Anda di halaman 1dari 136

BIOFARMASETIKA I

Definisi
Mekanisme Transport
Faktor-faktor yg Berpengaruh
DEFINISI

Sifat Fisiko kimia Faktor Lain : Fisiologis,


obat dan bentuk Patologis,Lingkungan
sediaan

Bioavailabilitas: Jumlah dan kecepatan


obat aktif sampai ke sistemik

Respon : Terapi, Toksik


PARAMETER BIOAVAILABILITAS

CpMAKS MTC

MEC

tMAKS

Jumlah : Cpmaks, AUC


Kecepatan : tmaks, Cpmaks
Pentingnya Bioavailabilitas

Zat Aktif A Kapsul Bioavailabilitas


X mg Tablet Bisa berbeda
Suspensi

Tablet Pabrik A
Tablet Pabrik B

Tablet Pabrik A batch I


Tablet Pabrik A batch II
Mekanisme Transport
• Difusi Pasif
• Transport Aktif
• Difusi Fasilitatif
• Transport Konvektif
• Pinositosis
• Pasangan Ion
Mekanisme Transport

Sudut Pandang Difusi Pasif Transport Difusi


Aktif Fasilitatif
Driving Force Gradien C Energi Gradien C
Fungsi Penghalang Penyedia E Penyedia
membran dan Carier Carier

Senyawa target Lipofil Hidrofil, mirip Hidrofil


nutrien
Kejenuhan Tidak bisa Bisa Bisa
Gangguan Tidak bisa bisa bisa
senyawa mirip
Keracunan Tidak bisa bisa Bisa
Tempat Semua Spesifik Spesifik
Absorbsi tempat
Persamaan
• Difusi Pasif (Hukum Ficks I)

dQb D A P
---- = -------- (Cg – Cb)
dt ∆Xm
• Transport Aktif/Fasilitatif (Mikaelis-menten)

dC VmC
--- = - ----------
dt km+ C
Tahapan Absorbsi
1. Dissolusi: Obat melarut dalam cairan GI
2. Permeasi: Obat melarut dalam membran GI
masuk ke darah

Salah satu atau keduanya bisa menjadi rate


limiting step.
Dissolusi
Persamaan Nerst-Burner (Noyes-Whitney)

dQ D S (Cs – CGI)
---- = ----
dt h
QS-1
dQ D S Cs
---- = ----
dt h Dh-1CS

dQ = K Cs S dt b = Kecepatan disolusi t
Intrinsik
Permeasi/Absorbsi
• Difusi Pasif (Hukum Ficks I)

dQb D A P
---- = -------- (Cg – Cb)
dt ∆Xm
Q
dQb D A P = JT
---- = -------- (Cg)
dt ∆Xm
dQ = DAP ∆Xm-1 Cgdt B = Fluks Total t
Factors affecting on Oral
Absorbstion
• Sifat Fisiko kimia Obat
• Formulasi bentuk sediaan
• Fisiologis/patologis saluran cerna
• Lingkungan saluran cerna
Sifat fisikokimia Obat
• Koefisien Partisi
Koef. Partisi Semu
berpengaruh pada :
% Abs
-Kecepatan Disolusi
-Kecepatan permeasi

Log Popt
Koef Partisi naik abs naik sampai maksimal lalu
turun
kefisien partisi
Obat Koef Partisi Absorbsi
Barbital 0,7 12
Aprobarbital 4,9 17
Fenobarbital 20
Butatal 10,5 23

P dipengaruhi oleh jenis atom dan posisi penyusunannya membentuk


molekul
P terlalu kecil, RLS pada tahap permeasi, diatasi dengan prodrug, ex:
pirampisilin, bekampisilin, fenazetin
Parttion Coefficient-Bioavailability
Log P (oktanol/water) at pH 7,4
• > +1
* membran permeability generally not a problem
* if MW > 400, permeability can be affected
* if the molecule is an anion & MW > 400 permeability can
be a significant problem
-1 to +1
* permeability may be slow
* narrow absorption window/or large dose may limit
complete absorption
< -1
* membrane permeability may limit absorption unless a
carrier mediated prosess is involved in absorption
The Rule of 5 States that Poor Absorption

• There are more than 5 H-bond donors (expressed


as the sum of OH & NH)
• There are more than 10 H-bond aceptors
(expressed as the sum of N & O)
• The MW is over 500
• The log partition coefisient is over 5
• Compound classes that are subtrates for
biological transporters are exception to the rule
Sifat Fisika Kimia
• Konstanta disosiasi (pKa)
bersama dengan pH medium menentukan
fraksi obat dalam bentuk molekul (persamaan
Henderson-hasselbalch)
pH = pKa+log fi – log fu, untuk asam
pH = pKa+log fu – log fi, untuk basa
Konstanta disosiasi (pKa)
pH – partision hypothesis:

1.untuk memprediksi ratio konsentrasi dalam dua


kompartemen setelah proses transport selesai:
ex: berapakah perbandingan konsentrasi asam
salisilat (pKa 2,9) yang ditransport dari
kompartemen A (pH 7,3) ke kompartemen B (pH
6,4) setelah transport selesai

2.Obat asam mudah ditransport dari medium


dengan pH rendah, dan sebaliknya.
Kalo obat bersifat amfoter?
Konstanta disosiasi (pKa)
Absorbsi asam lemah dalam lambung dan dalam usus:

pH lambung lebih kecil dibanding pH usus, tapi absorbsi


lebih cepat dilambung!?

Obat pKa % Absorbsi


pH 3 pH 4 pH 5 pH 6
Asam 3,0 64 35 30 10
salisilat
aspirin 3,5 41 27
Asam 3,2 62 36 35 5
Sifat fisika kimia
• Ukuran molekul dan bentuk molekul
berpengaruh pada kecepatan disolusi maupun
permeasi

RT
D = -------
6 πηrN

Transport konvektif lewat pori (4 Ao), ex urea, metanol,


formamid
Sifat fisika kimia

• Stabilitas obat Hilangnya obat dari saluran cerna:


absorbsi vs degradasi
apparent rate konstan (Kapp)=Ka+k
Dapat untuk prediksi abs maksimal

k P2 jika k maka, P1 = 0,5 P2


-- = --- -- = 2 P1=0,333(P1+P2)
Ka P1 Ka Abs maks = 30 %

Absorbsi pinisilin (asam lemah) cepat dalam pH


sekitar 4 dibanding pH asam (1-3)?
FAKTOR FORMULASI BENTUK
SEDIAAN
• Bentuk sediaan: padat, cair
• Ukuran partikel serbuk
Luas permukaan spesifik ↑ dg penurunan ukuran
partikel
ex : nitrofurantoin mikrokristal (<10 mikron)
absorbsi lebih baik drpd makrokristal (74 -177
mikron)
contoh lain:griseovulvin, fenazetin, sulfadiazin
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Efek pH
Mencampur obat yang bersifat asam lemah dengan
bahan yang basa
Prinsip: persamaan henderson-hasselbalch

• Bentuk garam
mengganti H+ pada obat asam dengan kation lain
(counter ion), semakin kecil conterion disolusi
semakin baik
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Penggunaan surfaktan dalam formulasi
kadar kecil dibawah CMC akan memberikan
efek pembasahan, jika surfaktan membentuk
misal akan terjadi incorporasi
ex: asam benzoat+polisorbat 80/Na lauril
sulfat
Sulfadiazin+dioktil sodium sulfosuksinat
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Polimorfisme dan amorfisme
Kloramphenikol palmitat:
kristal A
kristal B→Absorbsi lebih baik
Novobiosin:
Kristalin
Amorf→Absorbsi lebih baik
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Penggunaan solvat/hidrat yang berbeda

% larut Eritromisin dihidrat


80

Eritromisin monohidrat

Eritromisin anhidrat

20
Waktu (menit)
Faktor formulasi bentuk sediaan

• Kompleksasi
Obat+kompleksan Obt-kompleksan
membran

Obat (plasma)
Kompleksasi dengan senyawa sukar larut akan
menurunan kelarutan (susteain release)
dengan senyawa mudah larut dg ikatan reversibel
kelarutan meningkat
ex : furosemid, piroksikan, dexametason, dll
kompleksai
Peningkatan absorbsi dipengaruhi oleh:
- Kelarutan zat pengompleks
- Kekuatan ikatan antara obat dan zat
pengompleks (ditunjukkan dengan harga
konstanta kesetimbangan
terbentuknya kompleks dapat dianalisis
dengan: spektra IR, difraksi sinar X
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Pembentukan dispersi padat
- melting methode
- solven methode
- combination
kemungkinan yang bisa terjadi:
- pembentukan kompleks
- terbentuk larutan padat
- terbentuk dispersi padat
- terbentuk polimorf yang berbeda
- terbentuk amorf
Contoh: griseovulvin + PEG atau PVP
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Pembentukan prodrug
- menambah kelarutan dalam air:
pembentukan ester fosfat/suksinat dari
prednisolon/deksametason
- menambah kelarutan dalsm lipid:
N-asiloksialkil alupurinol
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Modifikasi eksipien: pengisi, penghancur, lubrikan,
pengikat, SR agent
penggunaan lubrikan hidrofobik menurtunkan
kecepatan dissolusi
asam stearat pada jumlah>5%, dissolusi turun secara
signifikan
Penghancur pengaruhnya kecil jika zat bersifat sangat
hidrofobik.
Pengaruh Faktor Fisiologi
hati

Sekresi empedu ke
Reabsorbsi empedu duodenum,
dari ileum Sekresi pankreas:enzim,
air, bicarbonat
LAMBUNG
• Bagian Proksimal (fundus dan bodi lambung)
Sebagai penampung
Dinding otot mempunyai tegangan yang kecil, mudah
mengembang menjadi + 1 liter
• Bagian Antrum
Gerakan mengaduk
Pompa pengosongan lambung

Dinding lambung tersusun atas 4 lapis: mukosa, sub mukosa,


muscularis mukosa, serosa

Mukosa : sel epitel columner (sekretori sell: 2 l getah


lambung/hari), proliferasi cepat (pembaharuan 1-3 hari
pH : 1 – 3,5 (dengan siklus diurnal)
USUS KECIL
• Permukaan ditutupi oleh vili (10 – 40 vili/mm2,
dengan panjang 0,5 – 1,5 mm)
• Setiap vili mengandung mikrofili (600 mikrovili/vili)
• Tersusun atas sel goblet yang mensekresikas mukus
(musin: kompleks glikoprotein)
• Akibat sekresi pankreas maka pH naik menjadi 5,7 –
7,7. Fungsi sekresi pankreas: melindungi epitel,
mencegah inaktivasi enzim pankreas, mencegah
pengendapan asam-garam empedu
Intestinal villi small intestine. Villi partly are opened by longitudinal cut.
1-epithelium of mucous membrane; 2-goblet cells (unicellular glands); 3-net
of blood capillars ofvilli; 4-central lymphatic sinus (capillars) of the fiber; 5-
arteria of the fiber; 6-vein ofvilli; 7-net blood-vessels and lymphatic vessels
of the mucous membrane; 8-lymphoid nodule.
USUS BESAR
• Bagian proksimal (cecum, ascending colon,
sebagian transverse colom): mengabsorbsi air
dan elektrolit
• Bagian distal (sebagian transverse colon,
descending colon, rectum, dan anal):
menyimpan feses, mendorong feses
• Mampu menerima 500 ml cairan/hari, air
diserap sehingga menjadi masa padat (feses)
• pH: 7- 8
STRUKTUR MEMBRAN

1. Model lipid bilayer


2. Model membran globuler
3. Model kristal cair
4. Model mozaik cair
In the
next page
Lipid bilayer (Davson-Danielli Model)
Fluid mosaic models of Singer and Nicolson
Integral and peripheral protein
Physiological Factors Governing Drug
Absorbtion
1. Componen and properties of GI fluid
2. Gastric Emptying
3. Intestinal transit
4. Blood flow

depend on psicological and hormonal condision,


sex, age, food

5. Thickness and fluidity of membrane


1. komponen dan sifat GI Fluid

a) pH: kecepatan disolusi, ratio ion – molekul (koef


partisi), stabilitas obat

b) Garam empedu
Garam empedu mengandung surfaktan (garam dari
asam glikokolat dan asam taurokolat), membantu
pembasahan obat lipofil: griseofulvin dianjurkan
setelah makan
kompleks neomisin dan kanamisin dengan garam
empedu akan mengendap sehingga tidak bisa
diabsorbsi
Sifat dan komponen GI Fluid (cont…)
c) Enzim pankreas menghidrolisis klorampenikol
palmitas
pankreatin dan tripsin dapat mendeasetilasi obat
dengan gugus N-asetil

d) Viskositas masa di lambung/di usus: ditentukan


oleh makanan dan mukus, mukus sangat kental
mengganggu proses disolusi berpengaruh terhadap
kecepatan disolusi, kecepatan pengosongan
lambung, dan transit intestinal
2. Pengosongan Lambung
Dinyatakan dengan: waktu pengosongan lambung,
kecepatan pengosongan lambung, dan t1/2
pengosongan lambung
Dipengaruhi oleh:viskositas massa lambung, suhu
masa, energi yang tersimpan dalam masa lambung,
dan faktor psikis
Beberapa obat berpengaruh (metoklopramid)
Berpengaruh pada: stabilitas obat, kecepatan obat
sampai ke usus dengan A yang besar, disolusi obat
(pH)
3. Transit intestinal
• Dipengaruhi oleh makanan, viskositas masa,
motilitas usus
• Menentukan lama obat berkontak dengan
membran yang luas
• Beberapa obat berpengaruh pada motilitas
usus (parasimpatolitikum: beladon, papaverin,
dll)
4. Kecepatan aliran darah

• Pada proses transport aktif menentukan


penyediaan energi dan oksigen
• Pada proses difusi pasif menentukan gradien
kadar terutama untuk obat yang
permeabilitasnya tinggi
• Dipengaruhi oleh makanan, dan oabt – obat
yang bekerja pada sistem kardiovaskuler
5. Thiknes and fluidity of membrane
Why does membrane have fluidity?
Fluidity depends on lipid composition:

Saturated fatty acids


All C-C bonds are single bonds
Straight chain allows maximum interaction of fatty acid tails
Make membrane less fliuid
Solid at room temperature
"Bad Fats" that clog arteries (animal fats)

Unsaturated fatty acids


Some C=C bond (double bonds)
Bent chain keeping tails apart
Make membrane more fliuid
Polyunsaturated fats have multiple double bonds and bends
Liquid at room temperature
"Good Fats" which do not clog arteries (vegetable fats)

Cholesterol
Reduces membrane fluidity by reducing phospholipid movement
Hinders solidification at low (room) temperatures
Complicating Factors Governing Drug
Absorbstion
• Drug – Drug interaction
• Drug food interction
• Metabolism in GI tract
• Disease state
• Age
• Beberapa obat berpengaruh pada kondisi fisiologis
saluran cerna sehingga absorbsi obat yang lain
berubah
• Beberapa obat langsung membentuk kompleks
dengan obat utama
• Makanan berpengaruh terhadap kondisi fisiologis
saluran cerna
• Beberapa makanan dapat membentuk kompleks
dengan obat
• L-Dopa terdegradasi oleh enzimdekarboksilase dalam
mukosa lambung
• Pada pria etanol terdegradasi olah alkohol
dehidrogenase di mukosa lambung
• Digoksin termetabolisme oleh flora normal usus,
obat penekan flora normal usus (antibiotik spektrum
luas) meningkatkan absorbsi digoksin
• Diare dapat menurunkan transit intestinal, sebaliknya
konstipasi
• Hipersekresi asam lambung menurunkan pH
lambung, sebaliknya aklorhidria.
• Neonata – 2 th, sekresi HCl belum sempurna (sedikit)
• Pada anak –anak mukosa belum terbentuk sempurna
(A), juga aliran darah
ELIMINASI
Kelompok 1

Dinda Rahayu Putri F1G018002


Wahyu Alamsyah F1G018006
Wafa Syahidah F1G018009
Vianatha Syaqila N. F1G018010
Andi Liza Azzahra F1G018014
Septia Putri Nurlita F1G018016
Aulia Andriahasti F1G018023
Buistu Arba’a Nuyuh P F1G018031
PENDAHULUAN
• Eliminasi merupakan berkurangnya kadar obat dalam plasma dan lamanya
efek tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi.
• Eliminasi obat obat sebagian besar melalui hati dan ginjal, meskipun
masih ada beberapa jalur eliminasi lainnya.
• Parameter farmakokinetik pada tahap eliminasi adalah klirens (Cl), tetapan
laju eliminasi (K), Waktu paruh eliminasi (t1/2 eliminasi) obat. Klirens
adalah suatu ukuran penghilangan obat dari plasma atau volume darah
yang mengandung obat yang terbersihkan dari obat setiap satuan waktu
yang dinyatakan dengan volume per waktu (Aslam dkk,2003).
PENDAHULUAN
Interaksi obat pada fase eliminasi merupakan hal yang
penting untuk diketahui karena terkait dengan efektivitas proses
metabolism dan atau ekskresi obat. Profil farmakokinetika
eliminasi suatu obat dapat berubah oleh adanya obat lain, obat
herbal bahkan makanan dan minuman. Hal tersebut dapat
disebabkan karena terjadinya interaksi farmakokinetika yang
dapat merubah profil absorbsi, distribusi, metabolisme dan
eksresi dari suatu obat (Pradana dkk, 2013).
ELIMINASI MELALUI GINJAL
Organ terpenting untuk eliminasi obat
adalah ginjal. Obat di eliminasi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk
metabolitnya. Eliminasi melalui ginjal
melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus,
sekresi aktif tubular dan reabsorpsi tubulus
distal (Anief, 2007).
1. Filtrasi Glomerulus
Pada tahap filtrasi glomerulus, jumlah obat yang diekskresikan tergantung pada
konsentrasi plasma, ikatan obat dengan protein dan laju filtrai glomerulus (GFR). Pada tahap
filtrasi glomerulus, akan menghasilkan ultra filtrat yaitu plasma minus protein dimana semua obat
bebas akan terfiltrasi sedangkan obat yang terikat protein tidak akanterfiltrasi. Selain itu, filtrasi
juga hanya terjadi pada senyawa yang memiliki BM<500. Jumlah yang terfiltrasi, seluruhnya
berada di dalam urin sehingga nilai klirens ginjal kedua obat dapat digunakan untuk mengukur
besarnya kecepatan filtrasi glomerulus.

2. Sekresi aktif tubular


Sekresi aktif tubular merupakan proses ekskresi yang paling cepat melalui ginjal. Pada
proses ini menggunakan dua sistem transport yaitu asam lemah dan basa lemah. Berbeda dengan
proses filtrasi glomerulus, sistem transportasi aktif ini dapat mencapai ekskresi yang maksimal
bahkan untuk obat yang terikat pada protein plasma walaupun memerlukan energi. Contohnya
adalah penisilin yang lambat diekskesi melalui filtrasi glomerulus tetapi lebih cepat di ekskresi
pada sistem ini.

3. Reabsorbsi tubulus distal


Pada proses reabsorbsi tubulus distal, obat dapat direabsorpsi kembali di tubular baik
secara aktif maupun pasif. Dimana reabsorbsi obat-obatan asam atau basa dipengaruhi oleh pH
urin dan pKa obat, obat-obat yang bersifat lipofilik akan diekskresikan lebih lambat dibanding
obat-obatan hidrofilik (Aslam et al., 2003).
ELIMINASI MELALUI HATI
• Eliminasi obat melalui hati juga disebut eliminasi secara Bilier atau
melalui empedu. Sistem bilier terdiri dari hati, kantung empedu dan
pembuluh-pembuluh darah yang terkait.
• Obat atau metabolit yang dieliminasi kedalam empedu bersama asam
empedu akhirnya akan sampai pada usus dua belas jari. Selanjutnya
obat atau metabolitnya dikeluarkan melalui tinja atau direabsorpsi
kembali ke sirkulasi sistemik.
• Siklus obat atau metabolit dieliminasi melalui bilier kemudian di
reabsorpsi kembali dalam bentuk obat atau disebut siklus
enterohepatik. Proses ini dapat mengakibatkan waktu paruh eliminasi
(t1/2 eliminasi) obat menjadi lebih panjang dan konsentrasi obat
dalam plasma dapat lebih dipertahankan.
 Eliminasi obat melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses.
 Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel
hati dan mengeliminasi aktif obat-obat dan metabolit ke dalam empedu
dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat
(glukuronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid,
kolesterol dan garam empedu.
 P-gp dan MRP juga terdapat di membran sel usus, maka sekresi
langsung obat dan metabolit dari darah ke lumen usus juga terjadi.
 Obat dan metabolit yang larut lemak dapat direabsorpsi kembali ke dalam
tubuh dari lumen usus.
 Siklus enterohepatik ini dapat memperpanjang efek obat, misalnya
estrogen dalam kontraseptif oral
ELIMINASI PADA ORGAN LAIN
Eliminasi melalui paru-paru
Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena
tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Eliminasi, paru-
paru berfungsi untuk mengeluarkan KARBONDIOKSIDA (CO2) dan UAP AIR
(H2O). Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan
karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah
menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan
dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan
dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung.

Eliminasi melalui ASI


Beberapa obat dapat tepenetrasi ke dalam ASI melalui proses difusi pasif,
dosis yang masuk biasanya 1-2 % dosis yang digunakan ibu. Obat yang
mempunyai waktu paruh eliminasi panjang seperti amitriptilin tidak
direkomendasikan untuk doberikan kepada ibu menyusui karena akan berefek
pd bayi.
ELIMINASI PADA ORGAN LAIN
Eliminasi melalui kulit
Kulit merupakan benteng pertahanan tubuh kita yang utama karena berada
di lapisan anggota tubuh yang paling luar dan berhubungan langsung dengan
lingkungan sekitar. Fungsi kulit antara lain sebagai berikut :
1. Mengeluarkan keringat
2. Pelindung tubuh
3. Menyimpan kelebihan lemak
4. Mengatur suhu tubuh, dan
5. Tempat pembuatan vitamin D dari pro vitamin D dengan bantuan sinar matahari
yang mengandung ultraviolet.

Proses pembentukan keringat


Bila suhu tubuh kita meningkat atau suhu udara di lingkungan kita tinggi,
pembuluh-pembuluh darah di kulit akan melebar. Hal ini mengakibatkan banyak darah
yang mengalir ke daerah tersebut. Karena pangkal kelenjar keringat berhubungan
dengan pembuluh darah maka terjadilah penyerapan air, garam dan sedikit urea oleh
kelenjar keringat. Kemudian air bersama larutannya keluar melalui pori-pori yang
merupakan ujung dari kelenjar keringat. Keringat yang keluar membawa panas tubuh,
sehingga sangat penting untuk menjaga agar suhu tubuh tetap normal.
ELIMINASI PADA GANGGUAN GINJAL
 Jika ginjal mengalami gangguan, akan terjadi penumpukan cairan, limbah,
dan racun di dalam tubuh. Penelitian juga menunjukkan gangguan fungsi
ginjal dapat menjadi salah satu faktor risiko kematian dini, disabilitas, dan
perburukan kondisi kesehatan secara umum.
 Ketika fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya dieliminasikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
 Ginjal yang rusak tidak mampu mengeliminasi 1 mEq/kg/hari, buangan
asam yang dihasilkan dari metabolism diet protein. Terjadinya asidosis
metabolik terutama disebabkan hilangnya massa ginjal (loss of renal
mass). Kegagalan fungsi eliminasi ginjal yang menyebabkan pengumpulan
asam di dalam darah (tubuh menghasilkan asam berlebihan selama
metabolism sel), yang menyebabkan asidosis metabolik.
 Kegagalan fungsi eliminasi ginjal yang menyebabkan peningkatan ureum
dan kreatinin serum hanya terjadi pada kegagalan fungsi yang berat
ELIMINASI PADA GANGGUAN HATI
Gangguan fungsi hati dapat mempengaruhi :
• Eksresi obat
Jika metabolisme obat terganggu maka ekresi obat akan menurun
• Kadar obat dalam darah
Jika ekresi obat menurun maka jumlah obat dalam darah akan meningkat
• Clearence menurun
• T½ eliminasi lama
Pada gangguan fungsi hati menyebabkan ekresi obat menurun sehingga
clearance obat akan menurun dan waktu paruh obat akan lebih lama

Eliminasi / ekskresi gangguan pada hati :


Pada pasien sirosis hati, terjadi GFR dan aliran plasma ke ginjal sehingga
berpotensi terjadinya penurunan eliminasi di ginjal dari beberapa obat
seperti flukanazol, litium, dan ofloxacin.
FAKTOR-FAKTOR ELIMINASI
1. Umur 2. Diet
Anak-anak tidak mampu mengontrol Kebiasaan mengkonsumsi jenis
eliminasinya sampai sistem makanan atau makanan atau
neuromuskular berkembang, minuman tertentu seperti teh,
biasanya antara umur 2 – 3 tahun. kopi, coklat, cola dapat
Pada sistem bilier yang menghasilkan menyebabkan peningkatan
feses, beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan kontrol pengeluaran urin. Minuman
terhadap muskulus spinkter ani yang alkohol menghambat hormon
dapat berdampak pada proses anti deuretik (ADH), sehingga
defekasi. Pada usia lanjut, volume meningkatkan pembuangan urin.
bladder berkurang sehingga Makanan adalah faktor utama
frekuensi berkemih lebih sering. yang mempengaruhi eliminasi
feses. Cukupnya selulosa, serat
pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses.
3. Obat 4. Cairan
• Obat polar, diekskresi Berkurangnya pemasukan
melalui organ ekskresi cairan memperlambat hasil
dalam bentuk utuh eliminasi empedu di sepanjang
• Obat non polar, intestinal, sehingga
dimetabolisme lebih dahulu meningkatkan reabsorbsi
untuk memudahkan cairan dan dapat terjadi
ekskresi. sembelit.
5. Faktor Psikologis 6. Iritan
Kondisi stress dan cemas dapat Zat seperti makanan pedas,
menyebabkan peningkatan toxin bakteri dan racun dapat
eliminasi yang menyebabkan mengiritasi saluran intestinal
peningkatan stimulus berkemih. dan menyebabkan diare dan
Orang yang cemas atau marah
sering menyebabkan flatus.
dapat meningkatkan aktivitas
Minuman alkohol dan bersoda
peristaltik dan frekuensi diare.
Orang yagn depresi bisa juga menganggu kerja ginjal.
memperlambat motilitas
intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.
ABSORPSI
Dwi Kamilla Putri (F1G018017)
Diana Sri Handayani (F2G018011)
Khairatul Alawiya Simanullang (F1G018012)
Eni Kurniati (F1G018015)

Tya chalifatul maulina(F1G018029)


Alya Nuha Mufida (F1G018021)
Shafira Anggia Dini (F1G018001)
Ridho Kurnia (F1G018034)
ABSORPSI

• Absorpsi merupakan perpindahan obat atau molekul obat dari tempat aplikasinya menuju ke sirkulasi
sistemik (pembuluh darah atau pembuluh limfe).
• Absorpsi merupakan proses terpenting yang menetukan efektifitas obat.
• Absorpsi obat dapat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan, makanan dan Ph
• Sirkulasi yang buruk akibat dari syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi.
• Rasa nyeri, stress, dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa
pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung
• Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga
menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal
Faktor-faktor secara umum lainnya
yang memengaruhi absorpsi obat
01 Rute pemberian obat 02 Daya larut obat

03 Kondisi di tempat absorpsi


RUTE
PEMBERIAN
OBAT
• Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung
pada struktur fisik jaringan
• Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat
• Membran mukosa dan saluran nafas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi
pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar
• Karena obat yang diberikan per oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi,
kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat
• Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan
cepat masuk ke dalam sirkulasi sistemik
DAYA LARUT
OBAT
• Daya larut obat diberikan per oral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau
preparat obat tersebut
• Larutan atau suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi daripada
bentuk tablet atau kapsul
• Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan cepat
• Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus
KONDISI DI
TEMPAT
ABSORPSI
• Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik
• Apabila kulit tergores, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya
diprogramkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika
diabsorpsi melalui lapisan kulit
• Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat
membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi ke dalam pembuluh darah
• Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan
Faktor yang berpengaruh
terhadap kinetika absorpsi

Isi perut Penyakit

Keberadaan makan an dalam Penyakit yang dialami akan


lambung memperlambat waktu memengaruhi proses farmakokinetik
pengosongan lambung sehingga obat yang suatu obat, misalnya penyakit gagal
tidak tahan asam, misalnya penisilin ginjal akan menurunkan absorbsi dan
menjadi rusak atau tidak diabsorpsi. mengganggu bioavailabilitas obat yang
Pengaruh makanan dalam saluran cerna
obat
diberikan secar oral, hal ini terjadi
terhadap absorpsi lainnya adalah dapat karena waktu pengosongan lambung
menyebabkan ketidakteraturan absorpsi Penurunan aliran yang memanjang, perubahan pH
obat darah yang disebabkan oleh lambung, berkurangnya absorbsi usus
obat-obatan yang mempunyai dan gangguan metabolisme di hati.
efek vasokonstriksi, syok dapat
memperlambat absorpsi.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kinetika absorpsi
obat
Obat Secara Oral

a Sifat fisika kimia


obat C Besar dosis yang
diberikan

Dosis yang diberikan


harus diperhatikan agar konsentrasi
Bentuk sediaan obat dalam darah dapat berada dalam

B obat, tablet, pil, jendela terapi (Wagner, 1975).

D
kapsul, suspensi,
emulsi, serbuk. Stabilitas obat

Stabilitas obat artinya


Pada umumnya, urutan laju absorpsi obat kemampuan suatu obat untuk bertahan
dalam bentuk sediaan dari yang tercepat hingga dalam batas spesifikasi yang ditetapkan
terlambat adalah larutan, suspensi, tablet, tablet salut sepanjang periode penyimpanan dan
gula, dan tablet salut enterik. Namun urutan tersebut penggunaan untuk menjamin identitas,
dapat berubah jika obat terdegradasi oleh asam di kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk.
lambung (Wagner, 1975).
Obat Secara Oral

e Kelarutan obat f Ph saluran cerna

Kelarutan merupakan parameter penting bagi suatu Nilai pH cairan bervariasi di


obat dalam mencapai konsentrasi yang dibutuhkan sepanjang saluran pencernaan. pH lambung
untuk menghasilkan respon farmakologi. Banyak obat 1- 3,5; pH usus halus 5-8 (pH duodenum 5-6,
memiliki kelarutan yang buruk di dalam air, padahal pH ileum 8); pH usus besar 8. Derajat ionisasi
obat harus berada dalam bentuk terlarut ketika akan obat dipengaruhi oleh nilai pH. Bentuk tak
diabsorpsi. terion akan diabsorpsi lebih cepat daripada
bentuk terion. Perubahan nilai pH pada
saluran pencernaan (karena adanya makanan
atau faktor lain) dapat menyebabkan
perubahan jumlah bentuk tak terion sehingga
dapat mempengaruhi absorpsinya
(Proudfoot, 1990).
Obat Secara TOPIKAL

a STRATUM KORNEUM
B ANATOMI KULIT

Absorpsi pada kulit juga


Stratum korneum merupakan hambatan
dipengaruhi oleh anatomi kulit pada bagian
utama untuk penyerapan obat di kulit. Oleh karena itu,
tubuh tertentu. Kulit pada bagian tubuh seperti
diperlukan strategi untuk meningkatkan penetrasi obat
alat kelamin, skrotum, ketiak, wajah, kulit
pada sistem penghantaran transdermal. Salah satu cara
kepala, dan punggung telinga lebih permeable
yang dilakukan adalah dengan mengubah komposisi
dibandingkan dengan lengan, kaki, atau
lipid bilayer antarsel dengan menggunakan enchancer
bagian tubuh lainnya. Namun, bukan berarti
fisika ataupun kimia. Untuk senyawa yang sangat
bagian tubuh tersebut tidak dapat dijadikan
lipofilik (log P > 104), faktor yang menentukan absosrpsi
lokasi penghantaran obat transdermal.
tidak hanya terbatas pada difusi pada stratum korneum,
Pemberian obat secara transdermal biasanya
melainkan dipengaruhi pula oleh kinetika pergerakan
disesuaikan pada tempat lokasi tujuan
obat.
pemberian obat tersebut.
Obat Secara TOPIKAL

C PENYAKIT KULIT
D USIA

Perbedaan usia menyebabkan


Perubahan fungsi penghalang atau barrier perbedaan kadar air transepidermis dan
karena penyakit kulit umumnya menyebabkan kemampuan kulit sebagai barrier. Pada
perubahan komposisi lipid bilayer atau protein dari geriatri, kulit akan cenderung lebih rapuh
stratum korneum atau menyebabkan diferensiasi karena kadar air yang berkurang dan
sel epidermis normal. Hal ini tentu membuat kemampuan barrier yang semakin melemah.
perubahan kemampuan penetrasi obat. Sedangkan untuk pediatri, kulit masih sangat
sensitif karena sedang dalam fase
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga
rentan terjadi pemasalahan termasuk
toksisitas.
Obat Secara TOPIKAL

E METABOLISME KULIT
F DESKUAMASI

Metabolisme presistemik pada kulit dapat Epidermis mengalami regenerasi


memodifikasi bioavailabilitas obat transdermal. Hal sel setiap tiga minggu atau lebih. Hal ini
tersebut disebabkan akibat enzim yang terdapat pada disebabkan akibat deskuamasi lapisan stratum
kulit. Namun, kemampuan metabolisme pada kulit lebih korneum per hari. Deskuamasi mempengaruhi
rendah dibandingkan dengan organ lainnya, sehingga waktu pemberian sediaan transdermal pada
tidak membuat penurunan bioavaibilitas obat secara kulit.
signifikan.

G IRITASI KULIT DAN


SENSITISASI

Iritasi pada kulit merupakan respon inflamasi


non-imunologi. Iritasi dan sensitisasi membuat
kulit akan semakin permeabel sehingga obat
akan semakin sulit berpenetrasi menembus kulit.
Obat Secara TOPIKAL

H
ALIRAN DARAH
I TEMPAT
PEMBERIAN

Perbedaan aliran darah ke pada kulit


Lokasi tempat pemberian menyebabkan perbedaan
secara nyata akan mempengaruhi kecepatan obat
ketebalan stratum korneum. Tebal stratum korneum
menembus kulit. Semakin lambat aliran darah (akibat
bervariasi antara 9 sampai 600 pm. Sesuai dengan
penggunaan vasokontriktor), maka semakin berkurang
hukum Ficks, maka ketebalan membran yang
pula kemampuan obat berpenetrasi menembus kulit.
bermacam-macam akan menyebabkan peningkatan
waktu yang diperlukan obat untuk mencapai

J KELEMBABAN DAN
TEMPERATUR
keseimbangan konsentrasi pada stratum korneum,
sehingga kemampuan penetrasi obat juga terhambat.

Pada keadaan normal, kandungan air dalam stratum


korneum berkisar antara 5 sampai 15%. Kelembaban dan temperatur
akan mempengaruhi konformasi dari stratum korneum sehingga akan
mempengaruhi kemampuan obat untuk berpenetrasi masuk ke dalam
kulit.
Obat Secara REKTAL
1. FAKTOR FISIOLOGIS
A KANDUNGAN KOLON
B JALUR SIRKULASI

Efek sistemik dari supositoria yang


Obat yang diabsorpsi melalui
mengandung obat, absorpsi yang lebih besar lebih
rektum, tidak melalui sirkulasi portal sewaktu
banyak terjadi pada rektum yang kosong dari pada
perjalanan pertamanya dalam sirkulasi yang
rektum yang digelembungkan oleh feses. Obat lebih
lazim, dengan cara demikian obat
mungkin berhubungan dengan permukaan rektum dan
dimungkinkan untuk dihancurkan dalam hati
kolon yang mengabsorpsi dimana tidak ada feses. Oleh
untuk memperoleh efek sistemik. Pembuluh
karena itu bila diinginkan suatu enema untuk
hemoroid bagian bawah yang mengelilingi
mengosongkan dapat digunakan dan dimungkinkan
kolon menerima obat yang diabsorpsi lalu
pemberiannya sebelum penggunaan supositoria
mulai mengedarkannya ke seluruh tubuh
dengan obat yang diabsorpsi (Ansel, 1989).
tanpa melalui hati. Sirkulasi melalui getah
bening juga membantu pengedaran obat yang
digunakan melalui rektum (Ansel, 1989).
Obat Secara REKTAL
1. FAKTOR FISIOLOGIS

C pH dan tidak
adanya kemampuan
mendapar dari
cairan rektum.

Cairan rektum netral pada pH 7-8 dan kemampuan


mendapar tidak ada, maka bentuk obat yang digunakan
lazimnya secara kimia tidak berubah oleh lingkungan
rektum (Ansel, 1989).
Obat Secara REKTAL
2. FAKTOR Fisika kimia dari
obat dan basis supositoria

A Kelarutan lemak
air B Ukuran partikel

Suatu obat lipofilik yang terdapat dalam Obat dalam supositoria yang tidak larut, maka
suatu basis supositoria berlemak dengan konsentrasi ukuran partikelnya akan mempengaruhi jumlah
rendah memiliki kecenderungan yang kurang untuk obat yang dilepas dan melarut untuk absorpsi.
melepaskan diri ke dalam cairan disekelilingnya Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah
dibandingkan bila ada bahan hidrofilik pada basis melarut dan lebih besar kemungkinannya
berlemak, dalam batas-batas mendekati titik jenuh. untuk dapat lebih cepat diabsorpsi (Ansel,
Semakin banyak obat terkandung dalam basis, semakin 1989).
banyak pula obat yang mungkin dile pas untuk
diabsorpsi yang potensial. Tetapi jika konsentrasi obat
pada lumen usus halus berada di atas jumlah tertentu
yang berbeda dengan obat tersebut, maka kadar yang
diabsorpsi tidak diubah oleh penambahan konsentrasi
obat (Ansel, 1989).
Obat Secara REKTAL
2. FAKTOR Fisika kimia dari
obat dan basis supositoria

C SIFAT BASIS

Basis harus mampu mencair, melunak atau melarut supaya


melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorpsi. Apabila terjadi
interaksi antar basis dengan obat ketika dilepas, maka absorpsi obat
akan terganggu bahka n dicegahnya. Apabila basis mengiritasi
membran mukosa rektum, maka ia akan mulai respons kolon untuk
segera buang air besar, mengurangi kemungkinan penglepasan atau
absorpsi dari obat dengan cermat. Interaksi secara kimia atau fisika
antar bahan obat dengan basis supositoria akan dapat mempengaruhi
stabilitas dan bioavaibilitas dari obat (Ansel, 1989).
Faktor-faktor Fisika Kimia yang
mempengaruhi absorpsi obat
Secara Oral
1. Koefisien partisi
Koefisien partisi (P) : menggambarkan ratio pendistribusian obat ke dalam sistem 2
(lemak dan air). Permukaan membran biologis berupa lipid, sehingga dapat dianggap
bahwa penerobosan obat melalui usus dapat dianggap sebagai kompetisi molekul obat
diantara lingkungan air dan lipid membran. Oleh sebab itu, prinsip kimia menentukan
perpindahan obat dari lingkungan air ke fase lipid membran.

𝐶 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑖𝑝𝑖𝑑


P= 𝐶 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑖𝑟

Apabila P>, berarti konsentrasi obat dalam lemak ̸ lipid > konsentrasi obat dalam
air, sehingga absorpsi obat meningkat. Dengan perkataan lain : semakin besar nilai P akan
mempercepat kecepatan absorpsi obat.
2. Pka dan PH
Kebanyakan obat bersifat asam lemah dan basa lemah, akan terionisasi sesuai
dengan pKa obat dan PH cairan biologik dimana obat terlarut. Obat yang tak terionisasi
mempunyai nilai P yang > dibanding bentuk terion. Karena P merupakan faktor penentu
dalam menetrasi membran dan proses ionisasi mempengaruhi absorpsi obat, maka :

• Untuk basa lemah, semakin tinggi pH akan semakin tinggi fraksi tak terion sehingga
absorpsi dipercepat. pH < pKa
• Untuk asam lemah, semakin rendah pH, akan semakin tinggi fraksi tak terion sehingga
absorpsi dipercepat. pH < pKa
Bila kondisi lain sama, bentuk “tak terionisasi” lebih mudah di absorpsi dari bentuk
terisonisasi, tetapi karena kondisi GIT tidak sama, sehingga baik bentuk terionisasi
maupun bentuk tak terionisasi (tanpa mempertimbangkan pH) paling banyak di absorpsi
di usus halus akibat luasnya permukaan daerah itu.

Contoh :
1. Bila luas permukaan konstan, obat yang bersifat asam, lebih cepat diabsorpsi di lambung
(pH 1-3).
2. Karena luas permukaan usus lebih besar dari pada lambung, obat yang bersifat asam
maupun basa lebih cepat di absorpsi di usus dibanding di lambung.
TERIMA KASIH
DISTRIBUSI OBAT

Di Susun Oleh :
Feby Rizki Angkasa Putri.A (F1G018008)
Bagas Ramadhamas (F1G018007)
Veni Natalia (F1G018013)
Mifta Violina Aniza (F1G018028)
Tesa Pebiani (F1G018030)
Sasra Sabila (F1G018032)
Noval Kurnia Wati (F1G018030
FARMAKOKINETIK : DISTRIBUSI

Farmakokinetik merupakan suatu perjalanan obat dalam


tubuh melalui aliran darah ke tempat kerjanya (proses
penyebaran obat dalam sirkulasi sistematik dalam sirkulasi
obat yang di ikat oleh protein plasma). Lalu Distribusi obat
adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik
ke jaringan dan cairan tubuh.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
DISTRIBUSI

1. Sifat fisikokimia obat (afinitas terhadap organ tertentu)


2. Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke
organ berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak, dan otot lebih lambat
3. Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan
struktur obat.
4. Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan
tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat
dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
5. Adanya sawar / barrier : sawar darah otak dan sawar plasenta
VOLUME DISTRIBUSI

Volume distribusi merupakan volume dimana


obat tersebut terlarut di dalam tubuh.
Parameter farmakokinetika Vd ini mengaitkan
hubungan antara jumlah obat dalam plasme
dengan konsentrasi obat dalam plasma. Volume
distribusi ini dapat dipakai untuk menentukan
dosis muatan (DL).
VOLUME DISTRIBUSI OBAT

Obat-obatan dapat didistribusikan ke


salah satu atau semua kompartemen Plasma
(4 litres)
berikut) :
Interstitial Fluid
(10 litres)
• Plasma
Intracellular Fluid
• Cairan interstitial (28 litres)

• Cairan Intraseluler
MENGETAHUI VOLUME DISTRIBUSI

Untuk dapat mengetahui nilai Vd harus diketahui


terlebih dahulu konsentrasi obat di dalam darah.
Jumlah obat dalam darah tidak dapat ditentukan
secara langsung, tetapi dapat ditentukan dari beberapa
cuplikan darah yg diambil pada jarak tertentu dan dari
cuplikan dapat dianalisis konsentrasi obatnya. Dalam
pemberian obat secara i.v obat akan langsung masuk
ke dalam peredaran darah. Vd dapat ditentukan segera
setelah terjadi ekilibrium yaitu dengan cara membagi
dosis obat yg diberikan dengan konsentrasi awal
dalam darah yang dianalisis
Lanjutan…
Dalam pemberian obat secara ekstrvaskular proses yang
terjadi lebih lambat dibandingkan intravaskular. Obat harus
diabsorpsi terlebih dahulu ke peredaran darah baru
mengalami distribusi. Pada saat distribusi obat akan keluar
dari peredaran darah masuk ke dalam cairan biologis
lainnya. Obat dalam darah akhirnya berada dalam keadaan
ekilibrium dgn cairan tubuh lainnya.
Menghitung Volume Distribusi Obat

Untuk menghitung Volume Distribusi


Obat dapat digunakan persamaan
berikut ini : Dapat dilihat dari
Vd = X persamaan disamping,
Cp dengan dosis yang sama
Ket : apabila Vd besar maka
konsentrasi obat dalam
Vd =Dosis obat yang diperlukan untuk plasma menjadi kecil,
memperoleh kadar obat didalam darah sebaliknya apabila Vd
yang dikehendaki kecil maka konsentrasi
X = Jumlah obat di dalam tubuh obat dalam plasma
Cp = Konsentrasi obat dalam plasma menjadi besar.
CONTOH SOAL

Seorang pria dengan berat badan 65 kg diberi


suntikan obat secara intravena dosis tunggal 5 mg/kgbb.
Diketahui konsentrasi obat dalam plasma yaitu 8,5 mg/ml.
Berapa harga volume distribusi obat tersebut?
PENYELESAIAN

Dik :
X = 5 mg x 65 kg
= 325 mg
Cp = 8.5 mg/ml

Dit :
Volume Distribusi ( Vd )
LANJUTAN
Lanjutan…
Pada umumnya Vd sebanding dengan berat badan.
Pada orang dewasa ±60% dari berat badan berupa
cairan. Pada obesitas volume distribusi lebih rendah
dari yang diperkirakan dari berat badan, sedangkan
pada penderita edema, Vd lebih besar dari yang
diperkirakan dari berat badan.
KECEPATAN DISTRIBUSI
OBAT

URUTAN BANYAKNYA ALIRAN DARAH


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI • PARU
1. ALIRAN DARAH KEJARINGAN • GINJAL
2. SIFAT FISIKA KIMIA • HATI
3. SIFAT MEMBRAN • JANTUNG
4. JUMLAH OBAT YANG TERIKAT • OTAK
• LEMAK
• OTOT (ISTIRAHAT)
• TULANG
IKATAN OBAT PROTEIN

Ikatan protein adalah ikatan yang terjadi antara


interaksi obat dengan protein plasma, jaringan atau
makromelekul lain seperti melanin dan DNA yang akan
membentuk kompleks obat makromelekul
Ik. Obat-protein irreversibel Ik. Obat reversibel

• Hasil aktivasi kimia obat


yang kemudian berikatan • Obat mengikat ikatan protein
kuat dengan protein dengan ik. Kimia yg lemah
atau makromelekul dgn seperti ik. Hidrogen atau van
ik. Kimia kovalen der waals.
• Ik. Ini sering terdapat • Asam-asam amino yang
pada kejadian toksisitas menyusun rantai protein
obat dalam jangka waktu mempunyai gugus hidroksil,
panjang seperti pada karboksil atau gugus lain yang
kasus karsinogenik-kimia tersedia utuk berinteraksi
atau dalam jangka waktu dengan obat secara
pendek seperti contoh reversibel.
kasus hepatotoksik
asetaminofen.
IK. OBAT-PROTEIN DAN
DISTRIBUSI

• Obat yang terikat protein merupakan suatu


kompleks besar yang tidak dapat melewati
membran sel dengan mudah, sehingga
memepunyai distribusi yang terbatas
• Obat yang terikat protein adalah tidak aktif
secara farmakologik dan tidak tersedia untuk
kegunaan terapeutik.
• Ik.obat-protein yg reversibel lebih baik
• Penurunan ik. Protein yg mengakibatkan kenaikn konsentrasi
obat bebas ajan memungkinkan lebih banyak obat melewati
membran sel dan didistribusikan ke semua jarinagan
• Oleh karena itu lebih banyak obat dapat tersedia utk
berinteraksi dgn reseptor utk menghasilkan efek farmakologik
yg lebih kuat
• Lebih lanjut, lebih banyak pula obat yg dapat berada dlm
jaringan-jaringan yg terlibat dlm eliminasi obat termasuk hati dn
ginjal
FAKTOR YG MEMPENGARUHI
IK.OBAT-PROTEIN

Obat • Sifat fisikokimia obat


• Konsentrasi total obat dalam tubuh

• Jumlah protein yang tersedia utk ik.


Protein Obat-protein
• Kualitas atau sifat fisikokimia protein
yang disentesis

• Kompetisi obat dengan zat lain pada


Interaksi tempat ik. protein
• Perubahan protein oleh substansi yang
obat memodifikasi afinitas obat terhadap
protein contoh asprin mengasetilasi
residu lisin dari albumin
TERIMA KASIH
Biofarmasetika & Farmakokinetika

“METABOLISME
OBAT”
Kelompok 2:
Aanisah Hanuun (F1G018003)
Erni Septiyana Putri (F1G018004)
Nadila Azzani (F1G018018)
Dwi Putri (F1G018019)
Olga Yolanda Sari (F1G018020)
Petri Siti Khodijah (F1G018024)
Hidayati Fitriah (F1G018026)
Putri Heryanti (F1G018027)

Dosen Pengampu: Apt. Reza Pertiwi. M.Farm.


METABOLISME OBAT
● Metabolisme obat merupakan proses modifikasi biokimia
senyawa obat oleh organisme hidup, umumnya dilakukan
secara enzimatik.
● Terdiri dari 2 fase:
1) Fase metabolisme I (fungsionalisasi), terdiri dari reaksi
oksidasi, reduksi, hidrolisis.
 Merupakan pemasukan gugus fungsi pada molekul
induk, berakibat pada hilangnya aktivitas
farmakologis obat. Namun, ada juga juga yang
memperlihatkan berlangsung atau meningkatnya
aktivitas farmakologis obat.
2) Fase metabolisme II (konjugasi), terdiri dari reaksi
konjugasi, metilasi, dan asetilasi.
 Menyebabkan pembentukan ikatan kovalen antara
gugus fungsi pada senyawa induk atau metabolit
fase I dengan turunan endogen asam glukoronat,
sulfat, glutation, asam-asam amino atau asetat.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
METABOLISME OBAT

A. Faktor internal: Spesies, genetik, jenis kelamin, usia,


hormon, kehamilan, dan penyakit.
B. Faktor eksternal: Makanan dan lingkungan.
A. FAKTOR INTERNAL
01 02
Spesies Genetik
Pada spesies yang berbeda akan Adanya variasi genetik
terjadi perbedaan rute metabolisme memperngaruhi tingkat kecepatan
dan kecepatan metabolisme. Contoh: metabolisme obat. Contoh:
Fenilasetat. Pada manusia, Succinilcholine. Pada orang yang
fenilasestat terkonjugasi dengan glisin secara genetik kekurangan enzim
dan glutamin sementara pada kelinci pseudocholinesterase, metabolismenya
dan tikus hanya terkonjugasi dengan hanya menjadi setengah kali dari
glisin. metabolisme normal.
03 04
Jenis kelamin Usia
Pada jenis kelamin yang berbeda, akan Pada anak-anak dan orang dewasa,
terjadi interaksi kompleks perbedaan kecepatan metabolisme anak-anak
tingkat enzim, aktivasi, dan perubahan hampir dua kali lebih besar dibanding
orang dewasa didasarkan oleh
lingkungan lipid enzim. Contoh:
perbandingan berat hati terhadap berat
Barbiturat. Dalam penelitian Nicholas
badan. Contoh: Aspirin. Pada orang tua
dan Barron (1993), tikus betina (rata2 usia 77,6 tahun) waktu paruh
membutuhkan setengah dari dosis aspirin dan phenylbutazon masing-masing
barbiturat yang dibutuhkan tikus 49% dan 29% lebih besar disbanding
jantan untuk menginduksi tidur. kontrol (rata2 usia 26 tahun).
Tiroid, hipofisis, hormon adrenal
(kecuali androgen adrenal), dan insulin
05 bekerja langsung pada hati.
●Hormon Sedangkan androgen dan estrogen
memberikan efeknya pada hati melalui
interaksinya dengan hipotalamus-
hipofisis.

Selama masa kehamilan akan terjadi


penurunan metabolisme obat. Contoh:
3-hidroksilasi kumarin. Terjadi
perubahan kompleks metabolisme dari
06
progestagen endogen yang ditemukan Kehamilan
dalam konsentrasi tinggi dalam darah
selama masa kehamilan.
Penyakit-penyakit akut atau kronis akan
07 Penyakit mempengaruhi fungsi hati dengan menurunkan
kemampuan hati untuk memetabolisme obat.

Alasan yang menyebabkan penurunan tersebut: 1) terjadi penurunan


aktivitas enzim dihati; 2) Aliran darah dihati yang berubah; 3)
Hipoalbuminaemia yang menyebabkan ikatan plasma menjadi lebih rendah
dari obat-obatan. Contoh: penyakit hepatitis alkoholik, hemochromatis,
hepatitis kronis aktif, dan cirrhosis empedu (hepatitis akut) dapat merusak
enzim metabolik dihati, terutama microsomal oksidase.
B. FAKTOR EKSTERNAL
1. Faktor Makanan

 Protein
Proporsi normal protein dalam makanan sekitar 20%
menunjukkan enzim-enzim pemetabolisme obat. Jika tikus diberi
makan 5% protein, maka kapasitas pemetabolisme obat oksidatif
berkurang. Contohnya makanan yang mengandung protein
rendah akan menghambat proses clearance fenobarbital dari
hewan uji tikus.
 Lemak
Kenaikan kandungan asam lemak tidak jenuh dari
fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolisme
obat. Contohnya efek Griseofulvin dapat meningkat
dengan adanya lemak. Interaksi yang terjadi adalah
interaksi yang menguntungkan sehingga Grieseofluvin
sebaiknya dimakan pada saat makan makanan berlemak
seperti daging sapi, mentega, kue, ayam, dan kentang
goreng.
 Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai sedikit efek pada metabolisme
obat dimana jika dikonsumsi berlebihan akan menghambat
metabolisme barbiturat. Kelebihan karbohidrat ternyata
juga mengakibatkan berkurangnya kandungan sitokrom P-
450 hati.

 Vitamin
Perubahan dalam kadar vitamin, terutama defisiensi yang
menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi
obat. Vitamin yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu
Vitamin A, kelompok vitamin B, Niasin, Riboflavin, Tiamin,
Vitamin C, dan Vitamin E.
 Mineral
Makanan yang tidak mengandung magnesium secara nyata
mengurangi kandungan lisofosfatidilkolin, suatu efek yang
juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas
memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat
juga menghambat metabolisme obat. Kelebihan tembaga
mempunyai efek yang sama seperti defisiensi tembaga, yakni
berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme obat.
 Bukan Nutrien
Tikus yg diberi makan daging sapi bakar menginduksi
metabolisme fenasetin dalam usus halus dengan demikian
terjadi penurunan bioavaibilitas obat tersebut begitu juga
pada manusia.

 Merokok
Rokok dapat menghambat metabolisme obat karena
mekanisme utamanya ialah percepatan biotransformasi
obat akibat induksi dari mikrosomal enzim di hepar yang
disebabkan oleh zat-zat yang ada pada asap rokok.
2. Faktor Lingkungan

 Logam Berat  Pestisida


Dari hasil penelitian, mengkonsumsi Senyawa pestisida seperti mirex,
makanan yang mengandung logam- kepone, malation, paration dan
logam berat seperti kadmium, zink, DDT dapat menghambat
timah yang terakumulasi dalam metabolisme obat dan
tubuh dapat mempengaruhi enzim mempengaruhi metabolisme obat
pemetabolisme obat. fase 1. Hal ini dibuktikan dengan
adanya penurunan efek warfarin
pada hewan uji terhadap zat
penginduksi mirex.
 Polutan Industri
a) TTCD: Suatu senyawa polisiklik dengan suatu struktur planar yang
keras. TTCD berikatan dengan reseptor kemudian menuju ke
nukleus dan berinteraksi dengan DNA dan memberikan efek
induksinya.
b) Pelarut industri dari benzen dan tipe hidrokarbon terklorinasi: Dua
golongan pelarut yg mempengaruhi metabolisme obat adalah derivat
benzen dan hidrokarbon terklorinasi karena dapat menginhibisi
beberapa enzim.
c) Bifenil terpoliklorinasi: Merupakan suatu golongan senyawa yang
digunakan dalam berbagai industi fabrikasi. Senyawa ini dapat
terakumulasi dalam tubuh dalam waktu yang lama dan dapat
menginduksi enzim dan mempengaruhi metabolisme obat fase 1.
TERIMA
KASIH
PERTANYAAN MATERI ABSORPSI

1. Isi perut kan mempengaruhi absorbsi obat. Hal ini yang menyebabkan ada obat yang diminum
sebelum makan dan ada yang diminum sesudah makan. Berapa menit jarak ideal dari waktu
makan dan minum obat yang disarankan agar absorbsi berjalan dengan baik?
Jawab
Jarak ideal dari waktu makan dan minum obat yang baik jika untuk sebelum makan (biasanya
diindikasikan untuk obat yang proses absorpsinya baik ketika lambung kosong) yaitu 30 menit-1
jam sebelum makan, atau jika memang lupa sebelum makan untuk meminum obatnya, maka
bisa dikonsumsi setelah makan dengan jarak 2 jam setelah makan. Contoh : parasetamol

Untuk obat yang diindikasikan sesudah makan sebaiknya 30 menit sesudah makan,dan tidak
boleh lebih dari 2 jam. Kalau lebih dari dua jam setelah makan, makanan sudah diolah dan
diserap, kondisinya bisa disamakan dengan sebelum makan.
Contoh : propanololan

2. Apakah ada obat obatan yang fungsinya untuk mempercepat atau memperlambat proses
absorbsi? Misalnya dalam kondisi penyakit ginjal yang menyebabkan penurunan absorbsi (slide
10)
Jawab
Laksatif merupakan obat yang dapat meningkatkan kecepatan pengosongan dan usus halus
sehingga menurunkan absorpsi obat. Narkotik dan antikolinergik dapat meningkatkan motilitas
lambung dan usus halus sehingga dapat menyebabkan peningkatan laju absorpsi obat. Semakin
banyak jumlah obat yang diabsorpsi pada usus halus, semakin banyak jumlah yang memasuki
sirkulasi sistemik. Obat yang digunakan dapat memperpendek atau memperpanjang waktu
pengosongan lambung dengan menambah pH lambung dan dengan membentuk kompleks.

3. Apa yang dimaksud dengan Deskuamasi ? Dan kenapa Deskuamasi mempengaruhi waktu
pemberian sediaan transdermal pada kulit
Jawab
Deskuamasi merupakan proses pengelupasan stratum korneum yang normal terjadi.
Deskuamasi dapat terjadi ketika desmosom rusak, sehingga sel-sel korneosit lepas satu sama
lain dan kulit pun terlihat terkelupas. Desmosom dapat dirusak oleh enzim proteolitik stratum
corneum chymotriptyc enzyme (SCCE) dan kerja enzim ini sangat bergantung pada hidrasi dan
pH kulit yang sesuai.
Kenapa deskuamasi mempengaruhi pemberian sediaan transdermal pada kulit? Apabila
deskuamasi tidak terjadi maka akan terjadi penumpukan stratum korneum dan proses
regenerasi sel kulit terganggu menyebabkan kulit tampak kusan dan bersisik sehingga dapat
mengggangu absorbsi sedian yang akan diberikan pada transdermal kulit.

4. Bagaimana mekanisme makanan pedas dan berlemak dalam menghambat pengosongan


lambung sehingga memperlambat penyerapan atau absorpsi obat?
Jawab
Menurut Oktavia (2009), mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang
sistem pencernaan, terutama lambung dan usus yang berkontraksi. Yg menunda pengosongan
lambung tu serat sama lemak. Lemak paling efektif dalam memperlambat pengosongan
lambung karena lemak memiliki nilai kalori yang tinggi. Trigliserida sangat merangsang
duodenum untuk melepaskan kolesistokinin (CCK). Hormon ini menghambat kontraksi antrum
dan menginduksi kontraksi sfingter pilorus, yang keduanya memperlambat pengosongan
lambung. Saat makanan mengandung 40% karbo, 40% lemak dan 20% protein proses
pengosoangan lambung akan mulai setelah 10 menit dan akan berakhir selama 3 smpai 4 jam.
Untuk persoalan pengosongan lambung memperlambat absorbsi obat dimana kecepatan
pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi kecepatan jumlah obat yang diabsorbsi.
Ini berarti kecepatan pengosongan lambung hanya mengubah tinggi kadar puncak dan waktu
untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailabilitas obat.

5. kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, nah bagaimana dengan penggunaan hidrokuinon
pada kosmetik?
Jawab
Maksud relatif disini bukan berarti tidak bisa, namun memang proses absorpsi obatnya
berlangsung lebih lambat. Hidrokuinon bekerja pada kulit dengan menghalangi pengeluaran
melanin oleh enzim tirosinase pada melanosit yang terletak di lapisan epidermis kulit,
mendegradasi melonosom pada kulit, menembus lapisan kulit, dan menyebabkan penebalan
pada lapisan kolagen.

MATERI DISTRIBUSI OBAT

1. Mengapa obesitas lbh rendah dan mengapa pada edema lebh besar???
Jawab
Pada obesitas volume distribusi lebih rendah dari pada pasien dengan edema Hal ini
dikarenakan pada obesitas terdapat lemak yang dapat menghambat absorbsi sehingga volume
distribusibusinya juga akan menurun.

Selain ituterdapat faktor yang mempengaruhi distribusi Salah satunya yaitu aliran darah setelah
obat sampai ke aliran darah segera didistribusikan ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya.
pada lemak ini distribusi darahnya lebih lambat dibandingkan dengan organ-organ yang lain,
pada edema lebih cepat karena merupakan suatu cairan, dimana obat-obat dapat
didistribusikan ke salah satu atau ke kompartemen salah satunya yaitu cairan intra Interstitial
dan cairan intraseluler pada edema ini akan lebih cepat didistribusikan seperti itu.

kecuali dikatakan lain apabila obat tersebut larut dalam lemak misalnya obat benzodiazepin
maka volume distribusi dari obat tersebut akan meningkat, hal ini berhubungan dg sifat fisika
kimia obat

2. Dikatakan pada slide bahwa obat yang berikatan pada protein akan tidak aktif dan tidak dapat
bekerja, bagaimana cara kita mengetahui suatu obat berikatan dengan protein atau tidak? Dan
bagaimana cara mengatasinya?
Jawab
Obat dalam darah ada dalam dua bentuk: terikat dan tidak terikat. Hal ini bergantung pada
afinitas obat pada protein plasma, sebagian obat dapat terikat pada protein plasma, dan sisanya
tidak terikat. Jika protein yang mengikat obat tersebut terikat secara reversibel, maka akan
terdapat kesetimbangan kimia di antara keduanya, seperti:

Protein + obat ⇌ Kompleks protein-obat

3. Mengapa ik.protein obat reversibel lebih baik distribusinya daripada ik.protein obat irreversibel?
Jawab
Ikatan obat protein reversible lebih baik karena pada ikatan obat-protein reversibel obat
mengikat ikatan protein dengan ikatan kimia yang lemah yang mengakibatkan penurunan ikatan
protein sehingga mengakibatkan kenaikan konsentrasi obat bebas dan memungkinkan lebih
banyak obat melewati membran sel dan didistribusikan ke semua jaringan sehingga terdapat
lebih banyak obat yang bereaksi dengan reseptor dan akan menghasilkan efek farmakologik
yang lebih kuat.

4. Ada faktor yang mempengaruhi distribusi, yaitu adanya sawar?


Pertanyaan nya apa itu sawar? ,setelah itu apa perbedaan sawar darah otak dan plasenta? Dan
bagaimana kerja sawar darah otak dan plasenta dalam Faktor yang mempengaruhi distribusi
tersebut?
Jawab
a) Sawar Darah Otak (SDO) merupakan penghalang fisik antara pembuluh darah lokal dan
sebagian besar dari sistem saraf pusat itu sendiri, dan tempat berhentinya zat yang
melewati bagian atas otak.
b) Perbedaan SDO dan Plasenta
Sawar otak merupakan jembatan antara sirkulasi darah dan otak. sedangkan plasenta
yaitu organ yang terbentuk pada masa kehamilan
c) Cara kerja SDO dan Plasenta dalam distribusi obat
Sawar darah otak bekerja dengan cara mengatur pertahanan pertukaran molekul-
molekul dari darah menuju ke otak beberapa diantaranya yaitu terkait tentang
kelarutan obat dalam lemak, dan Ionisasi obat. Dan kerja obat dalam plasenta sangat
penting semua obat yang mempengaruhi SSP melintasi plasent dan mempengaruhi
janin. Contohnya obat yang terionisasi tinggi (misalnya relaksan otot) kurang lancar.

Anda mungkin juga menyukai