Kesehatan
berpenduduk 5,4 juta jiwa. Dengan tingkat kematian 10 per 1.000, sekitar
54.000 orang Denmark meninggal tahun itu. Inilah pertanyaan pertama
Anda: Berapa usia rata-rata mereka yang meninggal? Dengan kata lain,
pilih usia di mana setengah dari mereka yang
meninggal lebih tua dan setengahnya lebih muda dari usia itu. Sekarang giliran
Sierra Leone, salah satu negara termiskin di dunia, yang memiliki populasi
hampir sama dengan Denmark. Tapi tingkat kematian Sierra Leone jauh lebih
tinggi, diperkirakan 24 per 1.000, mengakibatkan sekitar 130.000 kematian. Inilah
pertanyaan kedua Anda: Berapa usia rata-rata mereka yang meninggal di Sierra
Leone? Tuliskan prediksi Anda; kami akan memberikan jawaban dalam beberapa
saat.
Perbedaan distribusi usia kematian antara negara yang sangat miskin seperti
Sierra Leone dan negara maju yang kaya seperti Denmark adalah bahwa
sebagian besar kematian terjadi sebelum usia 5 tahun di Sierra Leone,
sedangkan sebagian besar kematian terjadi di antara orang tua di Denmark. Ini
secara grafis diilustrasikan oleh piramida usia pada Gambar 9-1. Kami
memeriksa piramida usia di Bab 7, membandingkannya dengan populasi yang
tumbuh cepat versus populasi yang tumbuh lambat (Kotak 7–3). Piramida usia
pada Gambar 9-1 terlihat sangat berbeda. Mereka hanya merujuk pada mereka
yang meninggal pada tahun tertentu. Di Sierra Leone, lebih banyak kematian
terjadi dalam 4 tahun pertama kehidupan daripada gabungan semua kelompok
usia lainnya; di Denmark, kematian anak jarang terjadi. Berikut adalah jawaban
dari kuis: Usia rata-rata kematian di Denmark adalah 77; di Sierra Leone, di
bawah 4. Perbedaan mencolok antara angka-angka ini memberi tahu kita banyak
tentang hidup dan mati di negara-negara terkaya dan termiskin di dunia.
Salah satu indikator terbaik dari keseluruhan status kesehatan suatu
kabupaten adalah angka kematian balita. Ukuran ini adalah probabilitas
(dinyatakan per 1.000 kelahiran hidup)
299
300 [CH. 9] KESEHATAN
90—94
85—89
80—84
75—79
70—74
65—69
60—64
pu
35—39 3020—24 15— Pria Wanita
r
55—59
19 10—14 5—9
e
gA
95—99
85—89 55—59
95—99
90—94
atau
60 25—29 50—54
80—84 40 20 0 20 40 60 Persen dari
75—79 total kematian
70—74
65—69
60—64
pu (a)
30—34 25—29 20—24 0 —4
g
Perempuan
e
gA
40 20 0 20 40 60
60
Persen dari total kematian
(b)
bahwa seorang anak yang lahir pada tahun tertentu meninggal sebelum
mencapai usia lima tahun, jika dikenakan tingkat kematian menurut usia saat ini.
Di Sierra Leone, ada 194 kematian anak balita per 1.000 kelahiran hidup
dibandingkan dengan hanya 4 di Denmark (Tabel 9-1). Sekitar seperempat dari
semua kematian balita terjadi pada bulan pertama kehidupan di Sierra
Leone. Anak usia dini adalah periode yang sangat berisiko bagi anak-anak Sierra
Leone. Ada banyak penjelasan untuk perbedaan besar dalam kemungkinan
bahwa seorang anak yang lahir di Sierra Leone versus yang lahir di Denmark
akan bertahan hidup dan untuk status kesehatan yang lebih rendah, angka-angka
ini menyarankan untuk sisa populasi. Saat lahir, lebih sedikit
KESEHATAN 301
TABEL 9-1 Tindakan Terkait Kesehatan yang Dipilih untuk Sierra Leone
dan Denmark, Pertengahan 2000-an
Statistik kematian
Harapan hidup saat lahir (tahun)
Kedua jenis kelamin 40 79 Pria 39 76 Wanita 42 81 Angka kematian (per 1.000)
Neonatal (28 hari pertama) 56 3 Di bawah 5 tahun 269 4 Dewasa (15–60 tahun) ) laki-laki
556 111 Dewasa (15–60 tahun) perempuan 460 65 Harapan hidup sehat saat lahir (HALE,
tahun)
Laki-laki 27 69 Perempuan 30 71
Statistik morbiditas
Anak-anak di bawah 5 tahun, terhambat untuk usia (%) 38 — Anak-anak di bawah 5 tahun,
berat badan kurang untuk usia (%) 25 —
Faktor risiko lingkungan
Akses ke sumber air yang lebih baik, perkotaan (%) 83 100 Akses ke sumber air yang lebih
baik, pedesaan (%) 32 100 Akses ke sanitasi yang lebih baik, perkotaan (%) 20 100 Akses ke
sanitasi yang lebih baik , pedesaan (%) 5 100
Cakupan pelayanan kesehatan Cakupan
imunisasi pada anak usia 1 tahun (%)
Campak 67 89 Difteri, tetanus, pertusis, tiga dosis 64 75 Kelahiran yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terampil (%) 43 —
Statistik sistem kesehatan
Jumlah dokter per 10.000 < 1 36 Jumlah perawat dan bidan per 10.000 5 101 H tempat tidur
rumah sakit per 10.000 4 38 Total pengeluaran per kapita untuk kesehatan (US$, PPP) 41
3.349
HALE, harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan; PPP, paritas daya beli.
Sumber: Organisasi Kesehatan Dunia, Sistem Informasi Statistik, Statistik Kesehatan Dunia 2009,
tersedia di www.who.int/whosis/en, diakses Februari 2012.
lebih dari separuh ibu di Sierra Leone dirawat oleh petugas kesehatan yang
terampil; di Denmark, layanan seperti itu tersedia untuk semua ibu. Di Sierra
Leone, malnutrisi sering terjadi, terutama di kalangan anak-anak. Satu dari setiap
tiga anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting dan satu dari lima anak
kekurangan berat badan. Stunting mengacu pada persentase anak di bawah
lima tahun yang memiliki rasio tinggi badan terhadap usia lebih dari dua standar
deviasi di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) median referensi
globalMenjadi kurus mengacu pada persentase anak di bawah lima tahun yang
memiliki rasio berat badan terhadap usia lebih dari dua standar deviasi di bawah
median referensi global WHO. Kedua hasil ini jarang terjadi di Denmark.
302 [CH. 9] KESEHATAN
Sierra Leone dan Denmark juga berbeda secara signifikan dalam hal layanan
kesehatan yang diterima dan sumber daya yang tersedia untuk sistem
kesehatan. Mayoritas penduduk pedesaan di Sierra Leone tidak memiliki akses
ke air bersih atau sanitasi yang lebih baik, dan banyak di daerah perkotaan juga
tidak memiliki layanan tersebut. Setiap orang di Denmark memiliki akses ke air
minum yang aman dan sanitasi modern. Hampir semua anak usia 1 tahun (89
persen) diimunisasi di Den
mark untuk campak dan menerima tiga dosis vaksin difteri, tetanus, dan pertusis
(DTP) atau batuk rejan, yang disebut DTP3. Sekitar 60 persen anak usia 1 tahun
di Sierra Leone diimunisasi untuk campak dan DTP3; sehingga 40 persen tidak
diimunisasi dan berisiko terinfeksi. Seseorang yang sakit di Denmark memiliki
lebih banyak sumber daya untuk mendapatkan perawatan medis. Denmark
memiliki hampir 50 kali lebih banyak perawat dan bidan per 10.000 orang
dibandingkan Sierra Leone (98 berbanding 2). Ada 32 dokter terlatih per 10.000
orang di Denmark; di Sierra Leone, ada kurang dari 1. Denmark juga
menghabiskan hampir 100 kali lipat per orang per tahun untuk perawatan
kesehatan ($3.513 versus $32 untuk paritas daya beli [PPP]). Akses yang buruk
ke layanan kesehatan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa meningkatkan
angka kematian orang dewasa. Di Sierra Leone, pria dewasa (usia 15-60) empat
kali lebih mungkin meninggal daripada di Denmark; wanita dewasa lima kali lebih
mungkin.
Data untuk Denmark dan Sierra Leone mencerminkan pengalaman wilayah
geografis mereka, Eropa dan Afrika. Afrika memiliki tingkat kematian balita
tertinggi dengan 142 kematian per 1.000 dibandingkan dengan 14 per 1.000
untuk Eropa, wilayah dengan tingkat terendah1 (Tabel 9-2). Wilayah Mediterania
timur, yang mencakup 21 negara di Afrika Utara dan Timur Tengah, memiliki
tingkat kematian balita tertinggi di kawasan berikutnya yaitu 78; dan Asia
Tenggara, yang mencakup 11 negara (termasuk Bangladesh, India, dan
Indonesia), adalah yang tertinggi ketiga dengan 63. Hasil kesehatan yang buruk
berkorelasi dengan pendapatan rendah, yang pada gilirannya terkait dengan
tingkat pendidikan dan faktor risiko lingkungan yang rendah, seperti seperti
kurangnya akses terhadap air minum yang aman dan tidak adanya perbaikan
sanitasi, terutama di daerah pedesaan. Ketiadaan tenaga medis dan rendahnya
tingkat pengeluaran kesehatan adalah karakteristik lain dari kematian yang tinggi
di antara anak-anak dan orang dewasa. Seperti yang akan kita lihat, pendapatan
rendah menjelaskan banyak, tetapi tentu saja tidak semua, perbedaan hasil
kesehatan di seluruh negara dan wilayah.
1
WHO adalah badan PBB utama yang bertanggung jawab atas masalah kesehatan global. Data
WHO bergantung pada perincian regional yang berbeda dari yang digunakan oleh Bank Dunia dan
sering dirujuk di seluruh buku teks ini.
2
Pembukaan Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia sebagaimana diadopsi oleh Konferensi
Kesehatan Internasional, New York, 19–22 Juni 1946. Definisi tersebut belum diubah sejak 1948.
APA ITU KESEHATAN? 303
TIMUR
BARAT Statistik kematian AFRIKA AMERIKA EROPA
PASIFIK Harapan hidup saat lahir, TENGGARA MEDITERRA NEAN
HALE, harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan; PPP, paritas daya
Dunia, 2009).
3
Repositori Observatorium Kesehatan Global WHO, tersedia di http://apps.who.int/ghodata;
Statistik Kesehatan Dunia 2010, Organisasi Kesehatan Dunia, Jenewa, 2010.
APAKAH KESEHATAN? 305
123456
UMUR PROPORSI NOMOR JUMLAH ORANG-TAHUN TINGGAL TAHUN HIDUP
MATI PADA HIDUP SAKIT PADA PADA SAAT INI DAN SISA UMUR PADA
UMUR SELAMANYA (LIFE INTERVAL AWAL THE AGE INTERVAL INTERVAL
EXPECTANCY
)
< 1 0.01190 100.000 1.190 98.901 6.938.406 69,38 1–5 0,00341 98.810 337 394.437
6.839.505 69,22 5–10 0,00237 98.473 233 491.782 6.445.067 65.45 10–15 0.00270
98.240 —
5.65 490,4 —32560 —70270 98,240 — 6,95 490,5 13.10 70–75 0.25762 59.464
15.319 259.024 602.260 10.13 75–80 0.34357 44.145 15.167 182.808 343.237 7,78
80+ 1.000.000 28.978 28.978 160.428 160.428 5.54
Sumber: Diadaptasi dari, Arthur Haupt dan Thomas T. Kane, Population Handbook, edisi
ke-5. (Washington, DC: Biro Referensi Populasi, 2004), hlm. 29–30.
4
Laporan Kesehatan Dunia 2002: Mengurangi Risiko, Mempromosikan Hidup Sehat (Jenewa:
Organisasi Kesehatan Dunia, 2002), lampiran statistik.
APA ITU KESEHATAN? 307
5
James C. Rile, Meningkatnya Harapan Hidup: Sejarah Global (Cambridge: Cambridge University Press,
2001).
308 [CH. 9] H EALTH
Tapi tidak semua berita positif seperti ini. Afrika Sub-Sahara mengalami
peningkatan harapan hidup antara tahun 1960 dan awal 1990-an, tetapi banyak
negara Afrika telah mencatat penurunan sejak saat itu, karena orang dewasa
muda dan anak-anak meninggal sebelum waktunya karena HIV/AIDS. Tragisnya,
harapan hidup di beberapa bagian Afrika selatan telah berkurang satu dekade
atau lebih. Harapan hidup juga menurun di beberapa negara lain. Di Rusia,
harapan hidup turun tajam pada 1990-an. Antara tahun 1990 dan 1994, harapan
hidup pria Rusia turun dari 64 tahun menjadi 58 tahun dan untuk wanita Rusia
dari 74 menjadi 71 tahun.6 Peningkatan penyakit kardiovaskular (penyakit jantung
dan stroke) dan cedera menyumbang dua pertiga dari penurunan harapan hidup.
Penyebab penurunan ini termasuk tingginya tingkat konsumsi tembakau dan
alkohol, gizi buruk, depresi, dan sistem kesehatan yang memburuk. Penyebab
mendasar dari faktor-faktor penentu peningkatan morbiditas dan mortalitas ini
telah ditelusuri baik efek kumulatif dari standar hidup yang sering buruk di bawah
pemerintahan komunis Uni Soviet dan pergolakan dan tekanan yang terkait
dengan transisi Rusia. Butuh dua dekade, tetapi hari ini harapan hidup
di Rusia kembali ke tingkat tahun 1990, awal transisi ekonominya. Contoh dari
Afrika dan Rusia menunjukkan bahwa penurunan kesehatan dan harapan hidup
dapat terjadi dengan cepat. Tetapi hasil-hasil ini tetap merupakan pengecualian
dari kecenderungan umum untuk meningkatkan kesehatan dan meningkatkan
harapan hidup. Kesenjangan kesehatan yang muncul antara wilayah terkaya dan
termiskin di dunia telah menjadi sangat kecil sejak tahun 1960. Perbedaan
harapan hidup antara negara berpenghasilan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi adalah 25 tahun pada tahun
1960 tetapi turun menjadi hanya 13 tahun pada tahun 1990—tingkat seperti
sekarang ini. Meskipun kurangnya konvergensi pendapatan antar negara (lihat
Bab 4), ada bukti kuat konvergensi dalam harapan hidup. 7
TRANSISI EPIDEMIOLOGI
Perbaikan dramatis dalam harapan hidup dan penurunan angka kematian bayi
dan anak selama abad yang lalu menghasilkan perubahan demografis dan sosial
ekonomi yang sama dramatisnya. Perubahan-perubahan ini menyebabkan
tingkat kesuburan yang lebih rendah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
lebih lambat yang dibahas dalam Bab 7. Di seluruh dunia, ketergantungan kaum
muda menurun sementara ketergantungan orang tua meningkat. Pada tahun
1970, 40 persen dari populasi semua negara berpenghasilan rendah dan
menengah adalah anak-anak berusia 14 tahun ke bawah. Pada tahun 2009,
persentasenya turun menjadi 29
persen. Lansia, mereka yang berusia 65 tahun ke atas, hanya 4 persen dari
populasi negara berkembang pada tahun 1970 dan saat ini masih hanya 6
persen; mereka adalah 15 persen dari populasi di negara-negara berpenghasilan
tinggi. Dalam beberapa dekade mendatang, perubahan demografis akan
6
Francis Notzon et al., “Penyebab Penurunan Harapan Hidup di Rusia,” JAMA 279, no. 10 (1998),
793–800.
7
Pada paruh kedua abad kedua puluh, harapan hidup dunia (dihitung sebagai harapan hidup
menurut negara yang dihitung berdasarkan populasi masing-masing negara) naik sekitar 18 tahun,
sedangkan standar deviasi tertimbang turun dari 13 menjadi 7 tahun. Lihat Charles Kenny, “Mengapa
Kita Khawatir Tentang Penghasilan? Hampir Semua Yang Penting Menyatu,” World Development 33,
no. 1 (Januari 2005). Lihat juga Gary S. Becker, Tomas J. Philipson, dan Rodrigo R. Soares, “The
Quantity and Quality of Life and the Evolution of World Inequality,” American Economic Review 95,
no. 1 (2005), 277–91.
APA ITU KESEHATAN? 309
8
AR Omran yang gamblang, “Transisi Epidemiologi: Teori Epidemiologi Perubahan Populasi,”
Millbank Memorial Fund Quarterly 49, no. 4 (1971), 509–37.
9
Ronald Barrett, Christopher W. Kuzawa, Thomas McDade, dan George J. Armelagos, “Penyakit
Menular yang Muncul dan Muncul Kembali: Transisi Epidemiologi Ketiga,” Tinjauan Tahunan
Antropologi 27 (1998), 247–271.
310 [CH. 9]
Sumber: Laporan Kesehatan Dunia 2004: Sejarah Perubahan (Jenewa, Organisasi Kesehatan
Dunia 2004), lampiran tabel 2.
Dunia
1 (II) Penyakit jantung iskemik 12,6 2 (II) Penyakit serebrovaskular 9,7 3 (I) Infeksi
saluran pernapasan bawah 6,8 4 (I) HIV/AIDS 4,9 5 (II) Penyakit Paru Obstruktif Kronik
4,8 6 (I) Penyakit diare 3,2 7 (I) Tuberkulosis 2,7 8 (I) Malaria 2,2 9 (II) Kanker
trakea/bronkus/paru-paru 2.2 10 (III) Kecelakaan lalu lintas 2.1 Total 10 penyebab 51,2
Afrika
1 (I) HIV/ AIDS 19,6 2 (I) Malaria 10,7 3 (I) Infeksi saluran pernapasan bawah 10,4 4 (I)
Penyakit diare 6,6 5 (I) Penyakit anak 4,9 6 (II) Penyakit serebrovaskular 3,4 7 (I)
Tuberkulosis 3,3 8 (II) Penyakit jantung iskemik 3.1 9 (III) Kecelakaan lalu lintas jalan 1.8
10 (III) Kekerasan 1.3 Total 10 penyebab 65.1
Eropa
1 (II) Penyakit jantung iskemik 24,8 2 (II) Penyakit serebrovaskular 15,1 3 (II) Kanker
trakea/bronkus/paru-paru 3,8 4 (II) Infeksi saluran pernapasan bawah 2,9 5 (II) Penyakit
paru obstruktif kronik 2,7 6 (II) Kanker usus besar/rektum 2,4 7 ( II) Penyakit jantung
hipertensi 1,9 8 (II) Sirosis hati 1,8 9 (III) Tindakan sendiri 1,7 10 (II) Kanker perut 1,6
Total 10 penyebab 58,7
*(I), penyakit menular; (II), penyakit tidak menular; (III) cedera.
Sumber: Laporan Kesehatan Dunia 2004: Sejarah Perubahan (Jenewa, Organisasi Kesehatan Dunia 2004),
lampiran tabel 2.
wilayah. Kelaparan biasa terjadi dan menghancurkan di Asia Timur dan Selatan
sepanjang sebagian besar abad kedua puluh. Dengan beberapa pengecualian,
Korea Utara menjadi satu, kelaparan tidak lagi muncul sebagai ancaman di
sebagian besar Asia. Hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk sub-Sahara
Afrika, di mana kelaparan masih terjadi secara teratur. Bahkan tanpa kelaparan,
gizi buruk terus menjangkiti miliaran orang di Afrika dan di tempat lain dan
berkontribusi pada rendahnya harapan hidup. Malnutrisi membuat individu lebih
rentan terhadap infeksi dan kurang mampu melawannya.
312 [CH. 9] KESEHATAN
10
Bank Dunia, “Kesehatan di Negara Berkembang: Keberhasilan dan Tantangan,” dalam Laporan
Pembangunan Dunia 1993: Berinvestasi dalam Kesehatan (Oxford: Oxford University Press, 1993),
hlm. 17–36. 11Bank Dunia, “Kesehatan di Negara Berkembang.”
DG ROWTH 313
300
250
50.000
0
0,
til
r
r
e M
p o
0 10.000 0
s 200
100
r
<
ini $)
e
50
r
90
80
70
y
40
a y
t
d
a r
30
)
2
n
$
o
lu
p
20
t
op
a
_
10
x f
e
o
saya
%(
0
60
< 45 45—60 60—70 > 70
t
50
-
da
e
h
(tahun)
John
Strauss dan Duncan Thomas, “Health, Nutrition and Economic Development,” Journal of Eco
nomic Literature 36 (Juni 1998).
H EALTH, IN CO ME, AN DG ROWTH 315
13
Lant Pritchett dan Lawrence H. Summers, “Wealthier Is Healthier,” Journal of Human Resources
31, no. 4 (1996), 841–68.
316 [CH. 9] H EALTH 90 Jepang
Cina Portugal y
PolandiaKorea Selatan Arab Saudi
80 Amerika Serikat
= 6,2In(x) + 13,8
60 India Trinidad dan
9
00
2
fi
L
2
= 0,63 Tobago
70 R
,
yc
n
Rusia
tc
e
px
e
50 40 Nigeria Selatan
Guinea Khatulistiwa
Afrika
14
Samuel Preston, “Hubungan yang Berubah antara Mortalitas dan Tingkat Pembangunan
Ekonomi,” Studi Kependudukan 29, no. 2 (1975).
15
David Cutler, Angus Deaton, dan Adrianna Lleras-Muney, “The Determinants of Mortality,”
Journal of Economic Perspectives 20, no. 3 (2006), 116.
H EALTH, IN CO ME, AN DG ROWTH 317
Sumber: Kutipan dari “Seberapa Menguntungkan Pasar? A Look at the Modern History of
Morality,” oleh Richard A. Easterlin. Tinjauan Eropa Sejarah Ekonomi 3, Desember 1999. Hak
Cipta © 1999 Cambridge University Press. Dicetak ulang dengan izin.
H EALTH, IN CO ME, AN DG ROWTH 319
perlu mengambil langkah aktif setiap hari untuk memastikan air mereka aman,
proses yang jauh lebih sulit bahkan tanpa kendala berat yang dihadapi kaum
miskin. Kami mempercayai saran dari profesional kesehatan kami berdasarkan
pengalaman; mengingat rendahnya kualitas perawatan medis di banyak negara
miskin, dapat dipahami bahwa kepercayaan seperti itu tidak ada. Untuk
mengatasi beberapa kendala ini Banerjee dan Duflo merekomendasikan
dorongan, apakah memberikan
insentif moneter kecil untuk vaksin masa kanak-kanak (2 pon dal per vaksinasi
dan satu set pelat baja tahan karat untuk menyelesaikan kursus) atau hanya
membuatnya lebih mudah untuk melakukan yang benar hal (dispenser klorin
"satu putaran" di sebelah sumur desa yang membuat air penghisap klorin
semudah mungkin).16 Memahami perilaku rumah tangga dan individu sangat
penting untuk meningkatkan hasil kesehatan.
16
Abhijit Banerjee dan Esther Duflo seorang pekerja, Poor Economics: A Radical Rethinking of the
Way to Fight Global Poverty (New York: Public Affairs, 2011), chap. 3.
17
A. Fenwick dan BM Figenschou, “Pengaruh Schistosoma mansoni pada Produktivitas Pekerja
Tebu di Perkebunan Gula di Tanzania,” Buletin Organisasi Kesehatan Dunia 47, no. 5 (September
1972), 567–72.
320 [CH. 9] KESEHATAN
keluarga lebih sehat, pekerja kehilangan lebih sedikit hari kerja dalam merawat
anggota keluarga yang sakit. Contoh dramatis dari poin terakhir melibatkan
HIV/AIDS. Perusahaan-perusahaan di Afrika bagian selatan, di mana tingkat
prevalensi HIV adalah yang tertinggi di dunia, kehilangan hari kerja tidak hanya
karena penyakit karyawannya, tetapi juga kehilangan waktu karena menghadiri
pemakaman rekan kerja dan anggota keluarga dalam jumlah yang tinggi.
Kesehatan anggota keluarga juga dapat berdampak pada pendidikan anak,
yang pada gilirannya berimplikasi pada pendapatan masa depan. Keluarga yang
menghadapi penyakit jangka panjang, seperti HIV/AIDS atau TBC pada orang
dewasa, mungkin mengandalkan anak-anak untuk bekerja di ladang, mencari
cara lain untuk mendapatkan penghasilan, atau merawat anggota keluarga yang
sakit, sehingga mencegah anak dari bersekolah dan berinvestasi dalam sumber
daya manusianya sendiri. Kesehatan anak juga secara langsung mempengaruhi
sekolahnya. Kesehatan yang buruk dapat mengurangi kemampuan kognitif pada
siswa dan merusak sekolah melalui ketidakhadiran dan rentang perhatian yang
lebih pendek. Seperti disebutkan sebelumnya, bukti eksperimental dari Kenya
menemukan bahwa siswa di sekolah yang menerima pengobatan sederhana
untuk cacing tambang memiliki tingkat pendaftaran sekolah yang lebih tinggi dan,
dalam kasus pekerjaan berupah, penghasilan yang lebih tinggi sebagai orang
dewasa muda. Ketika kematian anak menurun, orang tua cenderung memiliki
lebih sedikit anak, yang memungkinkan mereka untuk berinvestasi lebih banyak
dalam kesehatan dan pendidikan setiap anak, seperti yang dibahas dalam Bab 7.
Kesehatan anak dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja bertahun-
tahun kemudian ketika anak-anak tumbuh dewasa dan bergabung dengan
angkatan kerja. Efek awal kesehatan pada kekuatan fisik dan kemampuan
kognitif dapat memiliki dampak yang bertahan lama. Pemenang Nobel Robert
Fogel menemukan hubungan yang kuat antara nutrisi, ukuran tubuh, dan
produktivitas tenaga kerja.18 Penelitian di Brasil yang terinspirasi oleh karya Fogel
sebelumnya mengidentifikasi hubungan antara tinggi badan pekerja dan upah.
Pekerja yang lebih tinggi, yang, setelah mengendalikan faktor-faktor lain,
cenderung memiliki nutrisi yang lebih baik selama masa kanak-kanak,
mendapatkan upah yang jauh lebih tinggi, yang mencerminkan tingkat
produktivitas yang lebih tinggi. Hubungan di Brasil kuat: Peningkatan 1 persen
tinggi badan dikaitkan dengan hampir 8 persen peningkatan upah. Ketika pekerja
lebih sehat dan lebih produktif, perusahaan bersedia membayar mereka dengan
upah yang lebih tinggi.
18
Lihat, misalnya, Robert Fogel, “Temuan Baru tentang Gizi dan Kematian Sekuler: Beberapa
Implikasi untuk Teori Kependudukan,” dalam MR Rosensweig dan O. Stark, eds., Buku Pegangan
Ekonomi Kependudukan dan Keluarga, vol. 1a (Amsterdam: Elsevier Science, 1997) hlm. 433–81.
TIGA PENYAKIT KRITIS 321
Pada tanggal 1 Februari 1881, dengan modal lebih dari 100.000 sebagian
besar investor kecil, Compagnie Universelle du Canal Interocéanique
Prancis mulai mengerjakan kanal yang akan melintasi Tanah Genting
Panama dan menyatukan Samudra Atlantik dan Pasifik. Ferdinand de
Lesseps, pembangun Terusan Suez, memimpin proyek tersebut. Pada
bulan-bulan pertama, penggalian berlangsung perlahan tapi pasti.
Kemudian, hujan mulai turun, dan para kru segera menemukan apa yang
mereka hadapi: bermil-mil hutan yang tidak dapat dilalui, hari demi hari
hujan deras, serangga, ular, rawa, panas, dan penyakit endemik—cacar,
malaria, dan demam kuning. .
Pada tahun 1881, perusahaan mencatat sekitar 60 kematian akibat
penyakit. Pada tahun 1882, jumlahnya berlipat ganda, dan tahun
berikutnya, 420 meninggal. Pembunuh yang paling umum adalah malaria
dan demam kuning. Karena perusahaan sering memecat orang sakit untuk
mengurangi biaya pengobatan, angka tersebut mungkin mencerminkan
perkiraan yang rendah. Pada saat perusahaan menghentikan proyek dan
gulung tikar pada bulan Desember 1888, sekitar $300 juta telah dihabiskan,
dan 20.000 orang tewas.
Pada tahun 1904 Presiden Theodore Roosevelt menghasut perjanjian
dengan Panama yang memberi Amerika Serikat hak untuk membangun
terusan dan membuat Zona Kanal selebar 10 mil, yang merupakan wilayah
kedaulatan Amerika yang mengelilingi jalur air. Angkatan Darat AS
mengirim ahli bedah Kolonel William Gorgas ke Panama untuk mengatasi
malaria dan demam kuning. Gorgas segar dari Havana di mana dia telah
membantu memberantas demam kuning, menyusul penemuan oleh
rekannya Mayor Walter Reed dan yang lainnya bahwa penyakit itu dibawa
oleh nyamuk. Perang melawan demam kuning juga secara substansial
mengurangi malaria, berdasarkan penemuan oleh ahli bakteriologi Inggris
Ronald Ross bahwa parasit yang menyebabkan malaria ditularkan oleh
nyamuk Anopheles.
Upaya pengendalian kedua penyakit tersebut berhasil. Demam kuning
benar-benar diberantas. Kematian akibat malaria pada pekerja turun dari
11,6 per 1.000 pada November 1906 menjadi 1,2 per 1.000 pada Desember
1909. Namun dampaknya menyebar jauh melampaui pekerja kanal.
Kematian akibat malaria pada penduduk Panama turun dari 16,2 per 1.000
pada Juli 1906 menjadi 2,6 per 1.000 pada Desember 1909. Terusan itu
selesai dibangun pada 1914, salah satu keajaiban konstruksi terbesar di
awal abad kedua puluh. Proyek ini dengan kuat menunjukkan bahwa
malaria dan demam kuning dapat dikendalikan di wilayah geografis yang
luas, membuka jalan bagi investasi dan peningkatan kegiatan ekonomi.
Sumber: Diadaptasi dari serial film Layanan Penyiaran Publik The American Experi ence:
The Story of Theodore Roosevelt, “TR's Legacy—The Panama Canal,”
www.pbs.org/wgbh/amex/tr/panama.html; dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit,
Malaria: Terusan Panama, www.cdc.gov/malaria/history/panama_canal.htm.
TIGA PENYAKIT KRITIS 323
HIV/AIDS
Meskipun HIV/AIDS20 telah mempengaruhi manusia setidaknya sejak tahun 1930-
an, itu hampir tidak diketahui sampai pertama kali diakui pada tahun 1981. Sejak
itu, pandemi21 telah menyebar tak terhindarkan di seluruh dunia, menimbulkan
korban yang mengerikan pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
termiskin di dunia. Lebih dari 33 juta orang hidup dengan HIV/
AIDS pada tahun 2009, sekitar 1 dari setiap 200 orang di dunia, dan hampir 2 juta
orang meninggal pada tahun itu karena penyebab terkait AIDS. HIV/AIDS adalah
penyebab utama kematian di antara orang dewasa berusia 15 hingga 59 tahun di
seluruh dunia dan telah membunuh sekitar 25 juta orang.
20
Bagian ini mengacu pada informasi dari UNAIDS, 2010 Report on the Global AIDS Epidemic
(Jenewa: UNAIDS, 2010); Dana Global, Laporan Penyakit 2004 (Jenewa: Dana Global untuk
Memerangi AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria, 2004); dan informasi dari WHO (www.who.int) dan
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC; www.cdc.gov).
21
HIV/AIDS biasanya disebut sebagai pandemi daripada epidemi. Kedua istilah ini sering merujuk
pada penyebaran penyakit menular. Epidemi mengacu pada penyakit yang muncul dalam jumlah
kasus yang lebih besar daripada yang biasanya diperkirakan. Pandemi mengacu pada jumlah kasus
yang lebih tinggi yang tersebar di wilayah geografis yang lebih luas.
324 [CH. 9]
Sumber: “HIV InSite,” Universitas California di San Francisco; WHO; Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit; dan Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis, dan
Malaria.
22
Di wilayah Rakai di Uganda, para peneliti mengaitkan sekitar 5 poin persentase dari penurunan
6,2 persen dalam prevalensi HIV antara tahun 1994 dan 2003 dengan peningkatan kematian.
UNAIDS, AIDS Epidemic Update (Jenewa, UNAIDS, 2005), hlm. 26.
326 [CH. 9] KESEHATAN
0,1 persen di Kuba tetapi 3,1 persen di Bahama. Di Asia, Thailand telah
mengimplementasikan kampanye yang berhasil untuk membatasi penyebaran
penyakit, dan tingkat infeksi baru turun lebih dari 25 persen antara tahun 2001
dan 2009 di India dan Nepal; di negara lain, bagaimanapun, jumlah orang yang
terinfeksi meningkat. Dengan 2,4 juta orang yang hidup dengan HIV, India
memiliki jumlah orang terinfeksi terbesar ketiga di dunia setelah Afrika Selatan
dan Nigeria. Epidemi berkembang di Cina, di mana transfusi darah yang tidak
aman dan penyalahgunaan obat secara tradisional menyumbang sebagian besar
kasus HIV. Dari 740.000 orang HIV-positif di Cina pada tahun 2009, 59 persen
terinfeksi melalui penularan seksual. Epidemi memburuk di Eropa Timur dan Asia
Tengah (jumlah orang yang hidup dengan HIV di wilayah ini hampir tiga kali
lipat sejak tahun 2000), didorong oleh lonjakan infeksi di antara orang-orang yang
menyuntikkan narkoba. Perempuan semakin rentan terhadap HIV, dan secara
global, anak perempuan dan perempuan menyumbang lebih dari setengah dari
mereka yang hidup dengan HIV. Di Afrika, gambarannya sangat suram bagi
wanita muda; mereka yang berusia 15 hingga 24 tahun delapan kali lebih
mungkin menjadi HIV-positif dibandingkan laki-laki. Faktor sosial ekonomi
berkontribusi signifikan terhadap kerentanan perempuan terhadap infeksi HIV.
Sebagian besar terinfeksi oleh pasangan yang mempraktikkan perilaku berisiko
tinggi. Yang memperparah masalah ini adalah sebanyak 9 dari 10 orang HIV-
positif di Afrika sub-Sahara tidak tahu bahwa mereka terinfeksi.
Ketidakberdayaan sosial dan kurangnya akses ke pendidikan atau layanan HIV
lebih lanjut berkontribusi pada melonjaknya pandemi di kalangan perempuan. Di
24 negara sub-Sahara, dua pertiga atau lebih wanita muda berusia 15 hingga 24
tahun tidak memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang penularan HIV. 23
Anak-anak juga rentan. Lebih dari 2,5 juta anak HIV-positif, dan ada lebih dari
0,25 juta kematian terkait AIDS di antara anak-anak pada tahun 2009. Sebagian
besar anak yang terinfeksi tertular HIV melalui penularan dari ibu mereka selama
kehamilan, persalinan dan melahirkan, atau menyusui. Obat antiretroviral (ARV),
seperti nevirapine, secara signifikan mengurangi penularan dari ibu ke anak tetapi
masih tidak selalu tersedia di Afrika sub-Sahara. Pandemi HIV/AIDS telah
melumpuhkan banyak negara yang membuat kemajuan signifikan di bidang
kesehatan. Sementara sebagian besar negara di Afrika sub-Sahara telah
mencapai peningkatan harapan hidup yang stabil pada 1960-an, 1970-an, dan
awal 1980-an, di beberapa negara kemajuan ini berhenti pada akhir 1980-an dan
sejak itu berbalik. Gambar 9–5 menunjukkan perubahan dalam harapan hidup
untuk enam negara yang paling parah terinfeksi. Tragisnya, angka harapan hidup
turun dari rata-rata 61 tahun pada tahun 1992 menjadi hanya 47 tahun pada
tahun 2007. Namun seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9–5, beberapa negara
(Botswana, Namibia, Zim babwe) tampaknya telah mencapai titik balik, dengan
angka harapan hidup yang meningkat. sekali lagi. Efeknya pada masyarakat dan
keluarga sangat menghancurkan ketika orang tua, anak-anak, dan pemimpin
masyarakat menjadi sakit dan meninggal. Tidak seperti kebanyakan penyakit,
HIV/AIDS menyerang terutama orang dewasa muda dan segmen populasi yang
aktif secara ekonomi. Penyakit lain cenderung melumpuhkan mereka yang
sangat muda, tua, atau mereka yang sudah dilemahkan oleh
23
UNAIDS dan Organisasi Kesehatan Dunia lainnya, “Angka Infeksi HIV Menurun di Beberapa
Negara tetapi Jumlah Global Orang yang Hidup dengan HIV Terus Meningkat,” siaran pers, 21
November 2005, tersedia di www.who.int/hiv/epiupdate2005/en/index.html.
65
y
60
b
55
Swaziland
)
_ Namibia
Zimbabwe
t
a
yc
n
e
e
fi
L
Botswana
50 45 40
tc
e
px
e
24
Steven Russell, “Beban Ekonomi Penyakit untuk Rumah Tangga: Tinjauan Biaya Penyakit dan
Studi Strategi Mengatasi Berfokus pada Malaria, Tuberkulosis dan HIV/AIDS.” Kertas Kerja Proyek
Prioritas Pengendalian Penyakit (DCPP) 15, Agustus 2003, tersedia di
http://www.dcp2.org/file/30/wp15.pdf. Biaya pemakaman telah menjadi pengeluaran yang signifikan
bagi rumah tangga dan perusahaan. Mereka telah menjadi begitu umum sehingga perusahaan mulai
membatasi jumlah hari yang dapat diambil karyawan untuk cuti pemakaman setiap bulan. Ini adalah
masalah, sebagian, karena anggota keluarga sering dimakamkan di desa tradisional mereka, yang
membutuhkan perjalanan berhari-hari bagi para pelayat.
328 [CH. 9] KESEHATAN
25
Organisasi Kesehatan Dunia, Laporan Kesehatan Dunia 2004: Mengubah Sejarah (Jenewa:
Organisasi Kesehatan Dunia, 2004).
26
Diane V. Havlir dan Scott M. Hammer, “Paten Versus Pasien? Terapi Antiretroviral di India,” New
England Journal of Medicine 353, no. 8 (25 Agustus 2005), 749–51.
TIGA PENYAKIT KRITIS 329
MALARIA
Malaria27 diperkirakan merenggut nyawa 2.000 anak setiap hari dan merupakan
penyumbang utama penyakit di negara berkembang. WHO memperkirakan
sekitar setengah dari populasi dunia berisiko malaria di lebih dari 106 negara,
terutama negara-negara miskin yang terletak di daerah tropis. Malaria
menyumbang hampir 800.000 kematian dan 225 juta kasus penyakit parah setiap
tahun. Afrika, sekali lagi, menanggung beban terberat, dengan sekitar 78 persen
kasus malaria klinis dan 91 persen kematian akibat malaria dunia. Hampir
seperlima dari kematian pada anak balita di Afrika disebabkan oleh malaria.
Malaria juga terus menjadi masalah di Asia Tenggara, India, Amerika Latin, dan
beberapa bagian Oseania.
Sebagian besar penyakit di negara berkembang memiliki dampak yang tidak
proporsional pada orang miskin, tetapi ini terutama terjadi pada malaria. Keluarga
miskin lebih cenderung tinggal di daerah kumuh atau di pedesaan di mana
malaria biasa terjadi, cenderung tidak mampu melakukan langkah-langkah
pencegahan sederhana (seperti kelambu berinsektisida), dan kecil
kemungkinannya untuk menerima pengobatan begitu demam menyerang. Pada
1990-an, lebih dari setengah kematian akibat malaria terjadi pada 20 persen
penduduk termiskin di dunia, persentase yang lebih tinggi daripada penyakit lain
yang penting bagi kesehatan masyarakat. Persentase ini adalah
16
14
s
12
e
jam
10
_
dl
a
8
e
<
r
6
d
n
4
e
0
Termiskin Kedua Menengah Keempat Terkaya Kuintil Kekayaan
27
Bagian ini mengacu pada informasi dari UNICEF dan WHO, Laporan Malaria Dunia 2010,
(Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia, 2010); Dana Global, Laporan Penyakit; dan Tina Rosenberg,
“Yang Dibutuhkan Dunia Sekarang Adalah DDT,” New York Times (11 April 2004).
330 [CH. 9] H EALTH
mungkin lebih tinggi hari ini. Gambar 9–6 menunjukkan bahwa di Zambia 13
persen anak-anak dari kuintil termiskin menderita malaria, sedangkan kurang dari
3 persen anak-anak dari kuintil terkaya terinfeksi.
Banyak negara telah mulai membuat kemajuan dalam mengurangi malaria.
Strategi pencegahan termasuk penggunaan kelambu berinsektisida bagi mereka
yang berisiko tinggi terkena malaria, pemberian obat pencegahan intermiten pada
ibu hamil, dan penyemprotan dengan insektisida dan bentuk pengendalian vektor
lainnya. Bagi mereka yang menjadi sakit malaria, penyakit ini dapat dikendalikan
dengan pengobatan dini. Sampai saat ini, belum ada vaksin
untuk penyakit ini, meskipun penelitian sedang dilakukan untuk menemukannya.
Sayangnya, karena ini adalah penyakit orang miskin, peluang komersial terbatas
untuk menjual vaksin dan menutup biaya penelitian dan pengembangan yang
mahal, dan penelitian tentang vaksin ini kekurangan dana. Kotak 9–5
menjelaskan satu ide yang ditujukan untuk mengatasi kegagalan pasar ini.
Sumber: Gagasan untuk AMC dikembangkan oleh kelompok kerja yang diselenggarakan oleh
Pusat Pengembangan Global dan didasarkan pada gagasan sebelumnya oleh ekonom
Universitas Harvard Michael Kremer. Lihat Owen Barder, Michael Kremer, dan Ruth Levine,
Making Markets for Vaccines: Ideas to Action (Wash ington, DC: Center for Global
Development, 2005). Sebagian besar teks dalam kotak ini diambil dari laporan ini. Lihat juga
Michael Kremer dan Rachel Glennerster, Obat Kuat: Menciptakan Insentif untuk Penelitian
Farmasi tentang Penyakit Terabaikan (Princeton, NJ: Princeton University Press, 2004).
Malaria dapat memiliki biaya ekonomi yang besar di atas dampak kesehatan
masyarakatnya. Penelitian oleh ekonom John Gallup dan Jeffrey Sachs
menyimpulkan bahwa adanya beban malaria yang tinggi mengurangi
pertumbuhan ekonomi sebesar 1,3 persen per tahun. 28 Meskipun angka tersebut
mungkin mencakup dampak penyakit lain yang terjadi bersamaan dengan
malaria (seperti HIV/AIDS), ada sedikit keraguan bahwa malaria menimbulkan
beban berat di negara-negara dengan tingkat prevalensi yang tinggi. Program
malaria bisa sangat hemat biaya. Satu studi, berdasarkan data dari Afrika sub-
Sahara, memperkirakan bahwa manfaat bersih dari paket lengkap intervensi
malaria sekitar 18 kali lebih tinggi daripada biayanya.29
28
John Gallup and Jeffrey Sachs, “The Economic Burden of Malaria,” American Journal of
Tropical Med icine and Hygiene Special Supplement (June 2001).
29
Global Fund, 2001 Disease Report, p. 37.
THREE CRITICAL DISEASES 333
TUBERCULOSIS
Until 20 years ago, tuberculosis (TB)30 was uncommon in the industrialized world
and many assumed that the disease had been largely conquered. But, in recent
years, TB has reemerged as a virulent killer. More than 2 billion people, one-third
of the world's population, are infected with the TB bacterium. Most people who
are infected carry the bacterium in their body without symptoms, but each year
9.4 million people develop active TB and exhibit fever and other symptoms. TB
causes or contributes to 1.7 million deaths each year, with 90 percent of the
deaths occurring in developing countries. About a quarter of those who die also
are infected with HIV, which weak ens the immune system and makes people
more vulnerable to developing active TB.
As with other diseases, the poor are particularly vulnerable to TB. Studies in
India have shown that the prevalence of TB is two to four times higher among
groups with low income and no schooling. The poor are more likely to live in
overcrowded conditions where the airborne bacterium can spread easily. Poor
nutrition and
30
This section draws on information from WHO, Global Tuberculosis Control 2010 (Geneva: World
Health Organization, 2010).
334 [CH. 9] H EALTH
inadequate sanitation also add to the risk. And as with other diseases, once the
poor are infected, they are less likely to be diagnosed and treated. The economic
costs of TB can be significant, stemming from lost work for the patient and
caregivers, extra nutritional needs, treatment costs, transportation to and from
clinics, and withdrawal of children from schools. In the developing world, an adult
with TB can lose an aver
age of three to four months of work. 31 Every year in India alone, more than
300,000 children leave school because of their parent's TB. By some estimates,
TB depletes the incomes of the world's poorest communities by up to $12 billion
every year, and lost productivity can cost an economy on the order of 4 to 7
percent of GDP.32
The internationally recommended strategy to control TB is directly observed
treatment, short course (DOTS), which combines a regular TB drug dosage with
clinical observation visits. Full treatment takes many months, but unfortunately
some patients stop taking their medicines during that period because they start to
feel better or the drug supply is unreliable. This may lead to the emergence of
drug-resistant TB. A particularly dangerous form of drug-resistant TB is multidrug
resistant TB (MDR-TB). Rates of MDR-TB are high in some countries, including
Russia, and threaten TB-control efforts. From a public health perspective, poorly
supervised or incomplete treatment of TB is worse than no treatment at all. When
people fail to complete the treatment regime, they may remain infectious and
develop a resistance to treatment. People they infect have the same drug-
resistant strain. While drug-resistant TB generally is treatable, it requires
extensive chemo
therapy (up to two years of treatment), which is often prohibitively expensive
(often more than 100 times more expensive than treatment of drug-susceptible
TB) and more toxic to patients. Direct observation of treatment helps TB patients
adhere to treatment. According to WHO, the DOTS strategy produces cure rates
of up to 95 per
cent, even in the poorest countries. A six-month supply of drugs for treatment
under the DOTS strategy costs as little as $10 per patient. The World Bank has
identified the DOTS strategy as one of the most cost-effective of all health
interventions.33
For DOTS to be effective, there must be access to TB sputum microscopy for
TB detection; standardized short-course treatment of six to eight months, includ
ing direct observation of treatment; an uninterrupted supply of high-quality drugs;
a reporting system to monitor patient outcome and program performance; and a
political commitment to sustained TB control. Since its inception in 1995, more
than 41 million TB patients have been treated under DOTS and 184 countries
have adopted the DOTS strategy. However, 1.8 million people fail to get access
to TB treat ment each year.
31
World Health Organization, Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National Programmes, 3rd
ed. (Geneva: World Health Organization, 2003).
32
Global Fund, 2004 Disease Report, p. 26.
33
World Health Organization, “Tuberculosis,” Fact Sheet No. 104 (Geneva: World Health
Organization, 2005).
WHAT WO RKS? SO ME SU CCESSES ING LO BAL H EALTH 335
Despite many challenges to health in the developing world, there are also many
suc cesses. The examples that follow recount specific actions by the health sector
that saved millions of lives and improved millions more. These cases are
excerpted from Millions Saved: Proven Successes in Global Health, by Ruth
Levine and the What Works Working Group.34 (The What Works Working Group is
a group of 15 develop ment specialists convened by the Center for Global
Development.) Millions Saved describes 17 successful public health interventions
in the developing world. The programs highlighted were implemented on national,
regional, or global scales, addressed problems of substantial public health
significance, demonstrated a clear and measurable impact on a population's
health, lasted at least five consecutive years, and were cost-effective.
The cases presented in Millions Saved demonstrate what the health sector
can do, even in the poorest countries. Innovative interventions that involve the
com munity can reach the most remote regions. These cases also demonstrate
that gov ernments in poor countries can get the job done, including being the
chief sources of funds for the interventions. In almost all the cases, the public
sector, so often maligned for its corruption and inefficiency, was responsible for
delivering care to the affected populations. The interventions included
technological developments as well as basic changes in behavior that had a great
impact on health. In the control of guinea worm in Africa, for example, families
learned to filter their water consci entiously; and in the fight against deaths from
dehydration due to diarrheal disease in Bangladesh, mothers learned how to mix
a simple salt and sugar solution and taught the technique to their daughters.
Interventions can also benefit from inter national coalitions or partnerships. Such
cooperative ventures can break through bureaucracies, provide funding, bring
technical capabilities, and generate the polit ical will to sustain an effort in the
face of competing priorities. It is also possible to determine whether
improvements in health outcomes are due to specific interven tions; in most
cases, because special efforts were made to collect data that look at outcomes.
Finally, these cases illustrate that success comes in all shapes: disease specific
programs, initiatives that improve access and quality, traditional public health
interventions, and legal and regulatory reforms all can work, individually or in
combination.
34
Ruth Levine and the What Works Working Group with Molly Kinder, Millions Saved: Proven
Successes in Global Health (Washington, DC: Center for Global Development, 2004). We summarize
5 of the 17 cases presented. Interested students should consult Millions Saved for more complete
coverage of these five cases and to learn about the other cases.
336 [CH. 9] H EALTH
patients at local TB dispensaries every other day for six months as they
swallowed their antibiotic treatment. Information on each treatment was sent to
the county TB dispensary, and treatment outcomes were sent quarterly to the
National Tuberculo sis Project Office.
China achieved a 95 percent cure rate for new cases within two years of
adopt ing DOTS, and a cure rate of 90 percent for those who had previously
undergone unsuccessful treatment. The number of people with TB declined by
over 37 percent between 1990 and 2000, and an estimated 30,000 TB deaths
were prevented each year. The program cost $130 million in total. The World
Bank and WHO estimate that successful treatment was achieved at less than
$100 per person. One life year was saved for an estimated $15 to $20.
Despite China's success in curing TB, the program achieved lower-than-
hoped for rates of case detection. China is not alone in this shortcoming and had
an experi ence similar to other high-burden countries. One of the main
contributing factors to the low case detection rate was inadequate referral of
suspected TB cases from hospi tals to the TB dispensaries. Because hospitals
can charge for TB diagnosis and treat ment, they have little economic incentive to
direct patients to the dispensaries. As a result, despite regulations requiring
referrals to dispensaries, most TB patients are diagnosed in hospitals, where
treatment is often abandoned prematurely.
TB remains a deadly threat in China. Hundreds of millions of people are
infected and 10 percent of these are predicted to develop active TB. The
government of China faces the challenge of maintaining high cure rates in the
provinces covered by the project while scaling up the DOTS program to the
remaining half of the population. In response to the 2004 SARS epidemic, the
government established a web-based reporting system throughout the country,
making it mandatory to report 37 infec tious diseases, including TB, within 24
hours. From 2004 to 2007 the proportion of TB cases referred from hospitals to
dispensaries increased from 59 percent to 78 per
cent, and in 2009 China had one of the highest case detection rates for high
burden countries.
ERADICATING SMALLPOX
Smallpox, which had affected 10 to 15 million people globally in 1966 and
resulted in 1.5 to 2 million deaths, has been completely eradicated. The last
recorded case of smallpox occurred in Somalia in 1977. Its eradication has been
heralded as one of the greatest achievements of public health in world history. In
addition to the direct impact on smallpox, the campaign brought important
benefits to other health issues, such as improvements in routine immunization.
During the smallpox eradication campaign it was discovered that more than one
vaccine could be given at a time, an idea now taken for granted. In 1970, the
Expanded Program on Immunization was proposed, which sought to add several
vaccines to routine smallpox inoculation. By 1990, 80 percent of the children
throughout the developing world were receiving vaccines against six childhood
killers, compared to only 5 percent when the program started.
338 [CH. 9] H EALTH
Polio, short for poliomyelitis, is caused by the intestinal poliovirus. Its most
feared effect, paralysis, develops in less than 1 percent of all victims, when the
virus affects the central nervous system. The most serious form of the disease
causes paral ysis that leaves a person unable to swallow or breath. Respiratory
support is needed to keep patients alive and mortality runs as high as 40 percent.
In the 1930s and 1940, after a series of polio outbreaks, the American public
called for a vaccine. The mobilization effort was led by the disease's most famous
victim, US President Franklin D. Roosevelt. In 1938, President Roosevelt created
the National Foundation for Infantile Paralysis, later renamed the March of Dimes,
to raise funds “a dime at a time” to support the quest for a vaccine. In 1952, the
cam
paign paid off with Dr. Jonas Salk's discovery of an inactivated polio vaccine
(IPV). Between 1955 and 1961, more than 300 million doses were administered
in the United States, resulting in a 90 percent drop in the incidence of polio. In
1961, a sec ond scientific breakthrough resulted in a new form of the vaccine. Dr.
Albert Sabin's oral polio vaccine (OPV) had several advantages over the previous
vaccine. The vaccine prevented paralysis, as did the IPV, but OPV went further
by helping to halt person-to-person transmission. At approximately $0.05 per
dose, OPV was cheaper than its predecessor, and because it is an oral vaccine
that requires no needles, it is easier to administer on a wide scale by volunteers.
Successful vaccination programs in Latin America eventually led the Pan
American Health Organization in 1985 to launch a program to eradicate polio
from the Ameri cas. The immunization strategy of the campaign centered around
three primary components: achieving and maintaining high immunization
coverage, prompt identification of new cases, and aggressive control of
outbreaks. In countries where polio was endemic, national vaccine days (NVDs)
were held twice a year, one to two months apart, reaching nearly all children
younger than five. The NVDs were designed to vaccinate as many children as
possible. While aggressive vaccination strategies helped slow polio's
transmission in most of the region, the disease still lingered.
Operation Mop-Up was launched in 1989 to aggressively tackle the virus in
its final bastions. The initiative targeted the communities where polio cases had
been reported, where coverage was low, or where overcrowding, poor sanitation,
weak healthcare infrastructure or heavy migration pervaded. In these
communities, house-to-house vaccination campaigns were held to finally wipe out
the disease. The last reported case in Latin America was in Peru in 1991. Polio
was declared eradi
cated from the Americas a few years later when no further cases emerged.
Administration of an oral polio vaccine proved both inexpensive and cost-
effective. The cost of immunizing a child with three doses of the polio vaccine
(along with diphtheria, tetanus, and pertussis vaccine) is just $21. Even without
taking into con sideration such benefits as increased productivity, strengthened
capacity to fight other diseases, and reduced pain and suffering, the polio
eradication campaign was
340 [CH. 9] H EALTH
economically justified based on the savings of medical costs for treatment and
reha bilitation alone. The first five years of the polio campaign cost $120 million:
$74 from national sources and $46 million from international donors. Taking into
consider ation the savings from treatment avoided, donor contributions paid for
themselves in 15 years. Today, war and politics, not money, are the primary
barriers to the total eradication of polio.
India and Bangladesh in the 1970s. In 1971, the war for independence in what is
now Bangladesh created 10 million refugees. The unsanitary conditions in
overcrowded refugee camps resulted in outbreaks of cholera with fatality rates
approaching 30 per cent. Resources were not available for mass treatment with
IV fluids. Oral treatment was proposed as an alternative. The results were
extraordinary. Cholera fatalities in the camp using ORT dropped to less than 4
percent, compared to 20 to 30 percent in camps treated with intravenous therapy.
Egypt was one of the pioneers of national-level administration of oral rehydra
tion therapy. In 1977, 1 in 20 children died of diarrhea before his or her first birth
day. That year packets of oral rehydration salts were introduced at public clinics
and for sale at pharmacies, but few mothers were aware of the treatment and
even fewer used it. In 1982, only 10 to 20 percent of diarrhea cases used the
packets of oral rehy dration salts. Physicians also did not recommend them.
In 1980, the government launched the Strengthening of Rural Health Delivery
Project to test how mothers and physicians could be persuaded to use ORT.
Initially, in 29 rural villages, nurses taught mothers in their homes how to use
ORT and physi cians were educated about the therapy. ORT use rose
dramatically, and as a result, child mortality was 38 percent lower than in control
villages, and diarrhea-associated mortality during the peak season was 45
percent lower. Based on the success of these community trials, in 1981 Egypt
began a massive program to promote ORT use among the country's 41 million
residents. Financial and technical support came from the US Agency for
International Development (USAID) and the public health orga
nization John Snow, Inc. The program involved the entire Ministry of Health, other
branches of government, WHO, and UNICEF. The program worked through the
exist ing health infrastructure in order to strengthen the capacity of the health
services to deliver care.35
The program used several innovative approaches to increase the use of
ORT. Packets were redesigned in smaller quantities and the project logo became
the most recognized product label in Egypt. Production and distribution channels
were devel oped. Health workers, nurses, and physicians were trained. A mass
media campaign was launched in 1984 that took advantage of the 90 percent of
households that had televisions. The campaign was very successful. By 1986,
nearly 99 percent of moth ers were aware of ORT. Infant mortality dropped by 36
percent and child (under-five) mortality by 43 percent between 1982 and 1987.
Mortality due to diarrhea dropped 82 percent among infants and 62 percent
among children during this same period. The program achieved success with an
extremely cost-effective intervention. The average cost per child treated with ORT
was less than $6, and the cost per death averted was between $100 and $200.
35
M. el-Rafie et al., “The Effect of Diarrheal Disease Control on Infant and Childhood Mortality in
Egypt: Report from the National Control of Diarrheal Diseases Project,” The Lancet 335, no. 8690
(March 17, 1990).
342 [CH. 9] H EALTH
LESSONS LEARNED
There is no simple prescription for success that comes out of comparing the
cases presented in Millions Saved. Nor can one easily place blame for the dismal
failures that let HIV/AIDS ravage southern Africa or prolong malaria's devastating
toll on so many. Poverty is one of the explanations for the failures but it is not
sufficient. Even poor nations have had success in combating diseases. The
health sector is one with pervasive market failures: There are all the common
problems of negative externali
ties, principal-agent problems, information failures, and public goods. An inability
to resolve these issues reflects equally pervasive government failures at the local,
national, and international levels.
Successful health initiatives are characterized by strong leadership. Former
World Bank president Robert McNamara was personally committed to controlling
river blindness in West Africa, the Thai government had charismatic leaders with
the vision to launch a program to prevent the spread of HIV/AIDS, and Egyptian
offi
cials stood firmly behind plans to expand ORT from community trials to a national
program. In contrast, South African presidents Nelson Mandela and Thabo Mbeki
generally ignored HIV/AIDS as an issue until the disease had already turned into
a pandemic and national tragedy. Malaria, after having been resolved in the
developed nations, has been neglected elsewhere.
In addition to strong leadership and program champions, one needs a combi
nation of a technological solution and an affordable delivery system. Affordability
can require concessions from patent holders, as has happened with generic
ARVs mass produced by pharmaceutical companies in Brazil and India. Public–
private partnerships also have worked, in which drugs are provided at cost and
distribu tion is handled by government authorities. Donors, whether public or
private, can
H EALTH CHALLEN G ES 343
play important roles. The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria;
USAID; Bank Dunia; and others have provided critical finance as has the private
Bill & Melinda Gates Foundation. Local commitment is equally essential. Deliver
ing improved health requires the actions of millions of individuals, whether those
trained as doctors, nurses, or engineers or relatively unskilled workers and volun
teers who watch patients take their medications as part of DOTS programs or
help administer oral vaccines in remote villages.
HEALTH CHALLENGES
HEALTH CHALLENGES
The challenge for the twenty-first century is to continue the battle against commu
nicable disease while developing strategies to combat emerging epidemics of non
communicable conditions. The developing world continues to face the illnesses of
poverty. Over 8 million children and 300,000 mothers die each year, even though
most of these deaths can be avoided through cost-effective vaccine programs,
rehy dration therapy for diarrheal diseases, improved nutrition status, and better
birthing practices. Many people believe that infectious diseases in low- and
middle-income countries should be a high priority because the technical means
exist to control them and they disproportionately affect the young. The Millennium
Development Goals (MDGs) placed maternal and child health as a high priority
and an integral part of poverty reduction. Over the past decade, the MDGs have
moved maternal and child health from a primarily technical concern to one that is
increasingly seen as a “moral and political imperative.”36
The battle against infectious disease will be ongoing this century. New
diseases will emerge and, in a more globalized world, move quickly across
borders. Drug resis tance will make disease eradication much harder, as the
discovery of new drugs races against the ability of microbes to adapt and mutate
into even more virulent strains. But infectious diseases are not the only challenge
the low- and middle-income nations face. The 2002 World Health Report:
Reducing Risks, Promoting Healthy Life highlighted other factors that have
adverse effects on health. The report identified 10 major global risk factors in
terms of the burden of disease. Listed in order of their expected health risks, they
are underweight children; unsafe sex; high blood pres sure; tobacco
consumption; alcohol consumption; unsafe water, sanitation, and hygiene; iron
deficiency; indoor smoke from solid fuels; high cholesterol; and obesity and
physical inactivity. These 10 risk factors already account for more than one-third
of deaths worldwide.
36
World Health Report 2005: Make Every Mother and Child Count (Geneva: World Health
Organization, 2005), p. 3.
344 [CH. 9] H EALTH
SUMMARY
SUMMARY
• Better health helps children remain at school and makes workers more
productive in their fields and at their jobs. Better health increases the
opportunity nations and individuals face to save and invest in their
futures. Higher incomes, in turn, permit governments and families to
devote more resources, whether for water, sanitation, vaccines, drugs,
or health workers, to improving health.
• Infectious disease continues to plague poor nations. HIV/AIDS, malaria,
and tuberculosis are three of the best known. Together they kill 4.5
million people a year, accounting for about 8 percent of all deaths
worldwide. Other infectious diseases kill millions more, especially
children, and debilitate those who are sick but do not die. Many of
these infectious diseases, including HIV/AIDS, malaria, and
tuberculosis, are preventable and with adequate resources and
institutions can be treated effectively. That this is not happening is both
an economic failure and a human tragedy.
• The spread of HIV/AIDS, the failure to attack malaria, and the
reemergence of TB, including new drug-resistant strains, provide
evidence of what has gone wrong in addressing world health. But there
are also abundant examples of health successes, ranging from the
eradication of smallpox to the near eradication of polio to the diffusion of
oral rehydration therapies as a means of saving children from diarrheal
diseases.
• The challenge of the twenty-first century will be for low- and middle
income countries to win the battle against both old and new
infectious diseases, while addressing the increasing prevalence of
chronic noncommunicable diseases long associated with higher
incomes.
PEKERJAAN APA? BEBERAPA SUKSES DALAM
KESEHATAN GLOBAL
34
Ruth Levine dan Kelompok Kerja Apa yang Bekerja dengan Molly Kinder, Jutaan Terselamatkan:
Keberhasilan yang Terbukti dalam Kesehatan Global (Washington, DC: Center for Global
Development, 2004). Kami merangkum 5 dari 17 kasus yang disajikan. Siswa yang tertarik harus
berkonsultasi dengan Jutaan Disimpan untuk cakupan yang lebih lengkap dari lima kasus ini dan
untuk mempelajari tentang kasus lainnya.
336 [CH. 9] KESEHATAN
pasien di apotik TB lokal setiap hari selama enam bulan saat mereka menelan
pengobatan antibiotik mereka. Informasi tentang setiap pengobatan dikirim ke
apotik TB kabupaten, dan hasil pengobatan dikirim setiap tiga bulan ke Kantor
Proyek Tuberkulosis Nasional.
China mencapai tingkat kesembuhan 95 persen untuk kasus baru dalam
waktu dua tahun setelah mengadopsi DOTS, dan tingkat kesembuhan 90 persen
untuk mereka yang sebelumnya telah menjalani pengobatan yang tidak berhasil.
Jumlah orang dengan TB menurun lebih dari 37 persen antara tahun 1990 dan
2000, dan diperkirakan 30.000 kematian TB dicegah setiap tahun. Program ini
menelan biaya total $130 juta. Bank Dunia dan WHO memperkirakan bahwa
pengobatan yang berhasil dicapai dengan biaya kurang dari $100 per orang. Satu
tahun kehidupan disimpan untuk sekitar $15 sampai $20.
Terlepas dari keberhasilan China dalam menyembuhkan TB, program ini
mencapai tingkat deteksi kasus yang lebih rendah dari yang diharapkan. Cina
tidak sendirian dalam kekurangan ini dan memiliki pengalaman yang serupa
dengan negara-negara beban tinggi lainnya. Salah satu faktor penyebab
rendahnya angka deteksi kasus adalah tidak memadainya rujukan kasus suspek
TB dari rumah sakit ke apotik TB. Karena rumah sakit dapat mengenakan biaya
untuk diagnosis dan pengobatan TB, mereka hanya memiliki sedikit insentif
ekonomi untuk mengarahkan pasien ke apotik. Akibatnya, meskipun ada
peraturan yang mewajibkan rujukan ke apotik, sebagian besar pasien TB
didiagnosis di rumah sakit, di mana pengobatan sering ditinggalkan sebelum
waktunya.
TB tetap menjadi ancaman mematikan di China. Ratusan juta orang terinfeksi
dan 10 persen di antaranya diperkirakan mengembangkan TB aktif. Pemerintah
China menghadapi tantangan untuk mempertahankan tingkat kesembuhan yang
tinggi di provinsi-provinsi yang dicakup oleh proyek sambil meningkatkan
program DOTS ke separuh populasi yang tersisa. Menanggapi epidemi SARS
2004, pemerintah membentuk sistem pelaporan berbasis web di seluruh negeri,
yang mewajibkan pelaporan 37 penyakit menular, termasuk TB, dalam waktu 24
jam. Dari tahun 2004 hingga 2007 proporsi kasus TB yang dirujuk dari rumah
sakit ke apotik meningkat dari 59 persen menjadi 78
persen, dan pada tahun 2009 Cina memiliki salah satu tingkat deteksi kasus
tertinggi untuk negara dengan beban tinggi.
PEMBERANTASAN KECIL
Cacar, yang telah menyerang 10 hingga 15 juta orang di seluruh dunia pada
tahun 1966 dan mengakibatkan 1,5 hingga 2 juta kematian, telah diberantas
sepenuhnya. Kasus cacar terakhir yang tercatat terjadi di Somalia pada tahun
1977. Pemberantasannya telah digembar-gemborkan sebagai salah satu
pencapaian kesehatan masyarakat terbesar dalam sejarah dunia. Selain
berdampak langsung terhadap penyakit cacar, kampanye tersebut membawa
manfaat penting bagi masalah kesehatan lainnya, seperti peningkatan imunisasi
rutin. Selama kampanye pemberantasan cacar ditemukan bahwa lebih dari satu
vaksin dapat diberikan pada satu waktu, sebuah ide yang sekarang diterima
begitu saja. Pada tahun 1970, Program Imunisasi yang Diperluas diusulkan, yang
berusaha menambahkan beberapa vaksin ke dalam inokulasi cacar rutin. Pada
tahun 1990, 80 persen anak-anak di seluruh dunia berkembang menerima vaksin
untuk melawan enam pembunuh anak-anak, dibandingkan dengan hanya 5
persen ketika program dimulai.
338 [CH. 9] KESEHATAN
India dan Bangladesh pada 1970-an. Pada tahun 1971, perang kemerdekaan di
tempat yang sekarang disebut Bangladesh menciptakan 10 juta pengungsi.
Kondisi tidak sehat di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak mengakibatkan
wabah kolera dengan tingkat kematian mendekati 30 persen. Sumber daya tidak
tersedia untuk pengobatan massal dengan cairan IV. Pengobatan oral diusulkan
sebagai alternatif. Hasilnya sangat luar biasa. Kematian akibat kolera di kamp
yang menggunakan ORT turun menjadi kurang dari 4 persen, dibandingkan
dengan 20 hingga 30 persen di kamp yang diobati dengan terapi intravena.
Mesir adalah salah satu pelopor administrasi tingkat nasional terapi rehidrasi
oral. Pada tahun 1977, 1 dari 20 anak meninggal karena diare sebelum hari
kelahirannya yang pertama. Tahun itu paket garam rehidrasi oral diperkenalkan
di klinik umum dan untuk dijual di apotek, tetapi hanya sedikit ibu yang
mengetahui pengobatan dan bahkan lebih sedikit yang menggunakannya. Pada
tahun 1982, hanya 10 hingga 20 persen kasus diare yang menggunakan paket
garam rehidrasi oral. Dokter juga tidak merekomendasikannya.
Pada tahun 1980, pemerintah meluncurkan Proyek Penguatan Pelayanan
Kesehatan Pedesaan untuk menguji bagaimana ibu dan dokter dapat dibujuk
untuk menggunakan ORT. Awalnya, di 29 desa pedesaan, perawat mengajari ibu
di rumah mereka cara menggunakan ORT dan dokter dididik tentang terapi
tersebut. Penggunaan ORT meningkat secara dramatis, dan akibatnya, kematian
anak 38 persen lebih rendah daripada di desa-desa kontrol, dan kematian terkait
diare selama musim puncak adalah 45 persen lebih rendah. Berdasarkan
keberhasilan uji coba komunitas ini, pada tahun 1981 Mesir memulai program
besar-besaran untuk mempromosikan penggunaan ORT di antara 41 juta
penduduk negara itu. Dukungan finansial dan teknis datang dari Badan
Pembangunan Internasional AS (USAID) dan organisasi kesehatan masyarakat
John Snow, Inc. Program ini melibatkan seluruh Kementerian Kesehatan, cabang
pemerintahan lainnya, WHO, dan UNICEF. Program ini bekerja melalui
infrastruktur kesehatan yang ada untuk memperkuat kapasitas layanan
kesehatan untuk memberikan perawatan.35
Program ini menggunakan beberapa pendekatan inovatif untuk meningkatkan
penggunaan ORT. Paket didesain ulang dalam jumlah yang lebih kecil dan logo
proyek menjadi label produk yang paling dikenal di Mesir. Saluran produksi dan
distribusi dikembangkan. Tenaga kesehatan, perawat, dan dokter dilatih.
Kampanye media massa diluncurkan pada tahun 1984 yang memanfaatkan 90
persen rumah tangga yang memiliki televisi. Kampanye itu sangat sukses. Pada
tahun 1986, hampir 99 persen ibu mengetahui ORT. Kematian bayi turun 36
persen dan kematian anak (balita) sebesar 43 persen antara tahun 1982 dan
1987. Kematian akibat diare turun 82 persen di antara bayi dan 62 persen di
antara anak-anak selama periode yang sama. Program ini mencapai kesuksesan
dengan intervensi yang sangat hemat biaya. Biaya rata-rata per anak yang
diobati dengan ORT kurang dari $6, dan biaya per kematian yang dihindari
adalah antara $100 dan $200.
35
M. el-Rafie et al., “Pengaruh Pengendalian Penyakit Diare terhadap Kematian Bayi dan Anak di
Mesir: Laporan dari Proyek Pengendalian Penyakit Diare Nasional,” The Lancet 335, no. 8690 (17
Maret 1990).
342 [CH. 9] H EALTH
ORT terus menjadi cara yang paling hemat biaya untuk mengobati dehidrasi,
dan penggunaannya telah disesuaikan dengan tantangan unik yang ditemukan di
berbagai negara. Di Bangladesh, di mana 90 persen dari lebih dari 100 juta
penduduk tinggal di daerah pedesaan dengan transportasi yang buruk di negara
10 kali ukuran Mesir, distribusi paket ORT tidak layak. Pada tahun 1980, sebuah
program untuk mempromosikan ORT di pedesaan Bangladesh dimulai dengan
melatih pekerja untuk pergi dari rumah ke rumah dan mengajari ibu tentang
dehidrasi dan ORT. Para ibu juga diajari cara membuat larutan buatan sendiri
dengan mencampurkan sejumput garam dengan tiga jari, segenggam gula, dan
satu liter air. (Saat ini, garam rehidrasi oral kemasan tersedia di sebagian besar
negara.) Antara tahun 1980 dan 1990, 13 juta ibu diajari membuat campuran
rehidrasi oral. Evaluasi terhadap lebih dari 7.000 rumah tangga menemukan
bahwa antara 25 dan 52 persen kasus diare parah menggunakan campuran
tersebut. Saat ini, tingkat penggunaan ORT di Bangladesh adalah 80 persen, dan
ORT adalah bagian dari budaya Bangladesh. Peningkatan penggunaan ORT di
seluruh dunia telah memangkas angka kematian diare pada anak-anak
setidaknya setengahnya. ORT menyelamatkan nyawa sekitar 1 juta anak setiap
tahun.
penting. Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria; KAMU
BILANG; Bank Dunia; dan yang lainnya telah menyediakan keuangan penting
seperti halnya Yayasan Bill & Melinda Gates swasta. Komitmen lokal sama
pentingnya. Memberikan kesehatan yang lebih baik membutuhkan tindakan
jutaan individu, baik mereka yang terlatih sebagai dokter, perawat, atau insinyur
atau pekerja yang relatif tidak terampil dan sukarelawan yang mengawasi pasien
meminum obat mereka sebagai bagian dari program DOTS atau membantu
mengelola vaksin oral di desa-desa terpencil.
TANTANGAN
KESEHATAN TANTANGAN KESEHATAN
Tantangan
untuk abad kedua puluh satu adalah untuk melanjutkan pertempuran melawan
penyakit menular sambil mengembangkan strategi untuk memerangi epidemi
yang muncul dari kondisi tidak menular. Dunia berkembang terus menghadapi
penyakit kemiskinan. Lebih dari 8 juta anak dan 300.000 ibu meninggal setiap
tahun, meskipun sebagian besar kematian ini dapat dihindari melalui program
vaksin hemat biaya, terapi rehidrasi untuk penyakit diare, perbaikan status gizi,
dan praktik persalinan yang lebih baik. Banyak orang percaya bahwa penyakit
menular di negara berpenghasilan rendah dan menengah harus menjadi prioritas
tinggi karena ada sarana teknis untuk mengendalikannya dan secara tidak
proporsional mempengaruhi kaum muda. Tujuan Pembangunan Milenium
(MDGs) menempatkan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas utama dan
merupakan bagian integral dari pengentasan kemiskinan. Selama dekade
terakhir, MDGs telah memindahkan kesehatan ibu dan anak dari masalah teknis
utama menjadi masalah yang semakin dilihat sebagai “keharusan moral dan
politik.”36
Pertarungan melawan penyakit menular akan terus berlangsung di abad ini.
Penyakit baru akan muncul dan, di dunia yang lebih mengglobal, bergerak cepat
melintasi perbatasan. Resistensi obat akan membuat pemberantasan penyakit
jauh lebih sulit, karena penemuan obat baru berpacu dengan kemampuan
mikroba untuk beradaptasi dan bermutasi menjadi strain yang lebih mematikan.
Tetapi penyakit menular bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Laporan Kesehatan Dunia 2002:
Mengurangi Risiko, Mempromosikan Hidup Sehat menyoroti faktor-faktor lain
yang memiliki efek buruk pada kesehatan. Laporan tersebut mengidentifikasi 10
faktor risiko global utama dalam hal beban penyakit. Diurutkan berdasarkan risiko
kesehatan yang diharapkan, mereka adalah anak-anak dengan berat badan
kurang; seks yang tidak aman; tekanan darah tinggi; konsumsi tembakau;
konsumsi alkohol; air, sanitasi, dan kebersihan yang tidak aman; kekurangan zat
besi; asap dalam ruangan dari bahan bakar padat; Kolesterol Tinggi; dan
obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. 10 faktor risiko ini telah menyebabkan
lebih dari sepertiga kematian di seluruh dunia.
36
Laporan Kesehatan Dunia 2005: Make Every Mother and Child Count (Geneva: Organisasi
Kesehatan Dunia, 2005), hlm. 3.
344 [CH. 9] KESEHATAN
• Harapan hidup adalah salah satu ukuran paling umum untuk menilai
hasil kesehatan. Pada tahun 2008, negara-negara berpenghasilan tinggi
memiliki harapan hidup saat lahir 80 tahun; di Amerika Latin, 73 tahun; di
Asia Selatan, 64 tahun; dan di sub
Sahara Afrika, hanya 52 tahun. Sebagian besar perbedaan dapat
dijelaskan oleh tingkat kematian yang jauh lebih tinggi selama 5 tahun
pertama kehidupan di daerah yang lebih miskin.
• Sejak tahun 1960-an, kesenjangan harapan hidup antarnegara, tidak
seperti kesenjangan pendapatan per kapita, telah menurun dengan
cepat. Banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah telah
membuat kemajuan substansial dan secara historis belum pernah terjadi
sebelumnya dalam meningkatkan harapan hidup. Ini berdiri sebagai
salah satu keberhasilan besar
pembangunan manusia dalam setengah abad terakhir meskipun ada
pengecualian, termasuk beberapa negara di sub-Sahara Afrika.
• Di banyak negara berkembang, di mana harapan hidup meningkat dan
fertilitas menurun, struktur usia penduduk telah berubah dan demikian
pula pola penyakitnya. Hal ini mengakibatkan transisi epidemiologi.
Penyakit jantung, penyakit tidak menular, sekarang menjadi penyebab
utama kematian di seluruh dunia. Penyakit umum di negara-negara
berpenghasilan tinggi, termasuk penyakit jantung dan kanker, menjadi
lebih umum di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Tetapi penyakit menular, yang memakan korban relatif kecil di negara-
negara berpenghasilan tinggi, tetap menjadi ancaman utama bagi
anak-anak dan orang dewasa di negara-negara berkembang.
• Peningkatan kesehatan dan peningkatan pendapatan per kapita
berkorelasi baik. Tetapi perbaikan yang signifikan dalam kesehatan
dapat terjadi bahkan pada pendapatan rendah. Langkah-langkah
pencegahan yang telah lama dipraktikkan di negara-negara maju sangat
penting. Mereka termasuk akses ke air bersih dan sanitasi yang layak,
pengendalian serangga dan vektor penyakit lainnya, dan program
vaksinasi yang meluas. Selain langkah-langkah kesehatan masyarakat,
pendidikan, terutama perempuan, berkorelasi dengan hasil kesehatan
yang lebih baik.
RINGKASAN 345