Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

KEPERAWATAN JIWA
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
HARGA DIRI RENDAH
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
DEFISIT PERILAKU DIRI
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
ISOLASI SOSIAL
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
HALUSINASI
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
RESIKO BUNUH DIRI
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
KEPERAWATAN JIWA
WAHAM
DI RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Oleh :
Aliyya Nofitasari
NIM. P27220020096
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
I
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat merusak
lingkungan sekitar. Tanda dan gejalarisiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan
pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan
darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah tersinggung, marah,
amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain (Utari, 2021).
Perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan secara
fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku
kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologi. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering
dipandang sebagai rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan
(violence) di sisi yanglain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi,
benci atau marah.Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan
keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku menjadi agresif atau
melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus. Tanda dan gejala risiko
perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan sosial (Utari, 2021).

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Deskripsi masalah

2. Tanda dan gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan (Saputri, 2020) :
 Fisik
Muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,
postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
 Verbal
Bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara fisik,
mengumpat dengan kata-kata kotor.
 Perilaku
Melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang lain atau
melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
 Emosi
Tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
menyalahkan dan menuntut.
 Intelaktual
Cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
 Spiritual
Merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
 Sosial
Menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.

3. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
a) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik / menyalahkan diri sendiri)
b) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
c) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
d) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

4. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan
melakui pengkajian meliputi :
a) Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda – tanda marah
yang disebabkan oleh klien
b) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat
dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.

C. 1. Pohon Masalah
2. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Resiko mencederai diri, orang lain, dan 1) Data subjektif :
lingkungan  Pasien mengatakan benci atau
kesal pada seseorang
 Pasien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal
dan marah
 Riwayat perlaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya
2. Data objektif :
 Mata merah, wajah agak merah
 Nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai : berteriak,
menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain
 Ekspresi marah saat
membicarakan orang, pandangan
tajam
 Merusak dan melempar barang-
barang
Perilaku kekerasan 1) Data subjektif :
 Klien mengatakan benci atau
kesal pada seseorang
 Klien suka membentak dan
menyerang orang ynag
mengusiknya jika sedang kesal
dan marah
 Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya
2) Data objektif
 Nada suara tinggi dan keras,
bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat
membicarakan orang, pandangan
tajam.
 Merusak dan melempar barang-
barang.
Gangguan konsep diri : harga diri 1) Data subyektif : Pasien mengatakan
rendah saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
2) Data obyektif : Pasien terlihat lebih
suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai
diri/ingin mengakhiri hidup.

D. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Gangguan konsep diri : harga diri
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

E. Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : resiko perilaku kekerasan
Tujuan umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

TUK II : klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Intervensi
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan b) Bantu klien mengungkapkan
perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.

TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda – tanda perilaku kekerasan


Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang di alami dan di rasakan saat jengkel / kesal
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda – tanda jengkel / kesal yang dialami klien

TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


Intervensi :
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
c) Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?

TUK V : Klien mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Intervensi
a) Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang di lakukan
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang di gunakan
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat

TUK VI : klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan
Intervensi :
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
b) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
c) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung

STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama Pasien :
Nama Pasien :
Ruangan :
Hari/Tanggal :
Pertemuan : 1 (SP 1) Pasien

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif :
- Klien mengatakan merasa orang lain jahat
- Klien mengatakan ingin memukul atau merusak apapun didekatnya
jika marah
- Klien mengatakan benci pada seseorang
b. Data Obyektif :
- Klien terlihat matanya merah, pandangan tajam
- Nada suara klien tinggi, keras dan berteriak
- Klien terlihat wajah tegang
- Klien terlihat mengepalkan tangan

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
- Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
- Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
pernah
- Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
dialaminya
- Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan
dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik Tarik nafas dalam.

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya
Indria Fahra Maharani, saya biasa dipanggil Fahra. Saya
mahasiswa praktik dari Poltekkes Surakarta yang dinas
diruang Kenari ini, saya dinas diruangan ini selama 3
minggu, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan ibu S saat ini? Masih ada perasaan kesal
atau marah?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan Tempat)
“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah yang ibu rasakan. Ibu ingin berbincang-bincang dimana?
Baiklah disini saja ya Berapa lama ibu mau kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 10 menit? Baiklah ibu tujuan kita
berbincang-bincang hari ini adalah untuk mengetahui
penyebab dan tanda-tanda ibu marah dan belajar latihan cara
mengontrol marah ibu”

2. Fase Kerja
“Sebelumnya saya ingin mengetahui apa yang menyebabkan ibu marah?
Apakah sebelumnya ibu selalu ingin marah marah seperti saat ini? Terus
apa yang menyebabkan ibu selalu ingin marah? Apakah sama dengan yang
sekarang? Apakah ibu merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar,
mata melotot, dan tangan mengepal dan ingin melukai diri sendiri atau
orang lain? Apa ibu mengetahui akibat dari yang ibu lakukan tersebut?
Ketika perasaan marah ibu muncul apa yang ibu lakukan? Apakah dengan
ibu marah-marah, keadaan jadi lebih baik? Menurut ibu adakah cara
lainyang lebih baik selain marah-marah? Maukah ibu belajar
mengungkapkan rasa marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
Baiklah ibu ada beberapa cara untuk mengendalikan rasa marah yaitu
dengan latihan fisik, minum obat, latihan berbicara dengan baik dan
spiritual. Nah hari ini kita belajar cara-cara mengendalikan rasa marah
dengan latihan fisik. Begini bu, kalau tanda-tanda dan perasaan marah ibu
muncul, cara yang pertama yaitu ibu duduk dengan rileks lalu tarik nafas
dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba sekarang ibu ikuti dan
lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu sudah dapat melakukannya.
Nah sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul ibu sudah terbiasa melakukannya.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dan belajar
cara mengendalikan rasa marah secara fisik?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Baiklah ibu masih ingat tidak kita tadi berbincang-bincang dan
belajar apa? Coba ibu sebutkan penyebab ibu marah dan apa
yang ibu lakukan untuk mengendalikan rasa marah ibu?
Coba contohkan kembali bagaimana cara mengontrol rasa
marah ibu? Bagus sekali ibu, ibu masih mengingatnya dan bisa
melakukannya”
c. Tindak lanjut
“Sekarang kita buat jadwal latihannya ya bu, berapa kali sehari ibu
mau latihan nafas dalam? Dan jika rasa marah ibu muncul,
ibu bisa melakukan tarik nafas dalam”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (Topik, Waktu, dan
Tempat)
“Baiklah bagaimana kalau besok kita mengobrol kembali dan latihan
cara kedua untuk mengontrol marah yaitu dengan minum obat?
Besok saya akan kembali lagi sekitar pukul 09.00 WIB,
tempatnya ibu mau dimana? Baiklah disini saja ya bu.
Waktunya ibu mau berapa lama? Bagaimana sama seperti tadi 10
menit? Kalau begitu saya permisi dulu ya bu”

SP PASIEN 2
Nama Pasien

Ruangan

Hari/Tanggal :
Pertemuan : 2 (SP 2) Pasien

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif :
- Klien mengatakan sudah bisa mengontrol marah
- Klien mengatakan sudah mengetahui penyebab perasaan marah
b. Data Obyektif :
- Klien terlihat lebih tenang
- Nada suara tinggi dank eras
- Kontak mata perawat dan klien terjalin
- Klien tampak kooperatif

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
Mampu mengontrol/mencegah perilaku kekerasan dengan minum obat

4. Tindakan Keperawatan
Mengevaluasi kegiatan latihan fisik dan mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara minum obat

B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum, selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya kan?
Coba siapa? Iya benar sekali, nama saya perawat Fahra”

b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini? Apa perasaan ibu saat marah masih
sama seperti kemarin? Bagaimana bu, sudah makan siang dan
sudah minum obat? Apakah ibu sudah melakukan cara yang
saya ajarkan kemarin untuk mengontrol marah ibu? Ibu masih
ingat cara latihan fisik yang kemarin kan?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan Tempat)
“Baiklah bu seperti janji kita kemarin hari ini kita latihan tentang cara
lain mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan minum obat. Ibu
lebih nyaman berbincang dimana? Bagaimana kalau ditempat yang
kemarin? ibu mau berapa lama kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit? coba sekarang ibu sebutkan lagi
obat apa saja yang diminum, gunanya untuk apa saja, berapa
kali diminum dalam sehari dan bagaimana cara minumnya?
Bagus sekali ibu. Sekarang kita masukkan waktu minum obat.
kedalam jadwal ya.”

2. Fase Kerja
“Apa yang ibu ketahui tentang obat yang ibu minum? apa nama dan warna obat
yang ibu minum? apa ibu tahu berapa dosis obat yang ibu minum? apa
kegunaan obat yang ibu minum? ya baik, sekarang apa ibu tahu 6 cara
minum obat? Baik bu, saya akan menjelaskan 6 cara minum obat dengan
benar. Yang pertama yaitu benar pasien ibu harus memastikan bahwa obat
yang ibu minum benar untuk ibu, yang kedua benar obat yaitu ibu harus tau
tentang jumlah dan warna obat yang ibu konsumsi serta harus mengetahui
tentang kegunaan dan efek samping obat yang ibu minum. Prinsip ketiga
yaitu benar dosis yaitu ibu harus mengetahui berapa dosis obat yang harus
ibu konsumsi. Prinsip keempat yaitu benar waktu yaitu ibu harus tau kapan
waktu ibu harus minum obat. Prinsip kelima yaitu benar cara, yaitu ibu
harus mengetahui apakah minum obat sebelum atau sesudah makan. Prinsip
keenam yaitu benar kontinuitas yaitu ibu harus tau bahwa obat yang
diminum harus rutin sesuai dosis dan waktu minumnya demi pemulihan ibu.

Baik, setelah saya jelaskan dan contohkan ibu sekarang mengulangi yang sudah
saya ajarkan, ya bagus sekali bu. Saat melakukan kegiatan ini ibu harus
lebih fokus demi kesembuhan dan pemulihan ibu. Baik kita masukan
kegiatan ini dikegiatan harian ibu ya bu.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan ibu setelah mengobrol dan belajar cara
mengontrol marah dengan cara minum obat?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Baiklah ibu masih ingat tidak kita tadi berbincang bincang dan belajar
apa? Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang diminum,
bagaimana cara minum obat yang benar? Bagus sekali, ibu
masih mengingatnya. Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan
marah yang kita pelajari?"
c. Tindak lanjut
“Sekarang kita tambahkan ke jadwal kegiatan dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya bu.”

d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (Topik, Waktu, dan


Tempat)
“Baiklah cukup sampai disini dulu kita mengobrol, besok kita ketemu
lagi besok kita akan belajar tihan cara yang ketiga untuk
mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan verbal atau berbicara
dengan mengungkapkan, menolak dan meminta dengan baik.
Besok saya akan kembali lagi sekitar jam 09:00, bagaimana kalo
besok kita berbincang bincang lagi disini? Waktunya sama seperti
yang tadi 15 menit?”

SP 3 PASIEN
Nama Pasien :
Ruangan :
Hari/Tanggal :
Pertemuan : 3 (SP 3) Pasien

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif :
- Klien mengatakan pernah ingin melukai seseorang
- Klien mengatakan jengkel dan kesal
b. Data Obyektif :
- Klien tampak tegang saat bercerita
- Klien tampak pandangan tajam
- Nada suara keras dan tinggi

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
- Klien dapat mengevaluasi latihan nafas, dan minum obat
- Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara ketiga yaitu
melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
- Klien dapat memasukkan pada kegiatan fisik, minum obat dan verbal
4. Tindakan Keperawatan
- Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat
- Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal yaitu dengan
mengungkapkan, menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik

- Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat,


dan verbal

B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang kita ketemu lagi, masih ingat nama saya bu? Coba siapa?
Iya benar sekali, nama saya perawat Fahra”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah melakukan
latihan fisik untuk mengontrol rasa marah ibu seperti yang saya
ajarkan? Ayo sudah berapa cara yang sudah diajarkan untuk
mengontrol marah ibu? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur bu? Apakah ibu masih ingat dengan macam-
macam obat bu?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan Tempat)
“Baiklah ibu seperti janji kita kemarin hari ini belajar cara ke tiga
mengontrol rasa marah ibu yaitu dengan latihan cara bicara yang
baik untuk mencegah marah. Dimana enaknya kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau ditempat yang kemarin kita
mengobrol? Ibu mau berapa lama kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit? Tujuan kita latihan cara bicara yang
baik untuk mencegah marah ibu adalah mengungkapkan rasa
marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik.”
2. Fase Kerja
“Sebelum kita belajar cara latihan bicara yang baik saya ngin bertanya
apakah ibu masih ingat ada berapa cara yang sudah diajarkan untuk
mengontrol rasa marah ibu? Coba sebutkan apa saja? Bagus sekali ibu,
ternyata ibu masih mengingatnya dan melakukannya, kemudian apa ibu
masih ingat dengan cara cara minum obat dan jenis-jenis obat untuk
megurangi rasa marah ibu? Sebutkan apasaja obat yang diminum? Iya hebat
sekali, ibu masih mengingatnya. Selain dari cara yang ibu telah sebutkan
tadi, apa ibu mengetahui cara lain untuk mengontrol rasa marah ibu? Baik,
Sekarang kita latihan cara bicara baik untuk mencegah marah ya bu? Kalau
marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam, dan sudah lega, maka
kita perlu bicara baik dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga
caranya : 1.Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara yang rendah
dengan kata tolong serta tidak menggunakan kata-kata yang kasar.
Contohnya seperti "Tolong ambilkan barang itu". Coba ibu praktekkan?
Bagus sekali ibu. 2. Menolak dengan baik jika ada yang menyuruh dan ibu
tidak ingin melakukannya bisa dengan kata maaf, contohnya "maaf saya
tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan". Coba ibu praktekkan
? Bagus ibu. 3. Mengungkapkan perasaan kesal ibu dengan baik, jika ada
perlakuan teman atau keluarga yang membuat ibu kesal contohnya ibu dapat
mengatakan "Saya jadi ingin marah karena perkataan mu itu". Coba
praktekkan. Bagus sekali ibu. Kita masukan ke jadwal latihan verbal ya bu?
bagus sekali ibu sudah bisa mempraktekannya, saat melakukan kegiatan
yang telah saya ajarkan ibu harus lebih fokus demi pemulihan dan
kesembuhan ibu, kegiatan ini bisa ibu lakukan saat ibu merasa marah atau
kesal dengan orang lain ya bu.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan ibu setelah mengobrol dan belajar cara
mengontrol marah dengan latihan verbal berbicara yang baik?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Baiklah ibu masih ingat tidak cara bicara yang baik nah coba
ibu sebutkan 3 cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.
Bagus sekali ibu.”
c. Tindak lanjut
“Berapa kali sehari ibu mau latihan bicara yang baik? Bisa kita buat
jadwalnya? Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari.
Misalnya meminta obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya bu”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (Topik, Waktu, dan
Tempat)
“Baiklah cukup dulu kita mengobrol, bagaimana kalau besok kita
latihan cara mengatasi rasa marah ibu yang ke empat yaitu
dengan ibadah. Besok saya akan kembali lagi sekitar jam 10:00,
mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai bertemu besok ya bu,
kalau begitu saya permisi dulu ya bu.”

SP 4 PASIEN

Nama Pasien :
Ruangan :
Hari/Tanggal :
Pertemuan : 4 (SP 4) Pasien

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif :
- Klien mengatakan sudah melakukan cara nafas dalam
- Klien mengatakan sudah bisa mengontrol emosi
- Klien mengatakan lebih tenang dan lega
b. Data Obyektif :
- Klien tampak tenang memperagakan cara mengontrol amarahnya
dengan cara nafas dalam
- Klien tampak tenang dan lebih tenang
- Nada suara keras tetapi tidak tinggi
- Klien kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
- Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan verbal
- Klien dapat mengontrol marah dengan latihan berdoa/sholat
- Klien dapat memasukkan jadwal kegiatan berdoa/sholat

4. Tindakan Keperawatan
- Evaluasi kegiatan latihan fisik, obat dan verbal
- Latihan cara mengontrol marah dengan spiritual yaitu berdoa dan sholat
- Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal,
dan spiritual

B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang kita ketemu lagi, masih ingat nama saya bu? Coba siapa?
Iya benar sekali, nama saya perawat Fahra”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana bu, latihan apa saja yang sudah dilakukan? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya masih sama seperti kemarin atau tidak?
Ya bagus bu. Coba masih ingat tidak berbicara yang baik untuk
mengontrol marah ibu?”

C. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, sesuai dengan janji saya kemarin
sekarang kita ketemu lagi, masih ingat nama saya bu? Coba siapa?
Iya benar sekali, nama saya perawat Fahra”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana bu, latihan apa saja yang sudah dilakukan? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya masih sama seperti kemarin atau tidak?
Ya bagus bu. Coba masih ingat tidak berbicara yang baik untuk
mengontrol marah ibu?”

2. Fase Kerja
“Baik saya ingin bertanya kepada ibu, selain dengan cara tarik nafas dalam,
minum obat dengan cara benar, dan latihan cara berbicara yang baik, adakah
cara lain yang ibu ketahui untuk mengontrol rasa marah ibu? Ya baik bu,
hari ini kita akan belajar cara mengontrol rasa marah dengan cara spiritual
atau beribadah, Sebelum kita belajar cara mengontrol marah dengan
beribadah, nah saya mau tanya apa ibu masih ingat ada berapa cara yang
sudah diajarkan untuk mengontrol rasa marah ibu coba sebutkan apa saja?
Bagus sekali ibu, ternyata ibu masih mengingatnya dan melakukannya, dan
apa ibu masih ingat kemarin kita latihan apa? Coba ibu sebutkan? Iya bagus
sekali, bu masih mengingatnya.”
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan. Nah, baiklah
sekarang ibu bisa megontrol rasa marah ibu dengan beribadah yaitu wudhu
dan dzikir, saat ibu sedang marah coba langsung duduk dan langsung tarik
nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat lalu berdzikir. Ibu bisa
melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.Coba ibu
sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan
caranya? Bagus sekali bu. Kemudian ibu bisa mengontrol marah dengan
cara. berdoa ibu tau gimna caranya? Iya bagus sekali bu. nah cara ini bisa
mengurangi marah ibu dan membuat ibu lebih tenang. Baiklah kita masukan
ke jadwal kegiatan beribadahya bu.”

a. Evaluasi perasaan pasien setelah berbincang-bincang


“Bagaimana perasaan ibu setelah mengobrol dan belajar cara
mengontrol marah dengan cara yang keempat ini yaitu dengan
beribadah?”
b. Evaluasi kemampuan pasien
“Baiklah coba ibu sebutkan lagi dan ulangi cara ibadah yang ibu
lakukan bila sedang marah, bagus sekali bu. Jadi sudah berapa
cara mengontrol marah yang kita pelajari? Wah hebat sekali ibu.”
c. Tindak lanjut
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau
berapa kali ibu sholat dan berdoa. Setelah ini coba ibu lakukan
sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi ya bu.”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang
“Ibu nanti kita jadwalkan kembali untuk waktunya bersama tim
kesehatan lainya untuk ibu konsultasi dan tempatnya nanti bisa
disini saja serta bisa direncanakan kembali perihal masalah ibu.
Bagus sekali ibu hari ini kerjasamanya.”
STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA RESIKO
PERILAKU KEKERASAN
Nama Pasien :
Ruangan :
Hari/Tanggal :
Pertemuan : 1 (SP 1) Keluarga

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif :
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruh
melukai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
b. Data Obyektif :
- Klien tampak tenang dan kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien
perilaku kekerasan dirumah

4. Tindakan Keperawatan
- Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
- Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat perilaku tersebut)

B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum pak, perkenalkan saya Indria Fahra Maharani, saya
biasa dipanggil Fahra. Saya mahasiswa praktik dari Poltekkes
Surakarta yang dinas diruang Kenari ini, saya yang akan
merawat istri bapak. Nama bapak siapa? Senangnya dipanggil
apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang
bapak hadapi?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan Tempat)
“Berapa lama bapak kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30
menit? Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak? Bagaimana
kalau dikantor perawat?”

2. Fase Kerja
“Pak, apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat ibu? Apa yang bapak
lakukan? Baik pak, saya akan coba jelaskan tentang marah ibu dan hal hal
yang perlu diperhatikan. Pak, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi
bila tidak disalurkan dengan benar akan membahayakan dirinya sendiri,
orang lain dan lingkungan. Yang menyebabkan istri bapak marah dan
ngamuk adalah kalau dia yang merasa direndahkan, keinginan tidak
terpenuhi. Kalau bapak apa penyebabnya pak? Kalau nanti wajah istri bapak
tampak tenang dan marah, lalu keliatan gelisah, itu artinya istri bapak
sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiasakannya dengan
membanting-banting benda disekitar atau memukul bahkan bicara kasar.
Lalu apa perubahan terjadi? Kemudian apa yang biasa dia lakukan? Bila hal
tersebut terjadi sebaiknya bapak tetap tenang, bicara lembut tapi tegas,
jangan lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar ibu
seperti pisau. Jauhkan juga anak-anak kecil dari ibu. Bila ibu masih marah
dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah sebelumnya diikat
dulu (ajarkan pada keluarga). Jangan lupa meminta bantuan orang lain saat
mengikat ibu ya pak, lakukan dengan tidak menyakiti ibu dan jelakan alasan
mengikat yaitu agar ibu tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Nah pak, bapak sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada ibu
bila tanda-tanda kemarahan itu muncul. Bapak bisa bantu ibu dengan cara
mengingatkan jadwal latihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu
secara fisik, verbal, spiritual dan obat teratur. Kalau ibu bisa melakukan
latihannya dengan baik jangan lupa dipuji ya pak”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang
merawat ibu?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba bapak sebutkan cara merawat ibu?”
c. Tindak lanjut
“Setelah ini coba bapak ingatkan jadwal yang telah dibuat untuk ibu ya
pak”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan dating (Topik, Waktu, dan
Tempat)
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang
telah kita bicarakan tadi langsung dengan ibu? Tempatnya disini
saja lagi ya pak?”

SP 2 KELUARGA
Nama Pasien :
Ruangan :
Hari/Tanggal :
Pertemuan : 2 (SP 2) Keluarga

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan dirinya dapat mengenal penyebab marah
b. Data Obyektif
- Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan

3. Tujuan
- Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat klien perilaku
kekerasan
- Keluarga mampu melakukan cara merawat langsung klien perilaku
kekerasan

4. Tindakan Keperawatan
- Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan perilaku
kekerasan
- Melatih keluraga melakukan cara merawat langsung kepada klien
perilaku kekerasan

B. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik dan Memperkenalkan diri
“Assalamu’alaikum pak, masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana pa? masih ingat diskusi kita yang lalu? Ada yang
mau bapak tanyakan?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, dan Tempat)
“Sesuai dengan janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita ketemu lagi
untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah ibu. Berapa lama
bapak kita mau latihan? Bagaimana kalau 30 menit? Dimana kita
akan latihan, Pak? Bagaimana kalau kita latihan disini saja?
Sebentar saya panggilkan ibu supaya bisa berlatih bersama”

2. Fase Kerja
"Nah ibu. coba ceritakan kepada Bapak latihan yang sudah Ibu
lakukan. Bagus sekali. Coba perlihatkan kepada Bapak jadwal
harian Ibu! Bagus! Nanti di rumah Bapak bisa membantu ibu latihan
mengontrol kemarahan Ibu. Sekarang kita akan coba latihan bersama-
sama ya bu? Masih ingat bu, Pak. Kalau tanda-tanda marah sudah ibu
rasakan maka yang harus dilakukan ibu adalah? Ya, betul. Ibu
berdiri, lalu tarik napas dari hidung. tahan sebentar lalu
keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus, tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba bapak temani dan bantu ibu
menghitung latihan ini sampai 5 kali. Bagus sekali, ibu dan bapak
sudah bisa melakukannya dengan baik. Cara yang kedua adalah
minum obat teratur ya ibu, bapak agar pikiran ibu jadi tenang,
tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah. Ibu coba jelaskan
berapa macam obatnya? Bagus, jam berapa minum obat? Bagus.
Apa guna obat tersebut? Bagus. Apakah boleh mengurangi atau
menghentikan obat? Wah bagus sekali. Dua hari yang lalu sudah saya
jelaskan terapi pengobatan yang ibu dapatkan, bapak tolong selama
di rumah ingatkan ibu untuk meminumnya secara teratur dan jangan
dihentikan tanpa sepengetahuan dokter. Cara yang terakhir adalah
bicara yang baik dan sholat. Ada caranya bu, coba praktekkan
langsung kepada bapak. Bagus sekali. Ibu coba langsung duduk dan
tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Ibu bisa
melakukan sholat secara teratur dengan didampingi bapak untuk
meredakan kemarahan.”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Baiklah pak, latihan kita sudah selesai. Bagaimana perasaan bapak
setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada
ibu?”
b. Evaluasi Obyektif
“Bisa bapak sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?”
c. Tindak lanjut
“Selanjutnya tolong pantau dan motivasi Ibu melaksanakan jadwal
latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa
berikan pujian untuk Ibu bila dapat melakukan dengan benar ya,
Pak”
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang (Topik, Waktu, dan
Tempat)
“Karena Ibu sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari
lagi Bapak bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas
Ibu selama di rumah sakit. Berapa lama bapak ingin berbincang-
bincang? Oh, 15 menit. Baiklah. Lalu dimana kita akan
berbincang-bincang? Oh, sama disini. Baiklah, Pak”

-
II
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. Masalah Utama
Ganggguan Persepsi sensori: Halusinai

B. Proses terjadinya masalah


1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan rangsangan
internal pikiran dan rangsangan eksternal (Trimelia, 2011).

2. Etiologi
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti (Biologis,Psikologis dan
sosial)
a. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan
seperti
1) Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal dan citim
limbik .Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar,daya
ingat dan berbicara
2) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal,perinatal neonatus
dan anak- anak

b. Psikologis Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon


psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi ganguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan
dapat dirasakan dari keluarga,pengasuh atau teman yang bersikap
dingin,cemas,tidak peduli atau bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan
dapat bisa berupa konflik dalam rumah tangga merupakan lingkungan resiko
gangguan orientasi realitas.

c. Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan


orientasi realitas seperti kemiskinan,konflik sosial,budaya,kehidupan yang terisolir
disertai stres yang menumpuk. .(Yudi hartono;2012;108)

3. Proses Terjadinya Halusinasi


Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi
Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban,
pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang
dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat
penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi
seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.
b. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori
halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan
dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta
konflik antar masyarakat.
4. Jenis – jenis Halusinasi
Beberapa jenis halusinasi ini sering kali menjadi gejala penyakit tertentu,seperti
skizofrenia.Namun terkadang juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan
narkoba ,demam,depresi atau demensia,berikut ini jenis jenis halusianasi yang mungkin saja
mengintai pikiran manusia:
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara ketika tidak ada stimulus pendengaran adalah jenis yang paling
umum dari halusinasi audio pada penderita gangguan mental.Suara dapat didengar
baik di dalam kepala maupun di luar kepala seseorang dan umumnya dianggap lebih
parah ketika hal tersebut datang dari luar kepala,suara bisa datang berupa suara
wanita maupun suara pria yang akrab atau tidak akrab.Pada penderita skizofrenia
gejala umum adalah mendengarkan suara suara dua orang atau lebihyang berbicara
pada satu sama lain,ia mendengar suara berupa kritikan atau komentar tentang
dirinya ,prilaku atau pikirannya.
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster. Misalnya,seseorang merasa ada orang berdiri di
belakangnya
c. Halusinasi Penghidu/Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang
atau demensia.
d. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. Misalnya seorang individu
mungkin mengeluh telah mengecap rasa logam secara terus menerus.Jenis halusinasi
ini sering terlihat di beberapa gangguan medis seperti epilepsi dibandingkan pada
gangguan mental
e. Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f. Halusinasi Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
g. Halusinasi Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan,
atau pembentukan urin.

5. Rentang Respon
Stuart and Laraia menjelaskan rentang respon neurobiologis pada pasien
dengan gangguan senssori persepsi halusinasi sebagai berikut:

6. Tahapan Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut :
a. Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang. Pada
tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik : adanya perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul perasaan takut.
Pada tahap ini pasien mencoba menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas.
Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan
dan bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang Teramati:
1) Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Respon verbal yang lambat
4) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.

b. Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat


dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik : pengalaman sensori yang dialmi pasien bersifat menjijikkan dan
menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan kendali,
pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, pasien
merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain
(nonpsikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Peningkatan kerja susunan sarapotonom yang menunjukkan timbulnya ansietas
seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan.
2) Kemampuan kosentrasi menyempit.
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.

c. Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien
berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.
Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman
tersebut berakhir ( Psikotik )
Perilaku yang teramati:
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolak.
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas berat
seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.

d. Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang - teror seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
3) Amuk, agitasi dan menarik diri.
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

7. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif: Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

C. 1. Pohon Masalah
2. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
Data yang perlu di kaji
c. Resiko tinggi perilaku kekerasan
Data Subyektif
1) Klien Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang
mengancam
2) Klien mengatakan perasaan takut, cemas dan khawati
Data Obyektif
1) Wajah tegang, merah
2) Mondar-mandir
3) Mata melotot rahang mengatup
4) Tangan mengepal
5) Keluar keringat banyak
6) Mata merah
d. Perubahan persepsi sensori:Halusinasi
Data Subyektif
1) Klien mengatakan mendengar sesuatu
2) Klien mengatakan melihat bayangan putih
3) Klien mengatakan dirinya seperti Disengat listrik
4) Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses
5) Klien mengatakan kepalanya melayang di udara
6) Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berbeda
pada dirinya.
Data Obyektif
1) Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri saat dikaji
2) Bersikap seperti Mendengarkan sesuatu
3) Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4) Disorientasi
5) Konsentrasi rendah
6) Pikiran cepat berubah-rubah
7) Kekacauan alur pikiran

D. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

E. Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga

SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien merawat pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 2. Menjelaskan pengertian,
pasien tanda dan gejala halusinasi,
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi dan jenis halusinasi yang
pasien dialami pasien beserta proses
5. Mengidentifikasi situasi yang terjadinya
menimbulkan halusinasi 3. Menjelaskan cara-cara
6. Mengidentifikasi respons pasien merawat pasien halusinasi
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian

SP II p
SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
1. Melatih keluarga
pasien
mempraktekkan cara
2. Memberikan pendidikan kesehatan
merawat pasien dengan
tentang penggunaan obat secara Halusinasi
teratur 2. Melatih keluarga melakukan
3. Menganjurkan pasien memasukkan cara merawat langsung
dalam jadwal kegiatan harian kepada pasien Halusinasi

SP III p
SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga
pasien membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien mengendalikan rumah termasuk minum obat
halusinasi dengan cara bercakap-cakap (discharge planning)
dengan orang lain 2. Menjelaskan follow up
3. Menganjurkan pasien memasukkan pasien setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian

SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien
di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI


STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan,
mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar
suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
DO: Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa
sebab, mendekatkan telinga ke arah tertentu, dan menutup telinga.
2. Diagnosa keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
a. Pasien dapat mengenali halusinasi
b. Pasien mampu mengontrol Halusinasi
c. Pasien dapat mempraktekan cara menghalau halusinasi dengan
menghardik
4. Tindakan
a. Bantu pasien mengenal halusinasi :
1) Isi halusinasi pasien
2) Jenis halusinasi pasien
3) Waktu terjadinya halusinasi pada pasien
4) Frekuensi terjadinya halusinasi
5) Situasi/penyebab yang menimbulkan halusinasi pada pasien
6) Perasaan/respon pasien saat terjadi halusinasi
b. Sebutkan cara mengontrol halusinasi (menghardik, berbincang-
bincang, melakukan aktifitas dan minum obat)

c. Latih pasien menghardik halusinasi, dengan tahapan :

- Jelaskan cara menghardik halusinasi


- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau pasien mempraktekkan dan memberi penguatan
- Anjurkan memasukkan cara menghardik dalam jadwal kegiatan pasien
B. Strategi Pelaksanaan Orientasi :
”Selamat pagi Ibu, Saya Faridatun Nida Mahasiswi keperawatan dari
Poltekkes Kemenkes Surakarta yang akan merawat ibu.Ibu bisa memanggil
saya Farida. Nama Ibu siapa? Ibu Senang dipanggil siapa?” ”Bagaimana
perasaan Ibu hari ini? Apa keluhan Ibu saat ini” ”Baiklah, bagaimana kalau
kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini Ibu dengar tetapi tak
tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana kalau 10
menit”

Tahap Kerja
”Tadi ibu bilang pada saya, masih sering mendengar suara-suara yang tidak
nampak wujudnya ? hal itu biasanya disebut halusinasi pendengaran, jadi
halusinasi pendengaran itu sebenarnya adalah suara-suara yang sering
didengar tapi tidak nampak siapa yang berbicara dan hanya ibu yang bisa
mendengarnya. orang lain tidak. ”Kalau ibu mendengar suara-suara itu, apa
yang dikatakannya ?” ”Apakah suara-suara itu terus menerus ibu dengar ?
atau sewaktuwaktu ? Berapa kali dalam sehari ? ”. Saat kapan suara-suara
yang biasa ibu dengar itu muncul ? Apakah waktu sendiri ? .....”Apa yang ibu
rasakan saat suara-suara itu datang ? apa yang ibu lakukan saat mendengar
suara itu ? Apakah suara-suara itu bisa hilang? Bagaimana kalau kita belajar
cara untuk mencegah suara itu muncul ?
”ibu...ada empat cara untuk mencegah atau hal yang perlu dilakukan bila
suara-suara itu muncul, pertama dengan menghardik suara itu, kedua dengan
cara minum obat secara teratur, ketiga bercakap – cakap dengan orang lain
dan yang keempat melakukan kegiatan yang sudah terjadwal”.
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu yaitu dengan menghardik ?
Caranya adalah seperti ini .....saat suara-suara itu muncul, langsung ibu
bilang ” pergi...saya tidak mau dengar....saya tidak mau dengar. Kamu suara
palsu....Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi....Coba ibu
peragakan!...Nah...begitu...bagus ! coba lagi! Ya bagus ibu sudah bisa.....”
”Bagaimana kalau cara tadi kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya, bagaimana kalo laithannya 3 kali dalam sehari?”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah memperagakan latihan tadi ? ibu bisa
mengulang kembali?....Bagus....”Jadi..kalau suara-suara itu muncul lagi,
silakan coba cara yang telah kita pelajari tadi.....”Bagaimana kalau kita
bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara
kedua? Yaitu cara minum obat yang baik serta kegunaan obat yang sering
diminum......Jam berapa ibu ? bagaimana kalau besok jam 10.00 pagi ?
dimana…..?baiklah..... ”Assalamu’alaikum.....sampai jumpa”

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan obat itu pahit namun tetap meminumnya DO:
Klien meminum obat sesuai jam nya
2. Diagnosa keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Pasien dapat minum obat dengan benar
4. Tindakan
a. Evaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, (Sp 1)
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur :
1) Jelaskan pentingnya minum obat
2) Jelaskan akibat bila minum obat tidak sesuai program
3) Jelaskan akibat bila putus obat
4) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
5) Jelaskan program pengobatan dengan prinsip 5 B
6) Latih pasien minum obat
c. Anjurkan pasien memasukkan jadwal minum obat dalam jadwal
kegiatan harian

B. Strategi pelaksanaan
Orientasi :
”Assalamu’alaikum ibu......”
”Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Berkurangkah suara-suaranya ? apakah
cara pertama yang saya ajarkan kemarin yaitu menghardik halusinasi yang
masih sering timbul.... sudah ibu coba lakukan sendiri? Bagus
sekali .....! ”Sesuai janji kita hari ini kita akan mendiskusikan obat-obatan
yang biasa ibu minum. Apakah pagi ini ibu sudah minum obat ? ...bagus
sekali .....Hari ini kita akan diskusi selama 15 menit. Disini aja ya?...

Kerja:
”Berapa macam obat yang di minum ? (perawat menyiapkan obat pasien) ini
yang warnanya orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7
malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP) 3
kali sehari jamnya sama, gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan
yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jamnya sama gunanya untuk pikiran biar
tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter..sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh
dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis ibu bisa
minta kedokter untuk mendapatkan obat lagi. ibu juga harus teliti saat
menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya ibu harus
memastikan bahwa obat itu benar-benar punya ibu. Jangan keliru dengan obat
milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat yang diminum pada
waktunya dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya. ibu juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan
harus cukup minum 10 gelas perhari.”
”Coba masukkan lagi latihan kita hari ini kedalam jadwal harian ibu, sesuai
dengan jadwal minum obat.....Kita jadwalkan ibu minum obat setiap pukul 7
pagi, 1 siang dan 7 malam... Ya...bagus...”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang obat”Jangan
lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau keluarga kalau dirumah
ya...”Besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara ketiga
yaitu Bercakap-cakap dengan orang lain? mau jam berapa? Bagaimana kalau
jam 10.00? Mau dimana?
disini lagi?........baiklah....Assalamu’alaikum....sampai jumpa..”

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN 3

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya bercakap- cakap,
dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
DO: Klien terlihat marah – marah tanpa sebab
2. Diagnosa keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Pasien mampu bercakap - cakap dengan orang lain
4. Tindakan
a. Evaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan cara minum obat
yang baik (Sp 1 dan 2)
b. Latih pasien bila halusinasi timbul, pasiendapat berbicara/bercakap-
cakap dengan orang lain
B. Strategi pelaksanaan
Orientasi:
”Assalamu’alaikum ibu......” Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah telah kita
latih dua hari ini? bagaimana hasilnya ?... Bagus .....! ”Sesuai janji kita tadi
saya akan latih cara ketiga untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 15 menit. Mau dimana?
Disini saja ?”

Kerja:
”Nah...sekarang kita coba cara ketiga untuk mencegah atau mengontrol
halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi
kalau ibu mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk ngobrol. Contohnya begini : ...tolong, saya mulai

Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang obat”Jangan
lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau keluarga kalau dirumah
ya...”Besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara ketiga
yaitu Bercakap-cakap dengan orang lain? mau jam berapa? Bagaimana kalau
jam 10.00? Mau dimana?
disini lagi?........baiklah....Assalamu’alaikum....sampai jumpa..”

STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN 4

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya bercakap- cakap,
dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
DO: Klien terlihat marah – marah tanpa sebab
2. Diagnosa keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Pasien mampu bercakap - cakap dengan orang lain
4. Tindakan
a. Evaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan cara minum obat
yang baik (Sp 1 dan 2)
b. Latih pasien bila halusinasi timbul, pasiendapat berbicara/bercakap-
cakap dengan orang lain
B. Strategi pelaksanaan
Orientasi:
”Assalamu’alaikum ibu......” Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah telah kita
latih dua hari ini? bagaimana hasilnya ?... Bagus .....! ”Sesuai janji kita tadi
saya akan latih cara ketiga untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 15 menit. Mau dimana?
Disini saja ?”

Kerja:
”Nah...sekarang kita coba cara ketiga untuk mencegah atau mengontrol
halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi
kalau ibu mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak
ngobrol. Minta teman untuk ngobrol. Contohnya begini : ...tolong, saya mulai
dengar suara-suara. Ayo ngobrol sama saya ! atau kalau ada orang dirumah
misalnya saudara... katakan : ayo ngobrol dengan saya, saya sedang dengar
suara-suara...begitu caranya.....Coba ibu lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya
begitu...bagus sekali....Coba sekali lagi! Bagus...Bagus ....! Nah...latih terus
ya...”
”Bagaimana kalau cara tadi kita buat jadwal latihannya seperti latihan
menghardik, supaya ibu menjadi terbiasa melakukannya.... Mau jam berapa
saja latihannya ? Ya... kita masukkan jam 10 pagi ya...”.

Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini ? Jadi sudah ada berapa cara yang
sudah dipelajari untuk mencegah suara-suara itu ? Bagus .........” ”Cobalah
terus kedua cara yang telah saya latih setiap hari dan jangan lupa melakukan
secara rutin jadwal kegiatan yang telah dijadwalkan dari pagi sampai malam
ya....”
”Besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara keempat
yaitu melakukan aktifitas terjadwal ? mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00? Mau dimana?disini lagi?........baiklah.... ”Assalamu’alaikum.....sampai
jumpa”
STRATEGI PELAKSANAAN PASIEN 5

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS: Klien mengatakan malas mengikuti kegiatan di rumah sakit DO:
Klien terlihat bosan, dan berbicara sendiri
2. Diagnosa keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan
Pasien mampu melakukan kegiatan yang sudah terjadwal
4. Tindakan
a. Evaluasi kegiatan pasien yang lalu tentang kemampuan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,Mengatur jadwal
minum obat, dan berbincang-bincang dengan orang lain sesuai jadwal
(Sp 1,2 dan 3)
b. Latih pasien melakukan kegiatan hari agar halusinasi tidak muncul,
dengan tahapan :
1) Jelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi
halusiansi
2) Diskusikan aktifitas yang biasa dilakukan pasien
3) Susun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas mulai dari
bangun tidur sampai tidur malam
c. Anjurkan pasien agar melakukan aktifitas sehari-hari sesuai dengan
jadwal
B. Strategi pelaksanaan
Orientasi:
”Assalamu’alaikum ibu.....selamat pagi....” ”Bagaimana perasaan ibu hari ini
? ”Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Bagus .....!” Sesuai janji kita hari ini
akan belajar cara yang keempat untuk mencegah atau mengatasi suara-suara
yang masih sering ibu dengar yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau
dimana kita bercakap-cakap ? O...ya,...baiklah.....berapa lama kita bicara ?
bagaimana kalau 10 menit ?....”

Kerja:
”Apa saja yang biasanya yang ibu lakukan setiap hari ? pagi-pagi, apa saja
kegiatan ibu ? terus jam berikutnya ? (urutkan kegiatan yang biasa dilakukan
pasien sampai malam)....Wah banyak sekali kegiatan ya ?...... ”Nah..kita tadi
telah menyusun jadwal aktiftas sehari-hari ibu.....Coba setiap hari ibu
melakukan kegiatan sesuai jadwal ya

Terminasi:
”Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini ? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak/ibu pelajari untuk mencegah suara-suara itu ? Bagus .........”Cobalah
terus ke empat cara yang telah saya latih setiap hari dan jangan lupa
melakukan secara rutin jadwal kegiatan yang telah dijadwalkan dari pagi
sampai malam ya....”
”Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau jam berapa ? Bagaimana Kalau jam 10? bapak/ibu
mau dimana ?......baiklah.... ”Assalamu’alaikum....sampai jumpa..”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA 1


A. Proses Keperawatan
1. Tujuan
a. Keluarga memahami tentang kondisi pasien
b. Keluarga mengetahui cara merawat pasien halusinasi
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan kepada keluarga :
1) Pengertian halusinasi
2) Tanda dan gejala halusinasi
3) Jenis halusinasi yang dialami pasien
c. Jelaskan/Bermain peran cara-cara merawat pasien halusinasi
(menghardik, berkomunikasi, beraktifitas dan minum obat)
B. Strategi Pelaksanaan
Orientasi:
”Assalamu’alaikum bapak......”saya Faridatun Nida perawat yang merawat istri
bapak di rumah sakit......” Bagaimana perasaan Bapak hari ini ? apa pedapat
Bapak tentang istri Bapak? Bagaimana keadaan istri bapak biasanya kalau
selama dirumah? ”Sesuai janji kita via telepon, hari ini kita akan
berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan bantuan apa yang
Bapak bisa berikan ?...Kita mau diskusi dimana ? Bagaimana kalau diruang
wawancara ? berapa lama waktu Bapak? Bagaimana kalau 30 menit ?....”
Tahap Kerja:
”Apa yang Bapak rasakan menjadi masalah dalam merawat istri bapak. Apa
yang Bapak lakukan?....” ”Ya...gejala yang dialami oleh istri bapak itu
dinamakan halusinasi yaitu mendengar sesuatu yang sebetulnya tidak ada,
tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri atau marah-marah tanpa sebab,
jadi kalau istri Bapak mengatakan mendengar suara-suara yang sebenarnya
suara itu tidak ada.......Biasanya suara-suara itu bisa muncul bila istri
bapak dibiarkan sendiri......” ”Nah..untuk itu kita diharapkan dapat
membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu
istri bapak agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut antara
lain : Pertama, dihadapan istri Bapak jangan membantah atau
menyokongnya. Katakan saja Bapak percaya bahwa istri bapak memang
mendengar suara tetapi bapak sendiri tidak mendengar....... Kedua, jangan
biarkan istri bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasinya
akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya.
Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, shalat bersama-sama.
Tentang kegiatan, saya telah melatih istri bapak untuk membuat jadwal
kegiatan sehari-hari. Tolong Bapak pantau pelaksanaannya ya dan berikan
pujian jika dia lakukan......... Ketiga, bantu istri bapak minum obat secara
teratur. Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini,
saya juga sudah melatih istri bapak untuk minum obat secara teratur. Jadi
Bapak dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange
namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan.
Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang
putih namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan
CPZ tadi. Yang biru namanya HP gunanya menerangkan cara berpikir, jam
minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu diminum untuk mencegah
kekambuhan, terakhir bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus
halusinasi istri bapak dengan cara menepuk punggungnya kemudian
suruhlah menghardik suara tersebut, istri bapak sudah saya ajarkan cara
menghardik halusinasi.....” Sekarang, mari kita kita latihan memutus
halusinasi istri bapak. Sambil menepuk punggungnya, katakan : sedang apa
? ingatkan apa yang diajarkan perawat bila suara itu datang ? Ya...usir suara
itu dengan menutup telinga dan katakan saya tidak mau dengar...dan
ucapkan berulang-ulang......sekarang coba Bapak praktekkan cara yang saya
ajarkan.....Bagus Bapak....”
Terminasi:
Bagaimana perasaan Bapak setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi anak bapak? Sekarang coba bapak sebutkan kembali tiga cara
merawat anak bapak? Bagus sekali Pak.......”” ”Sebaiknya cara yang
diajarkan tadi...kalau istri bapak ibu sudah ada dirumah, bisa dilakukan ya
Pak.......” ”Bagaimana kalau 2 hari lagi kita bertemu dirumah sakit untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan istri bapak
Jam berapa Bapak bisa datang ? Baik.....saya tunggu diruangan ya
pak…..”Assalamu’alaikum pak…..”

STRATEGI PELAKSANAAN KELUARGA 2

A. Proses Keperawatan
1. Tujuan
Keluarga mampu merawat pasien secara langsung
2. Tindakan
a. Evaluasi kemampuan sp 1
b. Latih keluarga merawat langsung pasien Halusinasi
B. Strategi Pelaksanaan
Orientasi:
”Assalamu’alaikum Bapak......” ”Bagaimana perasaan Bapak pagi ini? apakah
Bapak masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi istri bapak jika
sedang halusinasi ? bagus...! ” ”Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20
menit kita akan mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung
dihadapan istri bapak.....mari kita diruang makan saja ya pak....kebetulan istri
bapak ada disana.....”
Tahap Kerja:
”Assalamu’alaikum ibu, suami ibu sangat ingin membantu mengendalikan
suara- suara yang masih sering didengar. Untuk pagi ini Bapak datang
untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang sering
didengar......nanti kalau sedang mendengar suara-suara atau senyum-senyum
sendiri, Bapak akan mengingatkan seperti ini......”(perawat memperagakan
cara mengatasi halusinasi pada pasien seperti yang dilakukan bersama
keluarga sewaktu dirumah) ”Sekarang coba Bapak peragakan cara memutus
halusinasi yang sedang dialami istri bapak seperti yang sudah kita pelajari
sebelumnya. Tepuk punggungnya lalu minta dia untuk mengusir suara
dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut (perawat
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga kepada pasien)..... Bagus
sekali....Bagaimana ibu....., senang dibantu Bapak ? Nah..Bapak ingin melihat
jadwal kegiatan harian ibu....selama disini...coba diliatkan pada bapakpasien
memperlihatkan dan dorong suami pasien untuk memberi pujian)..Baiklah
sekarang saya dan suami ibu keruang perawat dulu ya....” (perawat dan
keluarga mengadakan terminasi)
Terminasi:
”Bagaimana perasaan Bapak setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan istri bapak tadi? Bapak telah mempraktekkannya
dengan baik.... ”Diingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak....Bapak dapat
melakukan cara itu bila anak bapak masih mengalami halusinasi...”
”Bagaimana kalau kita bertemu dirumah sakit lagi 2 hari yang akan datang
? untuk membicarakan tentang jadwal kegiatan harian istri bapak untuk
persiapan dirumah. Jam 10 Bapak bisa ? tempatnya diruangan ini
ya....saya tunggu kedatangan Bapak”…… “Assalamu’alaikum pak…”
III
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM
A. Definisi Waham 
Waham adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan  dengan
realitas , keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkta intelektual dan  latar
belakang budaya serta tidak dapat diubah dengan alasan yang logis .selain itu  keyakinan
tersebut diucapkan berulang kali. Kusumawati.2010(dalam sari .2021). Waham  adalah
kepercayaan yang jelas salah dan mengindikasikan suatu keabnormalan pada isi  pikiran
individu. Chandra kiran and suprakash chaudrhury, 2009(dalam Fitri. 2019).  Waham yang
tidak ditindak lanjuti mungkin bisa jadi berbahaya dalam berbagai macam  hal , waham
tidak hanya menyebabkan stress psikologis dan kecemasan tetapi juga  konsekuensi
berbahaya dalam kehidupan diri nya dan orang disekitar mereka. Paolini,dkk.  2016( dalam
Fitri .2019). 
Gangguan waham adalah suatu keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai 
dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan , 
biarpun dibuktikan kemustahilan hal tersebut. Waham sering ditemui pada pasien  gangguan
jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering di temukan pada  skizofrenia.
Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham yang tidak sistemati.  Roni(2015).
Waham adalah salah satu gangguan isi pikir, yang berdampak pada  terganggunya
keyakinan dan bentuk pendirian pasien. Sehingga gangguan pikir waham  hanya dapat
dimengerti atau dievaluasi oleh orang orang terdekat pasien. Rosinta(2018). 

B. Faktor yang Mempengaruhi Waham 


1. Faktor Predisposisi 
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
a. Faktor perkembangan 
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal 
ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, 
klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi  tidak
efektif. 
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya 
waham. 
c. Faktor psikologis 
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat  menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. d. Faktor biologis 
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak,  atau
perubahan pada sel kortikal dan limbic. 
e. Faktor genetic. (dalam Sari, 2021) 
2. Faktor Presipitasi 
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham, yaitu :
a. Faktor sosial budaya 
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau 
diasingkan dari kelompok. 
b. Faktor biokimia 
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi 
penyebab waham pada seseorang. 
c. Faktor psikologis 
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi 
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan  yang
menyenangkan.(dalam Sari, 2021) 

C. Proses Terjadinya Waham 


1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)  
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik  maupun
psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan  status sosial
dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien sangat miskin dan  menderita. Keinginan
ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk  melakukan kompensasi
yang salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara  kenyataan (reality), yaitu
tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self  ideal) yang sangat ingin
memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau  telepon genggam.  
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang tidak 
terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan tidak 
berharga.  
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)  Pada tahapan ini,
pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa  yang ia katakan adalah
kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai dengan  kenyataan. Namun,
menghadapi kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat  berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan  menjadi prioritas dalam hidupnya,
sebab kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak  kecil secara optimal. Lingkungan sekitar
pasien mencoba memberikan koreksi bahwa  sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara  adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjadi perasaan. Lingkungan hanya  menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan  pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.  
4. Fase dukungan lingkungan (environment support)  
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam 
lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien 
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya 
diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak 
berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat 
berbohong. 
5. Fase nyaman (comforting)  
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa 
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering 
disertai halusinasi pada saat pasien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien 
lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial). 
6. Fase peningkatan (improving)  
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan yang salah 
pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan kejadian traumatik 
masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham 
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri
dan orang lain.
D. Jenis Jenis Waham 
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu : a.
Waham Kebesaran 
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau  berlebihan
yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak  sesuai dengan
kenyataan. 
b. Waham Agama 
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi 
tidak sesuai dengan kenyataan. 
c. Waham Curiga 
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai 
dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. d. Waham
Somatik 
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang 
penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. e. Waham
Nihilistik 
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. 
f. Waham Dosa 
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau berbuat dosa atau 
perbuatannya tidak dapat diampuni lagi. 
g. Waham yang bizar terdiri dari: 
1) Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain disisipkan ke  dalam
pikiran dirinya. 
2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide dirinya dipakai 
oleh/disampaikan kepada orang lain mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun ia 
tidak pernah secara nyata mengatakan pada orang tersebut. 
3) Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa pikiran, emosi dan 
perbuatannya selalu dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya yang  aneh.
(dalam Sari 2021)

E. Tanda dan Gejala Waham 


Tanda dan gejala waham yaitu : 
1. Kognitif 
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya 
c. Sulit berpikir realita 
d. Tidak mampu mengambil keputusan 
2. Afektif 
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan 
b. Afek tumpul 
3. Perilaku dan hubungan sosial 
a. Hipersensitif 
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif 
d. Ragu-ragu 
e. Mengancam secara verbal 
f. Aktivitas tidak tepat 
g. Stereotipe 
h. Impulsif 
i. Curiga 
4. Fisik 
a. Kebersihan kurang 
b. Muka pucat 
c. Sering menguap 
d. Berat badan menurun 
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur 

(Yusuf dkk, 2015)

F. Pohon Masalah
DAFTAR PUSTAKA

Marwara, R. (2021, April 7). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. R dengan
Risiko Perilaku Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/fa5qp
Saputri, R N. (2020, March 8). Studi Literature : Asuhan Keperawatan pada Penderita
Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan. (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo). http://eprints.umpo.ac.id/6176/
Utari, D. (2021, March 18). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny.H Dengan Risiko Perilaku
Kekerasan Di Desa Juli Seutuy Bireuen. https://doi.org/10.31219/osf.io/jhg52
Aldam, S. F. (2019). EFEKTIFITAS PENERAPAN STANDAR ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA GENERALIS PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DALAM MENURUNKAN GEJALA HALUSINASI. Jurnal Keperawatan
Jiwa Volume 7 No 2 Hal 165 - 172, Agustus 2019, 167-179.

AS, A. N. (2019, januari 25). Penerapan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi
pendengaran, pp. 35-59.

Suhermi. (2021, Januari 08). Pengaruh Terapi Activity Daily Living terhadap
Pemulihan Pasien Halusinasi. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021, 189-195.

Warsono. (2021, November 12). Laporan halusinasi pendengaran. pp. 12-25.

Anda mungkin juga menyukai