Materi Pokok
1.
2.
Gaya
3.
4.
Hukum newton
5.
Hukum Newton I
6.
Gaya gesek
Penjelasan :
1. Berat
dan massa
Miskonsep
Menuliskan bahwa berat adalah
suatu massa dan mempunyai unit
satuan kg
Mengartikan bahwa setiap gaya
pasti menyebabkan suatu gerakan.
Memandang gaya sebagai dorongan
atau tarikan yang harus dikerjakan
oleh kegiatan otot (Arons, 1981)
Berfikir bahwa gaya aksi dan reaksi
dalam hukum Newton III bekerja
pada titik yang sama dari obyek
yang sama
Memahami gaya sebagai suatu sifat
dalam suatu benda, suatu sifat yang
melekat pada benda itu (Brown
1989) sehingga siswa mempercayai
bahwa benda yang berat akan jatuh
lebih cepat dari pada benda yang
ringan, jika terjadi gerak jatuh
bebas karena benda yang berat
mempunyai gaya yang lebih besar
dari pada benda yang ringan.
Memahami bahwa benda yang diam
diatas meja tidak mempunyai gaya
yang bekerja pada benda tersebut.
Alasannya karena benda itu diam
saja diatas meja
Mempunyai
pengertian
bahwa
besarnya gaya gesek yang dialami
suatu benda yang berada di suatu
permukaan, hanya tergantung pada
kekasaran permukaan itu
konsep yang benar menurut fisika, berat (G) adalah suatu gaya (F) dan
mempunyai unit satuan Newton (N), sedang massa (m) mempunyai unit
satuan kg, dan ini bukan gaya.tetapi banyak siswa menuliskan bahwa berat
adalah suatu massa dan mempunyai unit satuan kg.
2. Gaya
menurut konsep fisika yang benar meskipun suatu benda tidak bergerak,
tetap ada gaya yang bekerja padannya.tetap siswa mengartikan bahwa
setiap gaya mesti menyebabkan suatu gerakan. Akibatnya, mereka berfikir
bahwa bila tidak ada gerak sama sekali, juga tidak ada gaya. dan juga
memandang gaya sebagai dorongan atau tarikan yang harus dikerjakan oleh
kegiatan otot (Arons, 1981)
3. Hukum Newton III
Bila benda A melakukan gaya terhadap benda B, maka benda B akan balas
melakukan gaya pada benda A dengan besar gaya yang sama tetapi
berlawanan arah sedangkan banyak siswa berfikir gaya aksi dan reaksi
dalam hukum newton III bekerja pada titik yang sama dari obyek yang
sama bila kedua gaya aksi reaksi itu bekerja pada satu titik yang sama,
maka sama saja tidak ada gaya apapun karena kedua gaya tersebut bekerja
pada satu titik yang sama dengan besaran sama dan arah terbalik sehingga
saling melenyapkan.
4.Hukum Newton
menurut konsep fisika Benda berat jatuh lebih cepat, konsep ini juga umum
dimiliki oleh kalangan manapun, termasuk ahli fisika sekelas Aristoteles,
bahkan Galileo atau Newton.
Hukum benda-jatuh Aristoteles adalah kecepatan benda jatuh (v)
berbanding
lurus
dengan berat benda (w) dan berbanding terbalik dengan hambatan medium
(R), v = w/R (Halloun & Hestenes, 1985). Untuk benda berbentuk dan
berukuran sama yang jatuh bebas dari ketingggian sama, persamaan akan
menghasilkan v1/v2 = w1/w2. Benda berat jatuh lebih cepat, berbanding
lurus dengan beratnya. Banyak siswa memahami gaya sebagai suatu sifat
dalam suatu benda, suatu sifat yang melekat pada benda itu, oleh karena
itu, siswa dengan mudah percaya bahwa benda yang berat akan jatuh lebih
cepat dari pada benda yang ringan, jika terjadi gerak jatuh bebas karena
benda benda yang berat memiliki gaya lebih besar daripada yang ringan.
5. Hukum I Newton
benda yang diam diatas meja, tidak mempunyai gaya yang bekerja pada
benda tersebut, alasannya karena benda itu diam sajadiatas meja.
6. Gaya gesek
Menurut konsep fisika, yang mempengaruhi besarnya gaya gesek tidak
hanya kekasaran permukaan, tetap ada beberapa unsur lain yang
mempengaruhi besarnya gaya gesekakn, seperti massa benda itu sendiri
dan besar gaya yang bekerja pada benda itu sendiri, tetapi siswa
mempunyai pengertian bahwa besarnya gaya gesek yang dialami suatu
benda yang berada di suatu permukaan, hanya tergantung pada kekasaran
permukaan itu
perorangan
terhadap
untuk
banyak
setiap
konsep
orang.
berbeda-beda.
Tafsiran
konsep
Misalnya
oleh
penafsiran
seseorang
konsep ibu
disebut Persepsi
(konsepsi) Walaupun dalam Fisika kebanyakan konsep mempunyai arti yang jelas, bahkan yang sudah disepakati
oleh para Fisikawan, tetapi konsepsi pembelajar berbeda-beda.
Sebelum memasuki ruang-ruang pembelajaran peserta didik telah memiliki konsepsi atau persepsi sendirisendiri tentang sesuatu, termasuk yang berkaitan dengan materi Fisika. Ketika kita mengajarkan bab mekanika
misalnnya, peserta didik sudah memiliki beberapa pengetahuan yang menyangkut bab tersebut, sedikit atau banyak,
benar atau salah. Sebelum mereka mengikuti pelajaran mekanika sudah banyak memiliki pengalaman dengan
peristiwa-peristiwa mekanika (benda yang jatuh, benda yang bergerak, gaya, dll). Karena pengalamannya itu mereka
telah memiliki konsepsi-konsepsi (persepsi-persepsi) yang belum tentu sama dengan konsepsi Fisikawan. Konsepsi
atau persepsi seperti itulah yang disebut dengan prakonsepsi.Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu
konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu.
Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep,
gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Khusus untuk pembelajar pemula, miskonsepsi sering juga diistilahkan
dengan konsep alternatif.
akan jatuh lebih cepat dari bola plastik. Padahal menurut prinsip Fisika, kedua benda itu akan jatuh dengan
percepatan yang sama dan waktu yang ditempuh sampai ke lantai juga sama (bila tidak ada unsur lain yang
mempengaruhi). Cukup banyak peserta didik juga berpikir bahwa jika dua benda bergerak dalam waktu dan
percepatan yang sama, mereka akan punya jarak tempuh sama pula. Mereka lupa bahwa kecepatan awal perlu
diperhitungkan karena unsur itu yang membuat jaraknya berbeda. Dalam rumus jarak St=V0.t + a.t2 tampak bahwa
kecepatan awal (V0) ikut menentukan jarak yang ditempuh suatu benda. Dua benda yang bergerak kecepatan awal
berlainan, meskipun waktu (t) dan percepatan (a) sama, akan menempuh jarak yang berbeda.
Menurut beberapa penelitian, salah pengertian terbanyak terjadi pada gerak parabola. Peserta didik masih
sulit menangkap mengapa kecepatan pada puncak suatu proyektil adalah nol, meski percepatannya tidak nol.
Mereka berpikir bahwa jika kecepatan itu nol, percepatannnya juga harus nol (Suparno, 1998:13).
Gaya, massa, dan berat
Banyak peserta didik bingung dengan konsep dari gaya, massa dan berat. Dalam Fisika, berat (w) adalah
suatu gaya (F) dan punya unit newton; sedangkan massa (m) punya satuan kilogram, dan ini bukan gaya. Namun,
banyak peserta didikmenuliskan bahwa berat adalah suatu massa dan punya satuan kilogram. Beberapapeserta
didik menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak. Maka mereka menangkap bahwa jika tidak ada suatu
gaya, tidak akan ada suatu gerakan. Akibatnya, mereka berpikir bahwa bila tidak ada gerak sama sekali, juga tidak
ada gaya. Misalnya, jika seorang mendorong suatu kereta dan kereta itu bergerak, peserta didikmengatakan ada
suatu gaya bekerja pada kereta itu. Namun, bila kereta itu tidak bergerak, mereka mengatakan bahwa tidak ada gaya
pada kereta tersebut, meski orang itu mendorong kereta dengan energi yang besar. Dalam fisika, meski kereta tidak
bergerak, tetap ada gaya yang bekerja padanya.
Hukum Newton
Banyak peserta didik berpikir, gaya aksi dan reaksi dalam Hukum Newton III bekerja pada titik yang sama
dari obyek yang sama. Mereka menganggap gaya ke atas yang dilakukan meja pada benda A, dan gaya yang
dilakukan benda A pada meja, bekerja pada satu titik, yaitu titik antara meja dan benda A. Padahal menurut Fisika,
dua gaya itu bekerja pada obyek yang berbeda. Bila kedua gaya aksi reaksi itu bekerja pada suatu titik yang sama,
dengan besaran yang sama, maka sama saja tidak ada gaya apapun, karena mereka bekerja pada suatu titik yang
sama, dengan besaran yang sama dan arah terbalik, sehingga saling melenyapkan.
Banyak peserta didik memahami gaya sebagai suatu sifat yang ada dalam suatu benda, suatu sifat yang
melekat pada benda itu. Oleh karena itu, peserta didik dengan mudah percaya bahwa benda yang berat akan jatuh
lebih cepat dari benda yang ringan, jika terjadi gerak jatuh bebas karena benda yang berat mempunyai gaya yang
lebih besar daripada yang ringan. Padahal dalam konsep Newton, gaya muncul dari interaksi antara benda-benda
itu.
Beberapa peserta didik memahami bahwa benda yang diam diatas meja, tidak mempunyai gaya yang
bekerja pada benda tersebut. Alasannya karena benda itu diam saja diatas meja. Padahal menurut Fisika, benda itu
mempunyai gaya yang bekerja pada meja. Benda itu tetap diam karena sebagai reaksinya, meja melakukan gaya
reaksi terhadap benda tersebut yang besarnya sama tetapi berlawanan arah.
Banyak peserta didik sekolah menegah mempunyai pengertian bahwa besarnya gaya gesekan yang dialami
suatu benda yang berada disuatu permukaan, hanya tergantung pada kekasaran permukaan itu. Tentu saja
kekasaran permukaan itu mempungaruhi gaya gesekan, tetapi ada beberapa unsur lain yang juga mempungaruhi
besarnya gaya gesekan, seperta massa benda itu sendiri dan gaya yang bekerja pada benda itu.
Kerja, kekekalan energi dan momentum
Dalam Fisika, kerja (W) sama dengan gaya (F) kali jarak (s). Jika suatu gaya (F) bekerja pada suatu objek
dan objek itu tidak bergerak dalam suatu jarak tertentu (s), maka tidak ada kerja (W). Di sini beberapa peserta
didik berpikir bahwa di situ ada kerja (W). Mereka sulit mengerti mengapa jika seseorang mendorong suatu kereta
dengan banyak energi, ia tidak membuat kerja. Mereka berpikir bahwa jika seseorang membuat aktivitas dengan
suatu energi ia membuat suatu kerja, gagasan ini bertentangan dengan prinsip Fisika yang diterima.
Beberapa peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami konsep kekekalan energi. Mereka mengalami dalam
hidup mereka bahwa jika mereka mengendarai mobil atau sepeda motor cukup lama, bensinnya akan habis. Jika
mereka bekerja giat, mereka akan lelah kehabisan tenaga. Bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa energinya
tetap/kekal?" demikian mereka menyangsikan. Beberapa peserta didik mengatakan bahwa jika dua kereta dengan
kecepatan yang sama tetapi arahnya berlawanan bertumbukan, mereka akan berhenti karena kecepatan totalnya
menjadi nol. Mereka lupa bahwa kekekalan momentum membutuhkan resultan momentum (mv) = 0. Maka jika
massanya berbeda, mereka tidak akan berhenti langsung (Suparno, 1998:18).
Sewaktu mempelajari energi kinetik, beberapa peserta didik SMA masih mempunyai gagasan yang keliru
tentang besarnya energi kinetik suatu benda bila kecepatannya ditambah. Mereka menjelaskan, energi kinetik suatu
benda yang kecepatannya ditambah tiga kali lipat, maka energi kinetiknya juga akan menjadi tiga kali lipat. Mereka
tidak melihat secara cermat rumusan energi kinetik. Dalam rumusan itu, bila kecepatannya menjadi 3 kali lipat, maka
energi kinetiknya akan menjadi 9 kali lebih besar karena ada unsur kuadrat.
C. Penyebab Miskonsepsi
Ada banyak cara mengatasi miskonsepsi dalam bidang Fisika. Banyak penelitian telah dilakukan para ahli
pendidikan Fisika yang mengungkapkan bermacam-macam kiat yang di buat untuk membantu siswa memecahkan
persoalan miskonsepsi.
Secara garis besar langkah yang digunakan membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
1.
2.
3.
penyebab miskonsepsi, sehingga cara yang ditempuh tidak tepat. Maka, mencari penyebab miskonsepsi menjadi
unsur penting sebelum menentukan cara mengatasinya. Banyak guru Fisika membantu peserta didik mengatasi
miskonsepsi dengan cara mengulangi penjelasan bahan beberapa kali. Akibatnya, peserta didik yang sudah
mengerti menjadi bosan, dan peserta didik yang mempunyai miskonsepsi tetap tidak terbantu karena tidak tahu letak
kesalahannya. Hal ini terjadi karena guru tidak mencari penyebab miskonsepsi peserta didik terlebih dahulu,
sehingga metode yang digunakan tidak tepat.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada peserta
didik. Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : peserta didik, guru,
buku siswa, konteks dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari peserta didik dapat terdiri dari berbagai hal,
seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab
kesalahan dari guru`dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya, penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak
tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan peserta didik yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku siswa
biasanya terdapat dalam penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks, seperti budaya, agama,
dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi peserta didik. Sedangkan metode mengajar yang hanya
menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada peserta didik, sering kali penyebabpenyebab itu berdiri sendiri, tetapi kadang-kadang saling terkait satu sama lain, sehingga salah pengertiannya
menjadi semakin kompleks. Hal ini menyebabkan semakin tidak mudah untuk membanu siswa untuk membantu
mereka.
Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di sini masih sangat terbatas. Dalam kenyataan di lapangan, peserta
didik dapat mengalami miskonsepsi dengan sebab-sebab yang lebih bermacam-macam dan rumit. Penyebab
sesungguhnya sering kali juga sulit diketahui, karena peserta didik kadang-kadang tidak secara terbuka
mengungkapkan bagaimana hingga mereka mempunyai konsep yang tidak tepat tersebut.
Kita juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik dalam satu kelas dapat
berlainan dan penyebabnya juga berlainan. Maka dapat terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacam-macam
miskonsesi dan penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi para pendidik tidak mudah untuk sungguh-sungguh
mengerti penyebab miskonsepsi yang dialami setiap peserta didik. Sebagai akibatnya, tidak mudah juga untuk dapat
membantu setiap peserta didik secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.
Suparno (2005:53) memberi ringkasan berkenaan dengan faktor penyebab miskonsepsi fisika, ringkasan
tersebut dimuat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
Sebab Utama
Sebab Khusus
Peserta Didik
Guru
Konteks
Metode
mengajar
Selain penyebab yang diuraikan pada tabel 2.1, Masril dan Nur Asma (2002) masih menyebutkan satu
penyebab lagi, yaitu kurangnya pengetahuan dari peserta didik.
Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. Secara umum dapat disebabkan oleh peserta didik
sendiri, guru yang mengajar, konteks pembelajaran, cara mengajar dan buku teks. Penyebab dari peserta didik pun
dapat bermaca-macam, seperti prakonsesi peserta didik sebelum memperoleh pelajaran, lingkungan masyarakat di
mana peserta didik tinggal, teman, pengalaman hidup terlebih pengalaman menangkap pengertian, dan juga minat
peserta didik. Jelas juga bahwa kemampuan peserta didik berpengaruh dalam miskonsepsi itu. Kesalahan-kesalahan
itu memeng dapat dimengerti, terlebih bila kita soroti dari kacamata filsafat kontruktivisme, di mana pengetahuan itu
adalah hasil kontruksi peserta didik. Karena kebebasan mengonstruksi dan juga keterbatasan dalam mengonstruksi
itulah maka peserta didik, meskipun diajar oleh guru secara tepat dan juga dengan buku yang baik, dapat tetap
mengalami miskonsepsi.
Guru salah mengajar, salah mengerti bahan, dapat mempunyai andil besar dalam menambah miskonsepsi
peserta didik. Miskonsepsi yang disebabkan salah mengajar biasanya agak sulit dibenahi karena peserta didik
merasa yakin bahwa yang diajarkan peserta didik itu benar. Maka penting bahwa guru sungguh-sungguh menguasai
bahan secara benar. Demikan juga buku teks yang keliru ataupun mengungkapkan konsep yang salah, akan
membingungkan peserta didik dan juga mengembangkan miskonsepsi peserta didik. Maka,penting buku teks diteliti
secara benar. Tidak ketinggalan beberapa metode mengajar, yang meski baik, kadang-kadang juga memunculkan
miskonsepsi karena hanya menekankan salah satu segi dari kebenaran yang diajarkan. Maka perlu dihindari
kefanatikan hanya pada satu metode mengajar saja, karena itu membatasi cara memandang kita akan suatu
persoalan pengetahuan.
D. Mengatasi Miskonsepsi Fisika
Sebelum kita dapat membantu menagani miskonsepsi yang dipunyai peserta didik, kiranya perlu diketahui
lebih dahulu miskonsepsi apa saja yang dimiliki siswa dan darimana mereka mendapatkannya. Baru dengan
demikian kita dapat memikirkan bagaimana mengatasinya. Untuk itu diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau
mendeteksi miskonsepsi tersebut. Disini disebutkan beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan
guru.
1)
2)
3)
mandalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu. Dari wawancara itulah akan kentara dari mana
miskonsepsi itu dibawa.
4)
Wawancara Diagnosis
Wawancara berdasarkan beberapa konsep Fisika tertentu dapat dilakukan juga untuk melihat konsep
alternatif atau miskonsepsi pada peserta didik. Guru memilih beberapa konsep fisika yang diperkiran sulit dimengerti
peserta didik, atau beberapa konsep fisika yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian peserta didik
diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di atas. Dari sisni dapat dimengerti
konsep alternatif yang ada sekaligus ditanyakan darimana mereka memperoleh konsep anternatif tersebut.
5)
6)
1.
Guru mengungkapkan persoalan yang ingin dilakukan dalam praktikum. Misalnya, guru ingin mengerti apa yang
mempengaruhi gaya gesekan suaru benda.
2.
Peserta didik diminta untuk membuat hipotesis atau dugaan lebih dulu dan alasannya.
3.
Peserta didik melakukan praktikum. Selama itu guru dapat mengajukan pertanyaan sehingga semakin mengerti
konsep peserta didik tentang gaya gesek.
4. Peserta didik menyimpulkan hasilnya. Guru dapat menanyakan apakah hasilnya sesuai dengan hipotesis yang
dipikirkan sebelumnya. Bila tidak sesuai, guru mempertanyakan mengapa hal itu terjadi?
5. Dari seluruh proses diatas, guru dapat mengerti apakah peserta didik mempunyai miskonsepsi atau tidak, dan
bagaimana miskonsepsi itu dapat diperbaiki.
Dari beberapa metode yang digunakan di atas dapat dirumuskan unsur yang penting dalam metode
tersebut:
1)
2)
Dari ungkapan itu dapat diketahui apakah ada konsep alternatif atau tidak;
3)
Diwawancarai untuk dimengerti dari mana mereka mendapatkan salah pengertian itu.
Berg (1991:5-7) menyimpulkan bahwa penelitian mengenai beberapa cara untuk mengoreksi miskonsepsi
belum menghasilkan cara ampuh untuk menghapusnya. Menurutnya miskonsepsi awet dan sulit diubah. Kadang-
kadang berhasil mengoreksi miskonsepsi sehingga peserta didik dapat menyelesaikan soal jenis tertentu, tetapi
apabila peserta didik diberi soal yang sedikit menyimpang, konsepsi yang salah muncul lagi. Atau peserta didik yang
baik dapat menerapkan konsep yang benar di sekolah, tetapi di luar sekolah mereka tetap pegang pada konsepsi
yang salah. Berg juga mengemukakan beberapa langkah yang dapat digunakan dalam pembelajaran mengatasi
miskonsepsi, tetapi menurutnya perlu disadari bahwa sebenarnya belum ada cara yang efektif dan efisien.
a. Langkah pertama adalah mendeteksi pra-konsepsi peserta didik. Apa yang sudah ada dalam kepala peserta didik
sebelum kita mulai mengajar? Pra-konsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam kepala peserta didik oleh
pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang akan dipelajari? Apa kekurangan prakonsepsi tersebut? Prakonsepsi
dapat diketahui dari literatur atau hasil-hasil penelitian sebelumnya, test diagnostik, pengamatan, membaca
jawaban-jawaban yang diberikan peserta didik langsung, dari peta konsep dan dari pengalaman guru. Literatur dan
test diagnostik sangat membantu, demikian juga membaca hasil tes esai peserta didik dengan cara yang kritis dan
santai. Fokuskan perhatian kepada jawaban peserta didik yang salah.
b. Langkah kedua adalah merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi tersebut dan kemudian
menghaluskan bagian yang sudah baik dan mengoreksi bagian konsep yang salah. Prinsip utama dalam koreksi
miskonsepsi adalah bahwa peserta didik diberi pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsep mereka
dengan peristiwa alam. Dengan demikian diharapkan bahwa pertentangan pengalaman ini dengan konsep yang
lama akan menyebabkan koreksi konsepsi. Atau dengan memakai istilah Piaget dapat dikatakan bahwa
pertentangan pengalaman baru dengan konsep yang salah akan menyebabkan akomodasi, yaitu penyesuaian
struktur kognitif (otak) yang menghasilkan konsep baru yang lebih tepat, akan tetapi, belum tentu pengalaman yang
tidak cocok dengan pra konsepsi akan berhasil.
c. Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsep baru dan menghaluskannya. Pertanyaan
dan soal yang dipakai harus dipilih sedemikian rupa sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi
yang salah akan muncul dengan Jelas. Cara mengajar yang tidak membantu adalah kalau guru hanya membahas
soal tanpa memperhatikan konsep (drill), atau hanya menulis banyak rumus di papan tulis, atau hanya berceramah
tanpa interaksi dengan murid.
Dari beberapa pembahasan tentang penanganan miskonsepsi di atas, cara-cara mengurangi miskonsepsi
dapat dirangkum dalam tabel 2.2 berikut:
Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi dan Cara Mengatasinya
Sebab
Utama
Peserta
Didik
Sebab Khusus
Prakonsepsi,
Pemikiran asosiatif,
Pemikiran humanistik,
Reasoning yang tidak lengkap,
Cara Mengatasi
Dihadapkan
kenyataan
Dihadapkan
kenyataan
peristiwa anomali
Dihadapkan
pada
pada
dan
pada
Buku
Siswa
Penjelasan keliru,
Salah tulis terutama dalam
rumus,
Tingkat penulisan buku terlalu
tinggi bagi peserta didik,
Tidak tahu membaca buku
teks,
Dikoreksi
dan
dibenarkan
Dikoreksi secara teliti
Disesuaikan
dengan
level peserta didik
Dilatih oleh guru cara
menggunakan teks
Cara
mengajar
Dihadapkan
pada
pengalaman
baru
sesuai dengan konsep
fisika
Dijelaskan perbedaan
dengan contoh
Mengungkapkan hasil
yang dikritisi guru
Dijelaskan
perbedaannya
Ada banyak cara membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Tetapi tidak setiap cara sesuai bagi peserta
didik yang mengalami miskonsepsi, karena kesalahan peserta didik dapat beraneka ragam. Maka penting bahwa
guru pertama-tama mengerti letak miskonsepsi peserta didik dan apa penyebabnya. Setelah itu barulah mencoba
beberapa cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik.
Secara umum, banyak metode bantuan misonsepsi dengan menghadapkan peserta didik pada suatu data
anomali, yaitu data yang bertentangan dengan gagasan awal peserta didik. Dengan menghadapi peristiwa anomali,
dapat muncul konflik dalam diri dan pemikiran peserta didik, yang selanjutnya diharapkan ada perubahan konsep
dalam diri mereka.
Sangat penting dalam pembelajaran, apabila guru selalu mempertanyakan kepada peserta didik gagasan dan
konsep yang mereka ketahui. Guru dalam mengajar, entah dengan metode apapun, perlu memberikan peluang
kepada setiap peserta didik untuk mengungkapkan gagasan dan idenya tentang konsep fisika yang dipelajari.dari
ungkapan itulah guru akan mengerti miskonsepsi yang dibawa atau dipunyai peserta didik. Langkah selanjutnya
adalah mencari sebabnya dan kiat mengatasinya. Minimal, guru selalu dapat bertanya, mengapa peserta didik
mempuyai gagasan seperti itu.
DAFTAR BUKU
Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Press.
http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikipsingbab1.pdf
Masril dan Nur Asma. 2002. Pengungkapan Miskonsepsi Siswa Force Concept Inventory dan Certainity of Response
Index. Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia. 2002. Vol.B5). Hlm:1-3. Available at: http:\\hfi.fisika.net
Novak, J.D and Bob Gowin. 1985. Learning How to Learn. Cambridge University Press.
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: PT Grasindo.
Surya, Yohannes. 1997. Olimpiade Fisika. Jakarta: Primatika Cipta Ilmu