ID Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda Dal
ID Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda Dal
KOMUNITAS
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas
Ira Indrawardana
Abstract
The objective of this study is to discuss the wisdom of indigenous traditional Sundanese
community in relation to natural environment. The research is done qualitatively in Kanekes
Sundanese traditional community. The research found that the distinguished Kanekes local
knowledge regarding to the environment is creatively developed by the community from their
everyday exepriences of living with natures, being friends with nature and their experience
as farming communities. The local wisdom of Kanekes community, which contains cultural
values of respect and adaptive to the environment, and life based upon traditional norms.
Though often stereotyped as primitive, their living values and practices of life are still the best
instrument to conserve environment in post-modern age.
2
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8
3
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8
hubungannya dengan alam, lebih bersifat atau ‘perelmuan untuk kesaktian masa
menyesuakan diri dengan alam. Hal ini lalu” seperti : Bayu Bajra, Guntur Bumi,
tampak dalam hal bertani yang harus Kidang Kancana, Pa Macan, Pa Monyet dan
melaksanakan tradisi kepercayaan adat sebagainya. Beberapa ungkapan, biasanya
berupa sesajen, tumbal-tumbal hewan, berupa nasihat atau piwuruk yang harus
atau benda-benda yang digunakan untuk menjadi tuntunan perilaku atau sebagai
menanggulangi permasalahan kehidupan pengandaian untuk tidak dilakukan demi
yang dianggap atau dipercaya karena adanya kebaikan yang memiliki nama-nama unsur
aspek hubungan dengan alam (Suryaatmana, alam dalam masyarakat Sunda diantaranya :
dkk, 1993). Keterikatan manusia atau
masyarakat Sunda dengan alam sekitar Muncang labuh ka puhu (kemiri jatuh
terkadang memposisikan manusia “seolah lagi ke pangkal) artinya mengisah-
tunduk” terhadap alam, padahal tidaklah kan orang yang pulang kembali ke
demikian,alih-alih masyarakat Sunda yang kampung halamannya setelah lama
nota bene pada umumnya petani harus mengembara dari tempat lain
menyesuaikan dengan alam sehingga Cecendet mande kiara, atawa cileuncang
secara tidaklangsung alam pun membentuk mande sagara (pohon cecendet yang
mentalitas manusia Sunda (para petani masa bentuknya kecil dan rapuh ingin me-
lalu). Hal ini sesuai dengan pernyataan nyamai pohon kiara yang besar dan
Koentjaraningrat (1981) bahwa masyarakat kokoh, atau air genangan ingin menya-
petani Indonesia hidup selaras dengan alam mai lautan) artinya ungkapan ketidak-
sebagai suatu konsepsi yang lazim dalam sepadanan dalam suatu kehidupan.
mentalitas petani Indonesia. Mihape hayam ka heulang (menitipkan
Keselarasan manusia Sunda atau ayam pada burung elang) artinya me-
masyarakat Sunda dengan alam sekitarnya, nitipkan sesuatu barang berharga pada
sehingga secara langsung atau tidak langsung orang yang jahat dan jusutru akan
membentuk mentalitet atau karakter yang memanfaatkan atau mengambil ba-
“sesuai” dengan alam dan lingkungan rang berharga tersebut, menunjukkan
kehidupan di sekitarnya, terungkap perilaku yang salah.
dalam cerita-cerita rakyat, peribahasa Kawas awi sumaer di pasiri ( seperti po-
atau perumpamaan yang sarat dengan hon bambu) yang bergerak-gerak tidak
tuntunan hidup dan penamaan-penamaan pernah diam mana kala tertipu angin
orang yang banyak mengambil nama dan di bukit) artinya mengungkapkan atau
istilah alam. Artinya pula bahwa alam bagi menunjuk pada karakter orang yang
masyarakat Sunda tidak sekedar dipandang tidak jelas pendirian, selalu berubah-
dari sisi “ekonomis” untuk memenuhi ubah.
kebutuhan hidup dan kehidupannya, dari Ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salebak
segi sastra alam sering dijadikan lambang ( ke air menjadi satu danau, ke darat
bagi kehidupan manusia, etik dan estetik. menjadi satu kawasan ) artinya hidup
Alam dijadikan tempat pengandaian, hatus seiring sejalan atau harmonis.
perumapamaan bagi tabiat dan perilaku Gunung talingakeun, leuweung kanya-
manusia, melalui ungkapan dalam bentuk hokeun, kebon garaaeun, gawir awieun,
bahasa perbandingan, kias ataupun lebak balongan, sampalan sawahan,
metafora. Melalui bentuk bahasa demikian walungan rempekan (Gunung harus di-
kita dapat mengetahui kekayaan flora dan jaga, hutan harus dipelajari/diperhati-
fauna lingkungan alam masyarakat Sunda. kan, kebun harus diolah, tebing harus
Beberapa nama tokoh Sunda masa ditanami bambu, cekungan lembah
lalu banyak menggunakan nama unsur alam dibuatkan kolam, dataran harus dija-
seperti : Prabu Lingga Buana, Ciung Wanara, dikan sawah, sungai ditanami pepo-
Gelap Nyawang, Gajah Lumantung, dan honan pada pinggirannya).
sebagainya. Begitupun nama-nama “ajian”
4
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8
5
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8
terdapat unsur-unsur alam berupa air, angin, gan, dina keur nyieun jalan tengah di Gu-
api, tanah dan cahaya yang sesungguhnya nung Kendeng, maung negmbang dadap
sama dengan unsur-unsur alam yang ada di di cai buhaya ngembang kaso. Dina keru
alam. Adanya kepercayaan dan kesadaran peperangan kade kudu bareng jeung ko-
dalam menyelaraskan dengan alam lot urang ulah hareup teuing bisi kaleyek,
setidaknya adalah suatu wujud sikap dan ulah tukang teuing bisi katinggaleun”.
karakter dimana manusia Sunda tidak akan
menjadikan alam sebagai bahan eksploitasi. Beberapa uangkapan “uga” diatas
Upaya menjaga keseimbangan antara “jagat menyebut beberapa nama daerah (contoh;
alit” (diri manusia) dengan “jagat ageung” Bandung) dan nama bentang alam (contoh;
(alam beserta isinya) disatu sisi juga sebagai Gunung Galungung). Hal ini menandakan
wujud religiusitas manusia Sunda sebagai bahwa masyarakat Sunda memaknai
“makhluk Suci” atau makhluk yang berasal daerah, tanah atau wilayah suatu bentang
dari alam kesucian “kahiyangan”. Sebagai alam bukan sebagai sarana produksi atau
Manusia Sunda (Sunda=bersih, suci, indah, tempat tinggal, tetapi merupakan sesuatu
baik), maka manusia Sunda memiliki tugas hal atau tempat yang dikeramatkan atau
“mengelola dan menyempurnakan” alam disucikan. Hal ini pula menunjukkan adanya
beserta isinya tentunya dalam kaitan pula keterikatan antara manusia dengan alam
dengan berhubungan dengan manusia sehingga pada gilirannya sering dilakukan
lainnya yang berbeda budaya. penghormatan terhadap alam beserta isinya
Kemudian, apa makna kepercayaan dalam bentuk tradisi-tradisi upacara, sebagai
terhadap uga dalam hubungan eksistensi wujud ekspresi manusia berbudaya ( baca;
manusia dengan lingkungan alam. Sebagai manusia yang berakhlak budi pekerti yang
masyarakat agraris yang sangat akrab luhur).
dengan alam atau lingkungan hidupnya, Tentunya masih banyak “uga” lainnya
khususnya masyarakat agraris Sunda yang yang berkembang dalam masyarakat
cenderung terikat dengan adat budaya Sunda, yang pada intinya disesuaikan
Sunda, mereka mengenal adanya “Uga” dengan sistem pengetahuan dan kosmologi
sebagai hubungan simbolik antara manusia pada masyarakat bersangkutan. Secara
dengan alamnya. Uga bagi masyarakat antropologi “uga” sebagai bagian dari
Sunda, merupakan salah satu bentuk sistem pengeetahuan sekaligus kepercayaan
pengungkapan prediksi antisipatif dari masyarakat Sunda, terbentuk dalam upaya
generasi karuhun untuk dipedomani manusia Sunda menanggapi fenomena alam
mengenai kejadian-kejadian pada masa yang dan dalam upaya menyelaraskan kehidupan
akan datang (Rusnandar,2011). Uga-uga dengan alam hari ini dan masa yang akan
tersebut terungkap dalam kata-kata yang datang.
menunjukkan kaitan dengan lingkungan
alam sekitar baik dengan air, tanah, pohon, SIMPULAN
hutan, gunung dan berbagai nama tempat
atau bentang alam lain di sekitarnya. Masyarakat Sunda, khususnya
Beberapa contoh “uga” dalam masyarakat adat Kanekes secara
masyarakat Sunda yang terkait dengan umum merasa terikat dengan alam dan
prediksi keberadaan manusia dala kaitan lingkungannya. Alam Pasundan menjadikan
dengan alam sekitarnya : manusia dan masyarakat Sunda memiliki
budaya yang arif dalam mengelola
Uga Bandung : “Sunda nanjung, lamun lingkungannya. Sebaliknya masyarakat
nu pundng ti Bandung ka Cikapundung Sunda yang secara kepercayaan yang
geus balik deui”. dikembangkan dalam folklore Sunda (bagian
Uga Galunggung : “Sunda nanjung la- dari kebudayaan Sunda) sebagai “manusia
mun pulung turun ti Galunggung” yang diturunkan’ dari “Mandala Hiyang”
Uga Kawasen : “Urang kudu peperan- oleh Tuhan (Nu Ngersakeun) memiliki tugas
6
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8
suci dan mulia untuk mengelola alam bukan hutan, bertanyalah kepada gajah; serta
mengekspolitasi alam. Adanya kesadaran bilamana ingin mengetahui harumnya
posisi manusia Sunda yang diharuskan dan manisnya bunga bertanyalah kepada
selaras dan mengelola dan menjaga alam kumbang—bertanyalah sesuatu pada yang
diungkapkan dalam beberapa bentuk ahlinya). Hasil penelitian juga membawa
tradisi upacara, ungkapan tuntunan hidup pada kesimpulan bahwa saat ini banyak
dalam peribahasa, nasihat, uga dan bahkan kearifan tradisional yang hanya diketahui
penggunaan peristilahan nama-nama alam oleh generasi tua, sementara generasi muda
dengan memahamai “karakter” dari masing- sudah kurang mengenalnya. Fenomena
masing unsur alam. degradasi kearifan tradisional seperti ini
Secara langsung atau tidak langsung juga terjadi di banyak masyarakat, sehingga
sesungguhnya alam merupakan “bumi sudah sepatutnya dilakukan reorientasi,
tempat tinggal sekaligus kitab hayat” bagi revitalisasi dan reaktualisasi agar nilai-nilai
masyarakat Sunda.Kearifan lokal tersbut luhur kearifan tersebut tidak hilang ditelan
pada perkembangannya menjadi ‘adat dan zaman.
budaya pada masyarakat Sunda. Tentunya
pada akhirnya bahwa budaya Sunda yang DAFTAR PUSTAKA
tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
masyarakat Sunda (termasuk didalamnya Agrawal, A. “Indegeneous and Scientific Knowledge:
Some Critical Comments. Indigeneous
tatanan adat Sunda yang berkembang di
Knowledge and Development Monitor. 3 (3) : 3-6.
kalangan masyarakat adat Sunda atau 1995.
komunitas masyarakat Sunda yang masih Daeng, H.J. 2008. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan
terikat dengan tatali paranti karuhun) memiliki Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka
peranan dalam menjaga kelestarian dan Pelajar.
Bruce, M. 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
keseimbangan alam dalam hubungannya .Penerjemah: Setiawan B, Dwita Hadi Rami.
dengan kehidupan masyarakat Sunda. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Masyarakat Sunda dalam kebudayaannya Danasasmita, S. dkk. 1986. Kehidupan Masyarakat
tidak hanya mengenal nama atau perisitilahan Kanekes. Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian
Kebudayaan Sunda (Sundanologi). Bandung:
alam tetapi juga memeiliki kemampuan
Direktorat jenderal Kebudayaan, Departemen
‘menghayati karakter setiap unsur alam’ Pendidikan dan Kebudayaan.
sebagai pelajaran yang kemudian dijadikan Danasasmita, M. 2001. Wacana Bahasa dan Sastra
sebagai pengandaian dalam memandang diri Sunda Lama. Bandung: STSI Press.
dan manusia lain. Dagun, S. 2006. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan.
Edisi kedua. Jakarta: Lembaga Pengkajian
Sebagai penutup tulisan ini ada Kebudayaan Nusantara (LPKN).
peribahasa Sunda buhun yang tertuang Hidayat, T. 2000. Studi kearifan budaya petani Banjar
sebagai “pikukuh darma pitutur” yang tertulis dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut.
dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Jurnal Kalimantan Agrikultura 7(3): 105-111.
Kalsum. 2010. Kearifan Lokal dalam Wawacan
Karesian (kropak 632), sebagai ungkapan
Sulanjana: Tradisi Menghormati Padi pada
petuah yang berasal dari memaknai alam dan Masyarakat Sunda di Jawa Barat, Indonesia.
lingkungan sekitar agar kehidupan manusia Sosiohumanika. 3 (1): 79-94.
tidak salah dalam mencari ilmu untuk Koentjaraningrat.1987. Sejarah Teori Antropologi I.
kesejahateraan kehidupan, yaitu berbunyi Jakarta: UI Press.
Koentraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di
:“tadaga kang carita hangsa/ gajendra carita Indonesia. Jakarta: Djambatan.
banem/ matsyanem carita sagarem/ puspanem Nygren, A. 2009. “Local Knowledge in the
carita bangbarem.” Secara garis besar seloka Environment-Development Discourse: From
tersebut menghendaki agar manusia atau Dicotomies to Situated Knowledge”. Critique
of Anthropology. 19 (3): 267-288.
seseorang yang ingin tahu tentang telaga
Rosidi, A.,dkk. (Penyunting). 2006. Prosiding Konferensi
yang bening, hendaknya ia bertanya kepada Internasional Budaya Sunda. Bandung-Jakarta:
angsa. Dan apabila ingin mengetahui Yayasan Kebudayaan Rancage bekerjasama
tentang dalamnya laut, bertanyalah kepada dengan P.T Dunia Pustaka Jaya.
ikan (matsya). Ingin tahu tentang keadaan Rusyana, Y. dkk. 1989. Pandangan Hidup Orang Sunda
7
Ira Indrawardana / Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8