KELOMPOK 4 Pend - Inklusif FIX
KELOMPOK 4 Pend - Inklusif FIX
Kelas 5B
Oleh Kelompok 4
Rahimah 1910125220007
Wanda Azizah 1910125220107
Siti Uswatun Khasanah 1910125320062
Ahmad Shabirin 1910125310032
Aulianti 1910125320072
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan maksimal. Shalawat
serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan kerjasama
kelompok kami sehingga bisa memperlancar proses pembuatan makalah yang
berjudul “Dinamika Pendidikan Inklusif”. Untuk itu kami ucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Bapak M. Dani Wahyudi,
S.Pd.I., M.Pd yang telah memberikan materi dan bantuan dalam penyusunan makalah
ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kami memohon maaf jika dalam penulisan ada kekurangan. Kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang dapat membuat makalah ini
menjadi lebih baik untuk kedepannya.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Bagian-bagian Dinamika Pendidikan Inklusif....................................................3
1. Inklusi Sebagai Sebuah Proses........................................................................3
2. Inklusi Sebagai Identifikasi dan Penghilangan Hambatan..............................5
3. Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi dan Pencapaian Semua Siswa...........6
4. Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Sekelompok Anak
yang Rentan Marginisasi/Diskriminasi..................................................................6
5. Inklusi Sebagai Implementasi Sekolah Terdekat dan Belajar Teman Sebaya 7
7. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum/Regular Sesuai
Jalurnya................................................................................................................16
8. Inklusi Sebagai Sebuah Paradigma Layanan Pendidikan Bukan Sebuah
Label.....................................................................................................................18
9. Pendidikan Inklusif Sebagai Bagian dari Inclusive Society.........................19
BAB III PENUTUP...................................................................................................21
A. Kesimpulan.......................................................................................................21
B. Saran.................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan inklusif yang dikenal sebagai sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan sekolah secara
bersama-sama. Pada mulanya, pendidikan inklusif diprakarsai oleh Negara-
negara Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif semakin mendapat perhatian di dunia.
Hal tersebut didukung oleh konvensi dunia tentang hak-hak anak pada tahun
1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok.
Salah satu alasan adanya pendidikan di negara kita adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu seluruh warga negaranya. Dengan
adanya pendidikan diharapkan, semua akan mampu mengaktualisasi dirinya
dalam masyarakat, mampu membangun negaranya kearah yang lebih baik dan
lebih maju. Pendidikan ini merupakan hak semua warga negaranya tanpa
kecuali. Hak pendidikan tidak membedakan derajat, kondisi ekonomi ataupun
kelainannya. Semua berhak memperoleh pendidikan yang layak. Semua
berhak memperoleh pendidikan yang ada di sekitarnya.
Pendidikan inklusif didefinisikan sebagai suatu sistem layanan
pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus
dilayani sekolah-sekolah terdekat dikelas biasa bersama teman-teman
seusianya. Untuk itu perlu adanya rekonstruksi di sekolah sehingga menjadi
komunitas yang mendukung kebutuhan khusus bagi setiap anak.
Berdasarkan perkembangan pendidikan inklusif tersebut pemerintah
Republik Indonesia mengembangkan program pendidikan inklusif pada tahun
2000. Program tersebut merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu
1
yang pernah diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1980-an. Dengan
tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif, pada tahun 2004
indonesia menyelenggarakan konvensi nasional yang menghasilkan Deklarasi
Bandung dengan komitmen “Indonesia menuju Pendidikan Inklusif”.
B. Rumusan masalah
Apa saja bagian-bagian dari dinamika pendidikan inklusif?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagian-bagian dinamika pendidikan inklusif.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan tambahan bagi para pembaca dan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Inklusif. Semoga pembahasan yang kami sajikan dapat
memberikan wawasan baru bagi pembaca dan semoga bermanfaat dan dapat
dijadikan referensi untuk membuat makalah berikutnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
yang memiliki tingkat beresiko tinggi perlu diberikan perhatian secara
berhati-hati untuk memastikan kehadiran, partisipasi mereka dalam sistem
pendidikan.
Pendidikan inklusi adalah proses yang berlangsung secara
terencana dan terarah dimana ruang lingkup penanganan ABK bersama
dengan teman sebaya tidak hanya berfokus pada keterbatasan saja, akan
tetapi bagaimana memberikan layanan secara utuh pada pribadi manusia
selain keterbatasan/ kekurangan sekaligus memaksimalkan potensi dan
kelebihan yang dimiliki. Penanganan diri ABK sekaligus memperkenalkan
dan mempersiapkan ABK dan lingkungan sekitar tentang keberadaan
ABK. Semakin awal pengakuan dan penerimaan masyarakat terhadap
keberadaan ABK maka ABK akan lebih cepat menyesuaikan diri dan
fokus utama terhadap kelebihan dibandingkan dengan kekurangan seperti
tujuan pendidikan akan tercapai.
Alimin menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah
proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui
peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan
mengurangi eklusivitas di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif
mencakup perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan,
struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua anak
seseuai dengan kelompok usianya.
Pendidikan inklusif juga dapat dipandang sebagai bentuk
kepedulian dalam merespon spekturm kebutuhan belajar peserta didik
yang lebih luas, dengan maksud agar baik guru maupun siswa, keduanya
memungkinkan merasa nyaman dalam keberagaman dan melihat
keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar,
keberagaman bukan sebagai masalah. Pendidikan inklusif juga akan terus
berubah secara pelan-pelan sebagai refleksi dari apa yang terjadi dalam
prakteknya, dalam kenyataan, dan bahkan harus terus berubah jika
4
pendidikan inklusif ingin tetap memiliki respon yang bernilai nyata dalam
mengahapi tantangan pendidikan dan hak asasi manusia (Alimin, 2005).
5
inklusi merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan bagi
siswa yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa lain
seusianya yang tidak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi lahir atas
dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk
semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan
kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, cultural, maupun
bahasa (Leni, 2008: 202). Tujuan dari dibentuknya sekolah inklusi adalah
untuk menekan dampak yang ditimbulkan oleh sikap eksklusif. Sekolah
inklusi juga memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus dan
kurang berutung dapat mengenyam pendidikan.
6
d. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
e. Anak minoritas
f. Pekerja anak
g. Anak perempuan (bias gender)
h. Anak dari keluaga yang mempumyai sikap negatif terhadap
pendidikan
i. Anak dari orang tua yang mempunyai pekerjaan tidak lazim
(pengemis, pekerja seks, pemulung, dll)
j. Anak yang melakukan pelanggaran hukum (napi anak)
k. Anak yang sakit/kelaparan
l. Pelajar hamil
m. Korban kekerasan/perang/bencana/narkoba
n. Diskriminasi & stigmatisasi karena HIV/Aids
7
Di Indonesia, pendidikan inklusi dipahami oleh pemerintah dan
banyak dirujuk dalam oleh masyarakat sebagai sistem layanan pendidikan
yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan
anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusi menuntut pihak sekolah
melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana
pendidikan, maupun sistem pembelajaran yangdisesuaikan dengan
kebutuhan individupeserta didik. Pendidikan inklusi sebagai sistem
layanan pendidikan mempersyaratkan agar anak berkelainan dilayani
disekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman
seusianya. Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik
bersama anak-anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Model pendidikan ini berupaya memberikan kesempatan
yang sama kepada semua anak, termasuk anak tunanetra agar memperoleh
kesempatan belajar yang sama, dimana semua anak memiliki akses yang
sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia, dan sarana yang dibutuhkan
tunanetra dapat terpenuhi dengan baik.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang
memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang
membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Terdapat dua
kategori anak berkebutuhan khusus: temporer dan permanen. ABK
temporer adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya, anak
yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa
sehingga anak ini tidak dapat belajar, anak baru masuk kelas I Sekolah
Dasar yang mengalami kehidupan dua bahasa dan lainya. ABK permanen
adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan yang bersifat internal karena akibat langsung dari kondisi
kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan,
8
pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan
gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial
dan tingkah laku.Idayu Astuti dan Olim Walentiningsih mengemukakan
model pendidikan inklusi di Indonesia sebagai berikut:
a. Kelas Regular (Inklusi Penuh). Yaitu suatu kelas dimana peserta didik
berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal lainya sepanjang
hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama.
b. Kelas Regular dengan Cluster. Yaitu peserta didik berkebutuhan
khusus belajar dengan anak lainya (normal) di kelas regular dalam
kelompok khusus.
c. Kelas Regular dengan Pull Out. Yaitu peserta didik berkebutuhan
khusus belajar dengan anak normal lainya di kelas regular, namun
dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber
untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
d. Kelas Regular dengan Cluster dan Pull Out. Yaitu peserta didik
berkebutuhan khusus belajar dengan anak normal lainya di kelas
regular dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu
peserta didik berkebutuhan khusus tersebut ditarik dari kelas regular
ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian. Yaitu peserta didik
berkebutuhan khusus
belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular, namun dalam
bidang-bidang tertentu peserta didik berkebutuhan khusus tersebut
dapat belajar bersama anak lainya di kelas regular.
f. Kelas Khusus Penuh. Yaitu peserta didik berkebutuhan khusus belajar
di dalam kelas khusus pada sekolah regular.Landasan penyelengaraan
pendidikan inklusi di Indonesia didasari oleh lima pilar besar, yakni
landasan filosofis, religius, yuridis, pedagogis dan empiris. Landasan
filosofis didasarkan pada Bhineka Tunggal Ika. Landasan religius
9
didasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan dan dihadapan Tuhan
semua manusia itu sama, mempunyai hak hidup yang sama antara satu
dengan lainnya. Landasan Yuridis didasarkan pada peraturan dan
perundang yang diterbitkan dalam rangka pelaksanaan pendidikan
inklusi, di antaranya UUD 1945 Pasal 31, UU Nomor 20 Tahun 2003,
UU Nomor 23 Tahun 2002, Permendiknas Nomor 70 tahun 2009.
Landasan pedagogis bertujuan untuk membentuk warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab, yakni individu yang mampu
menghargai perbedaan, berpartisipasi dalam masyarakat. Landasan
empiris berdasarkan hasil penelitian tentang klasifikasi dan
penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau tempat
khusus tidak efektif dan diskriminatif.
10
3) Sistem evaluasi yang fleksibel. Penilaian pendidikan inklusi
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik termasuk peserta didik
kebutuhan khusus. Pendidik harus memperhatikan keseimbangan
kebutuhan antara peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik
normal lainya.
4) Pembelajaran yang ramah. Para peserta didik berkebutuhan khusus
memerlukan dukungan dan motivasi yang mampu mendorong mereka
untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karenanya,
komponen utama yang diperlukan adalah adanya lingkungan yang
ramah.
11
1) Sekolah harus menyediakan kondisi kondisi kelas yang hangat, ramah,
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan dengan
menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang interaktif;
2) Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya
alam lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi;
3) Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses
pendidikan;
4) Kepala sekolah dan guru yang nanti akan jadi Guru Pembimbing
Khusus (GPK), harus mendapatkan pelatihan bagaimana menjalankan
sekolah inklusi;
5) GPK harus mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anak ABK;
6) Asesmen di sekolah dilakukan untuk mengetahui ABK dan tindakan
yang diperlukan. Mengadakan bimbingan khusus, atas
kesalahpahaman dan kesepakatan dengan orang tua ABK;
7) Mengidentifikasi hambatan berkait dengan kelainan fisik, sosial, dan
masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran;
8) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring
mutu pendidikan bagi semua anak.
12
e) Pemanfaatan peserta didik regular sebagai tutor sebaya;
f) Pemberian tugas khusus sesuai dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus;
g) Pemberian layanan pembelajaran khusus di luar jam belajar regular;
h) Pemanfaatan buku penghubung antara GPK dengan peserta didik dan
GPK dengan orang tua.
1) Melaksanakan apersepsi;
2) Menyajikan materi/bahan pelajaran;
3) Mengimplementasikan metode, sumber, media belajar, dan bahan
latihan yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa,
serta sesuai dengan tujuan pembelajaran;
4) Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif;
5) Mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansinya
dalam kehidupan;
6) Membina hubungan antar pribadi, yang meliputi:
a. Bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa;
b. Menampilkan kegairahan dan kesungguhan;
c. Mengelola interaksi antar pribadi.
13
Di sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusi, terdiri atas guru
kelas, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus (GPK). Di
samping pendidik, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi juga
memerlukan dukungan tenaga kependidikan yang relevan, seperti terapis,
tenaga medis, dokter, psikolog, laboran, dan lain-lain.
14
diri, meningkatkan kualitas ilmu, dan profesionalisme dalam dunia
pendidikan.
c. Memberikan Diklat dan Pelatihan Bagi Guru
Diklat dan pelatihan merupakan salah satu teknik pembinaan
untuk menambah wawasan / pengetahuan guru. Kegiatan diklat dan
pelatihan perlu dilaksanakan oleh guru dengan diikuti usaha tindak
lanjut untuk menerapkan hasil – hasil diklat dan pelatihan.
d. Gerakan Guru Membaca ( G2M )
Guru hendaknya mempunyai kesadaran akan pentingnya
membaca untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuannya.
Tidak lucu bukan kalau guru menyuruh murid-muridnya rajin
membaca sedangkan gurunya enggan untuk membaca. Kita sebagai
guru harus lebih serba tahu dibandingkan peserta didik. Untuk itu
perlu digalakkan Gerakan Guru Membaca. Dalam hal ini guru bisa
memanfatkan buku-buku atau media masa yang tersedia
diperpustakaan, sekolah ataupun toko buku, atau bisa juga dengan
mengakses internet tentang hal-hal yang berhubungan dengan
spesialisasinya ataupun pengetahuan umum yang dapat menambah
wawasannya.
e. Melalui Organisasi KKG (Kelompok Kerja Guru)
Salah satu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk
membina dan meningkatkan profesional guru sekolah dasar di
antaranya melalui KKG. KKG adalah wadah kerja sama guru – guru
dan sebagai tempat mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan
kemampuan profesional, yaitu dalam hal merencanakan,
melaksanakan dan menilai kemajuan murid.
f. Senantiasa Produktif Dalam Menghasilkan Karya-karya di Bidang
Pendidikan
15
Guru hendaknya memiliki kesadaran untuk lebih banyak
menulis, terutama mengenai masalah-masalah pendidikan dan
pengajaran. Hal ini termasuk salah satu metode untuk dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam menuangkan konsep-konsep
dan gagasan dalam bentuk tulisan. Setiap guru harus sadar dan mau
melatih diri jika ia benar-benar ingin menumbuhkan kreativitas dirinya
melalui karya tulis (Misaknya; PTK, bahan ajar, artikel, dsb).
Dengan semakin banyaknya guru yang profesional diharapkan
pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan dan kemajuan. Mau
diapakan siswa dan seperti apa siswa kelak, itu semua ada di tangan
para guru. Hendaknya kita sadar akan pentingnya profesi guru. Guru
tidak hanya sekedar memberi ilmu saja, akan tetapi mampu mendidik
akhlak siswa, mampu membimbing siswa untuk menemukan bakat
dan kemampuannya, mengajari siswa untuk bersosialisasi dan bisa
mengarahkan siswa untuk mencapai cita-citanya.
16
semua orang. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengembalikan sekolah
umum/regular sesuai jalurnya. Oleh karena itu, kurikulum, sarana dan
prasarana, penyediaan maupun peningkatan SDM tenaga pendidikan,
proses pembelajaran dan evaluasi tidak hanya mengarah untuk anak-anak
normal saja, melainkan juga mengarah kepada mereka yang mempunyai
kebutuhan khusus.
Lembaga pendidikan dan perangkat lembaga yang menaunginya
jarang memikirkan mencukupi SDM yang bertujuan untuk bisa melayani
semua masyarakat tanpa kecuali. Sekolah umum/reguler biasanya
berorientasi pemenuhan guru umum. Jarang terpikirkan memenuhi guru
atau tenaga lainnya yang bisa melayani siswa-siswa yang mempunyai
kebutuhan khusus dan sejenisnya. Seharusnya pemenuhan SDM selain
guru umum, perlu dipenuhi. Saat ini biasanya hanya guru bimbingan
konseling (BK) yang sudah menjadi program pemerintah, itu pun mulai
sekolah menengah pertama. Jenjang sekolah dasar masih diterapkan oleh
guru kelas. Pemenuhan sarana dan prasarana yang di akses untuk semua
orang tentu merupakan keharusan yang segera dipenuhi. Sesuai dengan
UU No. 28 tahun 2002 pasal 27 ayat 2 tentang ketentuan aksesibilitas
pengembangan gedung, maka sekolah umum/reguler bisa dianalogikan
dengan fenomena fasilitas umum lainnya, seperti Puskesmas, jalan
umum, kantor pos dan sebagainya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya bisa
diakses oleh semua orang tanpa kecuali. Pendidikan inklusif berharap
sekolah umum justru menjadi alat untuk memerangi tindak diskriminasi
sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk masyarakat yang ingin belajar
tanpa kecuali, termasuk mereka yang secara kebetulan memiliki
kebutuhan khusus.
Sekolah umum/reguler yang menerapkan pendidikan inklusif akan
berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut, antara lain yaitu:
a. Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah,
17
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
b. Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan
menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual .
c. Guru di kelas umum/reguler harus menerapkan pembelajaran yang
interaktif.
d. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut
melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.
18
membangun rasa penerimaan diri yang lebih baik, sehingga akan
membantu anak tersebut untuk tidak menolak keberadaannya tetapi
sebaliknya akan lebih semangat hidup dan mengembangkan dirinya di
sekolah.
19
kerjasama kemitraan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 9 berbunyi, “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”, oleh karena itu
diperlukan peran serta masyarakat dalam pendidikan inklusif. Wasliman
(2009: 135) mengatakan peran serta masyarakat sangat penting
diwujudkan dalam implementasi pendidikan kebutuhan khusus, karena
masyarakat memiliki berbagai sumberdaya yang dibutuhkan sekolah dan
sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik sekolah di samping
pemerintah.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inklusi sebagai sebuah proses diawali dengan memahami paradigma
pendidikan inklusi secara utuh kemudian menganalisis sekolah untuk
menemukan potensi pendidikan inklusif dengan menemukan hal-hal yang
belum bernuansa inklusif sehingga dapat membangun komitmen.
Inklusi sebagai identifikasi dan penghilang hambatan yaitu melihat
potensi yang perlu dikembangkan dan hambatan yang perlu diatasi yang ada
pada diri anak termasuk ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Bukan hanya
ranah kognitif saja.
Inklusi sebagai kehadiran, partisipasi dan pencapaian semua siswa.
Pendidikan inklusif tidak boleh memandang sebagian dari siswa itu tidak
penting. Inklusi sebagai pemberian perhatian khusus kepada kelompok anak
yang rentan marginalisasi/diskriminasi. Tidak dipungkiri bahwa orang-orang
yang rentan terhadap diskriminasi selama ini masih sulit untuk mendapatkan
haknya di bidang pendidikan.
Inklusi sebagai implementasi sekolah terdekat dan belajar dengan
teman sebaya. Sekolah terdekat menjadi implementasi wajib belajar bagi
warga masyarakat. Masyarakat dalam kondisi apapun (tanpa kecuali)
diharuskan mengenyam pendidikan.
Inklusi sebagai upaya memprofesionalkan guru. Perlu diakui bahwa
profesi guru (terutama di Indonesia) saat ini masih banyak yang perlu
diperbaiki. Inklusi sebagai upaya mengembalikan sekolah umum/regular
sesuai jalurnya. Kebanyakan orang berpandangan bahwa sekolah
umum/regular diperuntukkan bagi anak-anak normal padahalseharusnya milik
semua orang bukan hanya milik mereka yang normal.
21
Inklusi sebagai sebuah paradigma layanan pendidikan, bukan sebuah
label. Pendidikan inklusif bukan lah sebuah label sekolah, namun merupakan
fenomena paradigma layanan bagi anak-anak bangsa yang menginginkan
pendidikan adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi.
Pendidikan inklusif sebagai bagian dari “inclusive society”. Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif sebenarnya bagian dari masyarakat yang
inklusif.
B. Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita harus mempelajari dengan
tepat mengenai dinamika pendidikan inklusif karena hal tersebut sangatlah
bermanfaat untuk kita. Dengan adanya dinamika pendidikan inklusif kita akan
mengetahuinya dan dapat mengimplementasikannya dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik hendaknya
kita bisa mempelajari bagian-bagian dari dinamika pendidikan inklusif ini
dengan optimal agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.
22
DAFTAR PUSTAKA
23