Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

BLUE LIGHT/ SINAR BIRU


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Embriologi

Disusun Oleh Kelompok V:

1. Anggun Dewi Fatmawati NIM. P07124322113


2. Ayu Ariningtyas NIM. P07124322114
3. Dwi Suryawati NIM. P07124322115
4. Erianggun Mahardani W NIM. P07124322117
5. Elo Mariyah NIM. P07124322126
6. Mita Safitri NIM. P07124322128

PRODI SARJAN TERAPAN KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN 2022
BLUE LIGHT/ SINAR BIRU

A. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning


Kuning dalam istilah dunia kedokteran disebut dengan jaundice atau ikterus.
Istilah jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune, yang berarti kuning) atau ikterus
(berasal dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera
atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada
jaringan. Kuning sering ditemukan pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat dengan
usia gestasi > 35 minggu.
Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dL (86 μmol/L) disebut dengan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi
menjadi patologis (ensefalopati bilirubin). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke kondisi
patologis antara lain :
1. Timbul pada saat lahir atau pada hari pertama kehidupan
2. Kenaikan kadar bilirubin berlangsung cepat (> 5 mg/dL per hari)
3. Bayi prematur
4. Kuning menetap pada usia 2 minggu atau lebih
5. Peningkatan bilirubin direk > 2 mg/d atau > 20 % dari BST
Ketakutan yang berlebihan dalam menghadapi hiperbilirubinemia dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan, seperti meningkatnya kecemasan ibu,
menurunnya aktivitas menyusui, terapi yang tidak perlu, dan biaya yang berlebihan. Oleh
karena itu, tata laksana hiperbilirubinemia harus sesuai dan efektif.

B. Metabolisme Bilirubin Pada Neonatus


Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari
pada sel darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel darah
merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme
oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air.
Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu gram
hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme ini
adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin dalam
sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil dan
dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan ke
dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan
disimpan di kantong empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang
pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel usus
tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan dikeluarkan melalui
tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh β-glukoronidase
yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi
kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati, yang
dikenal dengan sirkulasi enterohepatik.
Bayi baru lahir dapat mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama
kehidupannya berkaitan dengan:
1. Meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis)
2. Kurangnya albumin sebagai alat pengangkut
3. Penurunan uptake oleh hati
4. Penurunan konjugasi bilirubin oleh hati
5. Penurunan ekskresi bilirubin
6. Peningkatan sirkulasi enterohepatik

C. Hiperbilirubinemia Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI


Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan
pada proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu
kurang sering memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa
bayi dapat terjadi gangguan menghisap. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan ASI
menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan
umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun. Gangguan menyusui pada ibu
dapat terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta), glandular
(jaringan kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti
reduksi), dan yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak
efektif).
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa
breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Perbedaannya dapat dilihat
pada Tabel 1. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia
yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI. Biasanya
timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Breastfeeding
jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula.
Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat
mempertahankan metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat
mengatasi BFJ. Ibu harus memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk menyusu.
Kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi yang terus menerus. ASI akan lebih
cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan rawat gabung.
Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang
masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada
hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan
penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian
ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang
disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi
bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas,
beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. Breastmilk
jaundise diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid
glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-
alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu-ibu tertentu. Pendapat lain menyatakan
hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh peningkatan konsentrasi
asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga menimbulkan BMJ. Faktor
terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Kondisi ini terjadi akibat:
1. Peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang
mendapat ASI
2. Terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta
3. Defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi
yang homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

D. Pedoman Terapi Sinar Pada Breastfeeding Jaundice Dan Breastmilk Jaundice


The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis
untuk tata laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman
terapi sinar pada bayi usia gestasi ‰¥ 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada
bayi cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan
penghentian ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-
10 kali dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu
formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada
bayi cukup bulan sehat.
Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada
bayi dengan BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara.
Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang
berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan
sampai 18-24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar
bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas
penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab
hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk
menegakkan diagnosis.
Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI
selama dalam proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi:
1. Pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum
2. Pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari
3. Pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan
4. Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK
5. Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan penambahan volume cairan
dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara
6. Jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar jika
terapi lain tidak berhasil
7. Pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6
hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat terjadi BFJ pada
anak sebelumnya.
Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-
hijau (panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 μW/cm2 per nm (diukur
pada kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke
permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer
spesifik dari manufaktur unit fototerapi tersebut.
Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus
dihentikan. Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar,
akan tetapi terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut
off point dari setiap kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali
setelah lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 μmol/L) maka terapi sinar
dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 - 14 mg/dL (239 μmol/L). Untuk
bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini
dan dipulangkan sebelum bayi berusia 3-4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan
ulang bilirubin 24 jam setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk
kedua kali dengan hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi
kekambuhan yang signifikan sehingga pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan
berdasarkan indikasi klinis.
Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada
setiap bayi baru lahir cukup bulan dengan BST ‰¥ 12 mg/dL atau bayi prematur dengan
BST ‰¥ 10 mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau
transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach
merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka
penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan
diagnosis BFJ dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat
dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis. Terapi sinar dapat dilakukan bila
ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ. Batas kadar bilirubin untuk
melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut (< 12 mg/dL).
Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga penting dilakukan. Pemantauan dapat
berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika kadar
bilirubin mencapai > 12 mg/dL.

E. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang menyusui.
Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding
jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan
ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Penyebab
BMJ belum begitu jelas. The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak
menganjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus menerus
(minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Sedangkan Gartner dan Auerbach merekomendasikan
dilakukan penghentian ASI sementara pada sebagian kasus BMJ dan tetap mendapat ASI
selama dalam proses terapi BFJ.

Anda mungkin juga menyukai