A− 4
4
2 P → z −2 D + 24He + Q (1.1)
239
94 Pu → 235
92 U + 24He + Q
Jumlah muatan inti total adalah kekal, yaitu 94e = 92e + 2e dan jumlah nukleon
total adalah kekal, yaitu 239 = 235 + 4. Jadi, inti induk yang memancarkan sinar
α, nomor massa A berkurang 4 dan nomor atom Z berkurang 2.
A
Z P A− 4
Z −2 D
PD Pα
(a) (b)
mP C 2 = mD C 2 + m C 2 + K D + K (1.2)
K D + K = (m p + Zme ) − (mD + (Zme − 2me ) + m + 2me ) c 2
Dimana K D + K = Q
Sehingga
Q = m p = Zme − (m D − Zme − 2me + m + 2me ) c 2
= (m p + Zme − m D − Zme − m ) c 2
= (m p − m D − m ) c 2 (1.3)
Kemudian nilai Q = K D + K
4
Q= K + K
A−4
4 K + ( A − 4)K
Q=
A−4
4 K + AK − 4 K
Q=
A−4
A
Q= K
A−4
A−4
K = Q (1.5)
A
dengan A adalah nomor massa nuclide induk. Energi kinetik inti anak atau energi
inti yang terpental dapat dicari sebagai berikut
Q = K D + K
KD = Q − KD
A-4
= Q- Q
A
AQ - AQ + 4Q
=
A
A
KD = Q (1.6)
4
satuan rentangan energi
Jumlah partikel alfa per
0 Kα’
A−4
Q
A
Contoh 1.1
Kira-kira 0,01% dari semua platina yang terjadi secara alami adalah 190
78 Pt .
Dapatkah platina ini mengalami peluruhan α secara spontan? Jika platina tersebut
dapat meluruh secara spontan, berapakah:
(a) Energi peluruhannya?
(b) Energi kinetik partikel α?
(c) Energi kinetik inti yang terpental?
Penyelesain:
Reaksi peluruhan yang terjadi dituliskan sebagai
190
78 Pt→186
76 Os+ 2 He
4
90
(b) Karena nomor massa partikel induk ( 78 Pt ) A = 190, maka energi kinetik
partikel α
A−4
K = Q
A
190 − 4
= 3,25 MeV
190
= 3,18MeV
KD
0 Ke keadaan Ke keadaan
tereksitasi dasar
Gambar 1.3
Spektrum kinetik partikel alfa untuk empat nilai Q yang berbeda. Peluruhan menuju
keadaan tereksitasi memungkinkan timbulnya spektrum ini.
90
Inti 78 Pt meluruh dengan satu kelompok partikel α monoenergetik pada
3,18 MeV. Banyak pemancar alfa lain yang memancarkan kelompok-kelompok
partikel α pada beberapa energi yang berlainan, seperti ditunjukkan dalam
gambar1.3. Energi-energi yang berlainan ini mungkin disebabkan oleh karena
peluruhan radioaktif tidak selalu menuju keadaan dasar inti anak. Beberapa
peluruhan menuju keadaan tereksitasi. Inti anak dalam keadaan tereksitasi
mempunyai energi lebih besar dan oleh karenanya mempunyai massa lebih besar
daripada keadaan dasar. Kenaikan mD akan menurunkan Q dan K .
Bagaimana partikel alfa bisa meloloskan diri dari dalam inti? Gambar 1.4
menunjukkan energi potensial partikel alfa sebagai fungsi jarak dari pusat inti.
Partikel α terus menerus bergerak dalam inti dan dibatasi oleh potensial rintangan
di sekelilingnya. Menurut mekanika kuantum, partikel α ini mempunyai peluang
untuk menerobos potensial rintangan.
T = e −2 kL , (1.7)
dengan
2m(V − K )
k=
= -2 k(x ) dx
R
(1.8)
Ro
Dengan Ro = jari-jari inti
R = jarak dari pusat inti yang menunujukkan V = K.
Untuk X > R energi kinetik K lebih besar daripada energi potensial V, sehingga
partikel α yang mampu melampaui jarak R akan melepaskan diri dari inti.
Enrgi potensial listrik sebuah partikel α yang berada pada jarak x dari
pusat inti dapat dinyatakan sebagai
2Ze 2
V = (1.9)
4 0 x
Karena energi kinetik partikel α sama dengan energi potensialnya pada kedudukan
x = R, maka
2Ze 2 2Ze 2
K= atau R= (1.10)
4 0 R 4 0 K
R0
12 12
2mk R
= -2 2
R
R0
x -1
12 12
2mk R
R0 x − 1
R
= -2 2
2mk
12
-1 R0 1 2 R0 1 2 R0 1 2
= -2 2 R cos − 1 − (1.11)
R R R
ln T = −2 2 R − 2 0
2 R
= T
Apabila kita menganggap pada suatu saat hanya satu partikel α yang ada dalam
inti semacam itu dan partikel itu bergerak bolak-balik sepanjang diameter inti 2R0,
maka
v
=
2 R0
Peluruhan β ( 0
−1 atau 10 )
Selanjutnya kita akan membahas peluruhan β, yang terdiri dari tiga jenis:
peluruhan positron ( atau β+), peluruhan elekktron (atau β-), dan penangkapan
elektron.
= neutrino
Neutrino adalah partikel yang mempunyai massa diam nol, tidak bermuatan dan
1
mempunyai bilangan kuantum momentum spin .
2
Ap VD AD
p
(a) induk (b) anak
VV
Gambar 1.5 melukiskan peluruhan beta. Peluruhan
positron dapat
1
1 p → 01n + -10e + ,
Reaksi ini tidak terjadi untuk proton bebas karena massa proton lebih kecil
daripada massa neutron.
(m p − Zme ) c 2 = m D − (Z − 1) m e c 2 + me c 2 + K P + K D + K (1.16)
Oleh karena itu, nilai Q dalam proses peluruhan + dapat dituliskan sebagai
Q = K P + K D + K
Q = (mP − mD − 2me ) c 2 (1.17)
mp > mD + 2me
dan berarti Q > 0. Untuk perhitungan-perhitungan dengan persamaan (1.17), kita
dapat menggunakan 2me c2 = 1,022 MeV, atau 2me = 0,001097u.
0 Kβ(max)=Q
Gamabar 1.6
p = pD
Yang sama dengan momentum atom anak karena atom induk praktis diam.
PD + P + P = 0 (1.18)
Neutron bebas juga dapat meluruh dengan cara seperti ini, dengan umur paroh
10,5 menit.
Q = K D + K + K = (m p − m D ) c 2 (1.21)
➢ Penagkapan Elektron
Proses ini dapat berlangsung jika Q > 0 atau mp > mD. Setelah penangkapan
elektron, atom anak segera berada dalam keadaan tereksitasi. Kita mengabaikan
pertambahan energi eksitasi yang kecil ini terhadap m D.
Karena jumlah proton dalam inti anak kurang satu dibandingkan dengan
jumlah proton dalam inti induk, maka jumlah pengakapan elektron dapat
ditafsirkan sebagai penangkapan elektron oleh proton dalam inti dengan reaksi.
0
−1 e + 11p → 01n +
Kita dapat membayangkan reaksi ini sebagai hasil penambahan −10 e pada kedua
ruas dari reaksi 11 p → 01n + 10e + , dengan elektron dan positron dalam ruas kanan
saling meniadakan. Hanya dua partikel itu seharusnya bergerak berlawanan
dengan momentum yang sama tetapi berlawanan arah. Hal ini meyakinkan kepada
kita bahwa neutrino dan nuklide anak bergerak dengan energi kinetik tertentu.
Spektrum energi nuklide anak dan neutrino tersebut adalah monoenergetik.
Kulit L Kulit L
A A
z P Z−A D
Gambar 1.7
Penggambaran penagkapan elektron-K
Penyelesaian:
Q = - 0,1853685 MeV
Karena Q < 0, maka reaksi tersebut tidak dapat terjadi secara spontan dan Co-57
adalah stabil terhadap peluruhan positron.
Peluruhan γ
Akhirnya kita akan membahas peluruhan gamma (atau peluruhan γ), yang
terjadi bilamana inti meluruh dari keadaan tereksitasi ke keadaan dengan energi
lebih rendah atau keadaan dasar. Dalam proses peluruhan gamma tidak terjadi
perubahan A atau Z. Nuklide anak hanya berada dalam keadaan energi yang lebih
rendah daripada keadaan energi nuklide induk. Peluruhan alfa atau beta seringkali
meninggalkan inti dalam keadaan tereksitasi, sehingga peluruhan γ sering
menyertai peluruhan α atau peluruhan β. Sama seperti atom, inti akhir yang
berada dalam keadaan eksitasi akan mencapai keadaan dasar (ground state)
setelah memancarkan sinar gamma.
Contoh:
12 Mg → 13 Al * + -1 e +
27 27 0
27
13 Al * (keadaan eksitasi )
27
13 Al (keadaan dasar)
Inti radioaktif yang sudah meluruh selalu menuju ke inti stabil di keadaan
dasarnya. Pada contoh di atas merupakan inri tidak stabil, karena berada pada
keadaan eksitasinya.
Inti induk
−
Ei Keadaan eksitasi
AE
E0 Keadaan dasar
E = E - E R
dengan
E = E i − E 0
1 E 2
ER =
2 MC 2
keterangan:
C = kecepatan cahaya
h = (E2-E1)-Kr
Kr
V1
Energi sinar γ sebesar h lebih kecil daripada (E2-E1) karena energi kinetik Kr
harus diberikan kepada inti.
E merupakan penyebaran pada suatu puncak. Nilai minimumnya diperoleh dari asas
ketidakpastian Heisenberg.
Namun demikian, energi kinetik Kr yang kecil itu sudah cukup untuk
mempertahankan sinar gamma yang dipancarkan dari serapan yang dilakukan oleh
inti yang serupa. Jika serapan terjadi, inti yang menyerap seharusnya juga
terpental agar momentum kekal. Oleh karena itu inti yang menyerap memerlukan
h ' = (E2 − E1 ) + K r . Sebagai rangkuman, sinar gamma yang dipancarkan
mempunyai h = (E2 − E1 ) − Kr dan sinar gamma yang diserap harus mempunyai
h ' = (E2 − E1 ) + Kr . Energi hυ dan hυ’ berbeda Kr, seperti ditunjukkan dalam
gambar 1.9.
Sinar γ tidak selalu dipancarkan sebagai hasil transisi ke suatu keadaan inti
tereksitasi yang lebih rendah. Dalam proses konversi internal, inti memberikan
energi (E2-E1) secara langsung ke salah satu elektron dalam salah satu kulit atom
sebelah dalam. Energi ini cukup kuat untuk melepaskan elektron tersebut ke luar
dari atom. Elektron ini akan meninggalkan atom dengan energi kinetik (E 2-E1)
dikurangi energi ionisasi elektron tersebut. Seperti peristiwa penangkapan
elektron, suatu lubang (atau ”hole”) akan dihasilkan dalam kulit elektron bagian
dalam tersebut, dan karakteristik sinar x dapat dipancarkan selama ”hole” itu
terisi.
Contoh 1.3
Gambar 1.10 menunjukkan bahwa Na-22 mempunyai dua jenis peluruhan dari
keadaan dasarnya ke keadaan tereksitasi Ne-22. peluruhan penangkapan elektron
terjadi 10,2 persen dari waktunya, sedangkan peluruhan β + terjadi 89,8 persen dari
waktunya, dengan energi kinetik maksimum 0,545 MeV. Sedangkan 0,06 persen
peluruhan adalah peluruhan β+ lainnya dari keadaan dasar Na-22 secara langsung
ke keadaan dasar Ne-22. akhirnya, gambar 1.10 menunjukkan bahwa sinar γ
dengan energi 1,275 MeV dipancarkan dalam peralihan dari keadaan tereksitasi
Ne-22 ke keadaan dasar Ne-22.
a. Berapa persen peluruhan dari keadaan Na-22 ke keadaan dasar Ne-22 yang
melibatkan sinar gamma?
22
Na
γ( 1,275MeV) 2+ 0,06%
22
Ne
22
Bagan tingkat energi nuklir untuk peluruhan Na
Penyelesaian
= 21,994434u
d. Dalam keadaan tereksitasi, energi Ne-22 lebih besar 1,275 MeV daripada
keadaan dasar, sehingga menurut E = mc2 massanya lebih besar 1,275
MeV/c2. dengan demikian, massanya.
= 21,99275u
Soal-soal
Kemudian hitunglah energi kinetik partikel α dan energi kinetik partikel anak
yang terbentuk.
Kemudian hitunglah energi kinetik neutrino dan energi kinetik inti anak.
5. tiga partikel α dan tiga sinar γ dipancarkan bilaman Am-241 meluruh menjadi
Np-237, seperti ditunjukkan dalam gambar 1.11. Partikel 6 mempunyai
( )
energi kinetik K6 5,443meV dan partikel mempunyai energi kinetik
6,486Mev. Hitunglah energi kinetik sinar 1 , 2 , dan 3 .
241
Am
α6
α7
α9
γ1
γ2 γ3
237
NP
Jika anda mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal latihan tersebut,
perhatikan petunjuk penyelesaian untuk masing-masing soal sebagai berikut:
Dalam peluruhan alfa, nuklide induk (P) meluruh menjadi nuklide anak
(D) dengan memancarkan sebuah partikel alfa (α). Bagan peluruhan partikel α
dapat disajikan sebagai
A− 4
2 P → z − 2 D + 2 He + Q
4 4
Ada tiga jenis peluruhan β, yaitu: peluruhan positron ( atau β+), peluruhan
elekktron (atau β-), dan penangkapan elektron. Dengan bagan sebagai berikut:
Q = K P + K D + K = (mP − mD − 2me ) c 2
2. Peluruhan elektron
A
Z P→ A
Z +1 D + -10 +
Q = K D + K + K = (m p − m D ) c 2
3. Penagkapan elektron
0
−1 e + ZAP → A
Z-1 D +