

penyimpanan obat, yaitu :

1) Suhu, adalah faktor terpenting, karena pada umumnya obat bersifat

termolabil (rusak atau berubah karena panas). Untuk itu perawat harus

memperhatikan cara penyimpanan masing-masing obat yang umumnya

berbeda-beda. Misalnya insulin dan obat supositoria harus disimpan

ditempat sejuk < 15°C (tapi tidak boleh beku), faksin tifoid antara 2-

10°C, dan vaksin cacar air harus <5°C.

2) Posisi, pada tempat yang terang dengan letak setinggi mata (bukan

tempat umum dan terkunci).

3) Kadaluwarsa, dapat dihindari dengan rotari stok, dimana obat baru

diletakkan dibelakang obat yang lama sehingga ketika akan dipakai

obat yang lama terlebih dahulu diambil. Perhatikan perubahan warna


19

(dari bening menjadi keruh), rusaknya segel ataupun perubahan bentuk

karena basah.

Menurut Delaune & Ladner (2014), semua intervensi pemberian

obat harus ditulis dengan jelas dan terbaca serta harus berisi tujuh bagian

yaitu : (1) nama klien, (2) tanggal dan waktu ketika order, (3) nama obat

yang akan diberikan, (4) dosis, (5) rute. (6) waktu frekuensi, (7) tanda

tangan dari penulisan (misalnya, praktisi resep atau nama perawat).

2.2. Konsep Perawat

2.2.1. Pengertian

Perawat adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan

kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang lain berdasarkan

ilmu dan kiat yang dimilikinya dalam batas-batas kewenangan yang dimilikinya.

Sementara itu, dalam keputusan menteri kesehatan Nomor

1239/MenKes/SK/XI/2001 disebutkan bahwa perawat adalah seseorang yang

telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun diluar negeri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Damayanti, 2017).

Perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang

mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, definisi perawat

semakin meluas. Kini pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian

dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

professional. Perawat merupakan tenaga professional yang mempunyai

kemampuan tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan


20

memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan

(Rifiani & Sulihandari, 2017).

2.2.2. Peran dan Fungsi Perawat

Adapun peran dan fungsi perawat adalah sebagai berikut :

a. Peran Perawat

Keperawatan memiliki peran-peran pokok dalam pelayanan

kesehatan masyarakat. Ciri dari praktek tradisional adalah adanya

komitmen yang kuat terhadap kepedulian individu, khususnya kekuatan

fisik, kesejahteraan dan kebebasan peribadi, sehingga dalam praktek selalu

melibatkan hubungan yang bermakna. Oleh karena itu seorang

professional harus memiliki orientasi pelayanan, standar praktek dan kode

etik untuk melindungi masyarakat serta memajukan profesi (Rifiani &

Sulihandari, 2017).

Peran pokok perawat antara lain sebagain caregiver (pengasuh)

yaitu peran perawat sebagai pengasuh dilakukan dengan memperhatikan

keadaan kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan

keperawatan. Pelayanan keperawatan dilakukan mulai dari yang paling

sederhana sampai yang paling kompleks, sesuai dengan kebutuhan pasien

dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak yang berwenang

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perawat tidak akan menggunakan

pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang dimilikinya dengan

tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan, perawat

dalam hal menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha


21

dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan

kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik,

agama yang dianut dan kedudukan sosial. Dan perawat mengutamakan

perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas

keperawatannya, serta matang dan mempertimbangkan kemampuan jika

menerima atau mengalih tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya

dengan keperawatan (Rifiani & Sulihandari, 2017).

b. Fungsi Perawat

Perawat memiliki fungsi yang penting bagi pasien dan profesinya.

Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 dalam Damayanti

(2017), fungsi perawat terdiri dari hal-hal berikut ini :

1) Fungsi Independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung

pada orang lain. Dalam hal ini perawat dalam melaksanakan tugasnya

dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan

tindakan untuk memenuhi KDM.

2) Fungsi Dependen, fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam

melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain

sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan

oleh perawat primer ke perawat pelaksana.

3) Fungsi Interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang

bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya.

Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan

kerjasama tim dalam pemberian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat


22

diatasi dalam tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun

lainnya.

2.2.3. Bentuk Pelayanan Perawat

Manusia merupakan makhluk yang unik, tetapi masing-masing memiliki

kebutuhan dasar yang sama yang terdiri atas aspek biologis, psikologis,

sosiokultural dan spiritual. Menurut Rifiani & Sulihandari (2017) bentuk

pelayanan keperawatan sesuai dengan empat kebutuhan manusia yaitu biologis,

psikologis, sosio kultural dan spiritual.

a. Kebutuhan Biologis

Pelayanan perawat pada kebutuhan biologis diberikan kepada pasien/klien

yang membutuhkan perawatan secara jasmani yang berkaitan dengan

kesehatan fisik.

b. Kekutuhan Psikologis

Pelayanan perawat pada kebutuhan psikologis diberikan kepada

pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara psikologis yang

berkaitan dengan kesehatan mental pasien. Gangguan kesehatan mental

misalnya stress ataupun depresi, yang dapat disebabkan olehberbagai

macam hal.

c. Kebutuhan Sosial dan Kultural

Pelayanan perawat pada kebutuhan sosiokultural diberikan kepada

pasien/klien yang mengalami hal-hal yang terjadi langsung di tengah-

tengah kehidupan bermasyarakat. Misalnya, pasien/klien yang mengalami

kekerasan fisik yang berdampak pada kesehatan fisik maupun mental.


23

Pelayanannya dapat diberikan dalam bentuk seminar, penyuluhan, ataupun

pendampingan terhadap pasien.

d. Kebutuhan Spiritual

Pelayanan perawat pada kebutuhan Spiritual diberikan kepada pasien/klien

yang memerlukan bimbingan spiritual seperti motivasi atau kajian

keagamaan. Pelayanan yang diberikan misalnya dalam bentuk mentoring

langsung dengan pasien/klien.

2.2.4. Praktik Pemberian Obat dalam Asuhan Keperawatan

Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala

atau menyembuhkan penyakit. Ada 2 jenis obat, yaitu obat padat dan obat cair.

Obat-obatan dalam bentuk padat seperti bubuk, tablet, pil, drase, kapsul, salep,

pasta dan supositoria. Obat-obatan dalam bentuk cair seperti sirup, tetesan atau

drop dan cairan suntik (Damayanti, 2017).

Menjalankan profesi perawat, tentu saja perawat akan selalu dihadapkan

dengan obat-obatan. Perawat harus tahu cara pemakaian obat dan bagaimana

mengatur obat-obatan yang harus digunakan oleh pasien. Perawat juga harus

mampu mempersiapkan obat yang sesuai yang dianjurkan. Persiapan pengetahuan

tentang cara pemberian obat dan observasi secara tepat terhadap cara obat-obatan

tersebut bekerja (Damayanti, 2017).


24

2.3. Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Prinsip 6 Benar


Pemberian Obat

2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk

memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu akan

memberi arti sendiri-sendiri terhadap stimulasi yang diterimanya meskipun

stimulasi itu sama. Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk mengubah

perilaku seseorang yang disengaja (Notoatmodjo, 2018).

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tau seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

itensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera penglihatan dan indera pendengaran (Hartanti,

2019).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maynafi dkk (2019), tentang

hubungan antara faktor internal perawat dengan pelaksanaan prinsip enam benar

dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Kabupaten

Pekalongan, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam pemberian obat

dengan nilai p-0,001.

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Harmiady (2017), tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam

pemberian obat oleh perawat pelaksana di ruang Interna dan Bedah Rumah Sakit

Haji Makassar, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan


25

pengetahuan perawat dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam pemberian

obat.

2.3.2. Sikap

Menurut Notoadmodjo (2018), sikap merupakan reaksi dan respon yang

masih tertutup dari seseorang suatu stimulus atau objek. Pengukuran sikap dapat

dilakukan secara langsung dan tidak langsung.secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Menurut

Notoatmodjo (2018) pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a. Menerima (Receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan,

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu

benar atau salah , adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling

tinggi.

Sikap dapat mempengaruhi penerapan mencuci tangan karena sikap

sebagai suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dan

berlangsung seumur hidup. Semakin baik sikap seseorang maka semakin mudah
26

seseorang dalam menerapkan perilaku personal yang baik termasuk dalam

menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (Pratama, 2019).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2019), mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi perawat dalam penerapan prinsip 6 benar pemberian

obat di Instalasi Rawat Inap RS Swasta yang menyimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan sikap perawat dalam penerapan prinsip 6 benar pemberian obat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2019), mengenai faktor-

faktor yang berhubungan dengan penerapan prinsip 6 benar pemberian obat pada

perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM

Manado yang menyimpulkan bahwa ada hubungan sikap dengan penerapan

prinsip 6 benar pemberian obat.

2.3.3. Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat

agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara

(mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Pendidikan

bertujuan untuk memerangi kebodohan dapat berpengaruh terhadap peningkatan

kemampuan berusaha atau bekerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan

(Notoatmodjo, 2018).

Menurut Undang-undang tentang keperawatan menyebutkan bahwa

pendidikan tinggi keperawatan pasal 5 menjelaskan pendidikan tinggi

keperawatan terdiri atas pendidikan vokasi merupakan program diploma

keperawatan yaitu paling rendah diploma III keperawatan. Pendidikan akademik

terdiri atas program sarjana keperawatan, program magister keperawatan dan


27

program doktor keperawatan. Pendidikan profesi yaitu program profesi

keperawatan dan program spesialis keperawatan (Kodim Y, 2019).

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon

terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang berpendidikan tinggi akan lebih

rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha

pembaharuan, ia juga akan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai

perubahan, pendidikan yang dicapai seseorang diharapkan menjadi faktor

determinan produktifitas antara lain knowledge, skills, abilities, attitude dan

behavior, yang cukup dalam menjalankan aktifitas pekerjaanya. Menurut Kriska

(2019), hasil ukur untuk pendidikan perawat yaitu terdiri dari 3 kategori yaitu,

diploma III keperawatan yaitu seseorang telah meluluskan pendidikan

keperawatan selama 3 tahun, sarjana keperawatan (S1) dan Ns-S1 Keperawatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnus (2019), tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan pelaksanaan prinsip 6 benar dalam pemberian obat di

Instalasi Rawat Inap RSUP H.Adam Malik Medan-Sumatera Utara yang

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan

penerapan prinsip enam benar (p = 0,011).

Hasil penelitian terkait yang dilakukan oleh Wijaya (2018), tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan penerapan prinsip enam benar dalam pemberian

obat oleh perawat pelaksana di RS Ibu dan Anak Pekalongan yang menyimpulkan

bahwa ada hubungan pendidikan dengan penerapan prinsip enam benar dalam

pemberian obat menggunakan uji spearman rank (α=5%) di dapat nilai p 0,011

(p< 0,05).
28

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Harmiady (2019), tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam

pemberian obat oleh perawat pelaksana di ruang Interna dan Bedah Rumah Sakit

Haji Makassar, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan

pendidikan perawat dengan pelaksanaan prinsip enam benar dalam pemberian

obat dengan nilai ρ = 0,571.

2.3.4. Masa Kerja

Masa kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana

pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa

kerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan

pekerjaanya. Seseorang akan mencapai kepuasan tertentu bila sudah mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin lama karyawan bekerja mereka

cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka. Para karyawan yang relatip

baru cenderung kurang terpuaskan karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi

(Martini, 2017).

Menurut Martini (2017), masa kerja perawat yaitu Lamanya kegiatan yang

dilakukan perawat sejak pertama kali bertugas, dimulai dari 1-10 tahun, 11-20 dan

>20 tahun, sedangkan menurut Suarni (2019), masa kerja perawat dapat

dibedakan menjadi ≤5 tahun dan >5 tahun.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnus (2019), tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan pelaksanaan prinsip 6 benar dalam pemberian obat di

Instalasi Rawat Inap RSUP H.Adam Malik Medan-Sumatera Utara yang


29

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan

penerapan prinsip enam benar (p = 0,018).

Hasil penelitian terkait yang dilakukan oleh Wijaya (2018), tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan penerapan prinsip enam benar dalam pemberian

obat oleh perawat pelaksana di RS Ibu dan Anak Pekalongan yang menyimpulkan

bahwa ada hubungan masa kerja dengan penerapan prinsip enam benar dalam

pemberian obat menggunakan uji spearman rank (α=5%) di dapat nilai p 0,002

(p< 0,05).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Armiyati (2017), tentang hubungan

tingkat pendidikan dan lama kerja perawat dengan penerapan prinsip enam tepat

dalam pemberian obat di Ruang Rawat Inap RS Dr. Kariadi Semarang yang

menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja perawat dengan

penerapan prinsip enam tepat dalam pemberian obat.


30

2.4. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan abstraksi dari teori-teori yang tercantum

didalam tinjauan teori, adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Notoatmodjo, 2018
Faktor Predisposisi
Karakteristik Perawat
Pengetahuan*
Pendidikan*

Harmiady, 2019
- Ketersediaan Fasilitas

Prinsip 6 benar
Nuryani, 2020
pemberian obat
- Pengetahuan*
- Sikap*
- SOP dan kebijakan
- Beban Kerja
- Masa Kerja*

Armiyati, 2017
- Beban Kerja
- Masa Kerja *
- Supervisi

Keterangan :

* : Variabel diterliti

- : Variabel tidak diteliti

Gambar 2.1
Kerangka Teoritis
31

Anda mungkin juga menyukai