Anda di halaman 1dari 17

Life Cycle Costing : Strategic Cost Management And The Value Chain

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi


Manajemen

Dosen Pengampu : Dra. Sri Dewi Edmawati., M.Si., Ak., CA

Oleh :

Kelompok 6

Muhammad Ramadhan Saputra 1810531046


Faishal Khalish Erman 1810531049
Fauzan Amirul Haq 1810531051

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Andalas
Padang

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk
karena harga adalah satu dari empat marketing mix (4P = product, price, place, promotion). Harga
adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Dengan pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer berkembangnya berkembangnya dalam
tahap desain, engineering, dan produksi maka jarak waktu yang diperlukan dari ide rancangan
sampai dengan produksi menjadi sangat pendek. Kondisi ini memungkinkan perusahaan-
perusahaan kelas dunia memilih strategi inovasi sebagai senjata untuk memenangkan perebutan
pasar dunia.
Staregi ini menjadikan daur hidup produk menjadi pendek.Oleh karena itu, manajemen
yang bersaing dikelas dunia tidak cukup hanya memperoleh informasi biaya periodik yang
dihasilkan oleh sistem akuntansi tradisional, namun jauh lebih penting dari itu, manajemen
memerlukan informasi product life cycle costs yang memungkinkan manajemen melakukan
melakukan strategic cost analysis pada saat mempertimbangkan peluncuran produk baru,
penghentian produksi produk yang ada dan product profitability analysis .
Rantai nilai untuk tiap-tiap perusahaan di dalam industri apa saja adalah aktivitas -aktivitas
penciptaan nilai yang saling terkait - mulai dari pemerolehan sumber bahan baku dasar sampai
kepada penyerahan produk atau jasa akhir kepada pelanggan. Makalah ini menjelaskan
menjelaskan bagaimana menyusun dan menggunakan menggunakan rantai nilai. Pembahasan di
dalam makalah ini bertujuan untuk menyoroti fakta bahwa pengetahuan manajemen biaya strategik
strategik yang muncul dari rantai nilai adalah berbeda dari pengetahuan yang diperoleh dari
pendekatan- pendekatan akuntan pendekatan akuntansi manajemen tradisional.
Salah satu tema besar di dalam manajemen biaya strategik ialah menyangkut fokus
terhadap upaya-upaya dalam manajemen biaya: bagaimana sebuah perusahaan mengorganisasikan
pemikiran-pemikirannya mengenai manajemen biaya? di dalam kerangka manajemen biaya
strategik, mengatur biaya secara efektif memerlukan fokus yang luas yang mana Michael Porter
menyebutnya dengan “rantai nilai” – yakni, sekumpulan aktivitas penciptaan nilai yang saling
terkait.
Sebaliknya, akuntansi manajemen tradisional mengadopsi fokus yang sebagian besar
bersifat internal besar bersifat internal bagi perusahaan, di mana masing-masing perusahaan
dipandang dalam konteks dari pembelian, proses, fungsi, produk, dan pelanggan. Dengan kata lain,
akuntansi manajemen tradisional mengambil perspektif nilai tambah mulai dari pembayaran
kepada pemasok (pembelian) sampai pada penyerahan penyerahan produk atau jasa kepada
pelanggan (penjualan). Tema utamanya, di dalam perspektif akuntansi manajemen tradisional,
adalah untuk memaksimalkan perbedaan (yaitu, nilai tambah) antara pembelian dan penjualan.
Pengetahuan strategik yang dihasilkan oleh analisis rantai nilai, bagaimanapun, berbeda secara
signifikan daripada yang disarankan oleh analisis nilai tambah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah
1. Apakah Life Cycle Costing itu?
2. Bagaimana Konsep yang dikemukakan oleh Porter dalam mengembangkan keunggulan
kompetitif?
3. Bagaimanakah Strategi Cost Management dan The Value chain tersebut?
4. Bagaimanakah Metodologi Analisis Value Chain?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan lebih memahami Life Cycle Costing.
2. Untuk mengetahui dan lebih memahami bagaimana Konsep Porter dalam
mengembangkan keunggulan kompetitif.
3. Untuk memahami bagaimanakah Strategi Cost Management dan The Value chain.
4. Untuk mengetahui bagaimana Metodologi dalam analisis Value chain.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Life Cycle Costing


Manajemen biaya strategis menekankan pentingnya fokus eksternal dan kebutuhan untuk
mengenali dan memanfaatkan hubungan baik internal maupun eksternal. Siklus hidup biaya
manajemen adalah pendekatan terkait yang membangun kerangka kerja konseptual yang
memfasilitasi kemampuan manajemen untuk mengeksploitasi hubungan internal dan eksternal.
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan biaya manajemen siklus hidup, kita perlu memahami
konsep-konsep siklus hidup produk dasar pertama.
Siklus hidup sudut pandang produk adalah hanya waktu produk yang ada — dari konsepsi
pengabaian. Biasanya siklus hidup produk mengacu pada produk kelas secara keseluruhan —
seperti mobil tapi itu juga dapat merujuk kepada bentuk-bentuk tertentu (seperti station wagon) dan
merek tertentu atau model (seperti Toyota Camry).

Sudut Pandang Marketing


Pandang produsen barang atau jasa telah dua sudut pandang mengenai siklus hidup. Produk
: sudut pandang pemasaran dan sudut pandang produksi. Sudut pandang pemasaran
menggambarkan pola umum penjualan produk saat melewati tahapan siklus hidup yang berbeda.
Pola umum pandangan pemasaran siklus hidup produk. Tahap yang berbeda yang diidentifikasi
oleh pameran adalah pengenalan, pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Tahap pengenalan ini
ditandai dengan kegiatan produksi awal dan startup, di mana fokusnya adalah pada mendapatkan
pijakan di pasar. Sebagai grafik menunjukkan, ada tidak ada penjualan untuk jangka waktu (masa
praproduksi) dan kemudian lambat pertumbuhan penjualan seperti produk diperkenalkan. Tahap
pertumbuhan adalah periode waktu ketika penjualan meningkat lebih cepat. Tahap kedewasaan
adalah periode waktu ketika penjualan meningkat lebih lambat. Akhirnya, lereng (kurva penjualan)
dalam tahap kedewasaan menjadi netral dan kemudian berubah negatif.

Sudut Pandang Produksi


Produksi sudut pandang siklus hidup produk mendefinisikan tahapan siklus hidup oleh
perubahan dalam jenis kegiatan yang dilakukan: kegiatan penelitian dan pengembangan, kegiatan
produksi dan logistik kegiatan. Sudut pandang produksi menekankan biaya siklus hidup, sedangkan
sudut pandang pasar menekankan perilaku pendapatan penjualan. Biaya siklus hidup adalah semua
biaya yang terkait dengan produk untuk seluruh siklus kehidupan. Biaya ini meliputi penelitian
(produk konsepsi), pengembangan (perencanaan, desain dan pengujian), produksi (konversi
kegiatan), dan dukungan logistik (iklan, distribusi, garansi, layanan pelanggan, melayani produk
dan seterusnya).

Siklus Hidup Konsumsi


Seperti sudut pandang siklus hidup produksi, konsumsi-siklus hidup di tahap yang
berhubungan dengan kegiatan. Kegiatan ini menetapkan empat tahap: pembelian, beroperasi,
memelihara, dan pembuangan. Sudut pandang siklus hidup konsumsi menekankan produk kinerja
untuk harga yang diberikan.Harga mengacu pada biaya kepemilikan, yang mencakup unsur-unsur
berikut: membeli biaya, biaya operasi, biaya pemeliharaan dan biaya pembuangan. Dengan
demikian, total kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh harga pembelian dan biaya postpurchase.
Interaktif sudut pandang
Semua tiga siklus hidup sudut pandang menawarkan wawasan yang dapat berguna untuk
produsen barang dan jasa. Pada kenyataannya, produsen tidak bisa mengabaikan tiga. Program
manajemen siklus hidup yang komprehensif biaya harus memperhatikan berbagai sudut pandang
yang ada. Pengamatan ini menghasilkan terpadu, komprehensif definisi manajemen biaya siklus
hidup. Siklus hidup biaya manajemen terdiri dari tindakan yang diambil yang menyebabkan produk
untuk dirancang, dikembangkan, diproduksi, dipasarkan, didistribusikan, dioperasikan,
dipertahankan, dilayani, dan dibuang sehingga memaksimalkan keuntungan akan maksimal. Siklus
hidup memaksimalkan keuntungan berarti produsen harus memahami dan memanfaatkan
hubungan yang ada antara sudut pandang siklus hidup yang tiga. Setelah hubungan ini dimengerti,
maka tindakan dapat dilaksanakan yang mengambil keuntungan dari pendapatan tambahan dan
biaya pengurangan peluang.

Pendekatan Yang Menghasilkan


Peningkatan pendapatan bergantung pada pemasaran tahapan siklus hidup dan efek nilai
pelanggan. Misalnya, strategi, harga bervariasi dengan tahapan. Dalam tahap perkenalan, seperti
yang disebutkan sebelumnya, harga yang lebih tinggi dapat diisi karena pelanggan harga kurang
sensitif dan lebih tertarik pada kinerja. Dalam tahap kedewasaan, pelanggan sangat sensitif
terhadap harga dan performa. Hal ini menunjukkan bahwa menambahkan fitur, meningkatkan daya
tahan, meningkatkan Kemampu-rawatan, dan menawarkan produk yang disesuaikan semua
mungkin strategi yang baik untuk mengikuti. Pada tahap ini, diferensiasi penting. Untuk
peningkatan pendapatan untuk menjadi layak. Namun, pelanggan harus bersedia membayar premi
untuk perbaikan dalam kinerja produk. Selain itu, premium harus melebihi biaya incurs produsen
dalam memberikan atribut produk baru. Pada tahap penurunan, pendapatan dapat ditingkatkan
dengan menemukan penggunaan baru dan pelanggan baru untuk produk. Sebuah contoh yang baik
adalah penggunaan lengan & palu.
Biaya Pengurangan
Biaya pengurangan tidak ada biaya kontrol adalah penekanan manajemen biaya siklus
hidup. Strategi pengurangan biaya harus secara eksplisit mengakui bahwa tindakan yang diambil
dalam tahap awal siklus hidup produksi dapat menurunkan biaya untuk tahap produksi dan
konsumsi. Sejak 90 persen atau lebih dari biaya siklus hidup produk yang ditentukan selama tahap
pengembangan, masuk akal untuk menekankan pengelolaan kegiatan selama fase ini keberadaan
suatu produk. Penelitian telah menunjukkan bahwa setiap dolar yang dihabiskan untuk aktivitas
praproduksi menghemat $8 - $10 pada produksi dan postproduction kegiatan, termasuk
pelanggan pemeliharaan, perbaikan, dan pembuangan costs. Rupanya, banyak kesempatan untuk
pengurangan biaya terjadi sebelum produksi dimulai. Manajer perlu berinvestasi lebih banyak
dalam praproduksi aset dan mendedikasikan lebih banyak sumber daya untuk kegiatan dalam tahap
awal siklus hidup produk untuk mengurangi produksi, pemasaran, dan postpurchase biaya.

Pengurangan Biaya
Contoh sebuah fungsional berbasis biaya sistem biasanya akan tidak menyediakan
informasi yang dibutuhkan untuk mendukung biaya manajemen siklus hidup. Sistem biaya berbasis
fungsional menekankan penggunaan biaya berbasis unit driver untuk menggambarkan perilaku
biaya, fokus pada kegiatan produksi, mengabaikan kegiatan logistik dan postpurchase, dan biaya
penelitian dan pengembangan dan biaya lainnya nonmanufacturing sebagai mereka dikeluarkan.
Sistem biaya berbasis fungsional tidak pernah mengumpulkan sejarah lengkap produk yang biaya
atas siklus kehidupan. Pada dasarnya, sistem biaya berbasis GAAP tidak mendukung tuntutan biaya
siklus hidup. Aktivitas biaya sistem berbasis, namun, menghasilkan informasi tentang kegiatan,
termasuk praproduksi dan kegiatan postproduction, dan biaya driver

Peran Manajemen Biaya


Target biaya siklus hidup menekankan pengurangan biaya, tidak biaya kontrol. Target
biaya menjadi alat yang sangat berguna untuk menetapkan tujuan-tujuan pengurangan biaya selama
tahap desain. Biaya target adalah perbedaan antara harga penjualan yang diperlukan untuk
menangkap pangsa pasar telah ditetapkan dan keuntungan yang dikehendaki per unit. Harga
penjualan mencerminkan spesifikasi produk atau fungsi-fungsi yang dihargai oleh pelanggan
(disebut sebagai fungsi produk). Jika biaya target kurang dari apa yang dicapai saat ini, maka
manajemen harus menemukan biaya pengurangan yang bergerak biaya yang sebenarnya menuju
target biaya. Menemukan pengurangan biaya tersebut adalah tantangan utama target biaya.
Tiga metode pengurangan biaya biasanya digunakan: (1) reverse engineering, (2) nilai
analisis, dan perbaikan (3) proses. Dalam pembalikan engineering, produk pesaing yang erat
dianalisis dalam upaya untuk menemukan lebih banyak fitur desain yang membuat pengurangan
biaya. Analisis nilai upaya untuk menilai nilai ditempatkan pada berbagai fungsi produk oleh
pelanggan. Jika harga pelanggan bersedia untuk membayar fungsi tertentu adalah kurang dari
biaya, fungsi adalah kandidat untuk penghapusan. Kemungkinan lain adalah untuk mencari cara
untuk mengurangi biaya menyediakan fungsi, misalnya dengan menggunakan komponen umum.
Keduanya reverse engineering dan nilai analisis fokus pada desain produk untuk mencapai
pengurangan biaya. Proses yang digunakan untuk memproduksi dan memasarkan produk juga
merupakan sumber potensi biaya pengurangan.

Life Cycle Costing


Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi
dan memonitor biaya produk selama siklus hidupnya. Siklus hidup meliputi semua tahap, mulai
dari perancangan produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman dan pelayanan atas produk
yang sudah jadi. Total biaya selama siklus hidup dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Biaya hulu, terdiri dari riset dan pengembangan, desain yang membuat prototype,
pengujian, teknis, dan pengembangan kualitas.
2. Biaya produksi, terdiri dari pembelian, biaya produksi langsung, biaya produksi tidak
langsung.
3. Biaya hilir, terdiri dari pemasaran dan distribusi pengemasan, pengangkutan.
contoh : promosi

Konsep Porter
Porter menyebutkan bahwa perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif
secara berkelanjutan dengan menerapkan satu dari dua strategi berikut.
a. A low-cost strategy, atau
b. A differentiation strategy
Low cost Strategy. Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk meraih biaya rendah secara
relatif terhadap pesaing (meraih kepemimpinan biaya). Kepemimpinan biaya dapat dicapai melalui
beberapa pendekatan seperti:
a. Skala ekonomi dalam produksi
b. Experience curve effects
c. Pengendalian biaya secara ketat
d. Minimalisasi biaya pada beberapa area seperti Research and Development
(R&D),Service, sales force, atau advertising

Cost Leadership atau kepemimpinan biaya merupakan salah satu generic strategy. Strategi
ini dilakukan dengan cara memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dengan kualitas
yang relatif sama dibandingkan dengan para pesaingnya. Untuk dapat menjalankan strategi ini,
perusahaan perlu memiliki economies of scale lebih tinggi atau memiliki keunggulan dalam
produktivitas. Dengan kata lain, perusahaan yang mengarahkan dirinya menjadi produsen yang
low-cost dalam industri untuk setiap level kualitas, makaperusahaan tersebut telah menjalankan
strategi ini. Strategi ini mempunyai dua macam strategi turunannya, yaitu (1) produk dijual dalam
rata-rata harga industri untuk meraih keuntungan yang lebih besar dari pesaing dan (2) produk
dijual di bawah rata-rata harga industri untuk meraih market-share yang lebih luas.
Ada beberapa keadaan lingkungan yang dapat menguntungkan maupun merugikan
bagiperusahaan ketika akan menjalankan strategi kepemimpinan biaya. Ketika pembeli tidak
dihadapakan ada diferensiasi nilai terlalu banyak dengan produk lain, pembeli cenderung
sensitif terhadap harga, atau para pesaing tidak akan segera menyesuaikan harga yang lebih rendah,
maka situasi ini akan mendukung berjalannya strate gi ini. Sebaliknya ketika tidak ada perubahan
dalam selera konsumen, teknologi, dan harga atau biaya; aktivitas yang diambil untuk mencapai
biaya rendah sangat langka dan mahal untuk ditiru, maka strategi ini menjadi kurang efektif.
Dengan menjalankan strategi ini perusahaan harus lah memiliki kelebihan dalam aspek
pangsa pasar yang lebih luas ataupun akses ke sumber daya seperti bahan baku, komponen, tenaga
kerja yang lebih baik. Dengan keuntungan pada dua hal itu, dan dikombinasikan dengan proses
bisnis yang efisien, maka perusahaan dapat menjalankan strategi ini dengan baik. Beberapa ciri
bisnis proses yang efisien akan terlihat pada aspek seperti seperti memiliki capabilities keuangan
yang kuat untuk berinvestasi dalam spesific assets, mampu mendesain proses produksi dengan
efisien, memiliki keahlian yang tinggi dalam industri karena learning experience curve yang tinggi,
dan memiliki jalur distribusi yang efisien. Tanpa satu atau beberapa keuntungan ini strategi ini
dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing-pesaing lainnya.
Jika perusahaan yang berkompetisi tidak dapat menurunkan biaya-biaya yang sama
jumlahnya, maka perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitif berdasarkan biaya
kepemimpinan. Dapat disimpulkan bahwa cost leadership dapat diraih dengan cara (1) Keputusan
outsourcing dan vertical integration yang optimal, (2) Meningkatkan efisiensi dalam setiap value
chain, atau (3) Mendapatkan sumber input yang murah.
Perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan strategi ini meliputi Texas Instrument
spada consumer electronics, Emerson Electric pada motor listrik, Hyundai pada otomobil, Briggs
and Stratone pada gasoline engines, Black and Decker pada alat-alat bermesin, Kommodore
pada bisnis mesin, K-Mart pada bisnis ritel, BIC pada pena, dan Timex pada jam tangan.

Differentiation Strategy
Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah untukmenciptakan sesuatu yang mana
pelanggan memandangnya sebagai sesuatu yang unik. Keunikan produk dapat dicapai melalui
beberapa pendekatan seperti loyalitas merek (Coca -Cola pada industri minuman ringan), layanan
pelanggan yang unggul (IBM pada bisnis Komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors pada
bisnis peralatan konstruksi), desainproduk dan fitur produk (Hewlett Packard pada elektronik),
atau teknologi (Coleman padabisnis peralatan kemah). Beberapa perusahaan yang telah
menerapkan strategi diferensiasi meliputi Mercedes Ben: pada industri otomobil, Stouffer’s pada
bisnis makanan beku, Neiman-Marcus pada industri ritel, Cross pada bisnis pena, dan Rolex pada
bisnis jam tangan.

Kerangka Rantai Nilai


Kerangka rantai nilai merupakan metode untuk membagi rantai - mulai dari bahan baku
dasar sampai kepada pelanggan terakhir – ke dalam aktivitas-aktivitas strategik yang relevan
dalam rangka memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, sebuah perusahaan biasanya hanya satu bagian dari sekumpulan aktivitas yang lebih
besar dalam sistem penyerahan nilai. Pemasok tidak hanya memproduksidan menyerahkan
input yang digunakan di dalam aktivitas nilai perusahaan, tetapi mereka penuh pula dalam
memengaruhi biaya dan posisi diferensiasi perusahaan. Memperoleh dan mempertahankan
keunggulan kompetitif bahwasanya mengharuskan perusahaan untuk memahami keseluruhan
sistem penyerahan nilai, bukan hanya bagian darirantai nilai di mana ia berpartisipasi. Pemasok
dan saluran distribusi memiliki margin keuntungan yang penting untuk mengidentifikasi dalam
memahami biaya atau penetuan membayar semua margin keuntungan di seluruh rantai nilai.

The Value Chain


Rantai nilai (value chain) adalah pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi
biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
implementasi dari strategi tingkat-bisnisnya. Rantai nilai menunjukkan bagaimana sebuah
produk bergerak dari tahap bahan baku ke pelanggan akhir. Rantai nilai menggambarkan berbagai
kegiatan yang diperlukan untuk membawa produk atau jasa dari konsepsi, melalui berbagai tahapan
produksi (melibatkan kombinasi transformasi fisik dan masukan dari berbagai produsen jasa),
pengiriman pada konsumen akhir, dan pembuangan akhir setelah digunakan.
Aktivitas nilai dapat dicabangkan menjadi dua tipe yang luas, aktivitas primer dan aktivitas
pendukung.
1. Primary activities (aktivitas primer), yaitu aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan fisik
produk, penjualan dan distribusinya ke para pembeli, dan layanan setelah penjualan.
a. Inbound logistic
Aktivitas yang berhubungan dengan penanganan material sebelum digunakan. Inbound
Logistics (logistik ke dalam), dihubungkan dengan menerima, menyimpan, dan
menyebarkan input-input ke produk. Termasuk di dalamnya penanganan bahan baku,
gudang dan kontrol persediaan.
b. Operations
Akivitas yang berhubungan dengan pengolahan input menjadi output. Operations
(operasi), segala aktivitas yang diperlukan untuk mengkonversi input-input yang
disediakan oleh logistik masuk ke bentuk produk akhir. Termasuk di dalamnya
permesinan, pengemasan, perakitan, dan pemeliharaan peralatan.
c. Outbound logistics
Aktivitas yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen. Outbound
Logistik (logistik ke luar), aktivitas-aktivitas yang melibatkan pengumpulan,
penyimpanan, dan pendistribusian secara fisik produk final kepada para pelanggan.
Meliputi penyimpanan barang jadi di gudang, penanganan bahan baku, dan pemrosesan
pesanan.
d. Marketing and sales
Aktivitas yang berhubungan dengan pengarahan konsumen agar tertarik untuk membeli
produk. Marketing and Sales (pemasaran dan penjualan), aktivitas-aktivitas yang
diselesaikan untuk menyediakan sarana yang melaluinya para pelanggan dapat membeli
produk dan mempengaruhi mereka untuk melakukannya. Untuk secara efektif
memasarkan danmenjual produk, perusahaan mengembangkan iklan-iklan dan
kampanye professional, memilih jaringan distribusi yang tepat, dan memilih,
mengembangkan, dan mendukung tenaga penjualan mereka.
e. Service
Aktivitas yang mempertahankan atau meningkatkan nilai dari produk. Service (pelayanan),
aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan atau memelihara nilai produk.
Perusahaan terlibat dalam sejumlah aktivitas yang berkaitan dengan jasa, termasuk
instalasi, perbaikan, pelatihan, dan penyesuaian.

2. Support activities (aktivitas pendukung), yaitu aktivitas yang menyediakan dukungan yang
diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas primer.
a. Procurement
Berkaitan dengan proses perolehan input/sumber daya. Procurement
(pembelian/pengadaan), aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk membeli input-input
yang diperlukan untuk memperoduksi produk perusahaan. Input-input pembelian meliputi
item-item yang semuanya dikonsumsi selama proses manufaktur produk.
b. Human Resources Management
Pengaturan SDM mulai dari perekrutan, kompensasi, sampai pemberhentian. Human
resources management (manajemen sumber daya manusia), aktivitas-aktivitas yang
melibatkan perekrutan, pelatihan, pengembangan, dan pemberian kompensasi kepada
semua personel.
c. Technological Development
Pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur, didalam transformasi produk dari
input menjadi output. Technology development (pengembangan teknologi), aktivitas-
aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki produk dan proses yang digunakan
perusahaan untuk memproduksinya. Pengembangan teknologi dapat dilakukan dalam
bermacam- macam bentuk, misalnya peralatan proses, desain riset, dan pengembangan
dasar, dan prosedur pemberian servis.
d. Infrastructure
Terdiri dari departemen-departemen/fungsi-fungsi (akuntansi, keuangan, perencanaan,
GM, dsb) yang melayani kebutuhan organisasi dan mengikat bagian-bagiannya menjadi
sebuah kesatuan. Firm infrastructure (infrastruktur perusahaan) atau general
administration (administrasi umum), infrastruktur perusahaan meliputi aktivitas-aktivitas
seperti general management, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, dan relasi
pemerintah, yang diperlukan untuk mendukung kerja seluruh rantai nilai melalui
infrastruktur ini, perusahaan berusaha dengan efektif dan konsisten mengidentifikasi
peluang- peluang dan ancaman-ancaman, mengidentifikasi sumber daya & kapabilitas,
serta mendukung kompetensi inti.
Value Chain Versus Value-Added Analysis
Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value added . Konsep value added
merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku sampai dengan
produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai produk selama proses
produksi di dalam perusahaan. Semua biaya yang non-value added akan dihilangkan
danperusahaan fokus pada hal-hal yang mempunyai nilai pada produk. Konsep ini mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan karena analisisnya terlalu lambat dimulai, analisis dimulai saat bahan
baku dibeli dan tidak memperhatikan saat pembentukan nilai yang terjadi pada aktivitas yang
dilakukan pemasok bahan baku tersebut: dan terlalu cepat selesai sebab analisis berakhir saat
produk selesai diproses dan mengabaikan proses distribusi produk ketangan pelanggan dan
penanganan setelah itu (Shank dan Govindarajan,1992). Hal ini mengakibatkan perusahaan
kehilangan kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan
pemasok dan konsumen untuk memantapkan posisinya dalam persaingan pasar. Survey yang
dilakukan terhadap para manajer di Selandia barumenunjukan perusahaan mereka mempunyai
kelemahan dalam hal : Kualitas bahan baku yang kurang bagus, saat pengantaran bahan baku yang
tidak tentu, manajemen bahan baku yang masih kurang, dan penanganan kepuasan konsumen yang
masih kurang.
Kelemahan ini terjadi karena perusahaan tidak mengekplorasi hubungan dengan
pemasok dan konsumen. Hubungan yang baik dengan pemasok dapat memberikan keuntungan
bagi perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan baku, waktu pengantaran bahan baku yang
tepat dan biaya yang lebih rendah. Sedangkan hubungan dengan konsumen dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan dalam loyalitas konsumen terhadap produk perusahaan. Di lain pihak
analisis value chain merupakan analisis aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai, baik yang
berasal dari dalam dan luar perusahaan.Konsep value chain memberikan perspektif letak
perusahaan dalam rantai nilai industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added
dan dapat dikatakan value added merupakan bagian dari value chain.

Supplier Linkages
Perbedaan antara perspektif rantai nilai dan perspektif nilai tambah dapat dilihat secara
jelas dalam konteks masalah penjadwalan yang timbul ketika perusahaan mengabaikan total rantai
nilai. Industri otomobil menyediakan contoh yang baik. Beberapa tahun yang lalu, sebuah
perusahaan otomobil besar Amerika Serikat mulai untuk mengimplementasikan manajemen
Just-in-time(JIT) pada pabrik perakitannya. Biaya peralatan mengambil porsi 30 persen dari
penjualan. Perusahaan berpendapat bahwa penggunaan JIT dapat mengeliminasi 20 persen dari
biaya perakitan tersebut, karena biaya perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Jepang diketahui
lebih dari 20 persen di bawah biaya perakitan pada pabrik-pabrik otomobil Amerika Serikat.
Seiring perusahaan mulai mengatur pabrik-pabriknya secara berbeda dalam rangka menghilangkan
penumpukan dan pemborosan persediaan, biaya perakitannya turun secara signifikan. Akan tetapi
perusahaan mengalami permasalahan yang dramatis dengan pemasok-pemasoknya, yang mana
meminta kenaikan harga melebihi biaya yang dapat dihemat perusahaan ketika perusahaan
mengimplementasikan JIT. Perusahaan-perusahaan otomobil Amerika Serikat saat itu merespon
permintaan kenaikan harga dari pemasok- pemasoknya dengan meminta para pemasoknya untuk
menerapkan JIT pula pada aktivitas operasi mereka.
Perspektif rantai nilai mengungkapkan sebuah gambaran yang berbeda mengenai
keseluruhan situasi. Dari penjualan perusahaan otomobil, 50 persen merupakan pembelian dari
pemasok suku cadang. Dari jumlah tersebut, 37 persen merupakan pembelian olehpemasok suku
cadang, dan sisanya 63 persen merupakan nilai tambah yang diberikan oleh pemasok. Dengan
demikian, pemasok sebetulnya menambah lebih nilai produksi kepada perusahaan otomobil
daripada pabrik perakitannya. Dengan mengurangi penumpukan persediaan dan mengharuskan
implementasi JIT pada pemasok, perusahaan telah menciptakan ketegangan dengan pemasok
pemasoknya. Akibatnya, total biaya manufaktur pemasok naik lebih daripada biaya perakitan
perusahaan yang mengalami penurunan.
Ketika diidentifikasi, alasan di balik terjadinya masalah tersebut, sebetulnya tidak rumit.
Pabrik perakitan mengalami perubahan yang besar dan tidak pasti dalam jadwal produksi.
Ketika penumpukan persediaan dihilangkan dari proses produksi yang sangat tidak dapat
diprediksi, aktivitas produksi dari pemasok menjadi sebuah mimpi buruk. Untuk setiap dolar biaya
manufaktur yang dapat dihemat oleh pabrik perakitan ketika perusahaan berpindah kekonsep
manajemen JIT, parik-pabrik pemasok mengeluarkan lebih dari satu dolar karena ketidakpastian
jadwal produksi perusahaan yang dipasoknya. Karena cakupan perspektif nilai tambah yang sempit,
perusahaan otomobil mengabaikan konsekuensi bahwasanya perubahan-perubahan penjadwalan
produksinya memiliki dampak terhadap biaya para pemasoknya. Manajemen telah mengabaikan
fakta bahwa konsep JIT memerlukan kerjasama dengan para pemasok. Faktor utama yang
berkontribusi dalam kesuksesan pada pabrik perakitan perusahaan-perusahaan otombil Jepang
adalah kestabilan jadwal produksi pemasoknya. Sementara pabrik perakitan pada perusahaan-
perusahaan otomobil Amerika Serikat, secara tetap kehilangan jadwal produksi untuk satu minggu
kedepan sebesar 25 persen atau lebih, sementara pabrik-pabrik perakitan pada perusahaan-
perusahaan otomobil di Jepang bervariasi sebesar 1 persen – atau kurang – dari jadwal yang telah
direncanakan empat minggu sebelumnya.
Kegagalan dalam mengadopsi perspektif rantai nilai disebabkan oleh ketidaktahuan atau
ketidakpahaman akuntan manajemen mengenai konsep analisis supply chain cost dalam
perusahaan-perusahaan otomobil terbukti menimbulkan biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan.
Konsekuensi penjadwalan tersebut dapat ditangani secara lebih baik seandainya akuntan-
akuntan manajemen pada industri otomobil memiliki pemahaman yang baik mengenai konsep
rantai nilai.
Hubungan-hubungan yang bermanfaat (yaitu, hubungan dengan pemasok dan
pelangganyang dikelola dengan cara sedemikian rupa di mana seluruh pihak diuntungkan) dapat
pula ditelusuri secara lebih akurat melalui analisis rantai nilai dibandingkan melalui analisis .
Sebagai contoh, ketika coklat borongan dalam jumlah yang besar dikirim dalam bentuk cair di
dalam mobil-mobil tanki daripada coklat yang sudah berbentuk batangan, perusahaan-
perusahaan produsen coklat (misal, pemasok) mengeliminasi biaya membentuk coklat dalam
bentuk batangan dan biaya packing , tetapi mereka juga menghemat biaya pembuatan gula-gula
(manisan) yang berbahan baku coklat dalam membongkar dan mencairkan cokelat-cokelat yang
sudah berbentuk batangan.

Costumer Linkages
Selain dimulai dengan sangat lambat, analisis nilai tambah memiliki kekurangan yang lain
:berhenti terlalu cepat. Hubungan pelanggan sangat penting sebagaimana hubungan
pemasok;menghentikan biaya pada titik penjualan mengeliminasi seluruh kesempatan untuk
memanfaatkan hubungan dengan pelanggan. Memanfaatkan hubungan dengan pelanggan
merupakan ide kunci di balik konsep life-cycle costing. Life-cycle costing merupakan kalkulasi
biaya yang berpendapat untuk memasukkan seluruh biaya yang terjadi untuk sebuah produk –
mulai dari ketika produk tersebut dirancang sampai produk tersebut dibuang – sebagai bagian
dari biaya produk. Life cycle costing dengan demikian berkaitan secara eksplisit dengan hubungan
antara apa yang pelanggan bayar untuk sebuah produk dan total biaya yang dikenakan kepada
pelanggan selama umur produk tersebut. Perspektif life-cycle costing pada hubungan pelanggan
dalam rantai nilai dapat memicu peningkatan profitabilitas. Perhatian eksplisit pada biaya pasca
pembelian oleh pelanggan dapat membawa kepada segmentasi pasar dan pemosisian produk yang
lebih efektif. Merancang sebuah produk untuk mengurangi biaya pasca pembelian yang ditanggung
pelanggan dapat menjadi senjata utama dalam meraih keunggulan kompetitif. Dalam banyak hal,
biaya siklus hidup produk yang lebih rendah pada mobil impor Jepang membantu menjelaskan
kesuksesan mereka dalam pasar Amerika Serikat.
Ada banyak contoh di mana hubungan antara perusahaan dan pelanggannya dirancang
untuk saling menguntungkan dan hubungan dengan pelanggan dipandang tidak sebagai
permainan kalah-menang namun sebagai hubungan yang saling menguntungkan. Contoh kasus
adalah pada industri kontainer. Beberapa produsen kontainer telah membangun fasilitas
manufaktur di dekat tempat pembuatan bir dan menyerahkan kontainer melalui kepala
konveyor secara langsung ke atas lini perakitan pelanggan. Praktik ini menghasilkan
pengurangan biaya yang signifikan baik untuk produser kontainer dan pelanggan mereka dengan
mempercepat pengangkutan kontainer kosong, yang mana besar dan berat.
Missed Opportunities
Banyak masalah manajemen biaya yang disalah pahami karena kegagalan untuk melihat
manfaat yang dapat dihasilkan oleh analisis rantai nilai, sehingga perusahaan kehilangan
kesempatan (missed opportunities) untuk mengeksplorasi hubungannya dengan pemasok dan
pelanggan.

Metodologi Analisis Value Chain


Metodologi untuk membuat dan menggunakan value chain mencakup langkah-langkah :
a. Mengidentifikasi value chain dari industri, lalu membuat daftar biaya,
pendapatan, dan asset untuk tiap-tiap aktivitas.
b. Mengidentifikasi cost drivers yang mengatur setiap value activity.
c. Membangun sustainable competitive advantage, baik dengan mengendalikan
cost drivers lebih baik dari pesaing atau dengan merek konfigurasi value chain

1. Identifying The Value Chain


- Langkah ini harus dilakukan dengan ide untuk mendapatkan copetitiveadvantage.
Penilaian competitive advantage tidak dapat diujisepenuhnya pada level industri
secara keseluruhan
- Value chain suatu industri dibagi dalam aktivitas yang berbeda olehkarena itu
starting point analisis cost didefinisikan dalam value chainindustri kemudian
menetapkan cost, pendapatan dan aset dalamberbagai nilai aktivitas. 0ktivitas ini
untuk membangun blokperusahaan dalam industri untuk menciptakan produk yang
bernilaibagi pembeli.
- Aktivitas -aktivitas harus diisolasi dan dipisahkan jika aktivitas-aktivitastersebut
sesuai dengan kondisi-kondisi sebagai berikut: aktivitas-aktivitas tersebut
menggambarkan prosentase yang signifikan dengan cost operasional, perilaku cost
aktivitas (cost driver) berbeda, aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan oleh
kompetitor dalam cara yang berbeda.
- Setelah mengidentifikasi value chain, cost operasional, pendapatan dan aset harus
dibebankan pada nilai aktivitas secara individual. Untuk nilai aktivitas
intermediate, pendapatan harus ditetapkan dengan menyesuaikan harga transfer
internal dengan harga pasar.
2. Diagnosing Cost Drivers
- Dalam akuntansi manajemen konvensional, fungsi utama suatu cost driver adalah
volume output. Konsep biaya berhubungan dengan volume input, biaya tetap
versus biaya variabel, biaya rata-rata versus biaya marginal, biaya volume analisis
profit, analisis break event, budget fleksibel dan margin kontribusi
- Dalam akuntansi manajemen konvensional, fungsi utama suatu cost driver adalah
volume output. Konsep biaya berhubungan dengan volume input, biaya tetap
versus biaya variabel, biaya rata-rata versus biaya marginal, biaya volume analisis
profit, analisis break event, budget fleksibel dan margin kontribusi

Struktural Cost Driver


Cost driver struktural adalah aktivitas usaha, guna memenuhi permintaan
konsumen, yangmempengaruhi biaya dalam tingkatan struktural perusahaan, meliputi:
lokasi usaha, skala usaha, bentuk badan usaha, struktur organisasi, teknologi serta
infrastruktur yang akandigunakan dalam menjalankan usaha.
Pilihan strategi yang harus dibuat perusahaan tentang struktur ekonomi yang mendasari.
a. Scal : berapa ukuran investasi dalam manufakturing, research and
development , dan marketing resources?
b. Scope : bagaimana tingkat integrasi secara vertikal (integrasi horisontal lebih
berhubungan dengan skala)?
c. Experience : berapa banyak waktu yang dibutuhkan perusahaan dimasa yang
lalu dan apakah masih bisa dilakukan dalam waktu yang sama untuk saat ini?
d. Technology: Proses teknologi apa yang digunakan dalam masing-masing
tahap value chain perusahaan?
e. Complexity : Seberapa luas lini produk atau jasa yang akan ditawarkan pada
Konsumen?

Executional Cost Driver


Kategori kedua dari pemicu biaya, yaitu executional cost driver, adalah mereka
penentu “posisi biaya perusahaan yang bergantung pada kemampuannya untuk
mengeksekusi” berhasil. Sedangkan pemicu biaya struktural tidak monoton skala dengan
kinerja driver eksekusional driver. Artinya, untuk setiap structural drivers, lebih banyak
tidak selalu lebih baik. Jadi, misalnya ada skala yang tidak ekonomis untuk lingkup:
Sebuah lini produk yang lebih kompleks tidak selalu lebih baik atau tentu lebih buruk dari
lini yang kurang kompleks. Terlalu banyak pengalaman dapat menjadi sama buruknya
seperti terlalu sedikit pengalaman di dalam lingkungan yang dinamis. Texas Instruments,
misalnya, menekankan kurva belajar dan menjadi produser biaya terendah di dunia
microchip usang. Kepemimpinan teknologi versus “ followership”adalah pilihan untuk
kebanyakan perusahaan
Daftar yang mendasar atas executional cost driver , paling tidak mencakup :
- Work force involvement (Keterlibatan Tenaga Kerja) “partisipasi”
apakah tenaga kerja memiliki komitmen untuk perbaikan berkelanjutan (kaizen di
Jepang)?
- Total Quality Management (TQM) apakah tenaga kerja yang ada memiliki
komitmen terhadap kualitas produk secara total?
- Capacity utilization (kapasitas utilisasi) apa yang merupakan pilihan skala
pada pembangunan pabrik maksimum?
- Plant layout efficiency (tata letak pabrik efisiensi): seberapa efisien,
terhadap normasaat ini tata letak pabrik?
- Product configuration (konfigurasi produk): apakah desain atau formulasi
produk sudah efektif?
- Linkages with suppliers or customers (Hubungan dengan pemasok atau
pelanggan): apakah hubungan dengan pemasok atau pelanggan sudah
dieksploitasi, sehubungandengan value chain dari perusahaan?

3. Developing Sustainable Competitive Adventage


Tahap ketiga dalam membangun dan menggunkan value chain adalah dengan
mengembangkan competitive advantage yang dapat menopang. Untuk masing-masing
aktivitas, pertanyaan-pertanyaan utama dapat mengembangkan competitive
advantage yang dapat menopang adalah:
- Dapatkah biaya-biaya di dalam aktivitas tersebut diturunkan, dengan value
(pendapatan) konstan?
- Dapatkah value (pendapatan) ditingkatkan dalam aktivitas-aktivitas ini, dengan
mempertahankan biaya konstan?
a. Cost Reduction
Dengan sistematis menganalisis biaya, pendapatan, dan aset dalam setiap
kegiatan, perusahaan bisa mencapai baik differensiasi dan low cost . Sebuah cara
yang efektif untuk mencapai tujuan ini adalah untuk membandingkan rantai
nilai perusahaan dengan rantai nilaidari satu atau dua pesaing utama, kemudian
mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk mengelola rantai nilai
perusahaan lebih baik dari pada pesaing mengelola rantai nilai mereka.
b. Value Increase
Untuk melanjutkan fokus atas pengaturan value chain yang ada agar lebih
baik dari pesaing, perusahaan harus memberikan perhatian lebih untuk dapat
mengidentifikasi, di mana hasildari value chain dapat significant.

Strategy For Competitive Advantage


Analisa value chain sangat bermanfaat untuk menciptakan keunggulan kompetitif di dalam
kondisi persaingan yang semakin ketat, karena analisa value chain mengidentifikasi hubungan
internal dan eksternal sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai keunggulan biaya
maupun dengan strategi diferensiasi.
Dengan analisa value chain perusahaan dapat menentukan dan mengidentifikasi hubungan
yang terdapat dalam perusahaan, baik hubungan eksternal maupun hubungan internal. Hubungan
internal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas-aktivitas yangdilakukan oleh perusahaan sebagai
bagian dari value chain, sedangkan hubungan eksternal akan menjaga keterkaitan antara aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok dan konsumennya. Analisis biaya secara
tradisional memfokuskan atas perhatian kepada value added dengan terjadinya kesalahan dan
bahwa hal tersebut adalah satu-satunya area di mana perusahaan dapat mempengaruhi biaya.
BAB III

PENUTUP

Life cycle costing merupakan teknik manajemen yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
memonitor biaya produk selama siklus hidupnya. Siklus hidup meliputi semua tahap, mulai dari
perancangan produk dan pembelian bahan baku hingga pengiriman dan pelayanan atas produk yang sudah
jadi.
Perusahaan dapat mengembangkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan dengan menerapkan
satu dari dua strategi :
1. Low Cost Strategy
Fokus utama dari low-cost strategy adalah untuk meraih biaya rendah secara relatif terhadap
pesaing (meraih kepemimpinan biaya).
2. Differentiation strategy
Fokus utama dari strategi diferensiasi adalah untuk menciptakan sesuatu yang mana pelanggan
memandangnya sebagai sesuatu yang unik. Keunikan produk dapat dicapai melalui beberapa
pendekatan seperti loyalitas merek (Coca -Cola pada industri minuman ringan), layanan pelanggan
yang unggul (IBM pada bisnis Komputer), jaringan agen (Caterpillar Tractors pada bisnis peralatan
konstruksi), desain produk dan fitur produk (Hewlett Packard pada elektronik), atau teknologi
(Coleman pada bisnis peralatan kemah).

Kerangka rantai nilai merupakan metode untuk membagi rantai - mulai dari bahan baku dasar
sampai kepada pelanggan terakhir – ke dalam aktivitas- aktivitas strategik yang relevan dalam rangka
memahami perilaku biaya dan sumber diferensiasi. Konsep value chain memberikan perspektif letak
perusahaan dalam rantai nilai industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added dan dapat
dikatakan value added merupakan bagian dari value chain.
DAFTAR PUSTAKA

Dodi Setiawan, 2003 : Analisis Value Chain dan Keunggulan Kompetitif. Usahawan no 05 than XXXII.
Simons, Francis, Jones, 2001 : The UK red Meat industry : A value Chain analysis Approach.
Weiler, jhon, Schemel, Nelson, 2003 : Value Chain And Value Coalitions, ICH White paper.

Akses dari web : https://www.scribd.com/document/424146490/Makalah-Life-Cycle-Costing-Klp-5-docx

Anda mungkin juga menyukai