Anda di halaman 1dari 2

KEKAYAAN HAKIKI,

Khubeib bin Adi ra berkata, “Kami sedang berada di suatu majelis,


tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan di kepalanya terdapat bekas
air”. Sebagian dari kami berkata, “Kami melihat engkau berjiwa
tenang.” Beliau menjawab, “Ya, Alhamdulillah” Kemudian orang-
orang berdikusi panjang lebar tentang hakekat kekayaan, maka
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak mengapa kekayaan itu bagi orang
bertaqwa dan kesehatan bagi orang bertaqwa lebih baik dari
kekayaan, sedangkan kenyamanan dan kekayaan jiwa termasuk dalam
kenikmatan.” (HR Ibnu Majah).
Kekayaan hakiki tidak terletak pada banyaknya harta, deposito, saham
dan property. Tidak sedikit pemilik harta yang gelisah dan sengsara.
Dia berusaha siang malam menumpuk harta, tetapi kikir bersedekah
karena takut miskin. Dia tidak rida dengan rezeki yang dibagi oleh
Allah sehingga miskin hati. Kemiskinan hati inilah yang mendorong
manusia mati-matian menumpuk harta dan enggan berjuang di jalan
Allah.
Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Abu Dzar ra, “Wahai Abu
Dzar, apakah banyaknya harta adalah kekayaan? “ Aku menjawab,
“Ya, benar wahai Rasulullah.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu
menganggap sedikitnya harta adalah kemiskinan?” Aku
menjawab,”Benar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya
kekayaan itu adalah kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan
hati.” (HR An Nasai, Ibnu Hibban dan Tabrani). Makna hakiki
kekayaan dalam pandangan Rasulullah SAW adalah kekayaan jiwa
(HR Bukhari, Muslim, Ahmad dll)
Kemiskinan hati adalah penyakit berbahaya. Orang miskin hati bisa
mengumpulkan harta tanpa memedulikan halal atau haram. Tidak
jarang mereka berani menipu dalam bisnis seperti mengurangi
timbangan, mencuri dan korupsi. Para sahabat ra adalah teladan
orang-orang yang kaya jiwa. Mereka meletakkan harta di tangan
bukan di hati. Mereka tidak ragu memberikan hartanya untuk fi
sabilillah. Pada saat pengiriman jaysul ‘usrah Umar bin Khatab ra
memberikan separuh hartanya, Abu Bakar menginfaqan semua
hartanya, demikian juga sahabat-sahabat yang lain.
Pemilik dunia adalah orang yang memiliki tiga criteria; hidup
tenteram dan aman di tengah masyarakatnya, sehat jasmaninya dan
memiliki makanan cukup untuk sehari itu (HR Tirmidzi)
Imam Syafi’I menegaskan,”Bila anda memiliki hati yang serba puas
maka anda sejajar dengan pemilik semua isi dunia.” Agar memiliki
kekayaan hakiki kita harus :
1. Tidak melihat pada harta orang lain (QS Thaha 131)

        


       
  
131. Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa
yang Telah kami berikan kepada golongan-golongan dari
mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai
mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik
dan lebih kekal.

2. Puas dengan pembagian rezeki dari Allah,


“Puaslah dengan apa yang diberikan Allah Kepadamu pasti
kamu menjadi orang yang paling kaya.” (HR Ahmad, Tirmidzi
dan Baihaqi).
Bila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang,
dijadikanlah kekayaan jiwanya dan ketaqwaannya berada di
hatinya dan bila Allah menghendaki keburukan pada seseorang,
dijadikanlah kemiskinan itu berada di pelupuk matanya (HR
Ibnu Asakir dan Baihaqi)
3. Melihat orang yang lebih rendah dalam hal harta karena hal
demikian lebih layak dan tidak meremehkan nikmat Allah atas
kamu (HR Al Hakim dan Baihaqi)

Anda mungkin juga menyukai