Oleh :
Kelompok 6
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Andalas
Padang
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk
karena harga adalah satu dari empat marketing mix (4P = product, price, place, promotion). Harga
adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Dengan pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer berkembangnya berkembangnya dalam
tahap desain, engineering, dan produksi maka jarak waktu yang diperlukan dari ide rancangan
sampai dengan produksi menjadi sangat pendek. Kondisi ini memungkinkan perusahaan-
perusahaan kelas dunia memilih strategi inovasi sebagai senjata untuk memenangkan perebutan
pasar dunia.
Staregi ini menjadikan daur hidup produk menjadi pendek.Oleh karena itu, manajemen
yang bersaing dikelas dunia tidak cukup hanya memperoleh informasi biaya periodik yang
dihasilkan oleh sistem akuntansi tradisional, namun jauh lebih penting dari itu, manajemen
memerlukan informasi product life cycle costs yang memungkinkan manajemen melakukan
melakukan strategic cost analysis pada saat mempertimbangkan peluncuran produk baru,
penghentian produksi produk yang ada dan product profitability analysis .
Rantai nilai untuk tiap-tiap perusahaan di dalam industri apa saja adalah aktivitas -aktivitas
penciptaan nilai yang saling terkait - mulai dari pemerolehan sumber bahan baku dasar sampai
kepada penyerahan produk atau jasa akhir kepada pelanggan. Makalah ini menjelaskan
menjelaskan bagaimana menyusun dan menggunakan menggunakan rantai nilai. Pembahasan di
dalam makalah ini bertujuan untuk menyoroti fakta bahwa pengetahuan manajemen biaya strategik
strategik yang muncul dari rantai nilai adalah berbeda dari pengetahuan yang diperoleh dari
pendekatan- pendekatan akuntan pendekatan akuntansi manajemen tradisional.
Salah satu tema besar di dalam manajemen biaya strategik ialah menyangkut fokus
terhadap upaya-upaya dalam manajemen biaya: bagaimana sebuah perusahaan mengorganisasikan
pemikiran-pemikirannya mengenai manajemen biaya? di dalam kerangka manajemen biaya
strategik, mengatur biaya secara efektif memerlukan fokus yang luas yang mana Michael Porter
menyebutnya dengan “rantai nilai” – yakni, sekumpulan aktivitas penciptaan nilai yang saling
terkait.
Sebaliknya, akuntansi manajemen tradisional mengadopsi fokus yang sebagian besar
bersifat internal besar bersifat internal bagi perusahaan, di mana masing-masing perusahaan
dipandang dalam konteks dari pembelian, proses, fungsi, produk, dan pelanggan. Dengan kata lain,
akuntansi manajemen tradisional mengambil perspektif nilai tambah mulai dari pembayaran
kepada pemasok (pembelian) sampai pada penyerahan penyerahan produk atau jasa kepada
pelanggan (penjualan). Tema utamanya, di dalam perspektif akuntansi manajemen tradisional,
adalah untuk memaksimalkan perbedaan (yaitu, nilai tambah) antara pembelian dan penjualan.
Pengetahuan strategik yang dihasilkan oleh analisis rantai nilai, bagaimanapun, berbeda secara
signifikan daripada yang disarankan oleh analisis nilai tambah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah
1. Apakah Life Cycle Costing itu?
2. Bagaimana Konsep yang dikemukakan oleh Porter dalam mengembangkan keunggulan
kompetitif?
3. Bagaimanakah Strategi Cost Management dan The Value chain tersebut?
4. Bagaimanakah Metodologi Analisis Value Chain?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan lebih memahami Life Cycle Costing.
2. Untuk mengetahui dan lebih memahami bagaimana Konsep Porter dalam
mengembangkan keunggulan kompetitif.
3. Untuk memahami bagaimanakah Strategi Cost Management dan The Value chain.
4. Untuk mengetahui bagaimana Metodologi dalam analisis Value chain.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengurangan Biaya
Contoh sebuah fungsional berbasis biaya sistem biasanya akan tidak menyediakan
informasi yang dibutuhkan untuk mendukung biaya manajemen siklus hidup. Sistem biaya berbasis
fungsional menekankan penggunaan biaya berbasis unit driver untuk menggambarkan perilaku
biaya, fokus pada kegiatan produksi, mengabaikan kegiatan logistik dan postpurchase, dan biaya
penelitian dan pengembangan dan biaya lainnya nonmanufacturing sebagai mereka dikeluarkan.
Sistem biaya berbasis fungsional tidak pernah mengumpulkan sejarah lengkap produk yang biaya
atas siklus kehidupan. Pada dasarnya, sistem biaya berbasis GAAP tidak mendukung tuntutan biaya
siklus hidup. Aktivitas biaya sistem berbasis, namun, menghasilkan informasi tentang kegiatan,
termasuk praproduksi dan kegiatan postproduction, dan biaya driver
Konsep Porter
Porter menyebutkan bahwa perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif
secara berkelanjutan dengan menerapkan satu dari dua strategi berikut.
a. A low-cost strategy, atau
b. A differentiation strategy
Low cost Strategy. Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk meraih biaya rendah secara
relatif terhadap pesaing (meraih kepemimpinan biaya). Kepemimpinan biaya dapat dicapai melalui
beberapa pendekatan seperti:
a. Skala ekonomi dalam produksi
b. Experience curve effects
c. Pengendalian biaya secara ketat
d. Minimalisasi biaya pada beberapa area seperti Research and Development
(R&D),Service, sales force, atau advertising
Cost Leadership atau kepemimpinan biaya merupakan salah satu generic strategy. Strategi
ini dilakukan dengan cara memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dengan kualitas
yang relatif sama dibandingkan dengan para pesaingnya. Untuk dapat menjalankan strategi ini,
perusahaan perlu memiliki economies of scale lebih tinggi atau memiliki keunggulan dalam
produktivitas. Dengan kata lain, perusahaan yang mengarahkan dirinya menjadi produsen yang
low-cost dalam industri untuk setiap level kualitas, makaperusahaan tersebut telah menjalankan
strategi ini. Strategi ini mempunyai dua macam strategi turunannya, yaitu (1) produk dijual dalam
rata-rata harga industri untuk meraih keuntungan yang lebih besar dari pesaing dan (2) produk
dijual di bawah rata-rata harga industri untuk meraih market-share yang lebih luas.
Ada beberapa keadaan lingkungan yang dapat menguntungkan maupun merugikan
bagiperusahaan ketika akan menjalankan strategi kepemimpinan biaya. Ketika pembeli tidak
dihadapakan ada diferensiasi nilai terlalu banyak dengan produk lain, pembeli cenderung
sensitif terhadap harga, atau para pesaing tidak akan segera menyesuaikan harga yang lebih rendah,
maka situasi ini akan mendukung berjalannya strate gi ini. Sebaliknya ketika tidak ada perubahan
dalam selera konsumen, teknologi, dan harga atau biaya; aktivitas yang diambil untuk mencapai
biaya rendah sangat langka dan mahal untuk ditiru, maka strategi ini menjadi kurang efektif.
Dengan menjalankan strategi ini perusahaan harus lah memiliki kelebihan dalam aspek
pangsa pasar yang lebih luas ataupun akses ke sumber daya seperti bahan baku, komponen, tenaga
kerja yang lebih baik. Dengan keuntungan pada dua hal itu, dan dikombinasikan dengan proses
bisnis yang efisien, maka perusahaan dapat menjalankan strategi ini dengan baik. Beberapa ciri
bisnis proses yang efisien akan terlihat pada aspek seperti seperti memiliki capabilities keuangan
yang kuat untuk berinvestasi dalam spesific assets, mampu mendesain proses produksi dengan
efisien, memiliki keahlian yang tinggi dalam industri karena learning experience curve yang tinggi,
dan memiliki jalur distribusi yang efisien. Tanpa satu atau beberapa keuntungan ini strategi ini
dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing-pesaing lainnya.
Jika perusahaan yang berkompetisi tidak dapat menurunkan biaya-biaya yang sama
jumlahnya, maka perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitif berdasarkan biaya
kepemimpinan. Dapat disimpulkan bahwa cost leadership dapat diraih dengan cara (1) Keputusan
outsourcing dan vertical integration yang optimal, (2) Meningkatkan efisiensi dalam setiap value
chain, atau (3) Mendapatkan sumber input yang murah.
Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan strategi ini meliputi Texas Instrument
spada consumer electronics, Emerson Electric pada motor listrik, Hyundai pada otomobil, Briggs
and Stratone pada gasoline engines, Black and Decker pada alat-alat bermesin, Kommodore
pada bisnis mesin, K-Mart pada bisnis ritel, BIC pada pena, dan Timex pada jam tangan.
Differentiation Strategy
Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah untukmenciptakan sesuatu yang mana
pelanggan memandangnya sebagai sesuatu yang unik. Keunikan produk dapat dicapai melalui
beberapa pendekatan seperti loyalitas merek (Coca -Cola pada industri minuman ringan), layanan
pelanggan yang unggul (IBM pada bisnis Komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors pada
bisnis peralatan konstruksi), desainproduk dan fitur produk (Hewlett Packard pada elektronik),
atau teknologi (Coleman padabisnis peralatan kemah). Beberapa perusahaan yang telah
menerapkan strategi diferensiasi meliputi Mercedes Ben: pada industri otomobil, Stouffer’s pada
bisnis makanan beku, Neiman-Marcus pada industri ritel, Cross pada bisnis pena, dan Rolex pada
bisnis jam tangan.
2. Support activities (aktivitas pendukung), yaitu aktivitas yang menyediakan dukungan yang
diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas primer.
a. Procurement
Berkaitan dengan proses perolehan input/sumber daya. Procurement
(pembelian/pengadaan), aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk membeli input-input
yang diperlukan untuk memperoduksi produk perusahaan. Input-input pembelian meliputi
item-item yang semuanya dikonsumsi selama proses manufaktur produk.
b. Human Resources Management
Pengaturan SDM mulai dari perekrutan, kompensasi, sampai pemberhentian. Human
resources management (manajemen sumber daya manusia), aktivitas-aktivitas yang
melibatkan perekrutan, pelatihan, pengembangan, dan pemberian kompensasi kepada
semua personel.
c. Technological Development
Pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur, didalam transformasi produk dari
input menjadi output. Technology development (pengembangan teknologi), aktivitas-
aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki produk dan proses yang digunakan
perusahaan untuk memproduksinya. Pengembangan teknologi dapat dilakukan dalam
bermacam- macam bentuk, misalnya peralatan proses, desain riset, dan pengembangan
dasar, dan prosedur pemberian servis.
d. Infrastructure
Terdiri dari departemen-departemen/fungsi-fungsi (akuntansi, keuangan, perencanaan,
GM, dsb) yang melayani kebutuhan organisasi dan mengikat bagian-bagiannya menjadi
sebuah kesatuan. Firm infrastructure (infrastruktur perusahaan) atau general
administration (administrasi umum), infrastruktur perusahaan meliputi aktivitas-aktivitas
seperti general management, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, dan relasi
pemerintah, yang diperlukan untuk mendukung kerja seluruh rantai nilai melalui
infrastruktur ini, perusahaan berusaha dengan efektif dan konsisten mengidentifikasi
peluang- peluang dan ancaman-ancaman, mengidentifikasi sumber daya & kapabilitas,
serta mendukung kompetensi inti.
Value Chain Versus Value-Added Analysis
Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value added . Konsep value added
merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan
produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk selama proses
produksi di dalam perusahaan. Semua biaya yang non-value added akan dihilangkan
danperusahaan fokus pada hal-hal yang mempunyai nilai pada produk. Konsep ini mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan karena analisisnya terlalu lambat dimulai, analisis dimulai saat bahan
baku dibeli dan tidak memperhatikan saat pembentukan nilai yang terjadi pada aktivitas yang
dilakukan pemasok bahan baku tersebut: dan terlalu cepat selesai sebab analisis berakhir saat
produk selesai diproses dan mengabaikan proses distribusi produk ketangan pelanggan dan
penanganan setelah itu (Shank dan Govindarajan,1992). Hal ini mengakibatkan perusahaan
kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan
pemasok dan konsumen untuk memantapkan posisinya dalam persaingan pasar. Survey yang
dilakukan terhadap para manajer di Selandia barumenunjukan perusahaan mereka mempunyai
kelemahan dalam hal : Kualitas bahan baku yang kurang bagus, saat pengantaran bahan baku yang
tidak tentu, manajemen bahan baku yang masih kurang, dan penanganan kepuasan konsumen yang
masih kurang.
Kelemahan ini terjadi karena perusahaan tidak mengekplorasi hubungan dengan
pemasok dan konsumen. Hubungan yang baik dengan pemasok dapat memberikan keuntungan
bagi perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan baku, waktu pengantaran bahan baku yang
tepat dan biaya yang lebih rendah. Sedangkan hubungan dengan konsumen dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan dalam loyalitas konsumen terhadap produk perusahaan. Di lain pihak
analisis value chain merupakan analisis aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai, baik yang
berasal dari dalam dan luar perusahaan.Konsep value chain memberikan perspektif letak
perusahaan dalam rantai nilai industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added
dan dapat dikatakan value added merupakan bagian dari value chain.
Supplier Linkages
Perbedaan antara perspektif rantai nilai dan perspektif nilai tambah dapat dilihat secara
jelas dalam konteks masalah penjadwalan yang timbul ketika perusahaan mengabaikan total rantai
nilai. Industri otomobil menyediakan contoh yang baik. Beberapa tahun yang lalu, sebuah
perusahaan otomobil besar Amerika Serikat mulai untuk mengimplementasikan manajemen
Just-in-time(JIT) pada pabrik perakitannya. Biaya peralatan mengambil porsi 30 persen dari
penjualan. Perusahaan berpendapat bahwa penggunaan JIT dapat mengeliminasi 20 persen dari
biaya perakitan tersebut, karena biaya perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Jepang diketahui
lebih dari 20 persen di bawah biaya perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Amerika Serikat.
Seiring perusahaan mulai mengatur pabrik-pabriknya secara berbeda dalam rangka menghilangkan
penumpukan dan pemborosan persediaan, biaya perakitannya turun secara signifikan. Akan tetapi
perusahaan mengalami permasalahan yang dramatis dengan pemasok-pemasoknya, yang mana
meminta kenaikan harga melebihi biaya yang dapat dihemat perusahaan ketika perusahaan
mengimplementasikan JIT. Perusahaan-perusahaan otomobil Amerika Serikat saat itu merespon
permintaan kenaikan harga dari pemasok- pemasoknya dengan meminta para pemasoknya untuk
menerapkan JIT pula pada aktivitas operasi mereka.
Perspektif rantai nilai mengungkapkan sebuah gambaran yang berbeda mengenai
keseluruhan situasi. Dari penjualan perusahaan otomobil, 50 persen merupakan pembelian dari
pemasok suku cadang. Dari jumlah tersebut, 37 persen merupakan pembelian olehpemasok suku
cadang, dan sisanya 63 persen merupakan nilai tambah yang diberikan oleh pemasok. Dengan
demikian, pemasok sebetulnya menambah lebih nilai produksi kepada perusahaan otomobil
daripada pabrik perakitannya. Dengan mengurangi penumpukan persediaan dan mengharuskan
implementasi JIT pada pemasok, perusahaan telah menciptakan ketegangan dengan pemasok
pemasoknya. Akibatnya, total biaya manufaktur pemasok naik lebih daripada biaya perakitan
perusahaan yang mengalami penurunan.
Ketika diidentifikasi, alasan di balik terjadinya masalah tersebut, sebetulnya tidak rumit.
Pabrik perakitan mengalami perubahan yang besar dan tidak pasti dalam jadwal produksi.
Ketika penumpukan persediaan dihilangkan dari proses produksi yang sangat tidak dapat
diprediksi, aktivitas produksi dari pemasok menjadi sebuah mimpi buruk. Untuk setiap dolar biaya
manufaktur yang dapat dihemat oleh pabrik perakitan ketika perusahaan berpindah kekonsep
manajemen JIT, parik-pabrik pemasok mengeluarkan lebih dari satu dolar karena ketidakpastian
jadwal produksi perusahaan yang dipasoknya. Karena cakupan perspektif nilai tambah yang sempit,
perusahaan otomobil mengabaikan konsekuensi bahwasanya perubahan-perubahan penjadwalan
produksinya memiliki dampak terhadap biaya para pemasoknya. Manajemen telah mengabaikan
fakta bahwa konsep JIT memerlukan kerjasama dengan para pemasok. Faktor utama yang
berkontribusi dalam kesuksesan pada pabrik perakitan perusahaan-perusahaan otombil Jepang
adalah kestabilan jadwal produksi pemasoknya. Sementara pabrik perakitan pada perusahaan-
perusahaan otomobil Amerika Serikat, secara tetap kehilangan jadwal produksi untuk satu minggu
kedepan sebesar 25 persen atau lebih, sementara pabrik-pabrik perakitan pada perusahaan-
perusahaan otomobil di Jepang bervariasi sebesar 1 persen – atau kurang – dari jadwal yang telah
direncanakan empat minggu sebelumnya.
Kegagalan dalam mengadopsi perspektif rantai nilai disebabkan oleh ketidaktahuan atau
ketidakpahaman akuntan manajemen mengenai konsep analisis supply chain cost dalam
perusahaan-perusahaan otomobil terbukti menimbulkan biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan.
Konsekuensi penjadwalan tersebut dapat ditangani secara lebih baik seandainya akuntan-
akuntan manajemen pada industri otomobil memiliki pemahaman yang baik mengenai konsep
rantai nilai.
Hubungan-hubungan yang bermanfaat (yaitu, hubungan dengan pemasok dan
pelangganyang dikelola dengan cara sedemikian rupa di mana seluruh pihak diuntungkan) dapat
pula ditelusuri secara lebih akurat melalui analisis rantai nilai dibandingkan melalui analisis .
Sebagai contoh, ketika coklat borongan dalam jumlah yang besar dikirim dalam bentuk cair di
dalam mobil-mobil tanki daripada coklat yang sudah berbentuk batangan, perusahaan-
perusahaan produsen coklat (misal, pemasok) mengeliminasi biaya membentuk coklat dalam
bentuk batangan dan biaya packing , tetapi mereka juga menghemat biaya pembuatan gula-gula
(manisan) yang berbahan baku coklat dalam membongkar dan mencairkan cokelat-cokelat yang
sudah berbentuk batangan.
Costumer Linkages
Selain dimulai dengan sangat lambat, analisis nilai tambah memiliki kekurangan yang lain
:berhenti terlalu cepat. Hubungan pelanggan sangat penting sebagaimana hubungan
pemasok;menghentikan biaya pada titik penjualan mengeliminasi seluruh kesempatan untuk
memanfaatkan hubungan dengan pelanggan. Memanfaatkan hubungan dengan pelanggan
merupakan ide kunci di balik konsep life-cycle costing. Life-cycle costing merupakan kalkulasi
biaya yang berpendapat untuk memasukkan seluruh biaya yang terjadi untuk sebuah produk –
mulai dari ketika produk tersebut dirancang sampai produk tersebut dibuang – sebagai bagian
dari biaya produk. Life cycle costing dengan demikian berkaitan secara eksplisit dengan hubungan
antara apa yang pelanggan bayar untuk sebuah produk dan total biaya yang dikenakan kepada
pelanggan selama umur produk tersebut. Perspektif life-cycle costing pada hubungan pelanggan
dalam rantai nilai dapat memicu peningkatan profitabilitas. Perhatian eksplisit pada biaya pasca
pembelian oleh pelanggan dapat membawa kepada segmentasi pasar dan pemosisian produk yang
lebih efektif. Merancang sebuah produk untuk mengurangi biaya pasca pembelian yang ditanggung
pelanggan dapat menjadi senjata utama dalam meraih keunggulan kompetitif. Dalam banyak hal,
biaya siklus hidup produk yang lebih rendah pada mobil impor Jepang membantu menjelaskan
kesuksesan mereka dalam pasar Amerika Serikat.
Ada banyak contoh di mana hubungan antara perusahaan dan pelanggannya dirancang
untuk saling menguntungkan dan hubungan dengan pelanggan dipandang tidak sebagai
permainan kalah-menang namun sebagai hubungan yang saling menguntungkan. Contoh kasus
adalah pada industri kontainer. Beberapa produsen kontainer telah membangun fasilitas
manufaktur di dekat tempat pembuatan bir dan menyerahkan kontainer melalui kepala
konveyor secara langsung ke atas lini perakitan pelanggan. Praktik ini menghasilkan
pengurangan biaya yang signifikan baik untuk produser kontainer dan pelanggan mereka dengan
mempercepat pengangkutan kontainer kosong, yang mana besar dan berat.
Missed Opportunities
Banyak masalah manajemen biaya yang disalah pahami karena kegagalan untuk melihat
manfaat yang dapat dihasilkan oleh analisis rantai nilai, sehingga perusahaan kehilangan
kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan pemasok dan
pelanggan.
PENUTUP
Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
memonitor biaya produk selama siklus hidupnya. Siklus hidup meliputi semua tahap, mulai dari
perancangan produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman dan pelayanan atas produk yang sudah
jadi.
Perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan dengan menerapkan
satu dari dua strategi :
1. Low Cost Strategy
Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk meraih biaya rendah secara relatif terhadap
pesaing (meraih kepemimpinan biaya).
2. Differentiation strategy
Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah untuk menciptakan sesuatu yang mana pelanggan
memandangnya sebagai sesuatu yang unik. Keunikan produk dapat dicapai melalui beberapa
pendekatan seperti loyalitas merek (Coca -Cola pada industri minuman ringan), layanan pelanggan
yang unggul (IBM pada bisnis Komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors pada bisnis peralatan
konstruksi), desain produk dan fitur produk (Hewlett Packard pada elektronik), atau teknologi
(Coleman pada bisnis peralatan kemah).
Kerangka rantai nilai merupakan metode untuk membagi rantai - mulai dari bahan baku dasar
sampai kepada pelanggan terakhir – ke dalam aktivitas- aktivitas strategik yang relevan dalam rangka
memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi. Konsep value chain memberikan perspektif letak
perusahaan dalam rantai nilai industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added dan dapat
dikatakan value added merupakan bagian dari value chain.
DAFTAR PUSTAKA
Dodi Setiawan, 2003 : Analisis Value Chain dan Keunggulan Kompetitif. Usahawan no 05 than XXXII.
Simons, Francis, Jones, 2001 : The UK red Meat industry : A value Chain analysis Approach.
Weiler, jhon, Schemel, Nelson, 2003 : Value Chain And Value Coalitions, ICH White paper.