Anda di halaman 1dari 6

MENCARI INSAN ANTI KORUPSI

Oleh: Lizza Amandha Putri

WHAT WE SEE, IS NOT NECESSARILY REAL.


Embun pagi masih melekat di dedaunan, ayam berkokok pertanda pagi akan
segera datang. Di ufuk timur, sang mentari mulai mengintip hendak memancarkan
pesonanya. Cahaya yang perlahan menyelinap ke balik jendela kamar.
Bel telah berbunyi dan kelas pun diawali dengan pelajaran PKn yang diajarkan
oleh Ibu Putri, memasuki kelas dan menyapa kami dengan senyumnya yang khas.
“Indonesia tengah berduka. Belum sebulan rasanya kita dibuat heboh dengan
tertangkapnya menteri Kelautan dan Perikanan, kita kembali dibuat terperangah oleh
para pejabat di ibukota sana. Saat rakyat dibuat susah oleh pandemi Covid-19 ini,
pucuk pimpinan tertinggi di kemeterian Sosial justru mengambil untung pribadi
dengan korupsi dan bantuan sosial. Sungguh, negeri ini sedang krisis moral dan
kepercayaan.” Tutur guruku itu dengan nada hampir tak percaya.
Penjelasan berikutnya sungguh mengobok-obok akal dan nalar. Beliau
menyampaikan data tentang telah tertangkapnya lebih dari 300 kepala daerah yang
menjadi tersangka korupsi oleh KPK sejak pilkada langsung diadakan. Belum termasuk
pejabat lain yang ikut terseret namanya.
Pelajaran favorit kami lugas disampaikan, hingga tak terasa dua kali empat
puluh lima menit telah hampir usai.
“Baiklah anak-anak, pelajaran kita sampai di sini saja. Lalu untuk tugas
berikutnya, ibu ingin kalian mencari sosok yang dapat meraih kesuksesan tanpa
korupsi. Tugas ini dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Sekian, terima kasih anak-
anak.” Kata ibu Putri mengakhiri kelas.
Pelajaran telah usai. Aku beranjak pulang ditemani oleh Chenle, teman
sebangkunya yang iseng dan penuh semangat.
“Sung, kamu mengerti enggak tugas yang ibu tadi kasih?” Tanya Chenle.
“Of course.” Jawabku singkat.
“Nanti aku lihat punyamu saja ya, kamu kan pintar.” Pintanya kemudian.
“No, who are you?” Jawabku bercanda.
“Sung, kamu masih ingat enggak perkataan Soekarno?” Tanya Chenle yang
masih mencari topik pembicaraan denganku.
"Kata-kata yang mana chen?" Tanyaku balik.
"Yang pernah disampaikan pak Budi waktu ceramah itu.." petunjuk yang
diberikan Chenle.
“Oh… yang itu. PERJUANGANKU LEBIH MUDAH KARENA MENGUSIR PENJAJAH,
TAPI PERJUANGANMU AKAN LEBIH SULIT KARENA MELAWAN BANGSAMU SENDIRI.
Yang itu kan?” Jawabku
“Nah… Iya itu lah. Nah itu paham enggak kamu artinya?”
“Masih dalam tahap mempelajari.” Jawabku singkat lagi.
Setelah sampai di rumah, aku beristirahat dan langsung mulai mengerjakan
pekerjaan rumah yang diberikan oleh ibu Putri karena aku bukan tipe orang yang
sering menunda-nunda pekerjaan. Aku mulai mencari seseorang yang sukses tanpa
korupsi.
Langkahku terhenti di pinggir jalan raya. Tampak olehku seorang pria gagah
dengan seragam rompi hijau sedang mengejar pengendara sepeda motor yang
menerobos lampu lalu lintas. Iniliah jawaban dari tugasku, sosok inspiratif yang sukses
tanpa korupsi.
Baru hendak menghampiri, tiba-tiba kornea mataku menagkap peristiwa yang
tak lazim. Selembar uang berwarna merah keluar dari saku pelanggar, masuk dengan
cepat ke saku petugas berseragam yang sempat melihat ke kiri dan kanan untuk
memastikan keadaan di dekat semak tersembunyi.
Rasa kecewaku mencuat. Ini bukan sosok yang kucari. Walau kuyakin ia hanya
oknum, tapi cerita tentang tetanggaku yang sempat membayar sejumlah uang untuk
lulus tes mendapatkan SIM menambah rasa tak percaya. Belum lagi isu tentang dana
ratusan juta rupiah yang harus disiapkan untuk menjadi bagian dari anggota mereka.
Suap itu masih ada, meski kapolri telah menginstruksikan kepada jajarannya
untuk menghilangkan budaya korupsi dan percaloan. Hanya oknum, namun sosok yang
kutemui tadi membuatku terlanjur kecewa.
Seorang pria dengan kopiah putih melintas, ah rasanya ialah sosok yang tepat.
Pemuka agama tentulah tahu mana batasan antara yang halal dan haram. Aku hendak
mengunjungi rumah salah seorang ustadz di dekat rumah, namun lagi-lagi keterkejutan
hadir tatkala melihat papan tulisan yang berupa “RUMAH INI DISITA”. Hatiku bertanya-
tanya. Ada apa? Mengapa disita?
Jawaban langsung kudapat dari pembicaraaan ibu-ibu yang sedang menggosip.
Ia ditangkap karena melakukan korupsi dana haji di kantornya. Hanya oknum, tapi lagi-
lagi membuatku antipasti pada tokoh yang tadinya kuharap bisa menjadi solusi.
Aku kembali berjalan menyusurui jalanan dan memikirkan kemana akan pergi.
Siapa orang yang akan kupercaya, siapa orang itu? Anggota DPRD? Lupakan ide itu,
berita di Koran dan televisi telah banyak mengungkap kasus korupsi. Pengusaha?
Banyak diantara mereka yang menjadi penyuap.
Seiring waktu, terdengar suara kumandang azan yang sangat merdu yang
menandakan waktunya untuk menunaikan meminta petunjuk kepada Tuhan yang
Maha Esa.
Aku pun berjalan menuju ke salah satu masjid yang tidak jauh dari
perjalanannya. Setelah beribadah dan berdoa, aku terdiam di salah satu bangku
masjid. Aku masih termenung akan siapa? Kenapa? Dan mengapa? Yang akan aku
temui, sangat menyedihkan orang yang dipercaya adalah para-para koruptor yang
sangat memalukan.
Sampai pada satu titik aku dipertemukan dengan seseorang yang sangat
membantu menyelesaikan semua kegelisahan, seseorang yang dapat menjawab semua
pertanyaan.
Seseorang laki-laki yang bisa dipanggil kakak, berbaju biru tua dan bertuliskan
SANS di atas kantong sebelah kiri. Yang kemudian bertanya saya kenapa? ada apa? dan
masalah apa yang sedang saya hadapi?
“Hei… Siapa namamu dik?” Tanya kakak itu.
“Saya kak?” Tanyaku balik.
“Yes, you.”
“My name is Jisung.”.
“Waw, kamu pelajar bahasa yang baik.”
“Saya hanya mengikuti pelajaran di sekolah dan mengikuti les.”
“Oh, tapi kenapa seperti ada yang menganjal di hati adik. Apa yang terjadi dan
apa yang membuat hati adik tidak terlihat nyaman?”
Tanpa sadar ada air mata yang sekuat tenaga ditahan akhirnya meluap. Aku
mulai menceritakan apa saja yang dialami hari ini.
“Kamu pernah dengar pidato yang pernah dikatakan Soekarano pada hari
pahlawan 1961?” Tanya kakak itu kembali.
“Hahahaha, saya baru paham akan arti yang diucapkan beliau.”
“Dan apakah kamu pernah mendengar seseorang berkata ketika kita mencari
yang jauh maka yang dekat tidak akan terlihat?”
“Apa yang kakak maksud saya kurang mengerti?” Tanyaku balik.
“Ketika kamu mencari yang sempurna maka kamu akan kehilangan yang
terbaik.”
“Jadi maksud dari perkataan kakak adalah selama ini saya mencari orang yang
bisa percaya dan ternyata salah. Dan satu satu yang bisa salah percaya adalah orang
yang selama ini berada didekat saya?” Ungkapku mulai paham.
“Waw.. kamu memang pelajar yang hebat.” Pujian lagi yang diberikan kakak
yang aktif dalam kegiatan pencegahan narkoba di kalangan generasi remaja.
Aku mulai berfikir sejenak dan memahami makna kata yang baru ia lontarkan.
Aku pun mulai memahami kata tersebut.
“Yes now I understand, thank you very much bro!”
“Syukur sekarang kamu telah memahaminya, jadi sekarang kamu temui dan
bertanya padanya jangan binggung dan jangan bimbang lagi.”
Sekarang aku sudah tau siapa yang harus ia temui, kenapa orang itu yang
berhak untuk kutemui, dan mengapa orang itu pula yang pantas mendapatkan gelar
itu.
Langkahku terhenti di sebuah kontruksi bangungan. Siapa lagi orang yang akan
dia temui kalau bukan ayahku sendiri.
Ya mengapa ayah? Karena ayahnya berkerja keras menjadi seorang buruh
bangunan dan mati-matian mencari nafkah untuk kelurga. Dan sang ayah adalah orang
yang sangat amat bisa dipercaya karena ayah merupakan orang terdekat yang sangat
berkerja keras. Ketika ingin mencari yang sempurna maka nanti kita akan kehilangan
yang baik atau bahkan sangat baik. Teringat bagiamana ia dipecat dari pekerjaannya
karena menolak melakukan mark up dana pembelian semen. Dihujat rekan sejawat
karena menolak membeli pasir yang tak sesuai standar. Ataukah dicaci tetangga usai
memilih meletakkan jabatan sebagai anggota koperasi desa, karena tahu di sana telah
terjadi permainan dana yang merugikan orang banyak.
Aku mulai paham untuk tidak melihat seseorang hanya dari luarnya saja tanpa
mengetahui isi dalamnya. Sebagai generasi muda agar lebih memahami apa itu musuh
yang bernama korupsi. Apa yang kan terjadi jika negara kita selalu melakukan korupsi?
Akankah bangsa kita ini sejahtera? Tidak, korupsi hanya akan merugikan bangsa dan
Negara. Karena ini adalah musuh kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah, KPK,
kejaksaan, polisi ataukah pihak lainnya. Tapi juga generasi muda.
Aku akhirnya kembali ke rumah. Raganya yang mulai membungkuk
menyambutku dengan suara batuk tak kunjung sembuh. Ia mengelus kepalaku dengan
senyuman khas saat kupinta untuk menjadi narasumber wawancara.
“Kita adalah bangsa yang santun. Bila ada yang korupsi, itu hanyalah oknum.
Ingat, ada banyak orang baik di negeri ini. Namun bila belum kau jumpai, jadilah salah
satu di antaranya. Ingat, Nak. Apapun yang terjadi, jangan pernah kehilangan cinta
pada Indonesia tercinta.” Pungkas ayah yang langsung kubalas dengan peluk.

BIODATA PENULIS

Namaku Lizza Amandha Putri. Lahir di Dwi Tunggal, 08 agustus 2004 silam. Saat
ini saya sedang bersekolah di SMK S3 Idhata Curup. Berzodiak leo, suka bernyanyi dan
kelak memiliki cita-cita menjadi seorang bidan. Untuk info lebih jelas, yuk kepoin
instagram saya @lizamnda08, facebook Liza Amandha, serta whatsapp
0895428410406

Anda mungkin juga menyukai