Nur Qomariyah
Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (c06219024@student.uinsby.ac.id )
Abstrak: Penentuan arah kiblat merupakan persoalan yang urgen bagi setiap umat Islam.
Seiring perkembangan zaman, penentuan arah kiblat dapat dilakukan dengan berbagai teknik
dan metode yang bermacam-macam. Mulai dari teknik tradisional dengan menggunakan tongkat
istiwak dan rubuk mujayyab, hingga teknik penentuan arah kiblat secara modern menggunakan
theodolit. Untuk menentukan arah kiblat sebenarnya sudah tersedia beberapa aplikasi berbasis
android yang tersedia secara instan untuk menentukan arah kiblat. Namun demikian, untuk
mendapatkan keafdalan dalam beribadah, maka diperlukan usaha untuk memperoleh hasil arah
kiblat yang mendekati kebenaran. Seperti halnya penggunaan theodolit berbasis kompas dan
arah Matahari untuk menentukan arah kiblat juga perlu dikaji lebih lanjut untuk memperoleh
pendekatan hasil yang lebih presisi. Meskipun keduanya sama-sama mengunakan alat bantu
theodolit, akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika antara kompas dan arah Matahari juga
memiliki perbedaan dalam memperoleh hasil arah kiblat. Kiranya sebagai umat Islam yang taat,
perlu dilakukan kehati-hatian dalam melakukan ibadah, termasuk diantaranya adalah kehati-
hatian dalam menentukan arah kiblat.
1. PENDAHULUAN
Kiblat merupakan arah yang dituju oleh umat Islam untuk melaksanakan ibadah kepada
Allah Swt. 1 Oleh karena itu, penentuan arah kiblat menjadi hal yang urgen dikalangan umat
Islam. Pada hakikatnya penentuan arah kiblat berarti mencari posisi ka’bah dipermukaan Bumi.
Karena Bumi berbentuk bulat, maka setiap penjuru memiliki satu garis titik temu terhadap
Ka’bah. Bagi penduduk yang dekat dengan posisi Ka’bah tentunya mempunyai keistimewaan
bisa menghadap Ka’bah secara langsung. Berbeda dengan umat Islam yang jauh dari Ka’bah
maka harus melakukan perhitungan arah kiblat dengan konsep dan hukum yang berlaku bagi
Bumi bulat.2 Dalam Islam, menghadap ke arah kiblat merupakan syarat sah dari shalat, baik
berupa shalat fardhu maupun shalat sunah. Kiranya menentukan arah kiblat bagi orang yang
bermukim tidak lebih sulit dibandingkan orang yang sering bepergian. Pada kondisi tersebut,
umat muslim sering kali mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiblat. Arah kiblat yang
dimaksud dalam hal ini adalah saṭr masjidil harām.3 Ketentuan tersebut telah dijelaskan secara
tegas dalam Q.S. Al-Baqarah [02: 144].
1
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori Dan Praktek (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004), 33.
2
Muhiyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), 49.
3
Dwi Putra Jaya, “Dinamika Penentuan Arah Kiblat,” Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi Dan
Keagamaan 4, no. 1 (2018): 63, https://doi.org/10.29300/mzn.v4i1.1011.
Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui,
bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan”.
Dari ketiga aya diatas menegaskan bahwa arah kiblat menjadi salah satu penyebab sah
atau tidaknya shalat. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kehati-hatian dalam menentukan arah
kiblat dalam menjalankan ibadah. Sejarah mengatakan bahwa orang zaman dahulu berijtihad
dalam menentukan arah kiblat menggunakan rasi bintang, fase bulan, cahaya fajar, dan arah
aingin.4 Hal ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah menyadari betapa pentingnya
menentukan arah kiblat. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
metode penentuan arah kiblat secara tradisional telah ditinggalkan. Dewasa ini, untuk
menemukan sebuah instrumen arah kiblat bukanlah hal yang sulit lagi. Akan tetapi banyaknya
instrument tidak selamanya menjamin tingkat keakurasian arah kiblat yang presisi. Sejauh ini,
salah satu alat yang memiliki tingkat keakurasian dibidang arah kiblat adalah theodolit. Akan
tetapi dalam praktik pengukuran arah kiblat, theodolit tidak bisa berdiri sendiri. Dalam hal ini
ada dua mekanisme yang mendukung theodolit dalam pengukuran arah kiblat, yaitu kompas
dan arah Matahari.
Permasalahan mendasar dalam penelitian ini adalah bahwa theodolit sebagai salah satu
alat yang memiliki keakurasian yang tinggi didalam penentuan arah kiblat bukanlah alat yang
bisa berdiri sendiri. Dalam hal ini theodolit membutuhkan kompas atau arah Matahari untuk
menentukan arah Utara sejati. Akan tetapi, baik kompas maupun arah Matahari memiliki
kelebihan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil dari perhitungan arah kiblat. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkomparasikan antara kinerja theodolit
menggunakan kompas dan kinerja theodolit saat menggunakan arah Matahari dalam penentuan
arah kiblat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme mana yang lebih efisien dan lebih
mendekati kebenaran dalam menentukan arah kiblat.
2. METODE
4
Arino Bemi Sado, “Pengaruh Deklinasi Magnetik Pada Kompas Dan Koordinat Geografis Bumi Terhadap
Akurasi Arah Kiblat,” AL-AFAQ: Jurnal Ilmu Falak Dan Astronomi 1, no. 1 (2019): 2.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif dengan
teknik deskriptif. Dalam pengambilan data, metode yang digunakan adalah studi kepustakaan
(library research). Artinya, penulis mencoba menjabarkan hasil temuan yang didapkan dari
berbagai sumber literatur, baik berupa buku, jurnal, artikel, atau sumber lain yang berkaitan
dengan penelitian ini. Selanjutnya penulis akan menganalisis dan mengkomparasikan data yang
didapat dengan argumen-argumen dari sudut pandang penulis untuk mendapatkan konklusi
terhadap penelitian yang dikaji.
3. PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Arah Kiblat
Secara bahasa, kata kiblat berasal dari bahasa Arab القبلة yang merupakan bentuk
maṣdar dari kata قبل – يقبل – قبلةyang artinya menghadap.5 Kata kiblat juga dimaknai sebagai
( وجهةasal kata )مواجهةyang artinya arah untuk menghadap. Maksudnya, arah bagi umat Islam
untuk menghadap ketika shalat.6 Istilah kiblat dalam al-Qur’an mempunyai beberapa arti,
diantaranya adalah:
a. Kata kiblat bermakna arah, hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah [02:142]
5
Jaya, “Dinamika Penentuan Arah Kiblat,” 65.
6
Kemenag RI, ILmu Falak Praktik (Jakarta Pusat: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013), 18–19.
7
Kemenag RI, 19.
lainnya.8 Hal ini menunjukkan bahwa penentuan arah kiblat merupakan aspek penting yang
perlu diperhatikan bagi setiap umat Islam.
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia,
ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua
manusia.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa Ka’bah di Mekah merupakan bangunan ibadah yang
pertama kali di bangun. Hal ini sekaligus menjadi bantahan terhadap ahli kitab yang mengatakan
bahwa Baitul Maqdis adalah rumah ibadah yang pertama dibangun. Dalam proses pembangunan
Ka’bah Nabi Ismail memperoleh batu hitam (hajar aswad) dari malaikat Jibril saat di Bukit
Qubais. Nabi Ismail kemudian meletakan batu tersebut disudut tenggara bangunan ibadah yang
berbentuk kubus. Karena bangunan ibadah tersebut berbentuk kubus, maka dinamakan
muka’ab yang kemudian dikenal sebagai Ka’bah.9 Perintah untuk menghadap kiblat saat
melakukan shalat barulah muncul setelah Rasullah Saw. hijrah ke Madinah. Saat Nabi
Muhammad Saw masih tinggal di Mekah bersama kaum musyirikin, beliau berkiblat ke Baitul
Maqdis. Akan tetapi setelah 16 atau 17 bulan pasca hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan
Nabi untuk menjadikan ka'bah sebagai arah kiblat bagi umat Islam. Perintah ini bertujuan untuk
memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat, bukanlah arah Baitul Maqdis atau ka'bah yang
menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Allah Swt. untuk persatuan umat Islam. Oleh
karena itu Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat.
8
T.Mahmud Ahmad, Ilmu Falak (Bandah Aceh: PeNA, 2013), 78.
9
Azhari, Ilmu Falak Teori Dan Praktek, 34–35.
10
FN Furqan, “Analisis Komparasi Penggunaan Theodolit Dengan Acuan Kompas Dan Arah Matahari Dalam
Penentuan Arah Kiblat,” no. 1501111068 (2019): 3, http://idr.uin-antasari.ac.id/12679/.
11
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi (Depok: Rajawali Pers, 2017), 263.
falak, theodolit berfungsi sebagai alat pengukur posisi benda langit, menentukan titik utara
sejati, mengamati hilal saat rukyatul hilal, mengukur arah kiblat, dan mengamati gerhana.
Cotan Arah Kiblat = tan (lintang Ka’bah) x cos (lintang tempat) / sin (selisih bujur
Ka’bah dan daerah) – sin (lintang tempat) / tan (selisih bujur Ka’bah dan tempat).
sedangkan untuk mengetahui azimuth kiblat maka kurangkan 360˚ dengan hasil arah kiblat.
i. Semisal azimuth kiblat Desa Wonorejo, Lamongan diketahui sebesar 294˚02’25,77”, maka
arahkan theodolit hingga mencapai angka azimuth 294˚02’25,77”.
j. Kunci skrup horizontal dan arahkan laser kelantai. Tandai dua titik laser yang diarahkan
dan ambil garis diantara kedua titik tersebut sebagai arah kiblat.12
12
Akrim, Muhammad Hidayat, and Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, “Panduan Penggunaan Theodolit,”
Angewandte Chemie International Edition, 2012, 22–29.
i. Nyalakan theodolit dengan menekan tombol power on. Kemudian cari arah utara sejati
dengan data azimut Matahari yang didapat. Utara sejati = 360˚ – Azimut Matahari.
Misalnya diketahui azimut Matahari sebesar 85˚13’26”, maka untuk mencapai arah utara
sejati dengan cara mengarahkan theodolit pada azimut 274˚46’34”.
j. Untuk menentukan arah kiblat, maka putar theodolit menuju azimuth arah kiblat pada
lokasi yang dihitung dan tandai sebagai arah kiblat.13
5. KESIMPULAN
a. Penentuarah kiblat merupakan persoalan yang urgen dikalangan umat Islam karena
perannya sebagai syarat sah untuk menjalankan ibadah shalat
b. Penentuan arah kiblat menggunakan theodolit berbasis kompas lebih memiliki peluang
kemelencengan yang lebih besar dibandingkan dengan arah Matahari. Hal tersebut karena
sifat kompas yang terpengaruh oleh benda sekitar.
c. Penentuan arah kiblat menggunakan theodolit berbasis arah Matahari memiliki tingkat
keakuratan yang lebih baik dibanding dengan kompas. Akan tetapi metode bidikan
Matahari ini sangat mudah terpengaruh dengan cuaca.
d. Sebagai sarana sekunder bagi theodolit, komsep arah Matahari yang lebih efisien dan lebih
mendekati kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T.Mahmud. Ilmu Falak. Bandah Aceh: PeNA, 2013.
Akrim, Muhammad Hidayat, and Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar. “Panduan Penggunaan
Theodolit.” Angewandte Chemie International Edition, 2012.
Azhari, Susiknan. Ilmu Falak Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004.
Furqan, FN. “Analisis Komparasi Penggunaan Theodolit Dengan Acuan Kompas Dan Arah
Matahari Dalam Penentuan Arah Kiblat,” no. 1501111068 (2019). http://idr.uin-
antasari.ac.id/12679/.
Izzuddin, Ahmad. “Metode Penentuan Arah Kiblat Dan Akurasinya.” (Annual International
Conference on Islamic Studies)AISIS XII, no. 3 (2010): 759–811.
13
Akrim, Hidayat, and Butar-Butar, 29–34.
14
Ahmad Izzuddin, “Metode Penentuan Arah Kiblat Dan Akurasinya,” (Annual International Conference on
Islamic Studies)AISIS XII, no. 3 (2010): 788.
Jaya, Dwi Putra. “Dinamika Penentuan Arah Kiblat.” Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum,
Ekonomi Dan Keagamaan 4, no. 1 (2018). https://doi.org/10.29300/mzn.v4i1.1011.
Kemenag RI. ILmu Falak Praktik. Jakarta Pusat: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013.
Khazin, Muhiyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004.
Qulub, Siti Tatmainul. Ilmu Falak Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi. Depok: Rajawali Pers, 2017.
Sado, Arino Bemi. “Pengaruh Deklinasi Magnetik Pada Kompas Dan Koordinat Geografis Bumi
Terhadap Akurasi Arah Kiblat.” AL-AFAQ: Jurnal Ilmu Falak Dan Astronomi 1, no. 1 (2019).