Anda di halaman 1dari 5

B.

Thaharah : Landasan Kesehatan Pribadi


Islam sangat peduli dengan kebersihan dan kesehatan. Bahkan, banyak dalil-dalil anjuran
bagi kaum muslimin untuk memelihara kebersihan dan kesehatannya. Thaharah dalam
beberapa kitab fiqih, seperti kitab al-Fiqh Al-Islmamy wa adillatuhu secara bahasa berarti
bersuci, dan thaharah juga bermakna An-Nadhzafah, yaitu kebersihan (Az-Zuhaily, 2011).
Maka, thaharah secara istilah bisa diartikan sebagai kegiatan bersuci dan membersihkan.
Berikut adalah salah satu dalilnya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (QS Al-maidah ayat : 6).
Oleh karena itu, berdasarkan ayat diatas maka, umat muslimin wajib memelihara sumber-
sumber air dan memanfaatkannya secara optimal untuk keperluan hidup dan menjalankan
ibadah kepada Allah SWT. Seorang muslim harus suci dari najis dan hadas saat ingin
beribadah, baik kecil maupun besar. Thaharah dibagi atas 2 jenis yaitu:
 Thaharah Ma’nawiyah (Bersuci Rohani)
Thaharah ma'nawiyah merupakan bersuci rohani misalnya membersihkan segala penyakit
hati yaitu iri, dengki, riya dan lainnya. Pasalnya, thaharah ma'nawiyah ini penting dilakukan
sebelum melakukan thaharah hissiyah, karena ketika bersuci harus dalam keadaan bersih dari
sifat-sifat sirik tersebut.
 Thaharah Hissiyah (Bersuci Jasmani)
Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian tubuh dari sesuatu yang
terkena najis (segala jenis kotoran) maupun hadas (kecil dan besar). Untuk membersihkan
dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan menggunakan air seperti berwudu, mandi
wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi tidak ada air).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka berikut adalah urgensi air bagi ibadatan dan manfaatnya
bagi kesehatan:

A. Membersihkan diri dari Najis


Pada dasarnya, semua benda atau zat adalah bersih (suci) kecuali yang dinyatakan najis
oleh sya’riat seperti, kotoran dari saluran anus, bangkai, darah, dan daging babi sebagaimana
firman Allah di surat Al-Maidah ayat 3. Pada saat umat islam hendak sholat periksa secara
cermat semua bagian tubuh, pakaian, dan tempat shalat. Jika terdapat suatu denda atau zat
najis, maka wajiblah ia membasuh dan membersihkannya sedemikian rupa. Sehingga zat
najis itu hilang warnanya, baunya, dan rasanya. Jika setelah dicuci, masih juga ada sedikit
bau atau warna yang sukar dihilangkan, hal itu dimaafkan. Najis dibagi mejadi 3 yaitu:
 Najis Mugalladah (Berat)
Contohnya adalah, air liur anjing. Cara membersihkannya yaitu, dengan membasuh bagian
yang terkena najis dengan tujuh kali, kali yang pertama atau salah satu harus dicampur
dengan tanah. Menurut ulama, tanah itu boleh juga digantikan dengan sabun, atau pembersih
yang lebih kuat. Metode mencampur air dengan tanah guna menyucikan najis mughalladah,
dapat menggunakan salah satu dari tiga cara. Pertama mencampurnya secara bersama-sama
kemudian diletakkan pada tempat yang ada najisnya, atau meletakkan tanah di atas tempat
yang terkena najis dan kemudian memberi air dan mencampurnya hingga terbasuh. Atau
dapat juga dilakukan dengan cara memberi air, baru kemudian tanah, dan mencampurnya
hingga terbasuh.
 Najis Mutawassithah (Tengah-tengah)
Contohnya adalah, muntahan, segala cairan yang keluar dari kedua “pintu pelepasan” selain
sperma, bangkai, darah, dan daging babi. Cara membersihkannya cukup dengan membasuh
satu kali saja dengan air, tanpa tanah, apabila sudah cukup dianggap bersih kembali.
 Najis Mukhaffafah (Ringan)
Berupa air seni bayi laki-laki (dan perempuan?) berusia dibawah dua tahun dan tidak makan
makanan selain ASI, cukup diperciki air bersih diatasnya dan sedikit lagi disekitarnya.
Selain membersihkan diri dari najis, umat muslimin pada saat hendak shalat dan luar shalat,
harus menhindar dan membersihkan diri dari khamar atau alkohol. Inilah strategi islam
mencegah dan mengehentikan kebiasaan mengkonsumsi khamr atau alkohol dalam tradisi
masyarakat Arab pra-Islam. Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa orang yang rajin
shalat dapat dipastikan bebas dari lingkungan yang kotor, baik fisik, maupun sosial.

B. Membersihkan diri dari Hadas Kecil


Membersihkan diri dari hadas kecil dilakukan dengan cara berwudhu, dengan
menggunakan “air yang suci lagi menyucikan”. Berikut adalah tata cara wudhu
sebagaimana dalam Surat Al-Maidah Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
(QS. Al-Maidah : 6). Para ulama menambahkan selain empat hal diatas, terdapat rukun
wudhu yaitu; (1) Mulai dengan niat berwudhu, (2) Menyuci muka, (3) Mencuci kedua
tangan sampai siku, (4) Mengusap sirah, (5) Mencuci kedua kaki sampai mata kaki, (6)
Simultan atau secara berurutan. Selain rukun wudhu diatas, terdapat juga sunah wudhu,
yaitu; (1) Membaca basmallah ketika mulai wudhu, (2) Membersihkan gigi dengan sikat
(pasta) gigi, siwak, dan lainnya, (3) membersihkan kedua telapak tangan sampai pergelangan
sebanyak tiga kali, (4) berkumur-kumur (tiga kali), (5) Membersihkan lubang hidung (tiga
kali), (6) menyilang sela-sela jari tangan dan kaki, (7) Membersihkan bagian luar dan dalam
telinga (tiga kali), (8) Mendahulukan anggota badan bagian kanan dari yang kiri, (9)
Mengulangi basuhan tiap-tiap anggota wudhu masing-masing sebanyak tiga kali, (10)
Menggosok-gosok anggota wudhu ketika membasuhnya agar lebih bersih, (11) Menambah
sedikit dari batas yang diwajibkan ketika membasuh atau mengusap anggota wudhu, (12)
Menggunakan air secukupnya, tidak boros, dan (13) Selesai wudhu, membaca doa.

C. Membersihkan diri dari Hadas Besar


Seseorang wajib mandi ketika: (1) Keluar mani (sperma) disertai syahwat, baik sedang
tidur ataupun dalam keadaan terjaga, (2) melakukan hubungan seksual (jima) meskipun tidak
keluar mani (sperma), (3) Berhenti dari haid (menstruasi) dan nifas (darah keluar karena
setelah melahirkan) bagi Wanita, (4) Masuk islam, (5) Mati. Seseorang yang berhadas besar
dilarang mengerjalan shalat, tawaf di Kabah, I’tikaf di masjid, serta membaca dan membawa
Al-Quran. Cara membersihkan hadas besar adalah dengan mandi besar, rukun mandi yaitu,
mengalirkan air ke seluruh tubuh, dengan niat menghilangkan hadas besar atau janabat.
Berikut adalah tata cara mandi besar yang baik dan benar:
a. Sebelum mulai mandi, terlebih dahulu membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga
kali, mencuci kemaluan, dan berwudhu secara sempurna.
b. Berniat, sambil menyiramkan air ke kepala sebanyak tiga kali, dengane memasukan sela-
sela jari ke sela-sela rambut sehingga membasahi kulit kepala.
c. Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan dimulai dari sisi kanan sebelum sisi kiri,
sambal menggosok bagian yang tidak mudah dimasuki air (dalam telinga, pusar, sela-sela
jari kuku, ketiak, dsb).

D. Kebiasaan Fithri yang Berhubungan dengan Kebersihan


 Istinja’ adalah membasuh saluran kencing dan (lingkaran) anus setelah buang air kecil
atau buang air besar. Cara yang baik dalam tradisi Islam adalah, dengan menggunakan air
untuk menghilangkan najis terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan sesuatu yang
bersih dan keringwalaupun dengan kertas.
 Khitan, atau circumcisio pada laki-laki adalah memotong kulup (praeputium glandis)
yang, menutupi zakar (glang penis), agar terhindar dari berkumpulnya kotoran di bawah
kulup yang menjadi pusat berkembangbiaknya bakteri dan bau tidak sedap, dan
memudahkan pembersihannya setelah buang air kecil (kencing) maupun setelah
bersebadan. Secara klinis, khitan memiliki banyak manfaat dalam kesehatan.
 Memotong kuku dan menghilangkan bulu yang menganggu, seperti mencukur kumis dan
mencabut bulu ketiak. Dianjurkan memotong kuku setiap kali mulai memanjang, paling
lama sekali dalam seminggu, dan menghilangkan bulu-bulu di bawah lengan (ketiak),
bawah pusar dalam waktu yang sesuai sebaiknya tidak lebih lama dari empat puluh hari.
 Menggosok gigi, Rasulullah ketika hendak tidur dan bangun tidur terbiasa selalu bersiwak
(menggosok giginya). Syara’ melarang seseorang melakukan shalat yang pada mulutnya
masih tertinggal sisa-sisa makanan. Secara medis, sisa-sisa makanan yang tertinggal bisa
menyebabkan infeksi.
 Memakai wangi-wangian, dianjurkan bagi laki-laki memakai wang-wangian terutama
pada hari jumat dan hari-hari raya, yakni pada waktu berkumpulnya khalayak di Masjid
atau tempat pertemuan lainnya. Bagi wanita dianjurkan untuk memakainnya terutama di
rumahnya sendiri diantara keluarganya, atau sesama wanita.
 Merapikan rambut dan memelihara janggut, Rasulullah memuji orang yang memiliki
rambut rapih dan bercahaya. Rasulullah bersabda “Barangsiapa memiliki rambut, maka
muliakanlah”. Dewasa ini, memanjangkan rambut menjadi mode di kalangan kaula muda.
Kebiasaan ini tidak bertentangan dengan syari’at selama ia menjaga kebersihan dan
kerapihannya, serta bukan bermaksud menyamai wanita. Sejarah mencatat bahwa Rasul
dan para sahabat memanjangkan rambut mereka sampai bahu.
 Membiarkan uban atau mengubah warnanya? Nabi SAW bersabda, ''Sesungguhnya orang
Yahudi dan Nasrani tidak menyemir ubannya, maka selisihlah mereka.'' (Shahih Bukhari).
Hanya saja, Nabi SAW kemudian tidak membolehkan menyemir rambut dengan warna
hitam, sesuai hadis Rasulullah SAW, ''Hilangkanlah ubanmu dan hindarilah
mengubahnya dengan warna hitam.'' Hanya saja, Sebagian ulama yang lain tidak
menyetujui menyemir rambut, kecuali pada saat peperangan – kontak bersenjata
langsung, supaya musuh takut, karena dala penglihatan musuh, tentara Islam itu
semuanya muda-muda. Oleh karena itu, untuk di dewasa ini, rasanya tidak relevan karena
sudah tidak ada lagi peperangan fisik seperti itu. Sebaiknya, dibiarkan saja bagaimana
adanya, tidak perlu disemir, karena keadannya sudah demikian (sudah tua). Kenyataan itu
harus diterima sebagai sunnatullah bila ditakdirkan umurnya panjang.

Daftar Pustaka
Assidiq. 2013. “Mengecat Rambut Warna-warni, Boleh tidak?”. dalam artikel republika.
https://www.republika.co.id/berita/mghky7/mengecat-rambut-warnawarni-boleh-
tidak-2habis (Diakses pada 9 Oktober 2021 Pukul 16:25)
Nadlir. 2019. “Fiqih Thaharah: Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis”.
https://baladena.id/fiqih-thaharah-pengertian-dasar-hukum-dan-jenis/ (Diakses
pada 9 Oktober 2021 Pukul 16:20).
Tim Dosen Mata Kuliah Umum Pendidikan Agama Islam. 2021. Islam Progresif. Serang: CV
Tiara Kerta Jaya.
Vio. 2021. “Thaharah: Pengertian, Pembagian, dan Tata Cara Pelaksanaannya”. dalam artikel
kumparan. https://kumparan.com/berita-hari-ini/thaharah-pengertian-pembagian-
dan-tata-cara-pelaksanaannya-1v1O7q7pcTP/full (Diakses pada 9 Oktober 2021
Pukul 16:24).

Anda mungkin juga menyukai