Anda di halaman 1dari 29

AGREGASI DAN

DISOLUSI OBAT
Tablet Desintegrasi Granul Desagregasi Partikel
(Kapsul) (Agregat) halus

disolusi (k1) disolusi (k2) disolusi (k3)

Zat aktif dalam larutan


(in vitro / in vivo)

absorpsi

Zat aktif dalam darah/


jaringan/cairan tubuh lain

Besarnya K1 << k2 << k3


Bila k1+k2+k3 << kecepatan desintegrasi @ absorpsi (<1/20 kali)
maka disolusi merupakan faktor penentu absorpsi obat dlm tubuh.
Absorpsi

Obat
T

Peny
Bebas
i
-

Eliminasi

Bagan Proses setelah absorpsi obat di dalam badan


Kontrol kecepatan pelarutan (Disolusi) berfungsi untuk :

1. Optimasi formulasi sehingga diperoleh korelasi positif antara uji in vitro –


in vivo
pertentangan pendapat: - agar hasil sesuai harus dijaga kondisi percobaan
- tidak perlu merepotkan kondisi percobaan
2. kontrol rutin sehabis fabrikasi

- Kontrol keseragaman kualitas antar batch sehabis fabrikasi


- Menjamin kualitas pelepasan obat in vitro dari bentuk sediaan padat

Dalam pabrik sebagai kontrol rutin kecepatan pelarutan memerlukan waktu yang
cepat (karena jumlah pemeriksaan yang banyak). Untuk itu dilakukan usaha:

a. Menyederhanakan alat dan prosedur kerja


b. Otomatisasi alat
c. Menaikkan kapasitas dan kualitas alat
d. Penanganan
e. oleh operator yang berpengalaman
Definisi :
Menurut Aiache, disolusi adalah hilangnya kohesi suatu padatan karena pengaruh
cairan, yang menimbulkan dispersi homogen dalam bentuk
molekul atau ion.
Dalam biofarmasi, kecepatan disolusi digambarkan sebagai kecepatan pelepasan
obat/ zat aktif dari bentuk sediaannya setelah kontak dengan
cairan medium.

Disolusi adalah jumlah zat yang terlarut dari bentuk sediaan ke dalam medium
sebagai fungsi waktu, seperti diungkapkan dalam persamaan berikut ini:

dC/dt = k. S (Cs – C)

Keterangan:
dC/dt = jumlah zat yang terlarut tiap satuan waktu
K = tetapan kecepatan pelarutan
S = luas kontak muka
Cs = konsentrasi pada saat jenuh
C = konsentrasi yang terlarut pada saat t
DEFINISI
 Disolusi obat adalah suatu proses
pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut
(media bergantung pada obat apa dan
diserap pada bagian saluran pencernaan
yang mana).
Kegunaan Uji disolusi
 Dressman dkk (1998): Uji disolusi digunakan untuk
berbagai alasan dalam industri; dalam pengembangan
produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk
membantu menentukan kesetaraan hayati.
 Perkembangan regulasi terbaru, seperti skema
klasifikasi biofarmasetika, telah menegaskan
pentingnya disolusi dalam peraturan tentang
perubahan setelah mendapat izin dan
memperkenalkan kemungkinan mengganti uji klinis
dengan uji disolusi dalam kasus-kasus tertentu.
MEDIUM DISOLUSI
 Perbedaan utama antara medium lambung
dan usus adalah pH dan adanya empedu.
 Pertimbangan penting lainnya adalah ada
atau tidaknya makanan dalam lambung. Jika
tidak ada makanan dalam lambung, kondisi
antarpasien tidak akan terlalu berbeda
 Komposisi cairan lambung keadaan puasa
simulasi (pH 1,2) cukup sederhana
 Cairan usus simulasi (simulated intestinal fluid, SIF)
dijelaskan dalam USP 26, merupakan larutan dapar
0,05 M yang mengandung kalium dihidrogen fosfat.
pH dapar ini adalah 6,8 dan berada dalam kisaran pH
usus normal.
 Pankreatin juga dapat ditambahkan jika dibutuhkan
medium yang lebih biorelevan.
 Pankreatin adalah campuran enzim lipase yang
melarutkan lemak, enzim pengurai protein yang
disebut protease, dan enzim yang memecah
karbohidrat, seperti amilase.
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi :
a. Sifat-sifat fisika kimia obat

1. faktor-faktor yang berhubungan dengan kelarutan,


bentuk polimorfi, hidrat dan solvatasi
bentuk asam bebas, basa bebas dan garamnya
Senyawa kompleks, campuran eutektik dan dispersi padat
adanya surfaktan

2. faktor-faktor yang berhubungan dengan luas kontak muka


ukuran partikel
variasi buatan pabrik
Desintegrasi
b. Macam alat yang digunakan

alat dengan sistem pengadukan luar


alat dengan sistem pengadukan dalam
alat dengan sistem aliran kontinyu
alat dengan sistem campuran

c. Kondisi percobaan:

Intensitas pengadukan
perbedaan konsentrasi
macam dan komposisi medium
temperatur
bentuk dan volume labu percobaan.

D. Formulasi dan metode fabrikasi

Jumlah dan macam bahan tambahan


Metode granulasi
Jumlah dan jenis surfaktan
Tekanan/kompresi
Faktor yang berhubungan dengan sifat fisiko kimia obat
Faktor yang berhubungan dengan Kelarutan

1. Polimorfi

Zat yang mempunyai perbedaan susunan inti kristal, namun fase cair dan
fase gasnya identik.

2. Hidrat dan Solvat


Selama kristalisasi, air yang menempel pada zat hidrat
Pelarut organik yang menempel pada zat solvat

umumnya kecepatan disolusi bentuk anhidrat dalam medium air lebih besar
dibanding hidratnya
Senyawa yang memiliki bentuk hidrat atau solvat adalah:
Ampicillin; Kofein; Penisilin; Glutetimida; Quinin; Barbiturat, Kortikosteroid;
Tetrasiklin

Bentuk hidrat dan solvat dapat terjadi selama sintesa; fabrikasi;


penyimpanan suatu obat
3. Bentuk asam bebas, basa bebas atau garamnya
Asam bebas
Obat – garam organik + medium asam
(disolusi menurun)

Garamnya
Obat – basa bebas + medium asam (disolusi berubah)

4. Dispersi padat, eutektikum dan senyawa kompleks

Dispersi padat adalah suatu sistem yang terdiri dari satu atau beberapa zat
aktif yang terdispersi dalam keadaan padat dalam suatu zat pembawa
(matrix inert)
diperoleh dengan - pelelehan,
- pelarutan dan penguapan
- campuran keduanya.

Campuran dispersi padat dapat dibagi dalam 4 macam:


a. campuran eutektikum
b. Larutan padat
c. larutan kaca
d. Dispersi kristal amorf
a. campuran eutektikum

Merupakan campuran padat yang di peroleh dari 2 atau 3 senyawa


yang dilelehkan dan dipadatkan dengan cepat.

Hasilnya mempunyai titik lebur yang lebih rendah dari zat aslinya,
sehingga kalau campuran kontak dengan air (medium gastrik) akan
terlepas dalam bentuk kristal halus.

b. Larutan padat

Merupakan dispersi molekuler dari suatu zat (sukar larut) di dalam


molekul zat lain (sangat mudah larut).
- larutan padat interstisial
larutan zat terselip diantara pembawa dalam porsi yang sangat kecil
(0,41-0,59 kali jumlah pembawa)
- larutan padat substitusi
larutan berselang-seling dengan perbedaan diameter zat dan pelarut
tidak lebih dari 15 % (simetris dan tidak simetris)
 c. Larutan kaca

Merupakan sistem yang terdiri dari molekul atau partikel zat padat yang
larut atau terdispersi dalam zat pembawa tertentu.
- Griseovulfin dalam asam sitrat

 d. Dispersi kristal amorf


Dalam campuran in zat aktif dalam bentuk amorf
- Sulfatiazol amorf dalam kristal urea

Contoh zat pembawa dalam dispersi padat :


- polietilen-glikol (PEG) 4000, 6000
- polivinilpirolidon (PVP)
- urea, uretan,
- glukosa, sukrosa, galaktosa
- asam sitrat, suksinat dan deoksikolat
Faktor yang berhubungan dengan luas kontak muka

 Serbuk dan granul

- luas permukaan serbuk/granul ditentukan oleh jumlah, ukuran dan


bentuk partikel
- Setelah kontak dengan medium, maka luas permukaan turun se-
cara eksponensial
Penurunan luas kontak muka diungkapkan dalam persamaan berikut :

S = So.e-ks (t-to)
Dimana :
S = luas permukaan setelah waktu t
So = luas permukaan mula-mula
ks = tetapan

Persamaan ini berlaku untuk kecepatan pelarutan yang termasuk orde satu,
dalam kondisi percobaan sink.
Tablet atau kapsul
 Perubahan luas kontak muka tablet/kapsul sebagai fungsi waktu
lebih kompleks.
 tablet/kapsul kontak dengan air desintegrasi & agregasi
 diikuti dengan kenaikan mendadak luas permukaan (S) sampai
maksimum, untuk kemudian menurun sampai semua zat larut.

Selain itu masalah luas permukaan (S) juga dijumpai sebagai akibat
variasi buatan pabrik.
Adanya perbedaan dalam prosedur sintesa pembuatan zat aktif,
maka hasil akhir berbeda sifat fisika kimianya termasuk ukuran
partikel dan ini akan berpengaruh pada kecepatan pelarutan zat
aktif
KESALAHAN YANG DAPAT
DITEMUKAN PADA UJI
DISOLUSI
 Peralatan pengujian dan lingkungannya,
 Penanganan sampel,
 Formulasi,
 Aspek-aspek tertentu dari proses kalibrasi
peralatan.
 KONDISI SINK
 Kelarutan jenuh suatu obat merupakan faktor
kunci pada persamaan Noyes-Whitney.

 Jika konsentrasi obat terlarut, C, kurang dari


20% konsentrasi jenuh, Cs, sistem dikatakan
bekerja pada kondisi “sink” gaya penggerak
untuk disolusi paling besar jika berada pada
kondisi sink.
Alat uji disolusi menurut
Farmakope Indonesia Edisi 4:
 Alat uji disolusi tipe keranjang (basket)
 Alat uji disolusi tipe dayung (paddle
METODE I DAN II USP UNTUK
DISOLUSI
 Metode-metode yang paling umum
digunakan untuk mengevaluasi disolusi
muncul pertama kali dalam USP edisi 13
pada awal tahun 1970-an.
 Metode-metode ini dikenal sebagai metode
keranjang (metode I) dan metode dayung
(metode II) USP dan disebut sebagai metode
“sistem tertutup” karena menggunakan
medium disolusi bervolume tetap.
 Metode keranjang dan dayung USP
merupakan metode pilihan untuk uji
disolusi bentuk sediaan oral padat
pelepasan segera.
 Penggunaan metode disolusi lain hanya
boleh dipertimbangkan jika metode I dan II
USP diketahui tidak memuaskan
1. Alat 1 (Metode Basket)
 Alat terdiri atas wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan
transparan lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat
penggerak. Wadah tercelup sebagian dalam penangas sehingga
dapat mempertahankan suhu Tablet atau kapsul Granul atau
agregat Partikel Halus Obat dalam larutan
 Obat dalam darah, cairan, dan dalam jaringan lain dalam wadah 37°
± 0,5° C selama pengujian berlangsung. Wadah disolusi dianjurkan
berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175 mm,
diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml.
Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya
tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus dan tanpa goyangan
yang berarti. Suatu alat pengatur mempertahankan kecepatan alat
2. Alat 2 (Metode Dayung)

 Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayung


yang terdiri atas daun dan batang sebagai pengaduk.
Batang dari dayung tersebut sumbunya tidak lebih dari 2 mm
dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti.
Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan
batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut
dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan
tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar.
 (Ditjen POM, 1995)
Metode keranjang
Metode dayung
Kriteria penerimaan uji disolusi
 Pengujian dilakukan sampai tiga tahap,
kecuali bila hasil pengujian memenuhi
tahap S1 atau S2.
 Harga Q merupakan jumlah zat aktif yang
terlarut, seperti yang tertera dalam tabel
pada masing-masing monografi yang
dinyatakan dalam persen dari jumlah yang
terdapat pada etiket.

Anda mungkin juga menyukai