“ disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan ipa sd tentang minskonsepsi”
OLEH :
NIM : 210407560013
KELAS : 31C
2021/2022
TUGAS ULASAN PENDIDIKAN IPA SD
1. Gerak
Beberapa peserta didik salah mengerti akan konsep kecepatan sesaat dan
percepatan sesaat. Mereka memahami sesaat sebagai “suatu waktu interval”
meskipun merupakan interval yang sangat kecil. Pengertian kecepatan sesaat dan
percepatan sesaat memang sulit dimengerti, khususnya karena banyak buku
menjelaskannya dengan pengertian limit yang masih sulit bagi peserta didik SMA.
Banyak peserta didik juga punya salah pengertian tentang percepatan gravitasi.
Kebanyakan siswa secara spontan mengatakan bahwa sebuah benda yang lebih
berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan pada peristiwa gerak
jatuh bebas. Beberapa peserta didik malah masih menganggap bahwa bola besi
dan bola plastik yang dijatuhkan bebas dari ketinggian yang sama akan sampai di
tanah dalam waktu yang berbeda karena bola besi akan jatuh lebih cepat dari bola
plastik. Padahal menurut prinsip Fisika, kedua benda itu akan jatuh dengan
percepatan yang sama dan waktu yang ditempuh sampai ke lantai juga sama (bila
tidak ada unsur lain yang mempengaruhi). Cukup banyak peserta didik juga
berpikir bahwa jika dua benda bergerak dalam waktu dan percepatan yang sama,
mereka akan punya jarak tempuh sama pula. Mereka lupa bahwa kecepatan awal
perlu diperhitungkan karena unsur itu yang membuat jaraknya berbeda. Dalam
rumus jarak St=V0.t + ½ a.t2 tampak bahwa kecepatan awal (V0) ikut
menentukan jarak yang ditempuh suatu benda. Dua benda yang bergerak
kecepatan awal berlainan, meskipun waktu (t) dan percepatan (a) sama, akan
menempuh jarak yang berbeda.
Banyak peserta didik bingung dengan konsep dari gaya, massa dan berat.
Dalam Fisika, berat (w) adalah suatu gaya (F) dan punya unit newton; sedangkan
massa (m) punya satuan kilogram, dan ini bukan gaya. Namun, banyak peserta
didik menuliskan bahwa berat adalah suatu massa dan punya satuan kilogram.
Beberapa peserta didik menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak. Maka
mereka menangkap bahwa jika tidak ada suatu gaya, tidak akan ada suatu gerakan.
Akibatnya, mereka berpikir bahwa bila tidak ada gerak sama sekali, juga tidak
ada gaya. Misalnya, jika seorang mendorong suatu kereta dan kereta itu
bergerak, peserta didik mengatakan ada suatu gaya bekerja pada kereta itu.
Namun, bila kereta itu tidak bergerak, mereka mengatakan bahwa tidak ada gaya
pada kereta tersebut, meski orang itu mendorong kereta dengan energi yang besar.
Dalam fisika, meski kereta tidak bergerak, tetap ada gaya yang bekerja padanya.
3. Hukum Newton
Banyak peserta didik berpikir, gaya aksi dan reaksi dalam Hukum Newton III
bekerja pada titik yang sama dari obyek yang sama. Mereka menganggap gaya ke
atas yang dilakukan meja pada benda A, dan gaya yang dilakukan benda A pada
meja, bekerja pada satu titik, yaitu titik antara meja dan benda A. Padahal menurut
Fisika, dua gaya itu bekerja pada obyek yang berbeda. Bila kedua gaya aksi reaksi
itu bekerja pada suatu titik yang sama, dengan besaran yang sama, maka sama
saja tidak ada gaya apapun, karena mereka bekerja pada suatu titik yang sama,
dengan besaran yang sama dan arah terbalik, sehingga saling melenyapkan.
Banyak peserta didik memahami gaya sebagai suatu sifat yang ada dalam suatu
benda, suatu sifat yang melekat pada benda itu. Oleh karena itu, peserta didik
dengan mudah percaya bahwa benda yang berat akan jatuh lebih cepat dari benda
yang ringan, jika terjadi gerak jatuh bebas karena benda yang berat mempunyai
gaya yang lebih besar daripada yang ringan. Padahal dalam konsep Newton, gaya
muncul dari interaksi antara benda-benda itu.
Beberapa peserta didik memahami bahwa benda yang diam diatas meja, tidak
mempunyai gaya yang bekerja pada benda tersebut. Alasannya karena benda itu
diam saja diatas meja. Padahal menurut Fisika, benda itu mempunyai gaya yang
bekerja pada meja. Benda itu tetap diam karena sebagai reaksinya, meja
melakukan gaya reaksi terhadap benda tersebut yang besarnya sama tetapi
berlawanan arah.
Dalam Fisika, kerja (W) sama dengan gaya (F) kali jarak (s). Jika suatu gaya (F)
bekerja pada suatu objek dan objek itu tidak bergerak dalam suatu jarak tertentu
(s), maka tidak ada kerja (W). Di sini beberapa peserta didik berpikir bahwa di
situ ada kerja (W). Mereka sulit mengerti mengapa jika seseorang mendorong
suatu kereta dengan banyak energi, ia tidak membuat kerja. Mereka berpikir
bahwa jika seseorang membuat aktivitas dengan suatu energi ia membuat suatu
kerja, gagasan ini bertentangan dengan prinsip Fisika yang diterima.
Beberapa peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami konsep kekekalan
energi. Mereka mengalami dalam hidup mereka bahwa jika mereka mengendarai
mobil atau sepeda motor cukup lama, bensinnya akan habis. Jika mereka bekerja
giat, mereka akan lelah kehabisan tenaga. “Bagaimana mungkin dapat dikatakan
bahwa energinya tetap/kekal?" demikian mereka menyangsikan. Beberapa peserta
didik mengatakan bahwa jika dua kereta dengan kecepatan yang sama tetapi
arahnya berlawanan bertumbukan, mereka akan berhenti karena kecepatan
totalnya menjadi nol. Mereka lupa bahwa kekekalan momentum membutuhkan
resultan momentum (mv) = 0. Maka jika massanya berbeda, mereka tidak akan
berhenti langsung (Suparno, 1998:18).
Penyebab Miskonsepsi
Ada banyak cara mengatasi miskonsepsi dalam bidang Fisika. Banyak penelitian
telah dilakukan para ahli pendidikan Fisika yang mengungkapkan bermacam-
macam kiat yang di buat untuk membantu siswa memecahkan persoalan
miskonsepsi.
Kita juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik
dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan. Maka dapat
terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacam-macam miskonsesi dan penyebab
miskonsepsi. Dengan demikian, bagi para pendidik tidak mudah untuk sungguh-
sungguh mengerti penyebab miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik.
Sebagai akibatnya, tidak mudah juga untuk dapat membantu setiap peserta didik
secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.
Guru Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika,
tidak membiarkan peserta didik mengungkapkan gagasan/ide,
relasi guru-peserta didik tidak baik.
Buku Siswa Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat
penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca
buk teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep
karena alasan menariknya yang perlu.
Metode mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk
matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak
mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat,
model demonstrasi sempit,dll
Selain penyebab yang diuraikan pada tabel 2.1, Masril dan Nur Asma (2002)
masih menyebutkan satu penyebab lagi, yaitu kurangnya pengetahuan dari peserta
didik.
Guru salah mengajar, salah mengerti bahan, dapat mempunyai andil besar dalam
menambah miskonsepsi peserta didik. Miskonsepsi yang disebabkan salah
mengajar biasanya agak sulit dibenahi karena peserta didik merasa yakin bahwa
yang diajarkan peserta didik itu benar. Maka penting bahwa guru sungguh-
sungguh menguasai bahan secara benar. Demikan juga buku teks yang keliru
ataupun mengungkapkan konsep yang salah, akan membingungkan peserta didik
dan juga mengembangkan miskonsepsi peserta didik. Maka,penting buku teks
diteliti secara benar. Tidak ketinggalan beberapa metode mengajar, yang meski
baik, kadang-kadang juga memunculkan miskonsepsi karena hanya menekankan
salah satu segi dari kebenaran yang diajarkan. Maka perlu dihindari kefanatikan
hanya pada satu metode mengajar saja, karena itu membatasi cara memandang
kita akan suatu persoalan pengetahuan.
Sebelum kita dapat membantu menagani miskonsepsi yang dipunyai peserta didik,
kiranya perlu diketahui lebih dahulu miskonsepsi apa saja yang dimiliki siswa dan
darimana mereka mendapatkannya. Baru dengan demikian kita dapat memikirkan
bagaimana mengatasinya. Untuk itu diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau
mendeteksi miskonsepsi tersebut. Disini disebutkan beberapa alat deteksi yang
sering digunakan para peneliti dan guru.
Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi peserta didik dalam
bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-
konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan
jelas dapat mengungkapkan miskonsepsi peserta didik yang digambarkan dalam
peta konsep tersebut. Miskonsepsi peserta didik dapat diidentifikasi dengan
melihat apakah hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah. Biasanya
miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan
yang lengkap antar konsep. Untuk lebih melihat mengapa peserta didik
beranggapan seperti itu, ada baiknya peta konsep itu digabungkan dengan
wawancara klinis.
Dalam wawancara itu peserta didik diminta mengungkapkan gagasan-gagasannya,
dan mengapa ia punya gagasan tersebut. Menurut Feldsine, miskonsepsi dapat
diidentifikasi dengan mudah oleh guru dari peta konsep peserta didik dan dapat
dibantu dengan interviu peserta didik, mengapa ia mempunyai miskonsepsi itu.
Dalam interviu itu si peneliti dapat mengerti lebih baik mengapa peserta didik
mempunyai miskonsepsi dan membantu untuk mengatasinya.
Dalam peta konsep peserta didik mempunyai miskonsepsi tentang gaya dapat
menimbulkan: perubahan bentuk, panjang arah, dan percepatan. Padahal yang
benar, kecepatan bukan percepatan yang ditimbulkan oleh gaya tersebut.
Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep fisika
yang memang hendak diajarakan atau yang sudah diajarkan. Dari tes tersebut
dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa peserta didik dan dalam bidang apa.
Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah beberapa peserta didik diwawancarai
untuk lebih mandalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu. Dari
wawancara itulah akan kentara dari mana miskonsepsi itu dibawa.
4) Wawancara Diagnosis
Dalam kelas peserta didik diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang
konsep yang sudah diajarakn atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu
dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi itu,
guru dapat mengerti konsep-konsep alternatif yang dipunyai peserta didik. Cara
ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar, dan juga sebagai penjajakan
awal. Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah membantu agar setiap peserta
didik berani bicara mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang
dibahas.
Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan peserta didik
yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah
peserta didik mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau
tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep peserta didik
dan bagaimana peserta didik menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut.
Praktikum ini dapat diurutkan sebagai berikut:
2. Peserta didik diminta untuk membuat hipotesis atau dugaan lebih dulu dan
alasannya.
5. Dari seluruh proses diatas, guru dapat mengerti apakah peserta didik
mempunyai miskonsepsi atau tidak, dan bagaimana miskonsepsi itu dapat
diperbaiki.
Dari beberapa metode yang digunakan di atas dapat dirumuskan unsur yang
penting dalam metode tersebut:
2) Dari ungkapan itu dapat diketahui apakah ada konsep alternatif atau tidak;
c. Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsep baru
dan menghaluskannya. Pertanyaan dan soal yang dipakai harus dipilih
sedemikian rupa sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi
yang salah akan muncul dengan Jelas. Cara mengajar yang tidak
membantu adalah kalau guru hanya membahas soal tanpa memperhatikan
konsep (drill), atau hanya menulis banyak rumus di papan tulis, atau hanya
berceramah tanpa interaksi dengan murid.
Ditunjukkan kemungkinan
salah konsep
Model analogi yang dipakai kurang
tepat, Diungkapkan hasilnya dan
dikomentari
Model demonstrasi/Praktikum,
Diungkapkan hasilnya dan
dikomentari
Model diskusi
Multiple intelligences
Ada banyak cara membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Tetapi tidak setiap cara
sesuai bagi peserta didik yang mengalami miskonsepsi, karena kesalahan peserta
didik dapat beraneka ragam. Maka penting bahwa guru pertama-tama mengerti
letak miskonsepsi peserta didik dan apa penyebabnya. Setelah itu barulah
mencoba beberapa cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik.