Anda di halaman 1dari 35

Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorpsi Obat

By:
Apt. Fajrian Aulia Putra, S. Farm, M.Farm

Universitas Fort De Kock Bukittinggi


KONSEP LAJU PENYERAPAN ZAT AKTIF

Bentuk Zat Aktif Zat Aktif Zat Aktif


Sediaan (Zat
aktif +
eksipien) terbebaskan terlarut terabsorbsi

Liberasi Disolusi Absorpsi


(pelepasan) (pelarutan) (penyerapan)

Laju penyerapan zat aktif ke dalam sistem sistemik adalah resultan


laju dari sederetan proses: - liberasi, - disolusi, dan - absorpsi
Proses Dissolusi

Untuk dapat
terabsorbsi, obat
harus berada dalam
bentuk larutan

Bentuk sediaan padat


harus terlarut dalam Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic
cairan GI Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
Proses dissolusi partikel
obat di dalam GI

•Ketika partikel padat berada


dalam saluran GI, terbentuk
lapisan larutan jenuh obat
pada permukaan partikel
•Larutan jenuh menyelubungi
dengan cepat partikel (lapisan
difusi)

Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic


Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
LAJU PENYERAPAN ZAT AKTIF

Laju penyerapan zat aktif akan tergantung pada :

1. Laju pelarutan zat aktif dalam cairan biologik di


sekitar membran.
2. Karakter fisiko-kimia yang dapat
mempengaruhi
proses penyerapan.
3. Perbedaan sifat fisiko-kimia tersebut menyebabkan
perbedaan keterserapan zat aktif. (terdapat zat
aktif yang mudah atau susah diserap).
Absorpsi, Disolusi dan Laju Difusi Zat
Aktif dalam Cairan Biologi

Laju penyerapan zat aktif merupakan fungsi


dari laju pelarutan dan kelarutan zat aktif
dalam cairan biologik.

Dengan demikian semua faktor yang


mempengaruhi laju pelarutan juga akan
mempengaruhi laju penyerapan.
Proses Dissolusi
Dua kemungkinan terjadi dalam dissolusi obat :
1. Absorbsi dari larutan terjadi setelah dissolusi yang
cepat dari partikel padat. Laju absorbsi ditentukan
oleh laju difusi molekul obat dalam cairan GI atau
melalui membran
2. Absorbsi dari larutan terjadi setelah dissolusi yang
lambat dari partikel padat. Kemunculan obat di
dalam darah ditentukan oleh ketersediaan obat dari
partikel padat ke dalam cairan GI
Persamaan NOYES-WHITNEY
in vitro dalam GI

D = tetapan laju difusi,


K = tetapan laju dissolusi
S = luas permukaan partikel,
Cs = konsentrasi obat (setara dengan
kelarutan obat) di dalam lapisan difusi,
Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic
C = konsentrasi obat di dalam pelarut ‘bulk’,
Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
h = kekentalan lapisan stagnan
available as PDF file
Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic
Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic
Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
Proses dissolusi di dalam lambung dari permukaan garam yang sangat larut air

Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic


Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
Absorpsi, disolusi dan laju difusi zat
aktif dalam cairan biologi

Parameter-parameter yang mempengaruhi proses pelarutan


dapat dipahami dari persamaan klasik yang dikembangkan
oleh Noyes dan withney berikut :

dC/dt = laju pelarutan


A = Luas kontak permukaan senyawa yang tak terlarut
Cs = Konsentrasi zat aktif dalam pelarut di sekitar zat aktif
C = jumlah zat aktif yang terlarut dalam waktu t dalam
pelarut yang tersedia
K = tetapan laju pelarutan
Absorpsi, Disolusi dan Laju Difusi Zat
Aktif dalam Cairan Biologi

Selain itu dikenal pula persamaan Nernst dan Bruner yang


menyatakan bahwa pelarutan terjadi dengan
perantaraan suatu lapisan difusi.

dW/dt = Laju pelarutan


W = Berat zat aktif yang terlarut
= Koefisien difusi zat aktif yang terlarut dalam pelarut (nilai
D tergantung pada suhu dan pengadukan)
C = Jumlah zat aktif terlarut dalam waktu t dan dalam volume
total pelarut
Cs = Konsentrasi jenuh zat aktif (membatasi kelarutan dalam
cairan
disekitar partikel dengan tebal h)
h = Tebal lapisan pelarut
Absorpsi, Disolusi dan Laju Difusi Zat
Aktif dalam Cairan Biologi

Persamaan ini menunjukkan :


1. Zat aktif segera terlarut di dalam lapisan pelarut yang
sangat tipis di sekitar zat aktif hingga diperoleh
suatu larutan jenuh.
2. Zat aktif terlarut pada lapisan jenuh akan berdifusi ke
lapisan tak jenuh.
3. Ketidakjenuhan akan terjadi bila terjadi peyerapan
zat
aktif ke dalam sistem sistemik.
Faktor-faktor yang berpengaruh
pada laju pelarutan zat aktif

1. Ukuran partikel
2. Kelarutan zat aktif
a. Modifikasi keadaan kimiawi obat (pembentukan
garam, ester).
b. Modifikasi keadaan fisik obat (bentuk kristal
atau
amorf, polimorfisa, solvat dan hidrat).
c. Formulasi dan teknologi (pembentukan eutektik
dan larutan padat, pembentukan kompleks,
bahan yang dapat mengubah ketetapan
dielektrik cairan, bahan pelarut miselar,
penyalutan dengan senyawa hidrofil).
1. UKURAN PARTIKEL

 Baik persamaan Noyes dan Withney ataupun Nerst


dan Bruner menyatakan laju kelarutan
berbanding langsung dengan luas permukaan
efektif dari zat aktif yang kontak.
 Penurunan ukuran partikel zat aktif akan
meningkatkan luas permukaan kontak zat aktif
dan pelarut.
o Ada hubungan linier dari kecepatan absorpsi obat
dengan logaritme luas permukaannya. Contoh,
Griseofulvin : pemberian 500 mg griseofulvin yang
berbentuk mikro memberikan kadar dalam darah
yang sama dengan 1 gram griseofulvin dalam
bentuk sediaan biasa.
1. UKURAN PARTIKEL

Penurunan ukuran partikel dapat meningkatkan laju absorpsi bila


pengecilan ukuran tersebut mempengaruhi proses pelarutan.
Pengurangan ukuran partikel berperan tidak hanya pada laju
penyerapan
tetapi juga pada kecilnya derajat kelarutan suatu senyawa.

S = Kelarutan partikel yang dimikronisasi


So = Kelarutan partikel yang tidak dimikronisasi
γ = Tegangan
permukaan V =
Volume molar
R = tetapan gas
T = suhu
mutlak
r = jari-jari
1. UKURAN PARTIKEL

Bahan-bahan obat yang diketahui ada perbedaan


absorpsi bila diberikan dalam bentuk yang halus
dengan yang tidak halus mencakup antara lain :
Aspirin, Barbiturat, Chloramphenicol, Digoxin,
Griseofulvin, Hydroxyprogesterone asetat,
Nitrofurantoine, Spironolactone, Sulfadiazine,
Sulfamethoxin, Sulfathiazole, Tetracycline,
Tolbutamide.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF

 Berbanding lurus dengan A dan (Cs-C)


 Terdapat beberapa cara untuk mempengaruhi kelarutan:
a. Kimia: perubahan kimia dengan pembentukan garam, ester,
kompleks dll,
b. Fisik: perubahan bentuk kristal zat aktif, solven dan hidrat
c. Farmasetik: penambahan eksipien (bahan penglarut,
pembentukan kompleks dll)
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
1. Modifikasi keadaan kimiawi obat

A. Pembentukan Garam

 Obat yang terionisasi lebih mudah larut dalam air


daripada yang tidak.
 Pembentukan garam bertujuan untuk merubah
senyawa asam dan basa yang sukar larut dalam air
menjadi bentuk garamnya sehingga diperoleh
peningkatan laju kelarutan.
 Contoh : Penicilline, Barbiturat, Tolbutamide,
Tetracycline, Quinidine, Vitamin yang larut dalam air,
Preparat sulfa, Quinine.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
1. Modifikasi keadaan kimiawi obat

B. Pembentukan Ester
Daya larut serta kecepatan melarut obat dapat dimodifikasi dengan
membentuk ester; secara umum pembentukan ester
memperlambat kelarutan obat.

Keuntungan :
a. Menghindari penguraian zat aktif di lambung, contoh : ester dari
Erythromycine atau Leucomycine memungkinkan obat tidak
rusak di suasana asam di lambung.
b. Menghambat atau memperpanjang aksi berbagai zat aktif,
contoh : esterifikasi dari hormon steroid.
c. Menutupi rasa tidak enak, contoh : ester Chloramphenicol
palmitat dan Chloramphenicol stearat baru dihidrolisis di usus
halus dimana terbebaskan Chloramphenicol.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.2 Modifikasi keadaan fisik obat

A. Bentuk Kristal atau Amorf

Bentuk amorf tidak mempunyai struktur tertentu, ada


ketidakteraturan dalam tiga dimensinya. Secara umum
amorf lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya,
misalnya : Novobiocin, kelarutan bentuk amorf 10 x
dari bentuk kristal.
Bentuk kristal obat
• Sebagian obat terdapat dalam
bentuk kristal maupun amorf.
• Bentuk amorf lebih selalu mudah
larut daripada bentuk kristal
• Mempengaruhi bioavailabilitas
Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic
Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.2 Modifikasi keadaan fisik obat

B. Pengaruh Polimorfisme
Fenomena polimorfisme terjadi bila suatu bahan/zat
menghablur dalam berbagai bentuk kristal yang
berbeda, sebagai akibat dari : suhu, tekanan, dan
kondisi penyimpanan. Contoh : Steroid, Sulfanilamide,
Barbiturat, Chloramphenicol, Chloramphenicol
palmitat merupakan contoh yang klasik karena
terdapat dalam bentuk polimorf A, B, dan C,
disamping juga dalam bentuk amorf : dari empat
bentuk itu hanya bentuk polimorf B dan bentuk
amorf yang dapat dihidrolisasi oleh esterase usus.
Jambhekar, S.S. & Breen, P.J., 2009, Basic
Pharmacokinetics, Pharmaceutical Press,
available as PDF file
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.2 Modifikasi keadaan fisik obat

C. Bentuk Solvat dan Hidrat

Waktu pembentukan kristal, cairan-pelarut dapat


membentuk ikatan stabil dengan obat dan disebut
solvat; kalau air sebagai pelarut maka ikatan ini disebut
hidrat. Bentuk hidrat memiliki sifat-sifat fisik yang
berbeda daripada bentuk anhidratnya, terutama dalam
hal disolusinya. Misalnya Ampicilline anhidrat lebih
mudah larut daripada Ampicillin trihidrat.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

Metode yang paling banyak digunakan


untuk
meningkatkan
o Penggunaanpelarutan
prosedur :teknologi yang dapat
mengubah keadaan fisik zat aktif (pembentukan
eutektik).
o Penggunaan bahan pelarut (“co-solute”) yang
dapat :
 Membentuk larutan padat dan kompleks
 Mengubah tetapan dielektrik cairan pelarut
o Bahan penglarut miseler
o Penyalutan dengan senyawa yang lebih hidrofil.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

A. Pembentukan campuran eutektik

 Eutektik terjadi bila dua bahan padat dicampur membentuk


suatu paduan yang cair, karena turunnya titik lebur; dalam
keadaan ini kedua bahan/zat tetap berada dalam keadaan
molekuler.
 Campuran ini dibuat dengan cara meleburkan ke dua
campuran tersebut →mencampurnya hingga dingin dan
memadat→diserbukkan.
 Pada keadaan ini zat aktif berada dalam dispersi
molekular
padat.
 Bila campuran ini dilarutkan maka akan segera melepaskan
zat aktif dengan demikian dapat meningkatkan kelarutan.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

A. Pembentukan campuran eutektik


Contoh campuran eutektik dan larutan padat :

 Manitol
 Urea (dengan kloramfenikol), atau (dengan
sulfatiasol)
 Asam suksinat (dengan griseofulvin)
 Polivinilpirolidon (dengan griseofulvin atau
dengan reserpin)
 Asam askorbat (dengan sulfatiasol)
 Asam deoksikholin
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

B. Pembentukan kompleks

• Ikatan kompleks dapat terbentuk bila dua atau lebih bahan/zat


terikat dengan kekuatan intermolekuler, ikatan hidrogen, ikatan van
de waals. Ikatan kompleks ini biasanya mudah larut daripada
bahan/zatnya masing-masing.
• Pembentukan kompleks dapat meningkatkan kelarutan.
• Tetapi kompleks tidak dapat melintasi membran, namun karena
ikatan dalam kompleks merupakan ikatan reversible, sehingga
kompleks dapat kembali terputus dan terserap oleh membran.
• Tujuan pembentukan kompleks ialah memodifikasi sifat obat
yang
tidak diinginkan tanpa menghilangkan aktivitas
farmakologisnya.
• Contoh : kompleks polietilenglikol dan asam salisilat, kompleks garam
kalsium dan tetrasiklin.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

C. Bahan yang memodifikasi konstanta


dielektrik lingkungan solusi

Penambahan senyawa tertentu seperti


gliserin, polioksi-etilenglikol, propilenglikol,
dan lain-lain → dapat mengubah tetapan
dielektrik cairan fisiologik sehingga
memudahkan kelarutan.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

D. Solubilisasi dengan pembentukan misella

o Molekul bahan-bahan yang mempengaruhi permukaan berupa


rantai lipofil dan sebagian hidrofil, pada konsentrasi tertentu
membentuk agregat yang disebut misella (micella).
o Bagian polar molekul mengarah ke tengah di lingkungan air
yang memungkinkan termasuknya obat yang bersifat lipofil
(tidak larut dalam air).
o Mekanisme ini dapat menerangkan mengapa garam
empedu
membentuk larutan seperti misella dalam saluran cerna
(intestinal); misella memungkinkan absorpsi obat-obat
yang relatif sulit larut dalam lingkungan intestinal ini,
misalnya Griseofulvin, Hexaosterol.
2. KELARUTAN ZAT AKTIF
2.3 Formulasi dan teknologi

E. Pelapisan dengan bahan yang lebih hidrofil

Partikel bahan-bahan/zat aktif/obat yang sulit larut


dalam air bila dilapisi/dibungkus dengan bahan yang
sangat hidrofil, dengan cepat dapat membasahi partikel
obat, dan ini akan mempengaruhi absorpsi. Contoh :
pelapisan obat dalam larutan Gummi arabikum.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai