Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

“Pembelajaran Seni Rupa dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa di


Lingkup Sekolah Dasar”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Menggambar di SD”
Dosen Pengampu :
Dra. Hj. Ike Hananik, M.Pd
Wahdah Refia Rafianti, S.Sn., M.Pd

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Kelas : 4B PGSD
Diny Safira Yulianti 1810125320037
Masdiana 1910125120012
Assa’adah Napisah 1910125120052
Muhammad Iqbal 1910125210014
Muhammad Ihsanul Abidin 1910125210091
Erisa Winda Bestari 1910125220037
Awalia Rizky Ananda 1910125220047
Lita Gunawati 1910125320012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN BUDAYA


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan maksimal. Shalawat serta

salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan kerjasama

kelompok kami sehingga bisa memperlancar proses pembuatan makalah yang

berjudul “Pembelajaran Seni Rupa dalam Meningkatkan Kreativitas Siswa di

Lingkup Sekolah Dasar”. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, tak lupa kami ucapkan terima kasih

kepada dosen pembimbing kami Ibu Dra. Hj. Ike Hananik, M.Pd. dan Ibu Wahdah

Refia Rafianti, S.Sn., M.Pd. yang telah memberikan materi dan bantuan dalam

penyusunan makalah ini.

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada

umumnya. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,

oleh karena itu kami memohon maaf jika dalam penulisan ada kekurangan. Kami

mengharapkan kritik dan saran dari semua  pihak, yang dapat membuat makalah ini

menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Banjarmasin, 19 Februari 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................4
C. Tujuan Masalah..................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. Konsep Pendidikan Seni di SD...........................................................................6
B. Proses Pembelajaran Seni Rupa di SD...............................................................7
C. Perkembangan Seni Rupa di SD.......................................................................12
D. Peran Pembelajaran Dalam Membentuk Kreativitas Peserta Didik.................16
E. Metode dan Model Pembelajaran Seni Rupa di SD.........................................19
1. Metode Ekspresi Bebas.................................................................................19
F. Evaluasi Pembelajaran Seni Rupa di SD..........................................................27
BAB III........................................................................................................................30
PENUTUP...................................................................................................................30
A. Kesimpulan.......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................31

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran seni budaya dan keterampilan diberikan di sekolah dasar
karena keunikan, kebermaknaan dan kemanfaatan terhadap keutuhan
perkembangan peserta didik. Selain itu, keunikan seni terletak pada pemberian
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi, berkreasi dan
berapresepsi. Kegiatan anak dalam seni mendorong mereka untuk meningkatkan
daya kreativitas yang dimilikinya serta percaya terhadap potensi yang dimilikinya
tersebut karena kesempatan untuk berekspresi secara optimal dapat dilakukan
melalui seni. Sehingga dengan bekal yang diberikan tersebut dapat memberikan
banyak ilmu dan pengalaman dasar untuk peserta didik nantinya terlebih jika
suatu saat si peserta didik ingin lebih dalam menggeluti kesenian. Kreativitas
mereka akan mulai terasah dan mereka akan terbiasa berpikir secara kereativ
melalui pelajaran-pelajaran seni. Sehingga ini lah yang melatarbelakangi
kelompok kami ingin membahas tentang pendidikan seni rupa dalam peningkatan
kretivitas di sekolah dasar. Mengingat kami sebagai calon guru sudah seharusnya
agar mengetahui bagaimanakah proses berlangsungnya pembelajaran seni itu
yang dapat meningkatkan kreativitas siswa nantinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pendidikan seni rupa di SD?
2. Bagaimana proses pembelajaran seni rupa di SD?
3. Bagaimana perkembangan pendidikan seni di SD?
4. Bagaimana peran pembelajaran seni rupa dalam membentuk kreativitas
peserta didik?
5. Bagaimana metode dan model pembelajaran seni rupa di SD?
6. Bagaimana evaluasi pembelajaran seni rupa di SD?

4
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui konsep pendidikan seni rupa di SD
2. Mengetahui proses pembelajaran seni rupa di SD
3. Mengetahui perkembanan pendidikan seni di SD
4. Mengetahui peran pembelajaran seni rupa dalam membentuk kreativitas
peserta didik
5. Mengetahui metode dan model pembelajaran seni rupa di SD
6. Mengetahui evaluasi pembelajaran seni rupa di SD

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Seni di SD


Kebudayaan mencakup seni dan pendidikan dalam kehidupan masyarakat
terus mengalami perubahan yang signifikan, karena mengikuti perkembangan
pola pikiran masyarakat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Bidang seni dan pendidikan mengalami perubahan karena adanya temua baru
yaitu ilmu pengetahuan dan filsafat. Dalam kurun waktu pendidikan seni
mengalami perubahan dengan adanya dengan 2 konsep yaitu:

1. Dikaitkan dengan aspek ekspresi aristik


2. Dikaitkan dengan tujuan pendidikan

Konsep seni rupa yang pernah diterapkan ialah:

1. Gerakan reform
Gerakan reform adalah tindakan inovasi yang mengedepankan kebebasan
dengan memberi peluang peserta didik untuk mengembangan potensi dalam
dirinya. Gerakan ini bertujuan untuk melatik peserta didik bukan hanya
kognitif nya saja melainkan mendorong anak untuk action melalui aktifitas
seni.
2. Konsep pendidikan untuk apresiasi
Konsep ini dikembangan oleh Alfred Lichtwart dan Konrad Lange,
mengatakan pandangan anak-anak tentang seni perlu ditingkatkan dengan
tindakan secara langsung seperti melihat pameran, mengunjungi museum,
mengikuti sanggar, dan sebagainya. Adapun aktifitas apresiasi seni yaitu
‘pictur study’ tujuannya meningkatkan rasa menghargai hasil anak-anak karya
seni agar anak mampu menghayati dan mengambil peran yang terdapat pada
unsur-unsur seni dari sebuah karya.
3. Konsep pendidikan seni untuk pembentukan konsepsi

6
Konsep ini pertama kali berlandaskan bahwa menggambar ialah menggambar
adalah sebuah kegiatan yang dapat melatih pola piker dalam menciptakan
konsep. Pelopor konsep ini ialah Walter Sargent, ia mengatakan konsep ini
pada kegiatannya berhubungan dengan nilai kognitif.
4. Konsep pendidikan seni untuk pembentukan konsepsi
Konsep ini dipelopori oleh Lowlfeld. Ia menjelaskan perkembangan jiwa
kreativitas peserta didik melalui aktivitas seni sebagai sebuah proses, seni
ialah sarannya. Dan posisi anak adalah idealnya.

B. Proses Pembelajaran Seni Rupa di SD


Dalam mengelola kelas guru memberikan peringatan untuk peserta didik
yang mengganggu kegiatan belajar mengajar dan meminta peserta didik untuk
memperhatikan pada saat ingin menjelaskan kembali. Peserta didik terlihat
bersemangat dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pada saat
menyampaikan materi pembelajaran guru mengalami kesulitan yaitu mengajarkan
cara membuat gambar wajah topeng dan membuat gambar ilustrasi. Untuk
mengatasi kendala tersebut guru memperlihatkan kembali gambar topeng dan
gamabar ilustrasi yang sudah jadi serta menggambarkannya di papan tulis.

Pada saat pembelajaran guru menyampaikan tujuan pembelajaran,


menjelaskan materi, menggunkan media dalam menyampaikan materi,
menggunkan bahasa yang jelas dan merespon setiap pertanyaan peserta didik.
Perencanaan pelaksanaan pembelajaran dibuat sebelum pelaksanaan pembelajaran
dilakukan. Setiap komponen dirancang dengan semampu guru. Berikut akan
diuraikan RPP yang telah guru rancang mulai dari Identitas, Standar Kompetensi,
Indikator, Tujuan Pem-belajaran, Materi Pembelajaran, Media Pembelajaran, dan
Sumber Belajar serta penilaian. Pada perencanaan pembelajaran komponen
identitas RPP yang dibuat guru telah sesuai dengan menurut KTSP 2006. Nama
sekolah sesuai dengan nama SD yang ada, mata pelajaran yaitu Seni Budaya dan
Kete-rampilan, mata pelajaran merupakan jenis pelajaran yang akan diajarkan

7
oleh guru, pembelajaran ini dilaksanakan di kelas V semester 2 dengan materi
mengenal dan membuat topeng dan Membuat gambar ilustrasi. Kelas/semester
yaitu berisi kelas yang dijadikan objek belajar sedangkan semester terdiri dari
ganjil atau genap, Alokasi berisi waktu yang diuganakan dalam mengajar untuk
satu kali pertemuan. Untuk komponen Standar Kompe-tensi dan Kompetensi
Dasar guru menyalin dari KTSP 2006. Pada pertemuan 1 Standar Kompetensi
yang diajarkan yaitu” 10. Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa”.
Sedangkan Kompetensi Dasar pada pertemuan 1 yaitu” 10.1 Membuat topeng
secara kreatif dalam hal teknik dan bahan”, pertemuan ke 2 yaitu “10.2
Mengekspresikan diri melalui gambar ilustrasi manusia dan Kehidupannya”. Pada
komponen indikator, guru mengatakan bahwa dalam merumuskan indikator harus
melihat Kompetensi Dasar yang diajarkan. Indikator yang ditulis dalam RPP
pertemuan 1 guru adalah “Membuat topeng kertas secara kreatif dalam hal teknik
dan bahan”. Indikator pertemuan ke 2 “Membuat gambar ilustrasi manusia dan
kehidupannya”

Rumusan tujuan pembelajaran dirumuskan secara berjenjang yaitu, dari


yang mudah ke yang sulit. Tujuan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru telah
memuat komponen ABCD yaitu, audience, behavior, condition, dan degree.
Rumusan tujuan pembelajaran Pada pertemuan pertama tujuan pembelajaran yang
ditulis dalam RPP guru adalah;

1. Siswa dapat mengetahui langkahlangkah dalam membuat topeng kertas


dengan benar

2. Siswa dapat mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam mem-buat
topeng kertas dengan benar

3. Siswa dapat membuat topeng kertas secara kreatif dalam hal teknik dan bahan
dengan baik. Pada pertemuan kedua yaitu

4. Siswa dapat membuat gambar ilustrasi manusia dan ke-hidupannya dengan


baik.

8
Pada komponen materi ajar disusun berdasarkan tujuan pembelajaran.
Materi ajar pada pertemuan 1 yang digunakan dalam pembelajaran guru
menggunakan teks bacaan yang berjudul “ Mengenal dan Membuat Topeng” yang
diambil dari buku paket SBK untuk kelas V. Pertemuan kedua “ Menggambar
Ilustrasi”. Untuk materi pembelajaran sebaiknya guru mengambil dari beberapa
sumber lain seperti buku-buku SBK lain, dan juga bisa dari internet. Pada
komponen metode pembelajaran guru dalam melaksana-kan pelaksanaan
menggunakan metode yang sesuai antara lain yaitu, metode ceramah, tanya jawab
dan demosntrasi. Pada saat guru meyampaikan materi pembelajaran guru
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dan sedangkan untuk amteri yang
menggunakan praktik guru menggunkan metode demonstrasi.

Pada komponen langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang ditulis guru


pada RPP terdiri dari kegitan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada
kegiatan awal guru memeriksa kesiapan peserta didik untuk mengikuti
pembelajaran, mengabsen kehadiran, menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran. Pada kegiatan inti terdiri dari kegiat-an eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi. Untuk apersepsi guru meminta peserta didik untuk memperhatikan
gambar yang ditempel di papan tulis. Pada kegiatan eksplorasi guru meminta
peserta didik untuk memperhatikan gambar yang ada di papan tulis, peserta didik
diberikan tugas untuk membaca materi “Mengenal dan Membuat Topeng” yang
akan diajarkan. Setelah peserta didik selesai membaca guru menjelaskan kembali
materi dan bertanya jawab dengan peserta didik.

Pada kegiatan elaborasi guru meminta peserta didik untuk mempersiapkan


peralatan yang digunakan untuk membuat sebuah topeng kertas, kemudian guru
menjelaskan lngkah-langkah dalam membuat topeng. Setelah semua peserta didik
mengerti guru memberikan tugas individu yaitu mem-buat sebuah topeng kertas.
Pada kegiatan konfirmasi guru melakukan tanya jawab dengan peserta didik
mengenai hal-hal yang belum diketahui dan merangkum pembelajaran yang telah
dipelajari. Guru melakukan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik

9
mengenai membuat topeng dengan melihat keindahan, kebersihan, kerapian dan
ketepat-an gambar peserta didik. Pada kegiatan penutup guru meminta peserta
didik untuk membersihkan kelas, merangkum pelajaran dan memberitahukan
rencana pembelajaran untuk pertemuan selanjutny dan menutup pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran pada pertemuan 2, kegiatan pembelajaran yang


ditulis guru pada RPP terdiri dari kegitan awal, inti dan penutup. Pada kegiatan
pendahuluan guru memeriksa kesiapan peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran, menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan
inti terdiri dari kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pada kegiatan
eksplorasi peserta didik mendengarkan penjelasan guru, Setelah mendengarkan
penjelasan guru dan peserta didik melakukan tanya jawab. Pembelajaran Seni
Rupa, Linda Puspita, Sungkowo Soetopo, Ari Susanti 127 Pada kegiatan elaborasi
guru mencontohkan cara menggambar gambar ilustrasi di papan tulis, dan peserta
didik membuat tugas yaitu menggambar ilustrasi. Pada kegiatan konfirmasi guru
melakukan tanya jawab dengan peserta didik mengenai hal-hal yang belum
diketahui dan merangkum pembelajaran yang telah dipelajari. Guru melakukan
penilaian terhadap hasil belajar peserta didik mengenai gambar ilustrasi dengan
melihat keindahan, kebersihan, kerapian dan ketepatan gambar peserta didik.
Pada kegiatan penutup guru melakukan tindak lanjut, dengan memberitahukan
rencana pembelajar-an untuk pertemuan selanjutnya dan menutup pembelajaran.

Dalam pemilihan media belajar/ sumber, pada pembelajaran Seni Rupa


guru menggunakan media berupa gambar saja. Tetapi, sebaiknya guru dalam
menggunakan media lebih bervariasi lagi. Senada dengan Hamalik dalam Arsyad
(2013;19) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi
dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologis terhadap peserta didik sumber belajar guru mengambil daru buku paket
SBK kelas V yang dikaranG oleh Tim Bina Karya Guru. 2007. Seni Budaya dan
Keterampilan untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Erlangga. Pemilihan sumber

10
belajar hendaknya diambil dari berbagai sumber belajar lain berupa media cetak
dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan. Menurut
Roestiyah N.K. dikutip dalam (Fathurrohman dan Sutikno, 2007:16) menyatakan
bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:

1. Manusia (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat)

2. Buku/ perpustakaan

3. Media massa (majalah, surat kabar, radio tv, dan lain-lain)

4. Lingkungan alam, sosial, dan lain-lain

5. Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur,
spidol, dan lain-lain)

6. Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno).

Untuk penilaian, guru menggunaskan penilaian tertulis yang berbentuk


unjuk kerja. Pada setiap pertemuan guru menggunakan penilaian yang sama, yaitu
melakukan penilaian secara langsung tanpa menggunakan rubrik penilaian proses
maupun rubrik penilaian produk. Pada penilaian kali ini guru tidak menilai proses
pembelajaran tetapi hanya menilai produk saja. Dalam memberikan nilai untuk
produk guru memberikan nilai dengan melihat 4 aspek yaitu, keindahan,
kebersihan, kerapian dan ketepatan gambar yang terdapat pada karya peserta
didik.

Menurut Susanto (2013:268) dalam penilaian aspek psikomotor (produk)


khususnya karya seni rupa ada beberapa aspek yang dinilai yaitu, kreativitas
dalam membuat karya, warna, teknik dan bahan yang terdapat dalam karya seni
rupa. Setiap indikator memiliki nilai masing-masing mulai dari 1 untuk indikator
“perlu bimbingan”, 2 indikator “kurang”, 3 indikator “cukup”, dan 4 indikator
“sangat baik”. Skor yang nantinya masingmasing diperoleh peserta didik
dijumlahkan, lalu dibagi dengan 12 dan kemudian dikalikan dengan 100 dan
hasilnya tersebut merupakan nilai peserta didik untuk membuat topeng kertas

11
sedangkan untuk menggambar ilustrasi skor yang diperoleh peserta didik dibagi
dengan 8 dan dikalikan dengan 100.

C. Perkembangan Seni Rupa di SD


Pada perkembangan seni rupa anak, terdapat beberapa tingkat
perkembangan kepekaan yang dapat digunakan dan ditentukan pola
pembinaannya secara tepat.
Gambar anak sesuai dengan tingkat pengamatan yang relatif
sederhana, menurut ilmu jiwa masih dalam masa “complex
kualitet”. Pengamatan anak masih global, maka hasil karyanyapun
bersifat dan berwujud global, belum tampak jelas bagian-bagiannya
secara terinci. Yang tampak pada karya seni rupa anak hanya
beberapa bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang
menyentuh perasaan dan keinginannya.
Dari kenyataan di atas, jelas adanya perbedaan antara dunia
seni-rupa anak-anak dengan dunia seni rupa orang dewasa. Dalam
pelaksanaan pengajaran seni rupa anak, guru hendaknya berpegang
pada pendapatnya Harold Cregg, yaitu Keep child art in the child
art. Seni rupa anak-anak mempunyai norma-norma sendiri sesuai
pribadinya. Dengan demikian, guru seyogyanya menghargai karya
anak sesuai perkembangannya.
Terhadap karya seni anak-anak ini, para ahli pendidikan
banyak yang mengadakan penelitian serta mempelajari sifat-sifat
dan coraknya. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
bebepa fase perkembangan seni rupa anak sesuai dengan
perkembangan umurnya. Para ahli yang telah meneliti gambar anak-
anak antara lain ialah Corrado Rici dari Italia (1887), kemudian
dilanjutkan oleh Sully, Kerchensteiner, Willliam Sern, Cyril
Burt, Margaret Meat, Victor Lowenveld, dan Rhoda Kellog.

1. Hasil Kerchensteiner

12
a. Objek penelitian Kerchensteiner adalah 100.000 gambar anak-
anak dari bayi hingga berumur empat belas tahun. Dari
100.000 buah gambar yang ditelitinya di golongkannya dalam
beberapa masa umur perkembangan anak.
b. Masa mencoreng : 0 – 3 tahun
c. Masa baga : 3 – 7 tahun
d. Masa Bentuk dan garis : 7 – 9 tahun
e. Masa bayang-bayang : 9 – 10 tahun
f. Masa Perspektif : 10 – 14 tahun
2. Hasil Cyril Burt
a. Hasil penelitian Cyril Burt menggambarkan tingkat
perkembangan gambar anak menjadi tujuh tingkatan.
b. Masa mencoreng : 2 – 3 tahun
c. Masa garis : 4 tahun
d. Masa simbolisme deskriptif : 5 – 6 tahun
e. Masa realisme deskriptif : 7 – 8 tahun
f. Masa realisme visual : 9 – 10 tahun
g. Masa represi : 10 – 14 tahun
h. Masa pemunculan artistik : masa adolesen

3. Hasil Victor Lowenveld


a. Victor Lowenveld mengadakan penelitian terhadap gambar anak
berumur 2 tahun hingga 17 tahun. Dari hasil penelitiannya,
gambar anak diglongkan menjadi enam golongan sesuai denga
perkembangan umur anak.
b. Masa Coreng moreng : 2 – 4 tahun
c. Masa pra-bagan : 4 – 7 tahun
d. Masa bagan : 7 – 9 tahun
e. Masa permulaan realisme : 9 – 11 tahun
f. Masa pesudo realisme : 11 – 13 tahun
g. Masa krisis puber : 13 – 17 tahun

13
4. Hasil Rhoda Kellog.
a. Rhoda Kellog (The Psychology of Children Art), mengatakan
bahwa lebih dari sejuta lukisan/gambar anak-anak yang
berasal lebih dari 30 negara dikumpulkan dan diteliti.
Gambar anak dari umur dua tahun hingga tujuh tahun tersebut
dikelompokkan dalam 8 masa.
b. Coretan dan corengan (Scribble and scriblin) : 2 – 3 tahun
c. Rahasia bentuk (The screts of shape) : 2 – 4 tahun
d. Seni Kontur (Art in outline) : 3 – 4 tahun
e. Anak dan desain (The child and design) : 4 – 5 tahun
f. Mandala, matahari, dan radial (Mandalas, suns, radials) : 3
– 5 tahun
g. Manuasia (people) : 4 – 5 tahun
h. Mirip gambar (almost picture) : 4 – 6 tahun
i. Gambar (picture) : 5 – 7 tahun.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, terdapat


perbedaan tentang batas-batas umur. Namun demikian, tujuannya
sama, yaitu membahas adanya tingkat perkembangan gambar anak.
Dapat dilihat bahwa umur 2 tahun adalah titik tolak permulaan
gambar, kecuali pembagian menurut Kerchensteiner yang mulai
dari umur 0 tahun sebagai permulaan gambar anak.

Sebagai pendidik seni rupa, khususnya di sekolah dasar,


tentunya gambaran tentang penggolongan masa gambar anak di
atas banyak akan membantu dalam membimbing, sehingga dapat
ditentukan anak/siswa mana yang sesuai dengan fasenya dan mana
yang tidak sesuai. Dalam hal ini anak tidak boleh dipaksa agar
keluar dari fasenya. Untuk lebih rinci tentang perkembangan
gambar anak tersebut dijelaskan pada uraian berikut :

14
1. Periode Perkembangan Gambar Anak
a. Masa Coreng Moreng (umur 2 – 4 tahun)
Pada masa ini anak belum dapat mengendalikan gerakan
tangannya. Pada awalnya hasil goresan anak tidak
menentu. Kemudian anak menyadari gerakan tangan dan
goresanya, berubahlah goresannya menjadi beraneka ragam
bentuk, dari goresan yang berupa garis-garis panjang,
garis-garis pendek yang tidak menentu arahnya dan
diulang-ulang, hingga berkembang menjadi bentuk yang
menyerupai benang kusut.

b. Masa Prabagan (umur 4 – 7 tahun)


Pada masa prabagan ini anak mulai dapat mengendalikan
tangannya. Garis yang dihasilkan tidak corang moreng
lagi. Anak mulai membandingkan karyanya dengan objek
yang dilihatnya. Selain itu, anak sudah menggambar
bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitarnya.
Pada umumnya, anak usia empat tahun telah dapat membuat
bentuk-bentuk yang bisa dikenal, walaupun dengan bentuk
hanya sekedar mirip-mirip objek yang digambarnya.
Misalnya menggambar ibu yang menggambarkan sosok manusia
dengan bentuk yang sangat sederhana. Anak membangun
ikatan (emosional) dengan apa yang hendak digambarnya.
Pada umur lima tahun bentuk-bentuk itu sudah dikenal,
misalnya: manusia, rumah, binatang, pohon, dan benda-
benda yang menarik baginya. Ketika umur enam tahun
bentuk-bentuk itu menjadi semakin jelas.
Jadi pada permulaan dapat dilihat bahwa karya anak
merupakan refleksi dari anak itu sendiri. Gambarnya
merupakan konsep, perasaan, dan persepsi anak terhadap

15
lingkungannya. Sebaliknya motivasi seni untuk masa ini
bberpusat kepada pengalaman anak itu sendiri.
c. Masa Bagan (umur 7 – 9 tahun)
Yang dimaksud bagan dalam konteks ini ialah konsep
tentang bentuk dasar dari suatu objek final. Pada masa
ini, pengamatan anak bertambah teliti. Anak tahu
hubungan alam sekitarnya dengan dirinya.

d. Masa Permulaan Realisme (umur 9 – 11 tahun)


Pada masa ini anak sudah dapat membedakan dirinya dengan
orang dewasa. Pada usia ini, anak membentuk kelompok-
kelompok sebaya. Anak menyadari bahwa ia adalah anggota
suatu masyarakat yang terdiri anak-anak seusianya.

e. Masa Naturalistik Semu (umur 11 – 13 tahun)


Masa ini dikatakan sebagai usia berpikir. Akhir dari
aktivitas yang spontan menjadi awal dari periode
berpikir, artinya anak mulai kritis terhadap karya
sendiri. Anak tidak lagi menggambar apa yang
diketahuinya tetapi yang dilihatnya. Pada masa ini
terdapat gejala adanya dua kecenderungan yaitu tipe
visual dan tipe non visual.
Tipe visual merupakan tipe anak yang mempunyai ketajaman
menghargai sesuatu penglihatannya (Visual). Tipe non-
visual merupakan tipe anak yang selalu mengungkapkan
sesuatu sesuai dengan emosinya.

D. Peran Pembelajaran Dalam Membentuk Kreativitas Peserta Didik


Kreativitas merupakan keterampilan yang dapat dibentuk.
Pembentukan tersebut dapat dilakukan melalui desain pembelajaran

16
yang guru terapkan. Alasan pentingnya kreativitas ditumbuhkan
pada diri peserta didik adalah berdasarkan pendapat Gardner yang
menyatakan kreativitas merupakan komponen yang penting dan perlu
dikembangkan karena tanpa kreativitas, pembelajar hanya akan
bekerja pada tingkat kognitif paling sempit, yaitu hafalan
(Beetlestone, 2011: 28).

Munandar (2014: 31-32) merumuskan alasan pembentukan


kreativitas adalah; 1) dengan berkreasi orang dapat
mengaktualisasikan dirinya, dengan demikian kebutuhan pokok pada
tingkat tertinggi manusia dapat terpenuhi, 2) kreativitas atau
berpikir kreatif masih kurang diperhatikan dalam pendidikan,
padahal berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat
bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah,
3) bersibuk diri dengan cara kreatif tidak hanya bermanfat bagi
diri pribadi dan lingkuangan namun juga memberikan kepuasan
individu, dan 4) kualitas hidup manusia akan meningkat dengan
kreativitas. Kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan Negara
bergantung pada pengembangan kreativitas berupa ide, teknologi,
dan penemuan baru yang akan meningkatkan kualitas hidup.

Pembelajaran seni rupa dapat membentuk peserta didik


menjadi pribadi yang kreatif jika dilaksanakan dengan kondisi
yang mendukung kebebasan peserta didik dalam berkreasi.
Penciptaan kondisi yang mendukung tersebut melibatkan berbagai
komponen. Bentuk pembelajaran seni rupa yang dapat membentuk
kreativitas peserta didik adalah:

a. Kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan,


kebutuhan, dan minat anak. Moyles (1989) menyatakan dalam
mendorong kreativitas, guru harus menyediakan teknik-teknik
dan bahan-bahan yang sesuai bagi anak (Beetlestone, 2011:

17
155&171). Misalnya dalam pembelajaran seni rupa materi
menggambar, peserta didik diarahkan untuk menggambar
menggunakan pensil terlebih dulu kemudian menggunakan pensil
warna, krayon, dsb. Hal tersebut juga dapat meningkatkan
keterampilan berseni anak secara bertahap. Objek gambar juga
disesuaikan dengan minat anak. Guru hanya memberikan tema
sehingga peserta didik dapat terarah dalam mengeksplorasi
idenya,
b. Kegiatan kreatif hendaknya dilakukan dalam suasana santai
tanpa tekanan untuk berprestasi, yakni guru tidak memaksa
peserta didik untuk menggambar persis dengan contoh yang
diberikan atau peserta didik tidak ditekan untuk menghasilkan
karya yang menurut guru bagus. Kreativitas seseorang dapat
berkembang dengan baik bila mendapat dorongan (motivasi) dari
luar. Motivasi tersebut berupa kondisi lingkungan yang
memiliki keamanan psikologis, yaitu menerima setiap individu
sebagaimana adanya, mengusahakan suasana yang di dalamnya
tidak ada evaluasi eksternal yang mengancam, dan memberikan
pengertian secara empatis, dan kebebasan psikologis, yaitu
memberikan kesempatan yang luas bagi individu dalam
mengekspresikan dirinya (Munandar, 2014: 33),
c. Memberi kesempatan pada peserta didik unuk bebas berekspresi
menggunakan media seni rupa seperti pensil, pensil warna,
kertas, plastisin, cat, dan sebagainya. Guru perlu
menghadirkan contoh gambar atau produk untuk merangsang
kepekaan visual peserta didik, yakni untuk mendorong kesadaran
indra visual, dibutuhkan media berupa pajangan dua dimensi
seperti lukisan dan gambar (Beetlestone, 2011: 155). Benda-
benda seni dan kerajinan (art and craft) memiliki daya dorong

18
yang besar dalam menciptakan suasana kreatif (Purwanto, 2016:
163),
d. Menanyakan kepada peserta didik tentang judul, tema atau
cerita dari karya yang dibuat agar guru dapat lebih paham
ungkapan/ekspresi yang ia maksud. Hal tersebut juga dapat
memudahkan guru dalam membimbing proses kerja secara lebih
terarah dan guru dapat memahami perasaan peserta didik
(Sumanto, 2006: 38),
e. Produk atau hasil kreativitas bukanlah tujuan akhir yang
terlalu penting, melainkan proses yang dilakukan peserta didik
dengan kesenangan pekerjaan yang dilakukan. Fryer (1996)
mengungkapkan bahwa fitur atau ciri dari orang yang sangat
kreatif adalah mereka yang bersedia untuk bekerja keras guna
mencapai tujuan (Beetlestone, 2011: 95-100). Pembelajaran seni
rupa dimaksudkan untuk membentuk multiple intelegence sehingga
penilaian proses kerja merupakan bagian yang penting dan tak
terpisahkan dari pembelajaran,
f. Memberi motivasi dan rangsangan sebelum memulai kegiatan
berkarya, yaitu yang berkaitan dengan pengalaman dan kemampuan
yang dimiliki peserta didik. Misalnya dengan membahas proses
kerja dari karya sebelumnya dan menghadirkan contoh-contoh
yang membuat ia semangat. Contoh gambar memberikan energi pada
anak untuk berimajinasi, keberanian untuk berekspresi,
mengajarkan berbagai macam emosi, dan memberinya ide untuk
menyelesaikan masalah (Purwanto, 2016: 79),
g. Menyediakan tempat yang memadai untuk melakukan kegiatan
berkreasi seni rupa baik di dalam ruangan atau di luar ruangan
dengan waktu yang cukup, sesuai dengan tingkat kesulitan karya
yang dibuat. Purwanto (2016) berpendapat bahwa penyebab

19
hilangnya minat anak pada kreativitas adalah karena kesempatan
dan waktu anak yang semakin sempit untuk berkreasi, dan
h. Memajang atau memamerkan hasil kreasi anak pada tempat/ruang
kelas, sehingga anak dapat melihat dan menilai secara langsung
hasil kreativitasnya.

Pembentukan kreativitas dapat dilakukan melalui


pembelajaran dimana guru; 1) menghargai keunikan pribadi dan
bakat-bakat siswanya dengan tidak mengharapkan semua melakukan
atau menghasilkan hal-hal yang sama, 2) menciptakan lingkungan
yang mendorong dan mendukung berkembangnya kreativitas, 3)
memberi kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan dirinya
secara kreatif dengan memberikan sarana dan prasarana yang
diperlukan serta memberikan waktu bagi peserta untuk bersibuk
dalam kegiatan kreatif, dan 4) menghargai produk kreativitas
peserta didik (Munandar, 2014: 45-46).

Beetlestone (2011: 2-6) menyatakan kreativitas dapat


dibentuk melalui kegiatan pembelajaran yang mengembangkan
skill keingintahuan, kemampuan menemukan, eksplorasi,
pencarian kepastian, dan antusias, memenuhi kebutuhan ekspresi
peserta didik, melibatkan interaksi emosional peserta didik
dengan lingkungan, melibatkan pembuatan, membiasakan peserta
didik membuat koneksi yang unik, tidak dapat ditiru, dan
independen, serta memunculkan solusi-solusi yang berbeda.

20
E. Metode dan Model Pembelajaran Seni Rupa di SD
1. Metode Ekspresi Bebas
Metode ekspresi bebas pada dasarnya adalah suatu cara untuk
membelajarkan siswa agar dapat mencurahkan isi hatinya dalam bentuk karya
seni rupa. Agar metode ini tercapai secara maksimal, maka perlu dilakukan :
a. Tawarkan dan tetapkan beberapa pilihan tema sebagai perangsang daya
cipta.
b. Tetapkan beberapa pilihan media yang cocok
c. Jelaskan jenis kertas serta alas an pemilihan kertas tersebut
d. Jelaskan bentuk kegiatan menggambar tersebut
Metode ekspresi bebas identik dengan metode ekspresi – kreatif atau
metode kerja cipta. Metode ini merupakan pengembangan dari pendapat
Victor Lowenfield yang menganjurkan agar setiap guru yang bermaksud
mengembangkan kreasi siswanya untuk bebas berekspresi ( free expression )
atas dasar tersebut metode ini sering disebut metode ekspresi – kreatif. Dalam
pelaksanaan metode ini, kehadiran guru memiliki peran sangat kecil bahkan
hampir tidak diperlukan. Metode hasil kerja cipta dapat di terapkan dalam
kegiatan menggambar dekorasi, mendesain benda – benda kerajinan,
menggambar reklame dan sebagainya.

Langkah – langkah kegiatan metode kerja cipta sebagai berikut :

a. Guru memberikan pengarahan yang berfokus pada kedudukan konsep


dalam proses kelahiran suatu karya.
b. Siswa mencoba menuangkan suatu konsep pada desain gambar dekorasi,
reklame atau barang –barang kerajinan yang akan dibuat.
c. Selama proses pengerjaan, guru menganjurkan sumbang saran antar siswa
terjadi.
d. Guru memberikan saran, petunjuk dan pengarahan mengenai konsep yang
dikemukakannya serta memberi petunjuk kepada siswa yang mengalami
hambatan.

21
e. Selama proses kerja berlangsung, keterampilan – keterampilan dasar dan
menengah sudah harus betul – betul dikuasai.
2. Metode Demonstrasi – eksperimen
Demonstrasi adalah kegiatan guru/ instruktur memperagakan proses
pembuatan suatu benda kerajinan. Eksperimen adalah siswa mencoba sendiri
setelah memperhatikan suatu proses pengerjaan yang didemonstrasikan guru.
Dengan prinsip belajar : dengar/perhatikan, kerjakan dan periksa.
3. Metode Mencontoh
Metode mencontoh merupakan metode tertua dalam seni kerajinan.
Metode ini banyak dilakukan di pusat – pusat pembelajaran seni zaman
dahulu. Untuk belajar keterampilan motorik, cara ini dapat dilakukan.

Pada dasarnya metode mencontoh memiliki manfaat yang tinggi dalam


meningkatkan kemampuan motorik, sedangkan untuk keterampilan mental
dan kreasi tidak memiliki apa – apa.

Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan mencontoh,


diantaranya :
a. Metode mencontoh baik digunakan apabila ditujukan untuk :
1. Melatih dasar keterampilan fisik;
2. Memperoleh bentuk yang sama walaupun ukurannya diperbesar atau
diperkecil;
3. Memproduksi benda teradisional;
4. Memahami proporsi dan anatomi yang tepat dari benda yang akan
ditiru.
b. Kegiatan mencontoh harus memiliki makna bagi proses belajar siswa
c. Mencontoh tidak di jadikan kebiasaan
d. sebaiknya model yang akan ditiru dipilih oleh siswa itu sendiri
e. seyogyanya secara berangsur – angsur apa yang dilakukan oleh siswa
berubah dan membuat aplikasi tepat menjadi modifikasi model yang
dicontoh.

22
Yang termasuk jenis – jenis mencontoh adalah :
a. Metode mencontoh dengan bantuan kertas karbon;
b. Metode mencontoh dengan bantuan kertas tipis;
c. Metode mencontoh dengan bantuan sinar lampu;
d. Metode mencontoh dengan bantuan alat proyektor;
e. Metode mencontoh bantuan skala garis / skala berpetak;
f. Metode mencontoh dengan bantuan alat pantograph;
g. Metode mencontoh secara langsung.

Tujuan dari metode ini adalah :


a. Melatih siswa bekerja teliti dalam mengamati model yang akan digambar.
b. Melatih siswa dalam mencari posisi/ sudut pandang yang baik dari model
yang akan di gambar.
c. Siswa dihadapkan pada kenyataan yang rasional sehingga tidak terjadi
penyimpangan dari gambar yang ditiru.
d. Melatih kepekaan rasa agar lebih sensitif terhadap keindahan.
4. Metode Stick Figure
Penggunaan metode ini biasanya dipakai dalam menggambar adegan
gerak (action) manusia atau binatang. Metode ini merupakan penyederhanaan
bentuk atau wujud menusia atau binatang menjadi tongkat atau garis patah –
patah sesuai dengan lekukan/ persendian pada manusia atau binatang.
5. Metode Global
Metode ini biasa digunakan pada awal belajar menggambar bentuk.
Tujuan penggunaan metode ini adalah agar anak dapat menangkap bentuk
keseluruhan dari bentuk model yang disediakan.
Secara teknis penggunaan metode ini dibagi dua, yaitu :
a. Dengan teknik siluet
Teknik ini dipandang lebih mudah, karena anak diminta untuk
menangkap benda secara keseluruhan dengan mengabaikan bagian –

23
bagian detailnya. Metode ini cocok untuk siswa yang sedang belajar pada
tahap – tahap awal.
b. Dengan teknik kontur
Teknik ini lebih cocok bagi siswa, mahasiswa atau ahli gambar teknik
yang sudah memiliki kemampuan motorik. Secara teknik, penggambar
dituntut untuk menangkap benda secara global dan menyederhanakannya
dalam bentuk gambar-gambar dasar (geometris) yang dibuat dengan
goresan garis. Kemudian gambar tersebut dikembangkan untuk
disempurnakan menjadi bentuk benda yang kompleks (detail).
6. Metode kerja kelompok
Ada dua macam metode kerja kelompok, yaitu :
a. Metode Group Work (kerja kelompok jenis paduan), Dalam kegiatan ini
para siswa bekerja sama untuk menyelesaikan sketsa sebuah gambar yang
sebelumnya telah dirancang oleh seorang temanya yang bertindak sebagai
ketua kelompok sekaligus sebagai desainer.
b. Metode Collective painting (kerja kelompok jenis kumpulan) , Perbedaan
antara metode kerja kelompok jenis paduan dengan metode ini adalah
jumlah anggota harus genap dan pembagian tugas – yugas kelompoknya.
7. Metode – metode dalam kritik seni
Chapman (1978:80) menyebutkan metode kritik seni dalam upaya
mengembangkan kemampuan dan kepercayaan diri siswa dalam melakukan
kritik seni. Metode – metode tersebut adalah :
a. Metode induktif
Langkah – langkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan metode
ini adalah :
1) Gambarkan dasar karakter karya
2) Gambarkan hubungan antar bagian
3) Gambarkan wilayah dan kualitas keseluruhan
4) Tafsirkan aspek-aspek yang dihubungkan dengan pengalaman

24
5) Tafsirkan dan ringkas ide, tema,kualitas ekspresi dari makna dari
karya
6) Evaluasi karya dengan criteria kritikdan tunjukkan bukti-bukti untuk
mendukung penilaian.
b. Metode Dedukatif
Pendekatan ini dapat mempertinggi keterlibatan antara pekerja seni,
secara khusus jika kita mau untuk meletakkannya sebagai percobaan,
untuk dibicarakan, yang memerlukan waktu banyak dengan standar
perbedaan masing-masing. Pendekatan ini juga memberikan peluang
bentuk pembahasan yang dapat membuktikan ketertarikan dan kejelasan
tentang seni.
Langkah yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah :
1) Tentukan kriteria yang akan digunakan
2) Uji karya seni untuk mengidentifikasi fakta-fakta yang spesifik
3) Tentukan tingkat(degree) kriteria yang dipandang pantas
c. Metode Empatik
Adapun beberapa teknik yang dapat membantu mengembangkan rasa
empati dan keterlibatannya ketika kita menilai suatu karya seni,
diantaranya :
1) Jangan memandang karya seni terlalu berlebihan karena dapat
melupakan orang yang lebih terlatih pada bidang seni.
2) Memandang kualitas visual secara murni
3) Gunakan analogi dan metaphora untuk menghubungkan apa yang kita
lihat dan rasakan
4) Gunakan pengalaman dan pengetahuan sendiri untuk membandingkan
apa yang kita lihat dapat dirasakan
5) Jangan takut meninggalkan satu aspek dari karya
6) Dengan seluruh pengertian, dapatkan secara fisik dan imajinasi
7) Menilai karya jika kita mau melakukannya.
d. Metode Interaktif

25
Pendekatan ini tidak semata-mata pendekatan deskriptif, ini
bermaksud untuk menemukan sampai terjadi diskusi dan debat secara
berkelompok untuk membahas karya seni. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam pendekatan ini adalah

1) Pilihlah moderator dan jelaskan aturan mainnya


2) Gambarkan seperti banyak orang yang memungkinkan untuk masuk
kedalam proses menjelaskan karya.
3) Ketika orang kelihatan untuk keluar dari penjelasan, kemudian panggil
hipotesis.
4) Beberapa peserta diskusi memperlihatkan penafsiran dengan
kesepakatan kelompok.

1. Model Terkait

Model terkait adalah model pembelajaran terpadu yang paling sederhana


karena menekankan pada hubungan secara eksplisit tentang konsep atau
prinsip,atau pokok bahasan atau ketrampilan atau tugas,atau sikap dalam suatu
bidang studi.Pada pembelajaran SR-KT terpadu keterkaitan dalam substansial
material seni. Model terkait dalam SR-KT terpadu dapat dimodifikasikan
berdasarkan jenis matra substansial seni.Urutan keterkaitan dan besr bobot
materi masing-masing substansial materi yang terkait.

Keunggulan model Terkait :

a. Paling sederhana sehingga paling mudah di rancang dan dilaksanakan


b. Terjadi interalisasi karena adanya pengembangan konsep-konsep inti
secara terus-menerus
c. Memudahkan proses transfer gagasan-gagasan dalam pemecahan masalah.
d. lebih mudah dalam mendapatkan gambaran-gambaran mengenai suatu
ketrampilan tertentu.

26
Kelemahan model Terkait :

a. Model terkait pada intinya adalah mengaitkan antara prinsip,konsep


ketrampilan dan tugas atau sikap pada suatu bidang kajian tertentu. Hal ini
menyebabkan SR-KT tetap terpisah dan keterpaduan tidak. Nampak
walaupun hubungan telah dirancang secara eksplisit dalam suatu disiplin
mata kajian.
b. Fokus pembelajaran masih bersifat sempit karena usaha-usaha untuk
memadukan gagasan-gagasan dalam suatu bidang studi dapat membatasi
usaha mengembangkan hubungan yang lebih menyeluruh dengan bidang
studi lain.
2. Model Terjala

Merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik.


Model ini menekankan hubungan antara dua atau lebih mata pelajaran melalui
tema. Pada pembelajaran senirupa terpadu, model terjala ini dapat
memadukan secara intra bidang studi (seni music, tari) dan inter bidang studi
(senirupa, music, tari, matematika, ips, ipa dll).

Keunggulan:

a. Melalui pendekatan tematik, pembelajaran terpadu model ini memiliki


kekuaatn komprehensif yang tinggi.
b. Membangun motivasi siswa melalui kegiatan pemilihan dan
pengembangan tema
c. Meningkatkan kemampuan wawasan guru tentang suatu konsep secara
komprehensif

Kelemahan :

a. Membutuhkan waktu yang lama dalam merancang pembelajaran


b. Ketrampilan seni rupa yang diperoleh siswa kurang optimal

27
c. Guru memerlukan kemampuan mengevaluasi proses dan produk
pembelajaran agar perncanaan dan pelaksanaan pembalajaran dapat
tercapai secara optimal
3. Model Terpadu
Model terpadu merupakan pembelahjaran terpadu yang menggunakan
tema yang diangkat dari adanya tumpang tindih tentang konsep ketrampilan
dan sikap dalam kurikulum yang berlaku dari berbagai mata pelajaran atau
mata kajian.
Keunggulan :
a. Mampu membangun motivasi siswa
b. Mampu mengembangkan aspek sikap pada dampak pengiring dalam
pembelajaran
c. Menghemat waktu
d. Memiliki kekuatan komprehensif yang tinggi

Kelemahan :

a. Membutuhkan kurikulum yang mengacu pada keterpaduan serta


kebijakan-kebijakan pendukung dalam system evaluasi pembelajaran
b. Membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran dalam merancang model
pembelajaran terpadu
c. Model terpadu merupakan pembelajaran terpadu yang paling rumit.

F. Evaluasi Pembelajaran Seni Rupa di SD


1. Definisi Evaluasi
Bloom, Dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai: “… is the
systematic collection of evidence to determine wheter in fact cerrtain changes
are taking place in the learners as well as to determine the amount or gegree of
change in individual students.” Definisi tersebut mengandung pengertian
bahwa kegiatan evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan fakta atau bukti-

28
bukti secara sistematis untuk menetapkan apakah telah terjadi perubahan pada
diri siswa, dan sampai sejauh mana perubahan yang terjadi. Melalui kegiatan
evaluasi ini guru akan mengetahui apakah proses pembelajaran yang telah
dilakukannya dapat memberikan perubahan kompetensi siswa.
Pendapat yang sama diungkapan Stufflebeam (1971) bahwa: “
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives.” Pengertian tadi
mengungkapkan bahwa kegiatan evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan.
Berdasarkan dua pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru secara sitematis,
terarah dan terencana dalam upaya mengetahui sampai sejauh mana terjadi
perubahan prilaku pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
sehingga guru dapat menentukan tindakan yang tepat.

2. Tujuan Evaluasi
Tujuan utama dilakukan kegiatan evaluasi dalam proses belajar adalah
untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkap pencapaian
tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya
dalam bentuk fungsi evaluasi (Daryanto, 2001: 11).

3. Fungsi Evaluasi

Kegiatan dan hasil evaluasi dalam konteks pendidikan dan


pembelajaran yang dilakukan disekolah mempunyai fungsi, di antaranya:

a. Fungsi Penempatan
b. Fungsi Formatif
c. Fungsi Diagnostik
d. Fungsi Sumatif

29
Fungsi penempatan: Kegiatan evaluasi, guru dapat menyeleksi siswa.
Contohnya: memilih siswa untuk diterima di sekolah tertentu, menentukan
siswa apakah naik kelas atau tidak, menentukan siswa yang akan mendapat
beasiswa, dan sebagainya

Fungsi formatif: Kegiatan evaluasi, guru dapat mengetahui keberhasilan siswa


setelah mengikuti satu pokok bahasan/tema dari kegiatan pembelajaran
tertentu.

Fungsi diagnostik: Kegiatan evaluasi dapat mendeteksi kelemahan atau


kesulitan yang dialami oleh siswa.

Fungsi Sumatif: Kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai penentu


keluluasan pada jenjang tertentu, misalnya dari SD ke jenjang SMP. Jenis
evaluasi ini juga sebenarnya dapat digunakan untuk menentukan kelulusan
siswa dalam menguasai mata pelajaran tertentu setelah melewati proses ujian
semester.

4. Prinsip Penilaian

Ada beberapa prinsip umum dalam pelaksanaan evaluasi. Betapapun baiknya


perencanaan dan prosedur evaluasi diterapkan maka, apabila tidak dipadukan
dan ditunjang dengan prosedur yang baik maka hasilnya kurang sesuai dengan
yang diharapkan. Daryanto (2001: 19-21) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip
evaluasi, di antaranya:

1. Keterpaduan: Proses evaluasi tidak bisa lepas dengan tujuan, materi dan
metode pembelajaran.
2. Keterlibatan siswa: Proses evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap
siswa merupakan suatu kebutuhan bagi diri siswa untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
3. Koherensi: Kegiatan evaluasi harus sejalan dengan materi yang telah
disampaikan.

30
4. Paedagogis: untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan pendidikan.
Siswa yang menguasai pembelajaran akan mendapat ganjaran (reward)
sedangkan mereka yang kurang memahami materi pembelajarn, evaluasi
ini sebagai hukuman.
5. Akuntabilitas: Hasil evaluasi merupakan bentuk pertanggungjawaban
proses pendidikan untuk disampaikan kepada pihak terkait seperti orang
tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yakni konsep dalam
pembelajaran seni bersifat mengedepankan kebebasan dengan memberi peluang
peserta didik untuk mengembangan potensi dalam dirinya, meningkatkan rasa
menghargai hasil anak-anak karya seni agar anak mampu menghayati dan
mengambil peran yang terdapat pada unsur-unsur seni dari sebuah karya,
berhubungan dengan nilai kognitif, perkembangan jiwa kreativitas peserta didik
melalui aktivitas seni sebagai sebuah proses, seni ialah sarannya. Dan posisi anak
adalah idealnya. Terhadap karya seni anak-anak, para ahli pendidikan banyak
yang mengadakan penelitian serta mempelajari sifat-sifat dan coraknya. Dari hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya bebepa fase perkembangan seni rupa
anak sesuai dengan perkembangan umurnya. Dalam pelaksanaanya pun,
pembelajaran seni di SD memiliki banyak metode guna menunjang kegiatan.
Sehingga guru diharapkan agar mampu menguasai kelasnya agar tercapai tujuan
pembelajaran.

32
DAFTAR PUSTAKA

http://file.upi.edu/Direktori/FPSD/JUR._PEND._SENI_RUPA/197206131999031-
BANDI_SOBANDI/evaluasi_pemb_seni_rupa-Modul_9/KB_1-Pengertian
%2C_Tujuan_dan_Prinsip_Evaluasi_dalam_Pendidikan_Seni.pdf

Tim Dosen Seni. 2016. Pendidikan Seni. Makassar: Laboraturium Seni PGSD FIP
UNM : http://muryatisahrul.blogspot.com/2016/05/makalah-seni-pendekatan-model-
dan.html

Puspita, Linda., Dkk. 2016. Pembelajaran Seni Rupa di Kelas V Sekolah Dasar
Negeri 262 Plaju. Jurnal Inovasi Sekolah Dasar. Vol: 3 (2)

Febrina Rizqi, Hesti (2016) PEMBELAJARAN SENI RUPA DALAM


MEMBENTUK KREATIVITAS PESERTA DIDIK KELAS V DI SDN
PURWOYOSO 03 KOTA SEMARANG. Skripsi thesis, Universitas Negeri
Semarang.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/edin-suhaedin-purnama-giri-mpd/
pendidikan-seni-rupa.pdf diakses tanggal 19 februari 2021

Mansurdin. 2020. Pembudayaan Literasi Seni di SD. Yogyakarta: Deepublish.R

33

Anda mungkin juga menyukai