Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam
bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan karet yang tipis seperti sarung
tangan, benang karet, alat-alat medis dan lain-lain yang bermutu tinggi (Termal, et
al, 2005). Cairan ini belum mengalami penggumpalan baik dengan penambahan
pengemulsi ataupun tanpa penambahan pengemulsi (Hani, 2009).
Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks (Kawahara, et al, 1999).
Terjadi ketidakstabilan lateks membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak
maksimal, sehingga perlu dicari bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan lateks
(Bunsomsit, et al,2003). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada pabrik lateks
pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari mancanegara. Amonium laurat
ini dapat meningkatkan waktu kemantapan mekanis lateks pekat sesuai dengan
Standart American Society for Testing and Material (ASTM D.1076) yaitu minimum
650 detik dan International Organization for Standarization (ISO2004) minimum 540
detik (Dalimunte R, 1986). Waktu kemantapan mekanis ini disebut dengan
Mechanical Stability Time (MST) yaitu salah satu parameter penting dalam
spesifikasi mutu ekspor lateks pekat.
Penelitian mengenai bahan pengemulsi sebagai pengganti amonium laurat
telah banyak dilakukan. Dalimunthe R, 1985 telah meneliti penggunaan sabun
natrium minyak inti sawit dan sabun natrium minyak kelapa untuk mestabilkan lateks
pekat. Hasil yang diperoleh ini belum sebagus menggunakan amonium laurat, karena
bahan pengemulsi ini mengandung natrium, sehingga produksi lateks pekat ini tidak
disukai pada industri pengolahan karet.

Universitas Sumatera Utara


Sintesa amida asam lemak dari minyak kelapa dan minyak inti sawit sebagai
bahan pengemulsi lateks pekat telah diteliti (Brahmana, 1991). Dalam penelitian ini
minyak kelapa dan minyak inti sawit diubah menjadi amida asam lemak dengan
menggunakan amonia sebagai pembentuk amida, namun proses ini agak rumit karena
berlangsung pada suhu -350C, sehingga hasil yang didapat untuk menghasilkan lateks
pekat tidak maksimum. Penggunaan sabun kalium dari fraksi stearin minyak inti
sawit juga telah diteliti sebagai pengemulsi lateks pekat dalam pembuatan karet alam
cair (Pudjosunaryo, 2001).
Selain pengemulsi lateks pekat yang telah diteliti di atas, juga telah diteliti
pengemulsi sodium lauril sulfat (Zhao, et al, 1996). Bahan pengemulsi sodium lauril
sulfat, telah berhasil memberikan nilai sensitivitas yang baik dalam menurunkan
tegangan permukaan lateks pekat.
Clarama, et al, 1997 mempelajari efek yang mempengaruhi kestabilan lateks
dengan memvariasikan temperatur dan waktu pra vulkanisasi.Dalam penelitian ini
temperatur sangat berperan dalam crosslinking karet alam dengan sulfur. Selain itu
sifat morfologi partikel lateks juga sangat penting dalam industri karet. Pemanfaatan
lateks sebagai bahan adhesif, coating dan aplikasi lain tergantung pada stabilitas
emulsi lateks (Michael Schneider, et al,1996 ). Lateks karet alam telah diteliti sebagai
bahan modifikasi polimer, terutama untuk meningkatkan kekuatan polimer lain
(Tangboribonsat, et al, 1998 )
Pembuatan produk-produk dari lateks karet alam selalu menggunakan teknik
pencelupan untuk menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Produk-produk tersebut digunakan baik di bidang medis, maupun keperluan sehari-
hari di masyarakat. Teknik pencelupan dari bahan baku lateks karet alam digunakan
untuk menghasilkan produk-produk seperti sarung tangan, kompeng anak-anak,
barang mainan dan sebagainya (Blackley, 1966 ; Hannan, 1973).
Pembuatan produk dari lateks karet alam ini menggunakan bahan baku
kuratif, sebagai agen penyambung silang seperti sulfur. Selain sulfur juga

Universitas Sumatera Utara


ditambahkan bahan kuratif lain seperti zat pengaktif (ZnO), bahan pencepat (ZDBC),
bahan anti oksidan dan bahan pengisi (Wong Chen, 1987).
Dalam penelitian ini selain agen penyambung silang dengan sulfur, juga
digunakan dikumil peroksida (DKP). Penggunaan DKP ini dalam proses vulkanisasi
tidak menggunakan akselerator (ZDBC) dan zat aktifator (ZnO) (Indra, 2006),
sehingga limbah yang dihasilkan tidak berbahaya. Sedangkan penggunaan sulfur
dengan penambahan ZDBC dan ZnO, limbah yang dihasilkan berdampak pada
pencemaran lingkungan. Dalam penelitian ini bahan pengemulsi lateks pekat yang
digunakan adalah amida asam lemak campuran dari minyak kelapa (AAL), amonium
lauril sulfat (ALS) dan amonium laurat (AL) sebagai standar. Jenis lateks pekat yang
biasa digunakan pada pembuatan film lateks karet alam adalah amonia tinggi disebut
High Amonia (HA) dan amonia rendah disebut low Amonia (LA). Pada penelitian ini
digunakan lateks pekat jenis amonia tinggi, agar lateks pekat yang digunakan stabil
dalam jangka waktu yang lama (Dalimunthe,1986).
Berdasarkan alasan di atas dan merujuk pada penelitian sebelumnya, peneliti
tertarik melakukan penelitian mengenai ”studi pemanfaatan bahan pengemulsi
berbasis minyak kelapa untuk produk film lateks pekat karet alam dengan agen
vulkanisasi sulfur dan dikumil peroksida”.

1.2. Perumusan Masalah


Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada pabrik pengolahan lateks pekat
adalah amonium laurat. Amonium laurat ini diimpor dari luar negeri dengan harga
yang mahal. Usaha untuk mencari bahan pengemulsi alternatif yang dapat diproduksi
sendiri secara mudah yaitu memanfaatkan minyak kelapa. Minyak kelapa ini dapat
digunakan sebagai bahan pengemulsi karena memiliki kandungan asam laurat yang
cukup tinggi sekitar 44-52% (Ketaren, 1986).
Minyak kelapa yang dihasilkan dijadikan metil ester asam lemak campuran
dengan menggunakan metanol, benzene dan H 2 SO 4 (P) sebagai katalis. Metil ester
asam lemak campuran yang diperoleh, dijadikan amida asam lemak dengan

Universitas Sumatera Utara


menggunakan urea dimana urea dileburkan terlebih dahulu pada suhu 1350C.
Selanjutnya dicampur dengan metil ester asam lemak campuran dan dilakukan
pemanasan pada suhu 1400C.
Selain amida asam lemak campuran (AAL), juga digunakan bahan
pengemulsi amonium lauril sulfat (ALS) dan sebagai standar amonium laurat (AL)
.Untuk mengetahui apakah ada pengaruh komposisi amida asam lemak campuran dari
minyak kelapa, amonium lauril sulfat dan amonium laurat komersil terhadap
kestabilan lateks pekat. Setelah itu dibuat formulasi lateks karet alam dengan proses
vulkanisasi yang berbeda. Dalam hal ini diharapkan produk film yang didapat
memenuhi kriteria produksi film lateks karet alam.
Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana pengaruh penambahan bahan pengemulsi amida asam lemak
campuran berbasis minyak kelapa dibandingkan dengan amonium lauril sulfat dan
amonium laurat komersil terhadap kestabilan latek pekat karet alam.
2. Bagaimana proses pembentukan dari film lateks pekat karet alam dengan
pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa dibandingkan
dengan pengemulsi amonium laurat komersil.
3. Bagaimana proses vulkanisasi film lateks pekat karet alam yang mengandung
pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa dengan
amonium laurat komersil.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini untuk memanfaatkan bahan pengemulsi
alam yang berbasis minyak kelapa sebagai alternatif penggunaan pengemulsi
komersil dalam menstabilkan lateks pekat dan pembentukan film karet alam.

Universitas Sumatera Utara


1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengemulsi amida asam lemak
campuran berbasis minyak kelapa dan amonium lauril sulfat serta amonium laurat
komersil terhadap kestabilan lateks pekat karet alam.
2. Untuk mengetahui proses pembentukan dari film lateks pekat karet alam dengan
pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa dibandingkan
dengan pengemulsi amonium laurat komersil.
3. Untuk mengetahui proses vulkanisasi film lateks pekat karet alam yang
mengandung pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa
dengan amonium laurat komersil.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Diharapkan memberikan nilai tambah terhadap produksi minyak kelapa sebagai
bahan baku surfaktan.
2. Untuk mendapatkan bahan pengemulsi alternatif berupa amida asam lemak
campuran berbasis minyak kelapa sebagai penstabil lateks pekat yang kualitasnya
mendekati ASTM D.1076 dan ISO 2004.

1.5. Metodologi Penelitian


Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium (Research Laboratory). Bahan
yang akan digunakan adalah minyak kelapa, dimana minyak kelapa diperoleh secara
tradisional dengan cara pemanasan. Minyak kelapa yang dihasilkan terlebih dahulu
dijadikan metil ester asam lemak campuran dengan menggunakan metanol, benzene
dan asam sulfat sebagai katalisnya.
Metil ester asam lemak campuran yang diperoleh dijadikan amida asam lemak
dengan menggunakan urea, dimana urea dileburkan terlebih dahulu pada suhu 1350C.
Setelah itu dicampur dengan metil ester asam lemak minyak kelapa dan dilakukan
pemanasan pada suhu 1400C. Kemudian amida asam lemak (AAL) yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara


ditambahkan pada lateks pekat (HA) dengan variasi konsentrasi dan waktu
penyimpanan untuk melihat kestabilan lateks pekat.
Begitu juga untuk amonium lauril sulfat dan amonium laurat komersil sebagai
standar, selanjutnya penyediaan formulasi lateks dan pembentukan film lateks karet
alam. Metode pembentukan film dilakukan dengan teknik pencelupan yang mana
terlebih dahulu membersihkan plat, sebelum mencelupkan ke dalam formulasi lateks
karet alam yang telah di pravulkanisasi dan juga telah mengalami maturasi. Film
lateks karet alam di vulkanisasi dengan sulfur dan dikumil peroksida kemudian
dikeringkan pada suhu 100oC dan 160oC selama 30 menit. Sampel yang dihasilkan,
dikarakterisasi dengan uji tarik, FTIR, SEM dan uji swelling index.
Penelitian ini dilakukan beberapa tahap :
1. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran dari Minyak Kelapa
Minyak kelapa dijadikan metil ester asam lemak campuran dengan menggunakan
benzen, metanol, dan H 2 SO 4 . Metil ester asam lemak campuran yang didapat
dijadikan amida asam lemak dengan menambahkan urea sebagai pembentuk
amida. Amida asam lemak yang didapat ditambahkan ke dalam lateks pekat
dengan variasi konsentrasi dan waktu penyimpanan. Selanjutnya dilakukan
terhadap amonium lauril sulfat dan amonium laurat komersil.

Variabel Bebas : - Konsentrasi AAL, ALS, dan AL

(0 v/v.%; 0,03 v/v.%; 0,05 v/v.%; 0,07 v/v.%; 0,09 v/v.%)

- Waktu penyimpanan : 0, 5, 10, 15, 20, 25 hari.

Variabel terikat : MST, TSC, KKK, HLB

Variabel tetap : Suhu ruangan dan Berat lateks pekat.

Universitas Sumatera Utara


2. Pembuatan Kompon untuk Proses Pravulkanisasi
Campuran lateks pekat dan pengemulsi, KOH 10%, sulfur 50%, wingstay 50%,
ZnO 20%, ZDBC 50%, distirer selama 2 jam dan dipanaskan 700C. Penentuan
tahap pematangan dengan CHCl 3 . Setelah lateks pematangan optimum didapat,
didiamkan 24 jam untuk proses maturasi. Diuji TSC dan Swelling index.
Selanjutnya dilakukan prosedur yang sama untuk dikumil peroksida.
Variabel Bebas : Konsentrasi pengemulsi dan campuran bahan pengemulsi.
AAL : AL = 50% : 50%; 30% : 70%; 70% : 30% (v/v)
Variabel terikat : TSC dan Swelling Index
Variabel tetap : Bahan formulasi dari kompon

3. Pembuatan Film dengan Menggunakan Agen Vulkanisasi Sulfur dan


Dikumil Peroksida
Pembuatan film dilakukan dengan tehnik pencelupan yang menggunakan plat
aluminium sebagai bahan pencetak, dengan mencelupkan plat ke dalam kompon
yang telah mengalami maturasi selama 24 jam dan dilakukan vulkanisasi. Film
lateks karet alam divulkanisasi dengan cara mengeringkan di dalam oven pada
suhu 1000C dan 1600C selama 30 menit.
Variabel Bebas : Konsentrasi pengemulsi dan campuran bahan pengemulsi.
Variabel terikat : Uji tarik, Uji perpanjangan putus, Swelling index, FTIR,
SEM
Variabel tetap : Suhu vulkanisasi 1000C (S) dan 1600C (DKP)
Waktu vulkanisasi 30 menit.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai