Definisi
Mekanisme Transport
Faktor-faktor yg Berpengaruh
DEFINISI
CpMAKS MTC
MEC
tMAKS
Tablet Pabrik A
Tablet Pabrik B
dQb D A P
---- = -------- (Cg – Cb)
dt ∆Xm
• Transport Aktif/Fasilitatif (Mikaelis-menten)
dC VmC
--- = - ----------
dt km+ C
Tahapan Absorbsi
1. Dissolusi: Obat melarut dalam cairan GI
2. Permeasi: Obat melarut dalam membran GI
masuk ke darah
dQ D S (Cs – CGI)
---- = ----
dt h
QS-1
dQ D S Cs
---- = ----
dt h Dh-1CS
dQ = K Cs S dt b = Kecepatan disolusi t
Intrinsik
Permeasi/Absorbsi
• Difusi Pasif (Hukum Ficks I)
dQb D A P
---- = -------- (Cg – Cb)
dt ∆Xm
Q
dQb D A P = JT
---- = -------- (Cg)
dt ∆Xm
dQ = DAP ∆Xm-1 Cgdt B = Fluks Total t
Factors affecting on Oral
Absorbstion
• Sifat Fisiko kimia Obat
• Formulasi bentuk sediaan
• Fisiologis/patologis saluran cerna
• Lingkungan saluran cerna
Sifat fisikokimia Obat
• Koefisien Partisi
Koef. Partisi Semu
berpengaruh pada :
% Abs
-Kecepatan Disolusi
-Kecepatan permeasi
Log Popt
Koef Partisi naik abs naik sampai maksimal lalu
turun
kefisien partisi
Obat Koef Partisi Absorbsi
Barbital 0,7 12
Aprobarbital 4,9 17
Fenobarbital 20
Butatal 10,5 23
RT
D = -------
6 πηrN
• Bentuk garam
mengganti H+ pada obat asam dengan kation lain
(counter ion), semakin kecil conterion disolusi
semakin baik
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Penggunaan surfaktan dalam formulasi
kadar kecil dibawah CMC akan memberikan
efek pembasahan, jika surfaktan membentuk
misal akan terjadi incorporasi
ex: asam benzoat+polisorbat 80/Na lauril
sulfat
Sulfadiazin+dioktil sodium sulfosuksinat
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Polimorfisme dan amorfisme
Kloramphenikol palmitat:
kristal A
kristal B→Absorbsi lebih baik
Novobiosin:
Kristalin
Amorf→Absorbsi lebih baik
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Penggunaan solvat/hidrat yang berbeda
Eritromisin monohidrat
Eritromisin anhidrat
20
Waktu (menit)
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Kompleksasi
Obat+kompleksan Obt-kompleksan
membran
Obat (plasma)
Kompleksasi dengan senyawa sukar larut akan
menurunan kelarutan (susteain release)
dengan senyawa mudah larut dg ikatan reversibel
kelarutan meningkat
ex : furosemid, piroksikan, dexametason, dll
kompleksai
Peningkatan absorbsi dipengaruhi oleh:
- Kelarutan zat pengompleks
- Kekuatan ikatan antara obat dan zat
pengompleks (ditunjukkan dengan harga
konstanta kesetimbangan
terbentuknya kompleks dapat dianalisis
dengan: spektra IR, difraksi sinar X
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Pembentukan dispersi padat
- melting methode
- solven methode
- combination
kemungkinan yang bisa terjadi:
- pembentukan kompleks
- terbentuk larutan padat
- terbentuk dispersi padat
- terbentuk polimorf yang berbeda
- terbentuk amorf
Contoh: griseovulvin + PEG atau PVP
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Pembentukan prodrug
- menambah kelarutan dalam air:
pembentukan ester fosfat/suksinat dari
prednisolon/deksametason
- menambah kelarutan dalsm lipid:
N-asiloksialkil alupurinol
Faktor formulasi bentuk sediaan
• Modifikasi eksipien: pengisi, penghancur, lubrikan,
pengikat, SR agent
penggunaan lubrikan hidrofobik menurtunkan
kecepatan dissolusi
asam stearat pada jumlah>5%, dissolusi turun secara
signifikan
Penghancur pengaruhnya kecil jika zat bersifat sangat
hidrofobik.
Pengaruh Faktor Fisiologi
hati
Sekresi empedu ke
Reabsorbsi empedu duodenum,
dari ileum Sekresi pankreas:enzim,
air, bicarbonat
LAMBUNG
• Bagian Proksimal (fundus dan bodi lambung)
Sebagai penampung
Dinding otot mempunyai tegangan yang kecil, mudah
mengembang menjadi + 1 liter
• Bagian Antrum
Gerakan mengaduk
Pompa pengosongan lambung
b) Garam empedu
Garam empedu mengandung surfaktan (garam dari
asam glikokolat dan asam taurokolat), membantu
pembasahan obat lipofil: griseofulvin dianjurkan
setelah makan
kompleks neomisin dan kanamisin dengan garam
empedu akan mengendap sehingga tidak bisa
diabsorbsi
Sifat dan komponen GI Fluid (cont…)
c) Enzim pankreas menghidrolisis klorampenikol
palmitas
pankreatin dan tripsin dapat mendeasetilasi obat
dengan gugus N-asetil
Cholesterol
Reduces membrane fluidity by reducing phospholipid movement
Hinders solidification at low (room) temperatures
Complicating Factors Governing Drug
Absorbstion
• Drug – Drug interaction
• Drug food interction
• Metabolism in GI tract
• Disease state
• Age
• Beberapa obat berpengaruh pada kondisi fisiologis
saluran cerna sehingga absorbsi obat yang lain
berubah
• Beberapa obat langsung membentuk kompleks
dengan obat utama
• Makanan berpengaruh terhadap kondisi fisiologis
saluran cerna
• Beberapa makanan dapat membentuk kompleks
dengan obat
• L-Dopa terdegradasi oleh enzimdekarboksilase dalam
mukosa lambung
• Pada pria etanol terdegradasi olah alkohol
dehidrogenase di mukosa lambung
• Digoksin termetabolisme oleh flora normal usus,
obat penekan flora normal usus (antibiotik spektrum
luas) meningkatkan absorbsi digoksin
• Diare dapat menurunkan transit intestinal, sebaliknya
konstipasi
• Hipersekresi asam lambung menurunkan pH
lambung, sebaliknya aklorhidria.
• Neonata – 2 th, sekresi HCl belum sempurna (sedikit)
• Pada anak –anak mukosa belum terbentuk sempurna
(A), juga aliran darah
ELIMINASI
Kelompok 1
• Absorpsi merupakan perpindahan obat atau molekul obat dari tempat aplikasinya menuju ke sirkulasi
sistemik (pembuluh darah atau pembuluh limfe).
• Absorpsi merupakan proses terpenting yang menetukan efektifitas obat.
• Absorpsi obat dapat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan, makanan dan Ph
• Sirkulasi yang buruk akibat dari syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi.
• Rasa nyeri, stress, dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa
pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung
• Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga
menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal
Faktor-faktor secara umum lainnya
yang memengaruhi absorpsi obat
01 Rute pemberian obat 02 Daya larut obat
D
kapsul, suspensi,
emulsi, serbuk. Stabilitas obat
a STRATUM KORNEUM
B ANATOMI KULIT
C PENYAKIT KULIT
D USIA
E METABOLISME KULIT
F DESKUAMASI
H
ALIRAN DARAH
I TEMPAT
PEMBERIAN
J KELEMBABAN DAN
TEMPERATUR
keseimbangan konsentrasi pada stratum korneum,
sehingga kemampuan penetrasi obat juga terhambat.
C pH dan tidak
adanya kemampuan
mendapar dari
cairan rektum.
A Kelarutan lemak
air B Ukuran partikel
Suatu obat lipofilik yang terdapat dalam Obat dalam supositoria yang tidak larut, maka
suatu basis supositoria berlemak dengan konsentrasi ukuran partikelnya akan mempengaruhi jumlah
rendah memiliki kecenderungan yang kurang untuk obat yang dilepas dan melarut untuk absorpsi.
melepaskan diri ke dalam cairan disekelilingnya Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah
dibandingkan bila ada bahan hidrofilik pada basis melarut dan lebih besar kemungkinannya
berlemak, dalam batas-batas mendekati titik jenuh. untuk dapat lebih cepat diabsorpsi (Ansel,
Semakin banyak obat terkandung dalam basis, semakin 1989).
banyak pula obat yang mungkin dile pas untuk
diabsorpsi yang potensial. Tetapi jika konsentrasi obat
pada lumen usus halus berada di atas jumlah tertentu
yang berbeda dengan obat tersebut, maka kadar yang
diabsorpsi tidak diubah oleh penambahan konsentrasi
obat (Ansel, 1989).
Obat Secara REKTAL
2. FAKTOR Fisika kimia dari
obat dan basis supositoria
C SIFAT BASIS
Apabila P>, berarti konsentrasi obat dalam lemak ̸ lipid > konsentrasi obat dalam
air, sehingga absorpsi obat meningkat. Dengan perkataan lain : semakin besar nilai P akan
mempercepat kecepatan absorpsi obat.
2. Pka dan PH
Kebanyakan obat bersifat asam lemah dan basa lemah, akan terionisasi sesuai
dengan pKa obat dan PH cairan biologik dimana obat terlarut. Obat yang tak terionisasi
mempunyai nilai P yang > dibanding bentuk terion. Karena P merupakan faktor penentu
dalam menetrasi membran dan proses ionisasi mempengaruhi absorpsi obat, maka :
• Untuk basa lemah, semakin tinggi pH akan semakin tinggi fraksi tak terion sehingga
absorpsi dipercepat. pH < pKa
• Untuk asam lemah, semakin rendah pH, akan semakin tinggi fraksi tak terion sehingga
absorpsi dipercepat. pH < pKa
Bila kondisi lain sama, bentuk “tak terionisasi” lebih mudah di absorpsi dari bentuk
terisonisasi, tetapi karena kondisi GIT tidak sama, sehingga baik bentuk terionisasi
maupun bentuk tak terionisasi (tanpa mempertimbangkan pH) paling banyak di absorpsi
di usus halus akibat luasnya permukaan daerah itu.
Contoh :
1. Bila luas permukaan konstan, obat yang bersifat asam, lebih cepat diabsorpsi di lambung
(pH 1-3).
2. Karena luas permukaan usus lebih besar dari pada lambung, obat yang bersifat asam
maupun basa lebih cepat di absorpsi di usus dibanding di lambung.
TERIMA KASIH
DISTRIBUSI OBAT
Di Susun Oleh :
Feby Rizki Angkasa Putri.A (F1G018008)
Bagas Ramadhamas (F1G018007)
Veni Natalia (F1G018013)
Mifta Violina Aniza (F1G018028)
Tesa Pebiani (F1G018030)
Sasra Sabila (F1G018032)
Noval Kurnia Wati (F1G018030
FARMAKOKINETIK : DISTRIBUSI
• Cairan Intraseluler
MENGETAHUI VOLUME DISTRIBUSI
Dik :
X = 5 mg x 65 kg
= 325 mg
Cp = 8.5 mg/ml
Dit :
Volume Distribusi ( Vd )
LANJUTAN
Lanjutan…
Pada umumnya Vd sebanding dengan berat badan.
Pada orang dewasa ±60% dari berat badan berupa
cairan. Pada obesitas volume distribusi lebih rendah
dari yang diperkirakan dari berat badan, sedangkan
pada penderita edema, Vd lebih besar dari yang
diperkirakan dari berat badan.
KECEPATAN DISTRIBUSI
OBAT
“METABOLISME
OBAT”
Kelompok 2:
Aanisah Hanuun (F1G018003)
Erni Septiyana Putri (F1G018004)
Nadila Azzani (F1G018018)
Dwi Putri (F1G018019)
Olga Yolanda Sari (F1G018020)
Petri Siti Khodijah (F1G018024)
Hidayati Fitriah (F1G018026)
Putri Heryanti (F1G018027)
Protein
Proporsi normal protein dalam makanan sekitar 20%
menunjukkan enzim-enzim pemetabolisme obat. Jika tikus diberi
makan 5% protein, maka kapasitas pemetabolisme obat oksidatif
berkurang. Contohnya makanan yang mengandung protein
rendah akan menghambat proses clearance fenobarbital dari
hewan uji tikus.
Lemak
Kenaikan kandungan asam lemak tidak jenuh dari
fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolisme
obat. Contohnya efek Griseofulvin dapat meningkat
dengan adanya lemak. Interaksi yang terjadi adalah
interaksi yang menguntungkan sehingga Grieseofluvin
sebaiknya dimakan pada saat makan makanan berlemak
seperti daging sapi, mentega, kue, ayam, dan kentang
goreng.
Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai sedikit efek pada metabolisme
obat dimana jika dikonsumsi berlebihan akan menghambat
metabolisme barbiturat. Kelebihan karbohidrat ternyata
juga mengakibatkan berkurangnya kandungan sitokrom P-
450 hati.
Vitamin
Perubahan dalam kadar vitamin, terutama defisiensi yang
menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi
obat. Vitamin yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu
Vitamin A, kelompok vitamin B, Niasin, Riboflavin, Tiamin,
Vitamin C, dan Vitamin E.
Mineral
Makanan yang tidak mengandung magnesium secara nyata
mengurangi kandungan lisofosfatidilkolin, suatu efek yang
juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas
memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat
juga menghambat metabolisme obat. Kelebihan tembaga
mempunyai efek yang sama seperti defisiensi tembaga, yakni
berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme obat.
Bukan Nutrien
Tikus yg diberi makan daging sapi bakar menginduksi
metabolisme fenasetin dalam usus halus dengan demikian
terjadi penurunan bioavaibilitas obat tersebut begitu juga
pada manusia.
Merokok
Rokok dapat menghambat metabolisme obat karena
mekanisme utamanya ialah percepatan biotransformasi
obat akibat induksi dari mikrosomal enzim di hepar yang
disebabkan oleh zat-zat yang ada pada asap rokok.
2. Faktor Lingkungan
1. Isi perut kan mempengaruhi absorbsi obat. Hal ini yang menyebabkan ada obat yang diminum
sebelum makan dan ada yang diminum sesudah makan. Berapa menit jarak ideal dari waktu
makan dan minum obat yang disarankan agar absorbsi berjalan dengan baik?
Jawab
Jarak ideal dari waktu makan dan minum obat yang baik jika untuk sebelum makan (biasanya
diindikasikan untuk obat yang proses absorpsinya baik ketika lambung kosong) yaitu 30 menit-1
jam sebelum makan, atau jika memang lupa sebelum makan untuk meminum obatnya, maka
bisa dikonsumsi setelah makan dengan jarak 2 jam setelah makan. Contoh : parasetamol
Untuk obat yang diindikasikan sesudah makan sebaiknya 30 menit sesudah makan,dan tidak
boleh lebih dari 2 jam. Kalau lebih dari dua jam setelah makan, makanan sudah diolah dan
diserap, kondisinya bisa disamakan dengan sebelum makan.
Contoh : propanololan
2. Apakah ada obat obatan yang fungsinya untuk mempercepat atau memperlambat proses
absorbsi? Misalnya dalam kondisi penyakit ginjal yang menyebabkan penurunan absorbsi (slide
10)
Jawab
Laksatif merupakan obat yang dapat meningkatkan kecepatan pengosongan dan usus halus
sehingga menurunkan absorpsi obat. Narkotik dan antikolinergik dapat meningkatkan motilitas
lambung dan usus halus sehingga dapat menyebabkan peningkatan laju absorpsi obat. Semakin
banyak jumlah obat yang diabsorpsi pada usus halus, semakin banyak jumlah yang memasuki
sirkulasi sistemik. Obat yang digunakan dapat memperpendek atau memperpanjang waktu
pengosongan lambung dengan menambah pH lambung dan dengan membentuk kompleks.
3. Apa yang dimaksud dengan Deskuamasi ? Dan kenapa Deskuamasi mempengaruhi waktu
pemberian sediaan transdermal pada kulit
Jawab
Deskuamasi merupakan proses pengelupasan stratum korneum yang normal terjadi.
Deskuamasi dapat terjadi ketika desmosom rusak, sehingga sel-sel korneosit lepas satu sama
lain dan kulit pun terlihat terkelupas. Desmosom dapat dirusak oleh enzim proteolitik stratum
corneum chymotriptyc enzyme (SCCE) dan kerja enzim ini sangat bergantung pada hidrasi dan
pH kulit yang sesuai.
Kenapa deskuamasi mempengaruhi pemberian sediaan transdermal pada kulit? Apabila
deskuamasi tidak terjadi maka akan terjadi penumpukan stratum korneum dan proses
regenerasi sel kulit terganggu menyebabkan kulit tampak kusan dan bersisik sehingga dapat
mengggangu absorbsi sedian yang akan diberikan pada transdermal kulit.
5. kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, nah bagaimana dengan penggunaan hidrokuinon
pada kosmetik?
Jawab
Maksud relatif disini bukan berarti tidak bisa, namun memang proses absorpsi obatnya
berlangsung lebih lambat. Hidrokuinon bekerja pada kulit dengan menghalangi pengeluaran
melanin oleh enzim tirosinase pada melanosit yang terletak di lapisan epidermis kulit,
mendegradasi melonosom pada kulit, menembus lapisan kulit, dan menyebabkan penebalan
pada lapisan kolagen.
1. Mengapa obesitas lbh rendah dan mengapa pada edema lebh besar???
Jawab
Pada obesitas volume distribusi lebih rendah dari pada pasien dengan edema Hal ini
dikarenakan pada obesitas terdapat lemak yang dapat menghambat absorbsi sehingga volume
distribusibusinya juga akan menurun.
Selain ituterdapat faktor yang mempengaruhi distribusi Salah satunya yaitu aliran darah setelah
obat sampai ke aliran darah segera didistribusikan ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya.
pada lemak ini distribusi darahnya lebih lambat dibandingkan dengan organ-organ yang lain,
pada edema lebih cepat karena merupakan suatu cairan, dimana obat-obat dapat
didistribusikan ke salah satu atau ke kompartemen salah satunya yaitu cairan intra Interstitial
dan cairan intraseluler pada edema ini akan lebih cepat didistribusikan seperti itu.
kecuali dikatakan lain apabila obat tersebut larut dalam lemak misalnya obat benzodiazepin
maka volume distribusi dari obat tersebut akan meningkat, hal ini berhubungan dg sifat fisika
kimia obat
2. Dikatakan pada slide bahwa obat yang berikatan pada protein akan tidak aktif dan tidak dapat
bekerja, bagaimana cara kita mengetahui suatu obat berikatan dengan protein atau tidak? Dan
bagaimana cara mengatasinya?
Jawab
Obat dalam darah ada dalam dua bentuk: terikat dan tidak terikat. Hal ini bergantung pada
afinitas obat pada protein plasma, sebagian obat dapat terikat pada protein plasma, dan sisanya
tidak terikat. Jika protein yang mengikat obat tersebut terikat secara reversibel, maka akan
terdapat kesetimbangan kimia di antara keduanya, seperti:
3. Mengapa ik.protein obat reversibel lebih baik distribusinya daripada ik.protein obat irreversibel?
Jawab
Ikatan obat protein reversible lebih baik karena pada ikatan obat-protein reversibel obat
mengikat ikatan protein dengan ikatan kimia yang lemah yang mengakibatkan penurunan ikatan
protein sehingga mengakibatkan kenaikan konsentrasi obat bebas dan memungkinkan lebih
banyak obat melewati membran sel dan didistribusikan ke semua jaringan sehingga terdapat
lebih banyak obat yang bereaksi dengan reseptor dan akan menghasilkan efek farmakologik
yang lebih kuat.