Devisa adalah kumpulan valuta asing yang berfungsi sebagai medium pembiayaan
transaksi perdagangan antar negara atau perdagangan internasional.
Cadangan devisa suatu negara dipengaruhi net ekspor yang dicatat pada neraca transaksi
berjalan dan neraca modal. Artinya semakin banyak ekspor yg dilakukan oleh suatu negara
maka akan semakin bertambah devisa negara tersebut.
Pentingnya devisa ekspor dan import dalam APBN pastinya akan memberikan dampak yg
positif untuk perkembangan ekonomi pada suatu negara.
Contohnya : Jika saya bekerja atau memiliki jasa untuk keperluan perusahaan atau individu
negara lain devisa merupakan salah satu hal yg akan berkembang bagi negara jika saya
bekerja untuk negara lain.
4. – Commercial Invoice
Dokumen pertama dan harus dimiliki adalah invoice/faktur. Dokumen ini berguna sebagai
bukti transaksi atau penagihan. Dokumennya akan dibuat oleh eksportir untuk importir.
Faktur dalam kegiatan ekspor impor ada 3 jenis, diantaranya :
Proforma Invoice
Commercial Invoice
Consular Invoice
– Packing List
Dokumen ini berisikan rincian spesifikasi barang ekspor sesuai dengan invoice. Fungsi
dokumen yang dibuat oleh eksportir ini adalah untuk memudahkan mengetahui isi barang
dalam kontainer bila terdapat pemeriksaan. Dokumen ini bisa dikatakan pula sebagai surat
jalan yang dipakai ketika melakukan pengiriman barang di dalam Indonesia. Dalam dokumen
packing list, setidaknya memuat informasi berikut:
Nama barang
Nomor dan tanggal packing list
Jumlah kemasan (seperti pack, pieces, ikat, karung, dll)
Berat bersih
Berat kotor
– Bill of Lading dan/atau Air Way Bill
Bill of lading adalah bukti pengiriman barang atau dapat juga diartikan sebagai tanda terima
yang dibuat oleh shipping company untuk eksportir. B/L ini akan dikeluarkan setelah kapal
berangkat dari Indonesia. Selain itu, B/L dapat pula digunakan sebagai kepemilikan barang,
artinya eksportir yang memegang B/L adalah pemilik dari barang yang disebutkan dalam
dokumen tersebut. Hal itulah yang menjadi alasan dokumen ini adalah surat berharga yang
perlu disimpan dengan baik oleh eksportir.
5. Karantina dibentuk untuk mencegah pemasukan, kemapanan, atau penyebaran hama dan
patogen. Hama dan patogen dapat terbawa masuk ke suatu wilayah melalui manusia,
binatang, produk-produk yang berasal dari binatang dan tumbuhan, dan tanah.
Untuk semua barang yg diekspor maupun import harus melalui karantina sebab apabila
bahan-bahan tersebut hendak memasuki suatu wilayah maka harus melalui inspeksi karantina
untuk dilakukan perlakuan atau bahkan pemusnahan apabila terbukti terinfeksi hama dan
penyakit. Keberadaan karantina di suatu negara dapat meminimalkan resiko masuknya hama
dan patogen berbahaya dari wilayah lain sehingga mampu membentengi produk pertanian,
industri, lingkungan, sektor pariwisata dan budaya dari kehancuran.
7. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya upaya penyelundupan barang dari dalam
negeri ke luar Indonesia atau sebaliknya termasuk komoditi minyak mentah.
Pertama, karena terjadi perbedaan harga yang mencolok antara harga barang di dalam negeri
dengan produk di luar negeri.
Kedua, barang itu dilarang, misalnya seperti yang terjadi di Atapupu (NTT), kalau orang
Timor Leste beli BBM subsidi di Indonesia dilarang, jadi ada saja oknum yang
menyelundupkan. Ketiga yaitu soal tarif impor/ekspor, makin tinggi tarif impor/ekspor maka
semakin berpeluang suatu barang diselundupkan, misalnya handphone yang tarif impornya
tinggi maka berisiko tinggi diselundupkan ke dalam negeri.
Contohnya terkait kasus handphone, modusnya cara pengiriman dengan memisahkan produk
handphone dengan kemasannya.
Cara yang paling penting untuk mengatasi barang selundupan alias barang illegal ke
Indonesia yaitu dengan memperketat pengawasan pada setiap pelabuhan yang menerima
barang karena biasanya barang selundupan lewat melalui pelabuhan, menaikkan biaya bea
cukai agar tidak sembarang orang dapat membayar, dan juga semakin memperketat
pengecekan barang yang akan masuk bila barang tidak memiliki kejelasan sesegera mungkin
ditindak lanjuti. Lalu, kita sebagai orang-orang harus berhenti menggunakan barang illegal
karena bila peminatnya turun maka si produsen tidak akan lagi memproduksi atau mengirim
barang selundupan.
8. Dweling time merupakan waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas (kontainer)
dibongkar muat dan diangkat (unloading) dari kapal sampai petikemas tersebut meninggalkan
terminal pelabuhan melalui pintu utama.
Dweling time di Indonesia merupakan yang terlama dibanding negara ASEAN lain, seperti
Singapura, Thailand, dan Malaysia. Sebab, infrastruktur yang masih terbatas dan sulitnya
akses ke pelabuhan menyebabkan dwelling time semakin lama.
9. Jalur kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan
tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan
SPPB.
Jalur merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan
dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Jalur hijau merupakan mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik. Kendati demikian tetap akan dilakukan penelitian
dokumen setelah penerbitan SPPB.
Jalur hijau ditetapkan dalam hal importir berisiko menengah mengimpor barang berisiko
rendah, importir berisiko rendah mengimpor barang berisiko rendah atau menengah. Jalur
hijau juga dapat ditetapkan jika importir atau barang yang diimpor tidak termasuk dalam
kriteria jalur kuning dan merah.
Cargo import bisa terkena jalur merah karena jalur merah ditetapkan berdasarkan beberapa
kriteria di antaranya, importir baru, importir/barang impor termasuk kategori berisiko tinggi,
barang impor sementara, barang re-impor, terkena pemeriksaan acak, dan barang impor
tertentu yang ditetapkan pemerintah.
10. Demurrage bisa berarti sebagai Biaya (Denda) yang harus dibayar oleh penerima
barang atau pengirim barang, karena terlambat mengembalikan kontainer milik
pelayaran dan posisi container tersebut masih dalam pelabuhan. Atau Demurrage
merupakan pemberian hak kepada pemilik kapal untuk menerima kompensasi dari
penyewa kapal/pemilik muatan berkaitan dengan waktu bongkar-muat cargo yang
melebihi waktu yang telah tercantum dalam Charter Party ketika hendak mengirim
barang dan terjadi ketidaksesuaian kontrak, pembebanan denda menjadi hal yang
umum terjadi. Pengenaan denda shipping line sebagai pihak yang memiliki peti kemas
wajar. Pengenaan denda sebagai pemilik maupun penyewa peti kemas dari pihak
importir atau eksportir biasanya terjadi karena keterlambatan pengambilan peti kemas
pada perusahaan pelayaraan. Tidak semua denda ini berasal dari instansi pemerintah.