Latar Belakang
i
Sebelum menentukan strategi dan program yang diambil dalam
dalam menajemen bahan bakar batubara, perlu dikatahui bahwa
kondisi bahan bakar batubara di Indonesia sangatlah jauh berbeda
dengan beberapa kondisi di beberapa negara lainnya, umumnya
untuk perusahaan pembangkit di beberapa negara, membeli
batubara dengan sistem CIF, dengan jumlah besar sekali rata-rata
menggunakan vessel kapasitas 50.000 dan 60.000 ton. Penerimaan
dan pemeriksaan baik quantitas maupun qualitas dilakukan secara
sangat ketat, sementara di Indonesia, ada yang CIF, ada FOB Barge
dan bahkan ada yang FOT ( Free on Truck) maka untuk itu perlu
ketahui terlebih dahulu secara pasti beberapa kondisi berikut :
Berikut ini dapat dilihat dari gambar 7.5.1 berikut bagaimana proses dari hulu
(tambang) dan bagaimana proses batubara sampai di unit pembangkit tenaga
listrik.
Beberapa hal dapat penulis sampaikan dalam proses sesuai gambar 7.5.1 apa-
apa saja yang kemungkinannya bisa terjadi, sehingga akan merubah
qualitas dan bahkan quantitas batubara yang akan dimuat di tongkang atau
kapal.
i
masuknya truk yang akan dimuat batubara dan pengangkutnya ke rom
stockpile.
2. Mengurangi aktivitas coal getting dimalam hari, karena akan sulit
membedakan antara batubara dengan blackseal ( tanah hitam ) yang
berada pada permukaan lapisan atas dan bawah batubara.
A2. Dari gambar 7.5.1 juga dapat dilihat bahwa, apabila pada coal jetty stockpile
tidak menempatkan pihak pembeli batubara untuk pengawasan pada saat
loading, maka pemeriksaan batubara saat unloading di lokasi penerimaan
haruslah super ketat dan teliti, mengingat khusus bagi jetty yang
memperbolehkan penambang lain untuk melakukan pemuatan (loading)
batubara di tempat yang sama, maka kualitas batubara kemungkinan besar
bisa berubah, sesuai keinginan pihak penjual dan operator yang memuat
batubara tersebut ke kapal, karena pengisian batubara ke tongkang
dilakukan lebih dari 24 jam, sehigga isi tongkang atau kapal bisa saja
berbentuk kue lapis, bagus sepertiga lapisan bawah tongkang, jelek lapisan
tengah dan baus lagi lapisan spertiga atas, sehingga waktu pemeriksaan,
baik saat loading dan unloading akan sulit diketahui oleh penerima tentang
kondisi tersebut. Ingat ! yang memeriksa baik kualitas dan quantitas bukan
malaikat, tetapi masih manusia dan juga bukan mesin. Bukannya hal
tersebut tidak bisa diatasi, tetapi biasanya pihak penerima selalu pada
kondisi yang dirugikan. Kecuali Pembangkitnya milik kita sendiri, dan bahkan
pada beberapa pembangkit IPP pun masih terdengar keluhan tersebut.
i
Proses pengiriman batubara dari mulut
tambang sampai ke end user dengan
segala kegiatan yang biasa dilakukan di
lapangan.
A3. Bagaimana dengan quantitas, apa hal ini juga bisa terjadi ? ya sudah barang
tentu bisa terjadi, karena penerimanya ya manusia tadi, dan mari kita lihat
kondisi yang sesungguhnya, khusus kemampuan muat dan peraturan yang
diberlakuan ditempat muat batubara :
i
dengan qualitas yang berbeda pula dan cara penambangan yang
berbeda pula.
Untuk Contoh, penulis ambil PLTU Suralaya dimana penulis pernah bekerja.
i
i
Tempat Pembuangan Abu ( ash Valley )
i
Nilai kalor batubara desain unit 1-4 worst 4225 dan average 5242 kcal/kg
(AR), unit 5-7 average 5242 kcal/kg (AR) → dari PT. Bukit Asam
Penjajakan pemakaian LRC → nilai kalor 4200 kcal/kg
Dari simulasi program Steam-Pro tentang penggunaan LRC:
1. Agar MCR sama (tidak derating) → perlu laju pembangkitan uap
yang sama
2. Agar kebutuhan energi terpenuhi → perlu laju pengumpanan
batubara yang lebih besar
3. Akibat kenaikan laju pengumpanan batubara yang lebih besar:
a. Operasi alat bantu penyiapan batubara (mill dan coal feeder)
meningkat
b. Beban operasi air heater menuju mill meningkat
c. Operasi FD fan sebagai penyuplai udara meningkat
1. Agar tidak derating:
a. Komposisi campuran batubara “average” dan “worst”
53:47, setara dengan batubara masuk boiler dengan
nilai kalor 4747 kcal/kg dan TM 25,8%
b. Komposisi campuran batubara “average” dan “LRC A”
55:45, setara dengan batubara masuk boiler dengan
nilai kalor 4773 kcal/kg dan TM 28,7%
Tipikal LRC adalah TM dan HGI tinggi, CV dan Ash rendah. TM yang
tinggi akan mengakibatkan efisiensi boiler turun
Batubara yang dipasok ke PLTU Suralaya perlu dikategorikan sebagai
“blender” (4900-5200 kcal/kg), “direct firing” (4700-4800 kcal/kg) dan
“brown coal” (4200-4600 kcal/kg)
Proses blending dapat dilakukan setelah tersedia fasilitas pencampuran
yang memadai
Pengujian karakteristik batubara on-site tersertifikasi sangat penting untuk
mengantisipasi perubahan kondisi operasi PLTU.
Untuk mencapai kondisi batubara dengan nilai kalor 4773 kcal/kg dan TM
28,7% maka:
1. Blending batubara “blender” dengan LRC → perlu fasilitas blending
system
2. Coal drying → menggunakan gas buang/ exhaust steam → perlu coal
drying plant
KUALITAS
1. BLENDING
Memblend batubara kalori rendah dengan yang tinggi, agar diperoleh
batubara dengan kualitas yang diinginkan.
Prinsip Blending
i
Yaitu dimana batubara yang kadarnya lebih tinggi dicampur dengan kadar yang
lebih rendah agar diperoleh spek yang diinginkan secara homogen.. Perlu
diketahui bahwa dalam teknik blending hanya parameter kimia yang dapat
dilakukan sementara parameter pisik tidak dapat diblending, karena sangat
sedikit sekali perubahan pola distribusi yang terjadi dan relatif sama antara
sebelum dan sesudah blending dilakukan.
Proses blending yang baik harus dapat menurunkan deviasi spek dari masing-
masing parameter batubara yang diblending seperti terlihat pada grafik
dihalaman sebelah
Pendahuluan
Yaitu dimana batubara yang kadarnya lebih tinggi dicampur dengan kadar yang
lebih rendah agar diperoleh spek yang diinginkan secara homogen.. Perlu
diketahui bahwa dalam teknik blending hanya parameter kimia yang dapat
dilakukan sementara parameter pisik tidak dapat diblending, karena sangat
sedikit sekali perubahan pola distribusi yang terjadi dan relatif sama antara
sebelum dan sesudah blending dilakukan.
Proses blending yang baik harus dapat menurunkan deviasi spek dari masing-
masing parameter batubara yang diblending seperti terlihat pada grafik
dihalaman sebelah
Adapun parameter pisik yang tidak dapat diblending adalah antara lain :
i
Ash fusion temperature
HGI
Abrasion index
Free swelling index
Dilatometri
Plastometri
Roga index
Gray King Coce type.
Oleh karena parameter ini tidak dapat diblending secara baik, maka dalam
memilih batubara yang akan diblending, harus memenuhi criteria design boiler
pembangkit, khususnya pada pembangkit yang menggunakan boiler dengan
sistim pembakaran yang menggunakan burner dengan dilengkapi peralatan
penggerus ( Mill ) , maka HGI dan Ash fusion temperature dari masing
batubara yang akan diblending harus menjadi perhatian utama.
Fig 10.1 Grafik Kondisi Sulfur dan Abu sebelum dan sesudah di Blending
i
1. Parameter kimia yang dapat terblending dengan baik :
Nilai parameter produk blending ini dapat dihitung secara sederhana yang
diambil atas nilai rata-rata yang proposional dengan nilai parameter masing-
masing input batubara. Adapun parameter tersebut adalah :
Moisture
Ash Content
Total sulfur
= 8%
Volatile matter
Fixed carbon
Calorivic value
Analisa abu
Slagging index
Fauling index
Pada prinsipnya hasil produk blending akan homogen apabila cara penyusunan
lapisan batubara dalam pembentukan stockpile dilakukan secara baik, makin
banyak jumlah lapisan dan makin tipis ketebalan lapisan, akan diperoleh hasil yang
sangat baik.
Fig
Fig10.2
Fig
10.3
10.4
Dari figur diatas dapat dilhat bahwa pelapisan tipe chevron membutuhkan butiran
batubara yang ukurannya seragam, bila tidak, maka batubara yang ukurannya lebih
besar akan cendrung menumpuk dibagian bawah stockpile.
i
1. Lakukan damping batubara secara selang seling antara tipe A dan B.
Fig. 10.5
2. Lakukan pemadatan batubara dengan dozer sampai rata.
Fig. 10.6
Fig. 10.7
4. Tumpukan dihentikan setelah target blending dianggap selesai.
Fig. 10.8
Ketebalan tumpukan dapat diatur dengan mengatur jarak titik dumping, semakin jauh
jarak titik dumping, maka semakin tipis ketebalan lapisan yang diperoleh setelah
dipadatkan.
i
stockpile turun ke dasar dan selanjutnya mendekatkan ke hopper. Sedangkan
dozer yang satulagi bertugas mendorong dan memasukan ke hopper.
Sesuai dengan tujuan blending yaitu memperkecil perbedaan / deviasi dari setiap
parameter batubara. Apabila output adalah variable setelah blending, sedangkan
input variable sebelum blending, maka rasio keduanya dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut ini :
Dari persamaan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah
lapisan (N), maka semakin besar perubahan dari input ke output (output << input
), atau dengan kata lain rasionya semakin lebih kecil. Untuk stockpile berbentuk
linier, rumus berikut dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah lapisan (N) yang
diperlukan suatu stockpile :
N = ( Vs x A x P x 60 )/ C
Dimana : Vs = kecepatan penumpukan (mmenit)
A = Luas penampang memotong rencana stockpile ( m 2)
P = bulk density ( ton/m3 )
C = kapasitas penumpukan ( ton/jam )
Contoh penentuan harga bahan bakar bila memblending dua batu yang memiliki
nilai kalor yang berbeda.
i
Efsiensi dapat dihitung dari pengalaman pembangkit itu sendiri, dimana
dengan melakukan blending dua batubara yang berbeda tersebut, dicatat
pemakaian batu perhari kemudian dituangkan dalam pemakaian perjam.
i
4. LONG TERM CONTRACT DGN TAMBANG BESAR
KUANTITAS
MEBUAT COAL TERMINAL
( STOCKPILE )- TRADING DI LOKASI YANG BANYAK TAMBANG
BATUBARA YANG SPEKNYA SESUAI DENGAN BATASAN DESIGN MESIN
PEMBANGKIT
CONTOH :
MEMBANGUN STOCKPILE
DI LAHAT DI DESA SUKACINTA ATAU DESA BANJARSARI, DISAMPING
RELL KERETA API, BERDEKATAN DENGAN BEBERAPA PENAMBANG
LAIN.
i
i
i
HARGA (TERMASUK KUANTITAS DAN KUALITAS )