Anda di halaman 1dari 19

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manfaat Rekreasi Alam Sebagai Komoditi Ekonomi

Rekreasi alam merupakan salah satu manfaat intangible dari sumberdaya

hutan, secara ekonomi tidak berbeda dengan komoditi kayu atau hasil tangible

lainnya, di mana permasalahan-permasalahannya sejak awal muncul karena

adanya kelangkaan (scarcity). Kesulitan yang menantang dalam ekonomi wisata

alam adalah dalam hal penilaian (valuation) dari biaya dan manfaatnya

(Darusman, 1997).

Menurut Duerr, et al (1999), seperti halnya dengan hasil hutan lainnya,

pemanfaatan rekreasi alam sebagai hasil hutan memerlukan input tenaga dan

permodalan/teknologi. Dua hal penting yang membedakan rekreasi alam dengan

hasil hutan lainnya adalah :

1. Kesempatan rekreasi (recreaction opportunity) tidak dapat disimpan artinya

kesempatan rekreasi yang tidak dimanfaatkan sekarang, tidak akan dapat

dimanfaatkan lagi pada waktu yang akan datang.

2. Rekreasi harus dijual di tempat, artinya konsumen yang harus datang ke

hutan, tempat di mana rekreasi diproduksi.

Rekreasi alam juga berperan dalam mempercepat laju pertumbuhan

ekonomi suatu negara, mempengaruhi ekonomi setempat dan secara nyata dapat

turut meningkatkan kesejahteraan.

Menurut Darusman (1997), pengalaman empirik tentang peranan ekonomi

wisata alam di Indonesia masih sangat kurang, terutama yang tercatat dan bersifat
2

kuantitatif. Pengalaman negara-negara lain yang telah maju menunjukkan bahwa

rekreasi alam dapat menjadi tulang punggung perekonomiannya, seperti halnya

New Zealand.

Selanjutnya Darusman (1997) mengemukakan hasil suatu studi yang

menelaah dampak sosial ekonomi dari Taman Nasional sebagai suatu unit

pengelolaan wisata (rekreasi) alam, yakni Taman Nasional Gunung Leuser dan

Bali Barat. Kedua Taman Nasional tersebut, yang masing-masing luasnya

1.000.000 ha dan 75.000 ha, pada tahun 1987 belum dikelola secara optimal.

Studi tersebut menemukan bahwa bila dikelola secara optimal kedua Taman

Nasional tersebut akan menciptakan dampak ganda lapangan kerja masing-masing

menyerap 48.000 dan 11.000 orang dengan pendapatan kotor sebesar Rp. 150

milyar dan Rp. 35 milyar per tahun. Angka-angka tersebut menunjukkan peranan

sosial ekonomi yang besar dari Taman Nasional. Dalam segi penilaian investasi,

kedua Taman Nasional tersebut menunjukkan angka IRR (Internal Rate Return),

antara 12 – 18 %, di mana bila dibandingkan dengan investasi hutan tanaman

secara umum, angka tersebut lebih besar dan lebih menarik.

2.2. Permintaan Rekreasi alam

Abdurachman (2003), mendefinisikan permintaan (demand) dengan

beberapa pengertian, yaitu :

1. Kuantitas suatu barang ekonomi yang akan dibeli pada suatu

tingkat harga dan waktu tertentu.


3

2. Kuantitas suatu barang ekonomi yang dapat dibeli dengan semua

harga yang mungkin terjadi pada suatu waktu tertentu dan sering

disebut sebagai kurva permintaan.

3. Secara umum, dalam ilmu ekonomi permintaan adalah merupakan

keinginan seseorang atau lebih untuk memperoleh suatu barang

atau jasa.

Selanjutnya Abdurachman (2003) mengemukakan bahwa permintaan yang

didukung oleh kekuatan daya beli disebut permintan efektif, sedangkan

permintaan yang hanya didasarkan pada kebutuhan saja disebut permintaan

absolut atau potensial. Hubungan antara harga dan kuantita dalam kurva

permintaan adalah negatif, artinya bila harga suatu barang meningkat maka

kuantita barang yang diminta akan berkurang.

Menurut Worrel (2005) jumlah suatu komoditi yang dibeli tergantung

kepada harga komoditi yang dijual, pendapatan atau daya beli konsumen, jumlah

total konsumen potensial, selera konsumen serta barang substitusi dan

komplementer yang ditawarkan.

Knetsch dan Driver (2004), menyatakan bahwa permintaan rekreasi alam

terbuka diartikan sebagai jumlah kunjungan, secara ekonomi dapat diartikan

sebagai daftar volume (kunjungan, hari kunjungan dan lain-lain) dalam

hubungannya dengan harga (biaya rekreasi). Selanjutnya Clawson dan Knetsch

(1999) juga mengemukakan bahwa kurva permintaan adalah kurva yang

menggambarkan hubungan antara jumlah kunjungan dengan berbagai tingkat

biaya rekreasi.
4

Knetsch dan Driver (2004) mengemukakan bahwa permintaan rekreasi

akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan

kemajuan teknologi. Menurut Brockman (1998) perubahan kebutuhan rekreasi

yang terjadi adalah sebagai akibat dari perubahan pola hidup, kenaikan standar

hidup, penambahan waktu luang sebagai akibat efisiensi kerja, serta kemajuan

tarnsportasi, yang semuanaya itu berubah sejalan dengan berkembangnya

teknologi.

2.3. Strategi Pemasaran Wisata

Menurut Wahab (2001) bahwa dalam proses perencanaan pemasaran, kita

menggambarkan posisi manajer pemasaran berada di tengah-tengah serangkaian

informasi yang akan dinilainya dalam rangka penyusunan perencanaannya.

Manajer pemasaran ini bisa dalam organisasi pariwisata nasional, regional,

sektoral, manca produk atau produk tunggal, maka posisinya dalam bagan

sebagai berikut :
5

Gambar 2.1. Strategi Pemasaran Jasa

Pedoman

Persaingan
PERENCANAAN
PEMASARAN

Analisis keadaan Manajer Pemasaran ( Bagaimana saya


di masa beranjak dari tempat
mendatang dan yang sekarang
kecenderungan menuju ketempat
yang saya inginkan )
Profil Klien

Profil Produk
Penelitian pasar

Inventarisasi Sumber Inventarisasi Hambatan

Sumber: Wahab (2001: 227).

Kesimpulannya dapat melihat sikulus perencanaan itu secara lebih rinci

dalam kotak perencanaan pemasaran berikut ini :


6

Gambar 2.2 Siklus Perencanaan

PENGAWASAN
PERENCANAAN
RENCANA TAKTIS
PEMASARAN
Pemasaran
terpadu
1. Tujuan dan sasaran Produk terpadu

Strategi Pemasaran terpadu

2. Metode
Biaya modal
MANAJER PEMASARAN
3. Untung rugi pokok
Biaya modal
kerja
4. Tanggung jawab
5. kurun waktu
6. Anggaran
7. Pengawasan

UMPAN BALIK
Sumber: Wahab (2001:228)

Selanjutnya dikatakan bahwa minat membeli calon wisatawan

dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor utama :

- Pengetahuan mengenai suatu produk

- Citra atau kebanggaan yang sangat mengikat dari produk yang ditawarkan.

- Tersedianya produk itu di tempat-tempat penjualan.

- Pendapat para pembeli mengenai perbandingan antara tingginya harga dengan

tingkat kepuasan yang diperoleh ( nilai dari uang yang dikeluarkan ) termasuk

didalamnya persyaratan-persyaratan kredit yang ditawarkan.

- Pelayanan terhadap pelanggan.

- Daya yakin yang disampaikan pramuniaga.


7

Demikianlah kita dapat menggambarkan strategi pemasaran sebagai suatu

pertemuan antara pemasaran terpadu para penawar di satu pihak dan faktor-faktor

yang mempengaruhi minat calon wisatawan di pihak lain.

Gambar 2.3. Pemasaran Terpadu

KEBIJAKAN KUALITAS
PRODUK PRODUK YANG
DIHARAPKAN
KEBIJAKAN
HARGA HARGA YANG
PANTAS
PENELITIAN KEBIJAKAN
PASAR DISTRIBUSI TERSEDIANYA
PRODUK
Oleh penjual KEBIJAKAN
PROMOSI DAN CITRA DAN
PUBLISITAS PENGETAHUAN
PRODUK KLIEN
BIDANG
PENJUALAN BAGAN YANG
MEYAKINKAN
PELAYANAN DARI
UNTUK PRAMUNIAGA
PELANGGAN
SEBELUM ATAU PELAYANAN
SESUDAH UNTUK
PENJUALAN PELANGGAN

Sumber : Wahab (2001, 229)

Sedangkan untuk suatu organisasi pariwisata yang baik, ada dua

pedoman umum yang harus salings terjalin kerja sama dan koordinasi di antara :

a. Para pejabat yang duduk dalam organisasi tingkat nasional, propinsi dan lokal.

b. Para pengusaha yang bergerak dalam industri pariwisata, usaha perjalanan,

usaha penginapan, usaha angkutan, sektor rekreasi, dan sektor hiburan,

lemabaga keuangan pariwisata, usaha cendera mata dan perdagangan umum,

dan sebagainya.
8

c. Organisasi-organisasi yang tidak mencari untung, yang erat berkaitan dengan

pariwisata ( misalnya : klub-klub wisata dan klub mobil ).

d. Asosiasi profesi dalam pariwisata.

Sedangkan menurut Soekadijo (2000) bahwa model pariwista sebagai industri

dinyatakan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.4. Model Pariwisata Sebagai Industri

Konsumen

Demand

Motif Kebutuhan Angkutan


Perjalanan Dalam Perjalanan

Pemasaran

Atraksi Jasa Angkutan


Wisata Wisata Wisata

Supply

Produsen
Sumber : Soekadijo (2000)

Namun sistem pariwisata yang lebih lengkap di rumuskan oleh Fandeli

dan Mukhlison (2000 : 106) :


9

Gambar 2.5. Elemen Sistem Pariwisata

Pemesanan Pasar Menemukan


perjalanan pasar yang
 Perilaku pasar yang tepat
dipengaruhi oleh
faktor internal dan
eksternal
 Alternatif perjalanan
Perjalanan  Pasar karena pengaruh
pemasok Pemasaran
 Analisis dan  Proses pengambilan
keputusan  Penelitian
deskripsi
terhadap
terhadap
destinasi yang
segmen
Destinasi dapat
perjalanan
dirawarkan ke
 Jalur
 Identifikasi terhadap pasar
perjalanan
seluruh ODTW, kawasan,  Potensi produk
 Evaluasi
wilayah sebagai destinasi dan jasa
 Perencanaan yang telah pelayanan
ada yang dapat
Bentuk dijual
 Peraturan perundangan
permintaan  Distribusi dan
perjalanan  Pengembangan yang
dilaksanakan penyaluran
 Pelayanan kegiatan wisata
Menjual
paket
perjalanan
Sumber: Fandeli dan Mukhlison ( 2000 : 106)

2.4. Wisata Alam : Pengertian dan Karakteristik

Wisata alam adalah bentuk reaksi dan pariwisata yang memanfaatkan

potensi dan sumber daya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli maupun

setelah adanya perpaduan dengan daya cipta manusia. Sedang obnyek wisata alam

adalah alam beserta ekosistemnya, baik asli maupun setelah ada perpaduan

dengan daya cipta manusia, yang mempunyai daya tarik untuk diperlihatkan dan
10

dikunjungi wisatawan (Sukadijo,2000). Berdasarkan jenis kawasannya, maka

obyek wisata alam dibedakan atas obyek wisata alam yang ada dalam kawasan

hutan (kawasan konservasi) dan obyek wisata alam yang ada diluar kawasan

hutan (diluar kawasan konservasi).obyek-obyek wisata alam yang ada diluar

kawasan konservasi antara lain berupa taman nasional, taman wisata, taman baru,

taman laut dan taman hutan raya. Pengelolaan dan untuk obyek-obyek tersebut

berada dibawah Departemen Kehutanan. Sedang obyek wisata alam yang berada

diluar kawasan konservasi antara lain wana wisata atau taman safari biasanya

dikelola oleh BUMN (Perum Perhutani) atau swasta.

Kegiatan wisata alam pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi wisata

alam (ecotourism), wisata alam (Agrotourism) dan wisata pedesaan (Village

Tourism). Pada saat ini wisata alam (ecotourism) merupakan bentuk pariwisata

yang paling populer didunia dan paling digemari, karena wisata ini lebih

mengarah pada kegiatan kambali ke alam (back to nature) sehingga peserta wisata

benar-benar melakukan kegiatan dialam bebas.Perkembangan lain yang cukup

menarik adalah semakin tumbuhnya wisatawan minat khusus di berbagai negara.

Mereka rata-rata profesional dan perpengalaman karena melakukan wisata yang

selaras dengan hobinya. Selain itu wisatawan ini biasanya juga tertarik pada

tempat-tempat yang masih alami dan beluim banyak dicapai manusia, seperti gua-

gua, pegunungan, hutan belantara, arus deras, karang-karang laut dan lain-lain.

Obyek wisata semacam ini cukup banyak tersedia di Indonesia. Namun saat ini

belum dikelola dengan baik bahkan boleh dikatakan belum ditangani dengan

sungguh-sungguh.
11

Rekreasi alam merupakan salah satu manfaat intangible dari sumber daya

hutan, secara ekonomi tidak berbeda dengan komoditi kayu atau hasil tangible

lainnya, dimana permasalahan-permasalahannya sejak awal muncul karena

adanya kelangkaan (Scarcity). Seperti halnya dengan hasil hutan lainnya,

pemanfaatan rekreasi alam sebagai hasil hutan memerlukan input tenaga dan

permodalan/teknologi.

Lindberg et. al (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan suatu lokasi wisata alam dapat memberikan pengaruh

pada tingkat biaya yang harus ditetapkan, adapun faktor-faktor tersebut adalah :

pendapatan wisatawan, kepadatan penduduk, selera, kesan mengenai lokasi

tujuan, persaingan antar obyek wisata, Biaya perjalanan ke lokasi wisata, kualitas

obyek wisata yang disuguhkan, kualitas pengalaman perjalanan, stabilitas politik

dan ekonomi, obyek-obyek wisata pendukung, tarif masuk lokasi. Hal ini

diperkuat oleh Soemitro (2000), yang menyatakan bahwa permintaan akan jasa ini

sangat subyektif karena selera, persepsi, dan kesukarelaan yang individualistik ini

sangat bervariasi pada setiap orang. Berhubung dengan hal itu, potensi ekonomi

sumberdaya wisata alam mempunyai produk jasa yang bersifat market oriented,

namun sekaligus juga terikat secara geografis pada suatu lokasi (in-situ), sehingga

jarak, waktu dan biaya transportasi yang memisahkan sumber dan pasar

(konsumen) menjadi faktor yang pengaruhnya sangat menonjol.

2.5. Penilaian Manfaat Ekonomi Wisata Alam

Untuk menilai manfaat intangible dari suatu sumberdaya hutan yang mana

manfaat tersebut tidak dapat dinilai secara kuantitatif oleh mekanisme pasar yaitu
12

dengan pendekatan kesediaan membayar (willingness to pay) dari para konsumen

yang bersangkutan. Dalam penilaian manfaat rekreasi dar sumberdaya hutan,

pendekatan kesediaan membayar dilakukan dengan pendugaan kurva permintaan

yang menggambarkan kesediaan dari para pengunjung untuk membayar biaya-

biaya yang perlu dikeluarkan untuk dapat menikmati suatu kegiatan rekreasi

(Darusman, 1997).

Ada dua metode dipakai untuk memperkirakan nilai dari wana wisata yaitu

: pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) dan pendekatan penilaian

hipotesis. Salah satu metode penilaian yang menggunakan dasar kesediaan

membayar dari pengunjung adalah Metode Biaya Perjalanan. Metode ini telah

banyak dipakai di negara-negara maju untuk mendapatkan kurva permintaan

terhadap jasa-jasa rekreasi (Clawson dan Knetsch, 1999 dan Davis 2001).

Asumsi yang dipergunakan dalam metode Biaya Perjalanan sebagai cara

untuk menilai manfaat rekreasi dari suatu obyek wisata adalah dengan

mendasarkan bahwa pengunjung akan memberikan reaksi yang sama, baik dalam

menghadapi p erubahan tarif masuk maupun dalam menghadapi perubahan biaya

perjalanan (Knetsch dan Driver, 2004). Disamping itu menurut Darusman, 1997,

kebanyakan para pemakai obyek rekreasi wisata alam tidak mau membayar karcis

masuk dan mereka beranggapan bahwa potensi sumberdaya alam tersebut adalah

milik masyarakat (public goods), sehingga dalam mengkonsumsi sumberdaya

tersebut, mereka tidak mau mengeluarkan biaya atas manfaat yang telah

diperolehnya. Akibat hal diatas, pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan

karcis masuk tidak dapat dijadikan esbagai indikator untuk menentukan nilai
13

manfaat obyek rekreasi yang bersangkutan, karena pendapatan yang diperoleh

belum menggambarkan nilai kesediaan membayar yang sesungguhnya dari para

pemakai obyek wisata tersebut.

Dalam suatu perjalanan rekreasi menuju suatu obyek wisata, semakin jauh

tempat tinggal seseorang dari tempat rekreasi, semakin rendah permintaan

terhadap tempat rekreasi tersebut. Dalam kaitannya dengan surplus konsumen

para pengunjung dari tempat terjauh dengan biaya perjalanan paling tinggi

dianggap memiliki surplus konsumen paling rendah, sebaliknya para pengunjung

yang bertempat tinggal lebih dekat dan dengan biaya perjalanan yang lebih rendah

akan memiliki surplus knsumen yang lebih besar (Hufschmidt, et al, 2002).

Model dasar yang dipakai dalam pendekatan biaya perjalanan ini

menggambarkan derajat kunjungan tiap 1.000 penduduk sebagai fungsi faktor

seperti biaya perjalanan, waktu yang diperlukan untuk perjalanan, tempat

pengganti, dan penghasilan rata-rata. Hal ini dapat disimpulkan sebagai :

Voi = f ( Ci, Ti, Ai, Si, Yi )

Dimana Voi = derajat kunjungan per 1.000 orang tanpa pungutan masuk

Ci = biaya perjalanan pergi-pulang antara zona i dan taman

Ti = waktu total untuk perjalanan pergi pulang

Ai = citarasa

Si = tempat pengganti yang tersedia bagi masyarakat di zona I

Yi = penghasilan rata-rata tiap orang di zona I

i = zona sekitar taman


14

Bila pungutan karcis positif, model dapt diubah mencakup pungutan

masuk sebagai salah satu penentu derajat kunjungan, dengan demikian rumus

menjadi :

Vxi = f ( Ci + x, Ti, Ai, Si, Yi )

Dimana x adalah pungutan masuk. Dengan mengubah x, V xi, yang merupakan

banyaknya kunjungan oleh penghuni dimasing-masing zona I dapatlah ditemukan.

Setiap Vxi yang bertalian dengan pungutan masuk tertentu x mewakili suatu titik

pada kurva permintaan untuk kunjungan ke taman dari zona tertentu. Derajat

kunjungan dengan demikian merupakan fungsi pungutan masuk x : V xi = g (x).

Apabila derajat kunjungan dikalikan dengan penduduk di zona, maka terciptalah

kurva permintaan. Daerah di bawah kurva permintaan ini mencerminkan nilai

kotor surplus konsumen dan dengan demikian mencerminkan pula nilai kotor

tempat rekreasi untuk satu tahun (Lindberg, et al, 2005).

Kurva permintaan menggambarkan jumlah barang atau jasa yang akan

dikonsumsi pada berbagai tingkat harga. Menurut Davis dan Johnson (1987)

dalam Darusman (1997), kurva permintaan juga akan merupakan kurva yang

menggambarkan kesediaan membayar dari sekelompok konsumen terhadap

jumlah barang atau jasa yang dikonsumsinya.

2.6. Pengertian Perilaku Konsumen

Didalam konsep pemasaran yang mengatakan bahwa kunci untuk

mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dari keinginan pasar
15

sasaran atau konsumen sehingga diperlukan pengertian yang mendalam tentang

segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku konsumen.

Engel (1994) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan yang

langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk

dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan

tersebut. Dalam menganalisis perilaku konsumen tidak hanya menyangkut

kegiatan saat pembelian akan tetapi juga meliputi proses pengambilan keputusan

yang menyertai pembelian dimana terdapat tiga variabel yang perlu diperhatikan

berkenaan dengan perilaku konsumen yaitu : Stimulus variables, Responses

variables dan Intervening variables

Pada umumnya setiap pembeli sebelum mengambil keputusan untuk

pembelian barang atau jasa sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti, faktor

kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi pembeli. Adapun faktor-faktor ini

menurut Kotler (2006) diperinci dalam gambar berikut :

Gambar 2.6.

Model terperinci dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Kebudayaan
Sosial
Perorangan
Kebudayaan
Kelompok- Psikologi
kelompok
Usia dan
referensi
tahap siklus
Sub-budaya Motivasi
hidup
Persepsi PEM
Keluarga
Keluarga ProsesBelajar BELI
Pekerjaan
Kepercayaan
Situasi
& Sikap
Ekonomi
Peran dan
Gaya Hidup
Kelas Sosial status
Kepribadian
dan Konsep
16

Sumber : Kotler (2006)

2.7. Strategi Marketing Mix Dan Pemasaran Wisata

Pada dasarnya strategi marketing mix berisi : (1) kebijaksanaan produk,

(2) kebijaksanaan harga, (3) distribusi, (4) promosi dan publikasi.

Kebijaksanaan Produk

Produk wisata harus sesuai dengan apa yang dicari dan disukai oleh

konsumen atau sesuai dengan permintaan pasar. Karena apa yang di cari dan

disukai wisatawan itu tergantung dari motif perjalanan wisata, oleh karena itu

produk pariwisata harus sesuai pula dengan motif perjalanan wisata. Berdasarkan

motif tersebut di dalam suatu pasar pariwisata terdapat bermcam-macam segmen.

Segmen pasar pariwisata itu ditemukan dalam motivation research atau ‘penelitian

motivasi’, yang merupakan bagian yang penting dalam analisis asar. Penelitian

motivasi itu suatu penelitian psikologis yang menanyakan kepada para wisatawan

motif dari perjalanannya.

Kebijaksanaan Harga

Harga produk pariwisata adalah jumlah harga komponen-komponennya.

Adapun faktor-faktor yang menimbulkan variasi harga komponen-komponen

tersebut adalah : 1). Biaya angkutan, 2). Biaya akomodasi (termasuk makan dan

minuman) dan 3) Biaya untuk atraksi wisata

Kebijaksanaan harga (pricing policy) berusaha menentukan harga yang

tepat untuk produk kepariwisataan, sehingga seimbang dengan daya beli pasar dan
17

menarik bagi calon wisatawan. Untuk keperluan tersebut orang harus mengenal

pasar pariwisata, khususnya mengenai daya belinya. Daya beli pasar itu

tergantung dari kekayaan yang ada di dalam masyarakat pasar.

Tempat/Distribusi

Fungsi distribusi menghadirkan produk di tengah-tengah pasar. Dengan

adanya produk di tengah pasar, para konsumen dengan mudah dapat melihat dan

membelinya. Produk pariwisata adalah suatu produk yang kompleks, terdiri dari

tiga komponen, yaitu :

1. Distribusi angkutan wisata

2. Distribusi akomodasi wisata

3. Distribusi atraksi wisata

4. Distribusi produk pariwisata lengkap

Bauran Promosi

Sasaran terakhir dari semua kegiatan pemasaran dan promosi ialah orang-

orang yang akhirnya mengeluarkan uang untuk mengadakan perjalanan wisata.

Berhasil tidaknya promosi kepariwisataan dapat diukur dari banyaknya informasi

yang diminta dan besarnya volume kedatangan wisatawan.

Promosi dapat berupa (1.) Promosi Langsung (consumer promotion) dan

promosi tidak langsung (agent promotion). Cara-cara yang lazim digunakan untuk

keperluan promosi yang terpenting adalah sebagai berikut :

a. Peragaan (display), misalnya rumah adat, pakaian tradisional, gambar-gambar.

Dengan peragaan produk dan tempat penjualannya lebih mudah dapat dikenal

oleh calon konsumen / wisatawan.


18

b. Cetakan (prospectus, leaflet, folder, booklet atau brochure) yang disebarkan.

c. Pameran khusus berupa benda-benda kebudayaan, pertunjukan kesenian yang

dapat diadakan di daerah pasar atau di daearah tujuan wisata sendiri

d. Pemberian rabat selama jangka waktu tertentu, diberikan selama waktu

promosi.

e. Pemberian hadiah khusus selama waktu promosi.

Hubungan Masyarakat (Public Relations)

Hubungan masyarakat berusaha menciptakan keadaan di dalam

masyarakat yang menguntungkan untuk perusahaan, di mana produsen diterima

dengan baik oleh masyarakat, khususnya masyarakat sekitar dan pejabat

pemerintah setempat.

Periklanan

Menurut Wahab (2001) bahwa Banyak organisasi pariwisata merasa

yakin bahwa periklanan adalah salah satu bentuk berkomunikasi yang sangat

ampuh dengan cara calon wisatawan. Kegiatan periklanan sendiri menyerap

sebesar seperempat sampai setengah anggaran promosi Organisasi Pariwisata

Nasional. Namun, demi keberhasilan, kegiatan periklanan itu harus dilaksanakan

dengan baik dan diteliti dengan seksama.

Pelayanan dan Fasilitas

Fasilitas sangat berhubungan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam

jasa. Kaitan pelayanan kepada wisatawan dengan semua fasilitas yang

memungkinkan mereka melakukan perjalanan wisata dapat dilihat pada Gambar

2.7. berikut :
19

Gambar 2.7 : Wisatawan dan fasilitas yang diperlukan

Wisatawan

- Domestik
- mancanegarara

Informasi / Biro Perjalanan Transportasi


Promosi

- Darat
- Ikan
- Laut
- Leaflet /
Obyek dan atraksi - Udara
Brosur
Wisata - Domestik
- Video

- Something to see
- Something to Do
- Something to Buy

Sumber : Yoeti ( 1997)

Anda mungkin juga menyukai