Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“Dinamika Pendidikan Inklusif”


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENDIDIKAN INKLUSIF
Dosen Pengampu:
M. Dani Wahyudi, S.Pd.I., M.Pd

Kelas 5B
Oleh Kelompok 4
Rahimah 1910125220007
Wanda Azizah 1910125220107
Siti Uswatun Khasanah 1910125320062
Ahmad Shabirin 1910125310032
Aulianti 1910125320072

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan maksimal. Shalawat
serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan kerjasama
kelompok kami sehingga bisa memperlancar proses pembuatan makalah yang
berjudul “Dinamika Pendidikan Inklusif”. Untuk itu kami ucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, tak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Bapak M. Dani Wahyudi,
S.Pd.I., M.Pd yang telah memberikan materi dan bantuan dalam penyusunan makalah
ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kami memohon maaf jika dalam penulisan ada kekurangan. Kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua  pihak yang dapat membuat makalah ini
menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Banjarmasin, 21 Agustus 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Bagian-bagian Dinamika Pendidikan Inklusif....................................................3
1. Inklusi Sebagai Sebuah Proses........................................................................3
2. Inklusi Sebagai Identifikasi dan Penghilangan Hambatan..............................5
3. Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi dan Pencapaian Semua Siswa...........6
4. Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Sekelompok Anak
yang Rentan Marginisasi/Diskriminasi..................................................................6
5. Inklusi Sebagai Implementasi Sekolah Terdekat dan Belajar Teman Sebaya 7
7. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum/Regular Sesuai
Jalurnya................................................................................................................16
8. Inklusi Sebagai Sebuah Paradigma Layanan Pendidikan Bukan Sebuah
Label.....................................................................................................................18
9. Pendidikan Inklusif Sebagai Bagian dari Inclusive Society.........................19
BAB III PENUTUP...................................................................................................21
A. Kesimpulan.......................................................................................................21
B. Saran.................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan inklusif yang dikenal sebagai sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan sekolah secara
bersama-sama. Pada mulanya, pendidikan inklusif diprakarsai oleh Negara-
negara Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif semakin mendapat perhatian di dunia.
Hal tersebut didukung oleh konvensi dunia tentang hak-hak anak pada tahun
1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok.
Salah satu alasan adanya pendidikan di negara kita adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu seluruh warga negaranya. Dengan
adanya pendidikan diharapkan, semua akan mampu mengaktualisasi dirinya
dalam masyarakat, mampu membangun negaranya kearah yang lebih baik dan
lebih maju. Pendidikan ini merupakan hak semua warga negaranya tanpa
kecuali. Hak pendidikan tidak membedakan derajat, kondisi ekonomi ataupun
kelainannya. Semua berhak memperoleh pendidikan yang layak. Semua
berhak memperoleh pendidikan yang ada di sekitarnya.
Pendidikan inklusif didefinisikan sebagai suatu sistem layanan
pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus
dilayani sekolah-sekolah terdekat dikelas biasa bersama teman-teman
seusianya. Untuk itu perlu adanya rekonstruksi di sekolah sehingga menjadi
komunitas yang mendukung kebutuhan khusus bagi setiap anak.
Berdasarkan perkembangan pendidikan inklusif tersebut pemerintah
Republik Indonesia mengembangkan program pendidikan inklusif pada tahun
2000. Program tersebut merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu

1
yang pernah diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1980-an. Dengan
tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif, pada tahun 2004
indonesia menyelenggarakan konvensi nasional yang menghasilkan Deklarasi
Bandung dengan komitmen “Indonesia menuju Pendidikan Inklusif”.

B. Rumusan masalah
Apa saja bagian-bagian dari dinamika pendidikan inklusif?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagian-bagian dinamika pendidikan inklusif.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan tambahan bagi para pembaca dan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Inklusif. Semoga pembahasan yang kami sajikan dapat
memberikan wawasan baru bagi pembaca dan semoga bermanfaat dan dapat
dijadikan referensi untuk membuat makalah berikutnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bagian-bagian Dinamika Pendidikan Inklusif

1. Inklusi Sebagai Sebuah Proses


Disiplin berasal dari kata yang sama dengan ‘disciple’ yang artinya
seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang
pemimpin. Inklusi adalah sebuah proses (Inclusion is a process). Artinya,
inklusi sebagai proses yang berlangsung terus menerus untuk mencari dan
menemukan cara yang lebih baik dalam menanggapi keragaman. Ini
tentang belajar bagaimana caranya untuk hidup dengan perbedaan dan
belajar bagaimana belajar dari perbedaan. Proses belajar yang di lakukan
individu dengan berbagai karakteristik yang berbeda dengan keberagaman
karakteristik individual difasilitasi dan diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan sesuai potensi yang dimiliki.
Inklusi adalah tentang kehadiran, partisipasi dan prestasi semua
siswa. (Inclusion is about the presence, participation and achievement of
all students). Kehadiran berhubungan dengan tempat, waktu siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar. Partisipasi sebagai bentuk keterlibatan siswa
sesuai kualitas pengalaman siswa serta prestasi sebagai hasil belajar
selama mengikuti kegiatan belajar baik tes dan non tes. Inklusi sebagai
proses pengukuran yang menyeluruh sejak awal sampai berakhirnya
kegiatan pembelajaran.
Inklusi melibatkan penekanan khusus pada kelompok peserta didik
yang mungkin berada di resiko terpinggirkan, exclusion,kurang
berprestasi (Inclusion involves a particular emphasis on those groups of
learners who may be at risk of marginalization, exclusion or
underachievement). Perhatian dan bertanggung jawab terhadap kelompok

3
yang memiliki tingkat beresiko tinggi perlu diberikan perhatian secara
berhati-hati untuk memastikan kehadiran, partisipasi mereka dalam sistem
pendidikan.
Pendidikan inklusi adalah proses yang berlangsung secara
terencana dan terarah dimana ruang lingkup penanganan ABK bersama
dengan teman sebaya tidak hanya berfokus pada keterbatasan saja, akan
tetapi bagaimana memberikan layanan secara utuh pada pribadi manusia
selain keterbatasan/ kekurangan sekaligus memaksimalkan potensi dan
kelebihan yang dimiliki. Penanganan diri ABK sekaligus memperkenalkan
dan mempersiapkan ABK dan lingkungan sekitar tentang keberadaan
ABK. Semakin awal pengakuan dan penerimaan masyarakat terhadap
keberadaan ABK maka ABK akan lebih cepat menyesuaikan diri dan
fokus utama terhadap kelebihan dibandingkan dengan kekurangan seperti
tujuan pendidikan akan tercapai.
Alimin menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah
proses dalam merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui
peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan
mengurangi eklusivitas di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif
mencakup perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan,
struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua anak
seseuai dengan kelompok usianya.
Pendidikan inklusif juga dapat dipandang sebagai bentuk
kepedulian dalam merespon spekturm kebutuhan belajar peserta didik
yang lebih luas, dengan maksud agar baik guru maupun siswa, keduanya
memungkinkan merasa nyaman dalam keberagaman dan melihat
keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar,
keberagaman bukan sebagai masalah. Pendidikan inklusif juga akan terus
berubah secara pelan-pelan sebagai refleksi dari apa yang terjadi dalam
prakteknya, dalam kenyataan, dan bahkan harus terus berubah jika

4
pendidikan inklusif ingin tetap memiliki respon yang bernilai nyata dalam
mengahapi tantangan pendidikan dan hak asasi manusia (Alimin, 2005).

2. Inklusi Sebagai Identifikasi dan Penghilangan Hambatan


Inklusi berkaitan dengan identifikasi dan menghilangkan hambatan
(Inclusion is concerned with the identifi cation and removal of barriers).
Karena itu, mengumpulkan dan mengevaluasi informasi dari berbagai
sumber untuk merencanakan perbaikan dalam kebijakan dan praktik. Ini
adalah tentang menggunakan berbagai macam bukti untuk merangsang
kreativitas dan pemecahan masalah. Inklusi sebagai proses untuk
melakukan asesmen, mengidentifikasi berbagai kelebihan dan kelemahan
individu agar layanan pendidikan yang diberikan mampu mengatasi
berbagai hambatan, kelemahan secara tepat dan menyeluruh. Pelaksanaan
pendidikan inklusi tentulah pernah menghadapi berbagai masalah dan
kendala yang menganggu.
Menurut Dieker (2010 : 20) beberapa cara dalam menghadapi
hambatan pelaksanaan inklusi, saran ini diperuntukan bagi guru di sekolah
inklusi berdasarkan hasil kesimpulan pendapat guru, yaitu guru
menggunakan waktu untuk berdiskusi tentang masalah dan
mempersiapkan pengajaran, bekerjasama sama dengan guru pendamping
pada waktu kegiatan dan belajar kelompok serta mandiri, manfaatkan
waktu untuk mengevaluasi diri, gunakan musik sebagai hiburan di waktu
senggang, gunakan waktu sebelum atau sesudah kegiatan sekolah dengan
anak, lakukan diskusi dengan tim secara berkala, buatlah skala prioritas,
tim inti memiliki waktu perencanaan ekstra setiap hari dan kemudian satu
hari setiap minggu staf pendukung diundang pertemuan (bimbingan
konselor, psikolog, dan lain-lain).
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan sosial anak
penyandang disabilitas adalah dengan pendidikan inklusi. Pendidikan

5
inklusi merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan bagi
siswa yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa lain
seusianya yang tidak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi lahir atas
dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk
semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan
kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, cultural, maupun
bahasa (Leni, 2008: 202). Tujuan dari dibentuknya sekolah inklusi adalah
untuk menekan dampak yang ditimbulkan oleh sikap eksklusif. Sekolah
inklusi juga memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus dan
kurang berutung dapat mengenyam pendidikan.

3. Inklusi Sebagai Kehadiran, Partisipasi dan Pencapaian Semua Siswa


Pendidikan inklusif tidak boleh memandang sebagian dari siswa
tidak penting. Terkadang siswa yang mengalami hambatan dalam belajar
sering terabaikan partisipasinya. Pendidikan melibatkan guru mampu
membuat semua siswa berpartisipasi dan memiliki hak untuk mencapai
cita-cita. Guru diharapkan dapat mengarahkan harapan siswa yang
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak. Tidak ada sampai
tidak memiliki peran.

4. Inklusi Sebagai Pemberian Perhatian Khusus Kepada Sekelompok


Anak yang Rentan Marginisasi/Diskriminasi
Tidak dapat disangkal bahwa orang-orang yang rentan terhadap
diskriminasi selama ini masih sulit untuk mendapatkan haknya di bidang
pendidikan.Banyak faktor yang memicu diskriminasi.terkadang menurut
prioritas yang ditentukan. Beberapa anak yang rentan untuk mendapatkan
diskriminasi misalnya:
a. Anak dari keluaga miskin
b. Anak jalanan (Tuna Wisma)
c. Anak yaang memiliki kekurangan/kelebihan fisik

6
d. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
e. Anak minoritas
f. Pekerja anak
g. Anak perempuan (bias gender)
h. Anak dari keluaga yang mempumyai sikap negatif terhadap
pendidikan
i. Anak dari orang tua yang mempunyai pekerjaan tidak lazim
(pengemis, pekerja seks, pemulung, dll)
j. Anak yang melakukan pelanggaran hukum (napi anak)
k. Anak yang sakit/kelaparan
l. Pelajar hamil
m. Korban kekerasan/perang/bencana/narkoba
n. Diskriminasi & stigmatisasi karena HIV/Aids

5. Inklusi Sebagai Implementasi Sekolah Terdekat dan Belajar Teman


Sebaya
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkung pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.Pendidikan
inklusif bertujuan : memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan
sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Pendidikan inklusi juga bertujuan mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak
diskriminatif bagi semua peserta didik.

7
Di Indonesia, pendidikan inklusi dipahami oleh pemerintah dan
banyak dirujuk dalam oleh masyarakat sebagai sistem layanan pendidikan
yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan
anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusi menuntut pihak sekolah
melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana
pendidikan, maupun sistem pembelajaran yangdisesuaikan dengan
kebutuhan individupeserta didik. Pendidikan inklusi sebagai sistem
layanan pendidikan mempersyaratkan agar anak berkelainan dilayani
disekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman
seusianya. Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik
bersama anak-anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. Model pendidikan ini berupaya memberikan kesempatan
yang sama kepada semua anak, termasuk anak tunanetra agar memperoleh
kesempatan belajar yang sama, dimana semua anak memiliki akses yang
sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia, dan sarana yang dibutuhkan
tunanetra dapat terpenuhi dengan baik.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang
memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang
membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Terdapat dua
kategori anak berkebutuhan khusus: temporer dan permanen. ABK
temporer adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya, anak
yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa
sehingga anak ini tidak dapat belajar, anak baru masuk kelas I Sekolah
Dasar yang mengalami kehidupan dua bahasa dan lainya. ABK permanen
adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan yang bersifat internal karena akibat langsung dari kondisi
kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan,

8
pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan
gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial
dan tingkah laku.Idayu Astuti dan Olim Walentiningsih mengemukakan
model pendidikan inklusi di Indonesia sebagai berikut:
a. Kelas Regular (Inklusi Penuh). Yaitu suatu kelas dimana peserta didik
berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal lainya sepanjang
hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama.
b. Kelas Regular dengan Cluster. Yaitu peserta didik berkebutuhan
khusus belajar dengan anak lainya (normal) di kelas regular dalam
kelompok khusus.
c. Kelas Regular dengan Pull Out. Yaitu peserta didik berkebutuhan
khusus belajar dengan anak normal lainya di kelas regular, namun
dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber
untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
d. Kelas Regular dengan Cluster dan Pull Out. Yaitu peserta didik
berkebutuhan khusus belajar dengan anak normal lainya di kelas
regular dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu
peserta didik berkebutuhan khusus tersebut ditarik dari kelas regular
ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian. Yaitu peserta didik
berkebutuhan khusus
belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular, namun dalam
bidang-bidang tertentu peserta didik berkebutuhan khusus tersebut
dapat belajar bersama anak lainya di kelas regular.
f. Kelas Khusus Penuh. Yaitu peserta didik berkebutuhan khusus belajar
di dalam kelas khusus pada sekolah regular.Landasan penyelengaraan
pendidikan inklusi di Indonesia didasari oleh lima pilar besar, yakni
landasan filosofis, religius, yuridis, pedagogis dan empiris. Landasan
filosofis didasarkan pada Bhineka Tunggal Ika. Landasan religius

9
didasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan dan dihadapan Tuhan
semua manusia itu sama, mempunyai hak hidup yang sama antara satu
dengan lainnya. Landasan Yuridis didasarkan pada peraturan dan
perundang yang diterbitkan dalam rangka pelaksanaan pendidikan
inklusi, di antaranya UUD 1945 Pasal 31, UU Nomor 20 Tahun 2003,
UU Nomor 23 Tahun 2002, Permendiknas Nomor 70 tahun 2009.
Landasan pedagogis bertujuan untuk membentuk warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab, yakni individu yang mampu
menghargai perbedaan, berpartisipasi dalam masyarakat. Landasan
empiris berdasarkan hasil penelitian tentang klasifikasi dan
penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah, kelas, atau tempat
khusus tidak efektif dan diskriminatif.

Mohammad Takdir Ilahi memberikan beberapa karakteristik


pendidikan inklusi sebagai berikut:

1) Kurikulum yang fleksibel. Penyesuaian kurikulum dalam pendidikan


inklusi lebih menekankan pada bagaimana memberikan perhatian
penuh terhadap kebutuhan peserta didik, perlunya menyesuaikan
kurikulum terkait waktu penguasaan materi pelajaran. Fleksibelitas
kurikulum harus menjadi prioritas utama dalam memberikan
kemudahan peserta didik. Misalnya, memberikan materi yang sesuai
dengan kebutuhan PDBK, terutama berkaitan dengan keterampilan
dan potensi peserta didik yang belum berkembang.
2) Pendekatan pembelajaran yang fleksibel. Dalam pelaksanaan
pendidikan inklusi seorang pendidik harus mampu menggunakan
pendekatan yang mampu mengakomodasi seluruh peserta didik tanpa
menyulitkan peserta didik dengan berkebutuhan khusus sesuai dengan
tingkat kemampuanya.

10
3) Sistem evaluasi yang fleksibel. Penilaian pendidikan inklusi
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik termasuk peserta didik
kebutuhan khusus. Pendidik harus memperhatikan keseimbangan
kebutuhan antara peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik
normal lainya.
4) Pembelajaran yang ramah. Para peserta didik berkebutuhan khusus
memerlukan dukungan dan motivasi yang mampu mendorong mereka
untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karenanya,
komponen utama yang diperlukan adalah adanya lingkungan yang
ramah.

Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari model kurikulum


regular, model kurikulum reguler dengan modifikasi, dan model
kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI). Model kurikulum
reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti
kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Model kurikulum reguler
dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada
strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan
lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan
khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang
memiliki PPI (Program pembelajaran Individual). Model kurikulum PPI
yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan
bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan
khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.

Beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan


pendidikan inklusi ini adalah:

11
1) Sekolah harus menyediakan kondisi kondisi kelas yang hangat, ramah,
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan dengan
menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang interaktif;
2) Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya
alam lain dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi;
3) Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses
pendidikan;
4) Kepala sekolah dan guru yang nanti akan jadi Guru Pembimbing
Khusus (GPK), harus mendapatkan pelatihan bagaimana menjalankan
sekolah inklusi;
5) GPK harus mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anak ABK;
6) Asesmen di sekolah dilakukan untuk mengetahui ABK dan tindakan
yang diperlukan. Mengadakan bimbingan khusus, atas
kesalahpahaman dan kesepakatan dengan orang tua ABK;
7) Mengidentifikasi hambatan berkait dengan kelainan fisik, sosial, dan
masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran;
8) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring
mutu pendidikan bagi semua anak.

Modifikasi pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus


dalam kelas inklusi sebagaimana terdapat pada Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di Jawa Timur oleh Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:

a) Waktu belajar diperpanjang sesuai dengan kebutuhan peserta didik


yang dilaksanakan di ruang sumber;
b) Pembelajaran sewaktu-waktu dilaksanakan di kelas khusus (resource
room);
c) Penggunaan alat bantu khusus dalam pembelajaran;
d) Penempatan tempat duduk pada lokasi tertentu (dekat dengan guru);

12
e) Pemanfaatan peserta didik regular sebagai tutor sebaya;
f) Pemberian tugas khusus sesuai dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus;
g) Pemberian layanan pembelajaran khusus di luar jam belajar regular;
h) Pemanfaatan buku penghubung antara GPK dengan peserta didik dan
GPK dengan orang tua.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi oleh


Depdiknas melalui Direktorat PSLB, memberikan panduan bagi
pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi sebagai berikut:

1) Melaksanakan apersepsi;
2) Menyajikan materi/bahan pelajaran;
3) Mengimplementasikan metode, sumber, media belajar, dan bahan
latihan yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa,
serta sesuai dengan tujuan pembelajaran;
4) Mendorong siswa untuk terlibat secara aktif;
5) Mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansinya
dalam kehidupan;
6) Membina hubungan antar pribadi, yang meliputi:
a. Bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap siswa;
b. Menampilkan kegairahan dan kesungguhan;
c. Mengelola interaksi antar pribadi.

Penilaian hasil belajar di kelas inklusi harus dilakukan dengan


fleksibel. Ada dua model penilaian yang dapat digunakan yaitu tes
(tulisan, lisan dan perbuatan) dan non-tes (observasi, wawancara, skala
sikap). Penilaian di kelas inklusi perlu dilakukan penyesuaian cara, waktu
dan isi kurikulum. Penilaian dilaksanakan secara fleksibel, multimetode
dan berkelanjutan serta secara rutin mengkomunikasikan dengan orag tua.

13
Di sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusi, terdiri atas guru
kelas, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus (GPK). Di
samping pendidik, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi juga
memerlukan dukungan tenaga kependidikan yang relevan, seperti terapis,
tenaga medis, dokter, psikolog, laboran, dan lain-lain.

6. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru

Upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru telah ditempuh


oleh pemerintah, instansi pendidikan dan para guru tentunya. Adapun
upaya untuk meningkatkannya adalah sebagai berikut:

a. Menempuh Pendidikan Pada Jenjang yang Lebih Tinggi Sesuai


Kualifikasi Akademik.
Hal ini berdasarkan Undang-Undang Guru Dosen bahwa guru
untuk mendapatkan kompetensi profesional harus melalui pendidikan
profesi dan guru juga dituntut untuk memiliki kualifikasi akademik
minimal S-1 atau D4. Apalagi pada saat sekarang ini, perkembangan
dunia pendidikan dan sistem pendidikan semakin meningkat. Dengan
melanjutkan tingkat pendidikan diharapkan guru dapat menambah
pengetahuannya dan memperoleh informasi-informasi baru dalam
pendidikan sehingga guru tersebut mengetahui perkembangan ilmu
pendidikan.
b. Melalui Program Sertifikasi Guru
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru
adalah melalui sertifikasi dimana dalam sertifikasi tercermin adanya
suatu uji kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang,
terhadap kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan. Dengan
adanya sertifikasi akan memacu semangat guru untuk memperbaiki

14
diri, meningkatkan kualitas ilmu, dan profesionalisme dalam dunia
pendidikan.
c. Memberikan Diklat dan Pelatihan Bagi Guru
Diklat dan pelatihan merupakan salah satu teknik pembinaan
untuk menambah wawasan / pengetahuan guru. Kegiatan diklat dan
pelatihan perlu dilaksanakan oleh guru dengan diikuti usaha tindak
lanjut untuk menerapkan hasil – hasil diklat dan pelatihan.
d. Gerakan Guru Membaca ( G2M )
Guru hendaknya mempunyai kesadaran akan pentingnya
membaca untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuannya.
Tidak lucu bukan kalau guru menyuruh murid-muridnya rajin
membaca sedangkan gurunya enggan untuk membaca. Kita sebagai
guru harus lebih serba tahu dibandingkan peserta didik. Untuk itu
perlu digalakkan Gerakan Guru Membaca. Dalam hal ini guru bisa
memanfatkan buku-buku atau media masa yang tersedia
diperpustakaan, sekolah ataupun toko buku, atau bisa juga dengan
mengakses internet tentang hal-hal yang berhubungan dengan
spesialisasinya ataupun pengetahuan umum yang dapat menambah
wawasannya.
e. Melalui Organisasi KKG (Kelompok Kerja Guru)
Salah satu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk
membina dan meningkatkan profesional guru sekolah dasar di
antaranya melalui KKG. KKG adalah wadah kerja sama guru – guru
dan sebagai tempat mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan
kemampuan profesional, yaitu dalam hal merencanakan,
melaksanakan dan menilai kemajuan murid.
f. Senantiasa Produktif Dalam Menghasilkan Karya-karya di Bidang
Pendidikan

15
Guru hendaknya memiliki kesadaran untuk lebih banyak
menulis, terutama mengenai masalah-masalah pendidikan dan
pengajaran. Hal ini termasuk salah satu metode untuk dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam menuangkan konsep-konsep
dan gagasan dalam bentuk tulisan. Setiap guru harus sadar dan mau
melatih diri jika ia benar-benar ingin menumbuhkan kreativitas dirinya
melalui karya tulis (Misaknya; PTK, bahan ajar, artikel, dsb).
Dengan semakin banyaknya guru yang profesional diharapkan
pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan dan kemajuan. Mau
diapakan siswa dan seperti apa siswa kelak, itu semua ada di tangan
para guru. Hendaknya kita sadar akan pentingnya profesi guru. Guru
tidak hanya sekedar memberi ilmu saja, akan tetapi mampu mendidik
akhlak siswa, mampu membimbing siswa untuk menemukan bakat
dan kemampuannya, mengajari siswa untuk bersosialisasi dan bisa
mengarahkan siswa untuk mencapai cita-citanya.

7. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum/Regular


Sesuai Jalurnya
Pendidikan inklusi tidaklah sekedar menempatkan peserta didik
berkelainan secara fisik dalam kelas/sekolah reguler dan bukan pula
sekedar mamasukkan anak berkebutuhan khusus sebanyak mungkin dalam
lingkungan belajar peserta didik normal. Lebih dari itu, pendidikan inklusi
juga berkaitan dengan cara guru dan teman kelas yang normal menyambut
semua peserta didik dalam kelas dan secara langsung mengenali nilai-nilai
keanekaragaman peserta didik.
Masih banyak orang yang berpendapat bahwa sekolah
umum/reguler hanya diperuntukkan bagi anak-anak normal (anak yang
tidak memiliki kelainan/kebutuhan khusus). Padahal jika dikaji dari makna
Bahasa Indonesia, “sekolah umum/reguler” seharusnya yang memilikinya

16
semua orang. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengembalikan sekolah
umum/regular sesuai jalurnya. Oleh karena itu, kurikulum, sarana dan
prasarana, penyediaan maupun peningkatan SDM tenaga pendidikan,
proses pembelajaran dan evaluasi tidak hanya mengarah untuk anak-anak
normal saja, melainkan juga mengarah kepada mereka yang mempunyai
kebutuhan khusus.
Lembaga pendidikan dan perangkat lembaga yang menaunginya
jarang memikirkan mencukupi SDM yang bertujuan untuk bisa melayani
semua masyarakat tanpa kecuali. Sekolah umum/reguler biasanya
berorientasi pemenuhan guru umum. Jarang terpikirkan memenuhi guru
atau tenaga lainnya yang bisa melayani siswa-siswa yang mempunyai
kebutuhan khusus dan sejenisnya. Seharusnya pemenuhan SDM selain
guru umum, perlu dipenuhi. Saat ini biasanya hanya guru bimbingan
konseling (BK) yang sudah menjadi program pemerintah, itu pun mulai
sekolah menengah pertama. Jenjang sekolah dasar masih diterapkan oleh
guru kelas. Pemenuhan sarana dan prasarana yang di akses untuk semua
orang tentu merupakan keharusan yang segera dipenuhi. Sesuai dengan
UU No. 28 tahun 2002 pasal 27 ayat 2 tentang ketentuan aksesibilitas
pengembangan gedung, maka sekolah umum/reguler bisa dianalogikan
dengan fenomena fasilitas umum lainnya, seperti Puskesmas, jalan
umum, kantor pos dan sebagainya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya bisa
diakses oleh semua orang tanpa kecuali. Pendidikan inklusif berharap
sekolah umum justru menjadi alat untuk memerangi tindak diskriminasi
sesuai dengan peruntukannya yaitu untuk masyarakat yang ingin belajar
tanpa kecuali, termasuk mereka yang secara kebetulan memiliki
kebutuhan khusus.
Sekolah umum/reguler yang menerapkan pendidikan inklusif akan
berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut, antara lain yaitu:
a. Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah,

17
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
b. Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan
menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual .
c. Guru di kelas umum/reguler harus menerapkan pembelajaran yang
interaktif.
d. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut
melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.

8. Inklusi Sebagai Sebuah Paradigma Layanan Pendidikan Bukan


Sebuah Label
Paradigma layanan pendidikan inklusif diyakini dapat memberikan
sumbangan yang besar untuk ikut mengentaskan permasalahan bangsa
dalam kesempatan memperolah pendidikan yang layak. Paradigma
tersebut pada dasarnya sejalan dengan semakin meluasnya tuntutan akan
peningkatan kualitas dan kesempatan memperoleh pendidikan yang
berkualitas, adil dan tidak diskriminatif bagi masyarakat.
Pendidikan inklusif bukanlah sebuah label sekolah, namun
merupakan fenomena paradigma layanan bagi anak-anak yang
menginginkan pendidikan yang adil, bermutu dan tanpa diskriminasi.
Sekolah yang telah menjalankan paradigma pendidikan inklusif sebaiknya
tidak mencantumkan sebuah label “inklusif”. Jika ada label, dikhawatirkan
justru bisa menjadi layanan pendidikan yang “eksklusif” yang bisa
membuat beberapa anak bangsa ini tidak bisa mengenyam pendidikan.
Jika pun akan tercantum sebuah layanan, sebaiknya dicantumkan di visi
maupun misi sekolah saja, bukan di papan nama sekolah.
Sebagai paradigma layanan pendidikan, ketepatan dalam
menggunakan model pembelajaran akan menumbuhkan semangat dan
motivasi belajar anak, sehingga rasa percaya diri anak yang berkebutuhan
khusus akan meningkat dengan baik. Peningkatan rasa percaya diri akan

18
membangun rasa penerimaan diri yang lebih baik, sehingga akan
membantu anak tersebut untuk tidak menolak keberadaannya tetapi
sebaliknya akan lebih semangat hidup dan mengembangkan dirinya di
sekolah.

9. Pendidikan Inklusif Sebagai Bagian dari Inclusive Society


Visi pendidikan inklusif (inclusive education) mengarah kepada
tercapainya masyarakat yang inklusif (inclusive society). Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif sebenarnya bagian dari masyarakat
yang inklusif (inclusive society). Gambaran masyarakat inklusif
merupakan masyarakat yang berbhineka, yaitu masyarakat yang heterogen
dan saling melengkapi. Sekolah sebagai tempat untuk menyiapkan agar
para siswa nantinya akan mempunyai kesiapan untuk menempuh
kehidupan di masyarakat yang heterogen. Sebenarnya makna ini sudah
tidak asing lagi untuk membentuk masyarakat gotong royong, bukan
masyarakat yang menuju egoisme.
Partisipasi masyarakat merupakan komponen yang sangat penting
bagi keberhasilan pendidikan inklusif. Partisipasi masyarakat dan adanya
kemandirian menentukan berjalannya kebijakan sekolah inklusif ini,
karena dalam sekolah inklusif dibutuhkan kerjasama antara masyarakat
dengan pengajar di kelas untuk menciptakan dan menjaga komunitas kelas
yang hangat, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
Selain itu dalam sekolah inklusif, guru-guru diharuskan untuk mengajar
secara interaktif. Hal ini nantinya dapat menciptakan komunikasi antar
guru dan siswa, sehingga dapat timbul kedekatan.
Peran serta masyarakat yang berupa kerjasama kemitraan antara
sekolah dengan pemerintah, orang tua dan kelompok-kelompok
masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lainnya dilindungi oleh
undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah yang mendasari

19
kerjasama kemitraan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 9 berbunyi, “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”, oleh karena itu
diperlukan peran serta masyarakat dalam pendidikan inklusif. Wasliman
(2009: 135) mengatakan peran serta masyarakat sangat penting
diwujudkan dalam implementasi pendidikan kebutuhan khusus, karena
masyarakat memiliki berbagai sumberdaya yang dibutuhkan sekolah dan
sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik sekolah di samping
pemerintah.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inklusi sebagai sebuah proses diawali dengan memahami paradigma
pendidikan inklusi secara utuh kemudian menganalisis sekolah untuk
menemukan potensi pendidikan inklusif dengan menemukan hal-hal yang
belum bernuansa inklusif sehingga dapat membangun komitmen.
Inklusi sebagai identifikasi dan penghilang hambatan yaitu melihat
potensi yang perlu dikembangkan dan hambatan yang perlu diatasi yang ada
pada diri anak termasuk ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Bukan hanya
ranah kognitif saja.
Inklusi sebagai kehadiran, partisipasi dan pencapaian semua siswa.
Pendidikan inklusif tidak boleh memandang sebagian dari siswa itu tidak
penting. Inklusi sebagai pemberian perhatian khusus kepada kelompok anak
yang rentan marginalisasi/diskriminasi. Tidak dipungkiri bahwa orang-orang
yang rentan terhadap diskriminasi selama ini masih sulit untuk mendapatkan
haknya di bidang pendidikan.
Inklusi sebagai implementasi sekolah terdekat dan belajar dengan
teman sebaya. Sekolah terdekat menjadi implementasi wajib belajar bagi
warga masyarakat. Masyarakat dalam kondisi apapun (tanpa kecuali)
diharuskan mengenyam pendidikan.
Inklusi sebagai upaya memprofesionalkan guru. Perlu diakui bahwa
profesi guru (terutama di Indonesia) saat ini masih banyak yang perlu
diperbaiki. Inklusi sebagai upaya mengembalikan sekolah umum/regular
sesuai jalurnya. Kebanyakan orang berpandangan bahwa sekolah
umum/regular diperuntukkan bagi anak-anak normal padahalseharusnya milik
semua orang bukan hanya milik mereka yang normal.

21
Inklusi sebagai sebuah paradigma layanan pendidikan, bukan sebuah
label. Pendidikan inklusif bukan lah sebuah label sekolah, namun merupakan
fenomena paradigma layanan bagi anak-anak bangsa yang menginginkan
pendidikan adil, bermutu, dan tanpa diskriminasi.
Pendidikan inklusif sebagai bagian dari “inclusive society”. Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif sebenarnya bagian dari masyarakat yang
inklusif.

B. Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita harus mempelajari dengan
tepat mengenai dinamika pendidikan inklusif karena hal tersebut sangatlah
bermanfaat untuk kita. Dengan adanya dinamika pendidikan inklusif kita akan
mengetahuinya dan dapat mengimplementasikannya dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik hendaknya
kita bisa mempelajari bagian-bagian dari dinamika pendidikan inklusif ini
dengan optimal agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hajar, S. Mulyani, S. R. (2017). Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan dan


Inklusi dalam Pelayanan Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha , 4 (2), 39-41. (Diakses 21
Agustus 2021).
Jauhari, A. (2017). Pendidikan Inklusi Sebagai Alternatif Solusi Mengatasi
Permasalahan Sosial Penyandang Disabilitas. Jurnal Ijtimaiya , 1 (1), 24-25.
(Diakses 21 Agustus 2021).
Nuraeni, S. H., & dkk. (2016). Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung
Pelaksanaan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Unpad , 3 (2), 1-4. (Diakses 20 Agustus 2021).
Sulthon. (2018). Model Pelayanan Pendidikan Inklusi di Madrasa: Studi Kasus di
Madrasah Ibtidaiyah Ibtidaul Falah Dawe-Kudus. Jurnal Pendidikan Dasar
Islam , 10 (2), 74-93.
Yuwono, I., & Utomo. (2021). Pendidikan Inklusi. Yogyakarta: Deepublish.
Yuwono, I., & Utomo. (2015). PENDIDIKAN INKLUSIF (PARADIGMA
PENDIDIKN RAMAH ANAK). Banjarmasin: Pustaka Banua.
Zuroidah, N., & F, F. Z. (2015). Implementasi Pendidikan Inklusi di Kota Kediri:
Studi Kasus di SMP YBPK Kediri. Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam ,
24 (2), 214-226.
https://media.neliti.com/media/publications/240795-pendidikan-inklusif-
2d95e4e9.pdf. (Diakses 20 Agustus 2021).

23

Anda mungkin juga menyukai