Anda di halaman 1dari 13

7.5.

3 Tata Niaga Kelistrikan dan Perencanaan Pembebanan


Pembangkit

7.5.3.1 Tata Niaga Kelistrikan

Sangatlah penting bagi pebisnis pembangkit mengetahui secara detail


bagaimana energi kelistrikan diperjual belikan di Indonesia dan Jawa-Bali
umumnya, karena ini bagian yang sangat penting untuk diketahui dan
dipelajari dan dimulai dari gambar berikut ini.

i
Tariff yang diperjual belikan terdiri dari empat komponen biaya yaitu :

1. Komponen A yang terdiri dari unsur biaya penyusutan, interest dan


profit margin
2. Komponen B yang terdiri dari unsur biaya Administrasi,
pemeliharaan, dan pegawai.
3. Komponen C merupakan biaya bahan bakar.
4. Komponen B teridiri dari unsur biaya kimia, air dan pelumas.

Keempat komponen tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

i
Yang terkait dengan biaya komponen “A”

1. Investment Cost Rate (USD/Rp per MW)


• Besarnya kapasitas pembangkit
• System Design (Tehnologi, kualitas bahan bakar, tingkat
kebutuhan terhadap Safety & Environmental concerns, serta
aspek lokasi, dll)
• Garansi yang diberikan oleh peralatan yang sudah punya
nama.
2. Bank Interest Rate
3. Dll

Yang terkait dengan biaya komponen “B”

1. Fixed Maintenance Cost

i
• Biaya Overhaul
• Biaya Peralatan, spare part & penggantian tools
• Lain-lainnya
2. Gaji dan upah
3. Legal & Administration Cost
4. Insurance
5. Dll.

Yang terkait dengan biaya komponen “C”

1. Plant Heat Rate


• Karakteristik efisiensi mesin
• Sundry Heat consumption
• Pemakaian sendiri (House Load Power Consumption)
• Devisiasi Operasi
• Penurunan unjuk kerja mesin
• Jumlah start-up & shutdown
2. Harga bahan bakar utama
3. Persentase bahan bakar pendukung seperti solar, dll.
4. Biaya transportasi bahan bakar
5. Losses bahan bakar di jalan karena kondisi saat hauling.
6. Dll.

Yang terkait dengan biaya komponen “D”

1. Pemakaian Bahan kimia


2. Pemakaian pelumas
3. Pemakaian air.
4. Dll.

Untuk mempermudah pemahaman keterkaitan keempat komponen


tersebut dalam proses jual beli energy dengan PLN/P3B/UPB atau
langsung dengan industry lainnya dapat diilustrasikan sebagai berikut
ini :

i
i
CAPACITY CHARGE ( A & B ) TERDIRI DARI
1. PENYUSUTAN
2. BUNGA PINJAMAN Pass Through
3. PROFIT MARGIN
4. BIAYA PEMELIHARAAN
5. BIAYA ADM DAN KEPEGAWAIAN Manageble

i
i
i
7.5.2 Perencanaan Pembebanan Pembangkit

Bagian ini juga adalah bagian yang penting setelah unit pembangkitnya mulai
berjalan dengan normal, namun juga banyak orang lupa bahwa yang
diperjanjikan dalam perencanaan ini adalah sangat menentukan dan bila salah
dalam menentukankan besaran yang direncanakan dan diinfokan ke pihak
pembeli, dalam hal ini PT PLN ( Load Dispatch Center ), maka bila tidak dapat
dipenuhi, maka ada pinalty yang diberikan kepada pemasok daya, sesuai
kesepakatan dalam PPA ( Power Purchase Agreement ).
Untuk itu sangat penting akan pemahaman tentang beberapa komponen biaya
yang telah dibahas sebelumnya (khususnya pada BAB 3.4). Mari kita lihat
bagaimana merencanakan kesiapan pembangkit dalam satuan MW dalam
periode yang disepakati, misal dalam periode tahunan. Hal ini sangat tergantung
dari pengalaman seberapa bagus seseorang memahami mesinnya dan
merencanakan pembebanan bagi unit pembangkit yang dikelolanya.

Prakiraan waktu untuk tiga faktor ( pemeliharaan rutin, gangguan dan juga
pemeliharaan periodik ) untuk periode tahun yang direncanakan telah ditentukan
dan kemudian dibuatlah perencanaan operasi seperti gambar diatas yang
didasari pengalaman tahun-tahun sebelumnya dan juga berdasarkan kondisi

i
terakhir dari mesin pembangkit tersebut, khususnya tentang kemampuan
kapasitas maksimum (MW) yang bisa dioperasikan, kemudian rencana operasi
pembangkit ditawarkan rencana operasi tersebut ke PLN seperti gambar diatas.

 Perencanaan produksi diterapkan sesuai dengan kebutuhan Single Buyer


(PT PLN), dan tergantung pada permintaan beban dari PLN P3B atau
UPB untuk menjamin keselamatan dan stabilitas sistem interkoneksi,
keperluan pemeliharaan dan perkiraan dispatching listrik.
 Hasil dari proses perencanaan produksi adalah penerapan produksi
jangka panjang, tahunan , bulanan, mingguan dan harian.
 Membuat rencana produksi jangka panjang untuk periode lima tahunan
dan tahunan yang perencanaannya mengacu pada histori kejadian kritis
masa lalu, rencana produksi, aturan PLN, estimasi unjuk kerja
pembangkit, kebutuhan investasi serta jadwal pemeliharaan (preventive /
overhaul).
 Hasil yang diperoleh pada rencana produksi tahunan, dirinci menjadi
rencana produksi bulanan, mingguan dan harian. Termasuk dalam hal
ini adalah membuat rencana daya mampu mingguan dan bulanan yang
disesuaikan dengan kondisi unit (stock batubara, rencana perbaikan,
histori peralatan dan lain - lain), seperti contoh berikut ini :

i
Waktu berjalan, setelah satu tahun kemudian, terlihat realisasi dari apa yang
direncanakan tersebut seperti gambar berikut ini :

Bila realisasi terlalu jauh dari perencanaan yang telah dilakukan, dan
terjadi pada pembangkit yang saudara kelola, maka perusahaan
pembangkit tersebut akan selalu mendapatkan penalty dari PLN
( Pusat pengatur beban atau Load Dispath Center ) dan hal itu akan
mengurangi pendapatan dari Komponen A yang terdiri dari unsur
depresiaisi, bunga bank dan profit margin. Bila hal seperti gambar
diatas terjadi pada pembangkit yang anda kelola, maka hal tersebut
dapat diperkirakan penyebabnya dari dua hal utama yaitu :

1. Kompetensi SDM (Pengetahuan, skill dan attitute ) yang


mengelola belum cukup mumpuni tentang bagaimana membuat
perencanaan operasi, karena tidak tahu persis tentang kondisi
mesin yang dikelolanya dengan miskinnya Information
management system yang ada diperusahaan tersebut. Atau
2. Kualitas atau performa peralatan yang terpasang pada
pembangkit tersebut saat ini belum yang terbaik baik, sehingga

i
banyak permasalahan yang terjadi tanpa dapat diprediksi sama
sekali ( seperti operasional pembangkit pada program 10.000
MW pertama ), sehingga dalam perjalan waktu, muncul
masalah gangguan, derating, termasuk kualitas bahan bakar
dan lain sebagainya. Khusus rata-rata Kesiapan Pembangkit
10.000 MW pertama EAF nya hanya mencapai rata 64%
dengan Tingkat Gangguan (EFOR) rata-rata 20%, bila kita
berbicara dari segi bisnis ketenaga listrikan, mesin-mesin
pembangkit seperti ini adalah sangat-sangat jelek, karena
setiap kali manajemen perusahaan menyususn Rencana
Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dengan target ROI dan
ROE yang sudah di sesuaikan dengan kondisi mesin dan
produksi yang diharapkan, tetapi ternyata dalam perjalan
disamping produksi tidak tercapai, juga terjadinya penalty yang
harus dibayarkan ke PLN, berdampak mengurangi penerimaan
dari sisi komponen A dan juga meningkatnya biaya
pemeliharaan akibat terlalu banyak peralatan yang harus
diperbaiki atau diganti. Lalu, kapan BEP nya ?

Untuk mesin yang kondisinya seperti yang diatas, maka akan sangat
diperlukan penambahan investasi untuk penggantian peralatan yang
kurang andal ke peralatan yang andal, dan itu pasti membutuhkan
waktu, karena akan sangat banyak biaya yang akan diperlukan,
diperkirakan akan membutuhkan biaya investasi tambahan lebih
kurang sampai dengan 40% dari nilai investasi awal. Seperti halnya
yang dilakukan pada PLTU Cilacap.

Penulis menyarankan untuk lebih berhati-hati dalam memilih kualitas


peralatan pembangkit, carilah pabrikan yang sudah punya reputasi
terbaik dan bertanggung jawab, sehingga bisnis pembangkit ini betul-
betul bisa berjalan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai seperti
pepatah mengatakan “ Tersandung dengan lobang yang sama
atau orang tua kehilangan tongkat untuk kedua kalinya”.

Pertanyaan kenapa performa pembangkit tidak sesuai dengan yang


diharapkan dapat disimak pandangan secara umum penyebab
rendahnya performa pembangkit seperti beberapa hal berikut :

1. Kurang cermat saat perencanaan pembangunan pembangkit


dimulai ( Pre FS dan FS )

i
2. Kurang baiknya kualitas pelaksanaan EPC . ( kurang
memanfaatkan konsultan design review dan kurang baiknya
pengawasan saat penerimaan peralatan dan pemasangan,
yang mewakili dari sisi Power Plant Owner )
3. Kualitas peralatan terpasang kurang baik dibanding dengan
pembangkit lain dengan tipe dan kapasitas yang sama. ( harga
terlalu rendah )
4. Pelaksana O&M belum kompeten secara merata.
5. Belum memiliki Sistem Tatakelola Pembangkit secara baik. (
karena mungkin merasa tidak memerlukannya )

Ingat “kata-kata bijak berikut” terkait dengan 5 item diatas :

(1&2) Perencanaa yang akurat dapat membuat pelaksanaa


pekerjaan jadi efektip, tidak delay dan menghasilkan produk
yang berkualitas dan efisien.
(3) Ada harga ada rupa.
(4&5) Belum cukup pengalaman dan tidak bercermin pada
pengalaman atau malu bertanya.

Anda mungkin juga menyukai