i
Tariff yang diperjual belikan terdiri dari empat komponen biaya yaitu :
i
Yang terkait dengan biaya komponen “A”
i
• Biaya Overhaul
• Biaya Peralatan, spare part & penggantian tools
• Lain-lainnya
2. Gaji dan upah
3. Legal & Administration Cost
4. Insurance
5. Dll.
i
i
CAPACITY CHARGE ( A & B ) TERDIRI DARI
1. PENYUSUTAN
2. BUNGA PINJAMAN Pass Through
3. PROFIT MARGIN
4. BIAYA PEMELIHARAAN
5. BIAYA ADM DAN KEPEGAWAIAN Manageble
i
i
i
7.5.2 Perencanaan Pembebanan Pembangkit
Bagian ini juga adalah bagian yang penting setelah unit pembangkitnya mulai
berjalan dengan normal, namun juga banyak orang lupa bahwa yang
diperjanjikan dalam perencanaan ini adalah sangat menentukan dan bila salah
dalam menentukankan besaran yang direncanakan dan diinfokan ke pihak
pembeli, dalam hal ini PT PLN ( Load Dispatch Center ), maka bila tidak dapat
dipenuhi, maka ada pinalty yang diberikan kepada pemasok daya, sesuai
kesepakatan dalam PPA ( Power Purchase Agreement ).
Untuk itu sangat penting akan pemahaman tentang beberapa komponen biaya
yang telah dibahas sebelumnya (khususnya pada BAB 3.4). Mari kita lihat
bagaimana merencanakan kesiapan pembangkit dalam satuan MW dalam
periode yang disepakati, misal dalam periode tahunan. Hal ini sangat tergantung
dari pengalaman seberapa bagus seseorang memahami mesinnya dan
merencanakan pembebanan bagi unit pembangkit yang dikelolanya.
Prakiraan waktu untuk tiga faktor ( pemeliharaan rutin, gangguan dan juga
pemeliharaan periodik ) untuk periode tahun yang direncanakan telah ditentukan
dan kemudian dibuatlah perencanaan operasi seperti gambar diatas yang
didasari pengalaman tahun-tahun sebelumnya dan juga berdasarkan kondisi
i
terakhir dari mesin pembangkit tersebut, khususnya tentang kemampuan
kapasitas maksimum (MW) yang bisa dioperasikan, kemudian rencana operasi
pembangkit ditawarkan rencana operasi tersebut ke PLN seperti gambar diatas.
i
Waktu berjalan, setelah satu tahun kemudian, terlihat realisasi dari apa yang
direncanakan tersebut seperti gambar berikut ini :
Bila realisasi terlalu jauh dari perencanaan yang telah dilakukan, dan
terjadi pada pembangkit yang saudara kelola, maka perusahaan
pembangkit tersebut akan selalu mendapatkan penalty dari PLN
( Pusat pengatur beban atau Load Dispath Center ) dan hal itu akan
mengurangi pendapatan dari Komponen A yang terdiri dari unsur
depresiaisi, bunga bank dan profit margin. Bila hal seperti gambar
diatas terjadi pada pembangkit yang anda kelola, maka hal tersebut
dapat diperkirakan penyebabnya dari dua hal utama yaitu :
i
banyak permasalahan yang terjadi tanpa dapat diprediksi sama
sekali ( seperti operasional pembangkit pada program 10.000
MW pertama ), sehingga dalam perjalan waktu, muncul
masalah gangguan, derating, termasuk kualitas bahan bakar
dan lain sebagainya. Khusus rata-rata Kesiapan Pembangkit
10.000 MW pertama EAF nya hanya mencapai rata 64%
dengan Tingkat Gangguan (EFOR) rata-rata 20%, bila kita
berbicara dari segi bisnis ketenaga listrikan, mesin-mesin
pembangkit seperti ini adalah sangat-sangat jelek, karena
setiap kali manajemen perusahaan menyususn Rencana
Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dengan target ROI dan
ROE yang sudah di sesuaikan dengan kondisi mesin dan
produksi yang diharapkan, tetapi ternyata dalam perjalan
disamping produksi tidak tercapai, juga terjadinya penalty yang
harus dibayarkan ke PLN, berdampak mengurangi penerimaan
dari sisi komponen A dan juga meningkatnya biaya
pemeliharaan akibat terlalu banyak peralatan yang harus
diperbaiki atau diganti. Lalu, kapan BEP nya ?
Untuk mesin yang kondisinya seperti yang diatas, maka akan sangat
diperlukan penambahan investasi untuk penggantian peralatan yang
kurang andal ke peralatan yang andal, dan itu pasti membutuhkan
waktu, karena akan sangat banyak biaya yang akan diperlukan,
diperkirakan akan membutuhkan biaya investasi tambahan lebih
kurang sampai dengan 40% dari nilai investasi awal. Seperti halnya
yang dilakukan pada PLTU Cilacap.
i
2. Kurang baiknya kualitas pelaksanaan EPC . ( kurang
memanfaatkan konsultan design review dan kurang baiknya
pengawasan saat penerimaan peralatan dan pemasangan,
yang mewakili dari sisi Power Plant Owner )
3. Kualitas peralatan terpasang kurang baik dibanding dengan
pembangkit lain dengan tipe dan kapasitas yang sama. ( harga
terlalu rendah )
4. Pelaksana O&M belum kompeten secara merata.
5. Belum memiliki Sistem Tatakelola Pembangkit secara baik. (
karena mungkin merasa tidak memerlukannya )