Anda di halaman 1dari 23

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK


ACARA I : ALKALIMETRI

LAPORAN

OLEH :
MUH. HAEDAR
D061221042

GOWA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk menentukan serta mengetahui kadar suatu senyawa dapat


menggunakan berbagai macam metode. Jenis setiap metode yang akan
digunakan tergantung pada jenis serta struktur kimia dari senyawa yang akan
dianalisis. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah titrasi. Titrasi adalah
suatu metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang konsentrasinya telah diketahui. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses titrasi. Ada
berbagai macam metode titrasi, diantaranya adalah asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri merupakan titrasi yang menggunakan asam atau acid
sebagai larutan standarnya, terhadap suatu larutan basa. Sedangkan alkalimetri
merupakan titrasi yang menggunakan basa atau alkali sebagai larutan standarnya,
terhadap suatu larutan yang bersifat asam. Dalam titrasi terdapat perhitungan
volume yang diperlukan guna mencapai titik ekivalen. Dalam prakteknya titik
ekivalen sukar diamati, karena merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir
stoikiometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang
membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi
merupakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan
menyebabkan perubahan warna indikator.
Pada percobaan akan dilakukan penentuan Asam Asetat
(CH3COOH) dalam cuka yang di titrasi dengan menggunakan NaOH
sebagai larutan standarnya. Oleh karena itu dilakukanlah prosedur titrasi
alkalimetri ini.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari pecobaan adalah sebagai berikut:


Adapun Maksud dari praktikum ini yaitu untuk menganalisis kadar
asam asetat dalam cuka dengan metode alkalimetri.
Adapun tujuan dari praktikum adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui cara membuat larutan standar NaOH .
2. Mengetahui kadar CH3COOH yang diperoleh dari proses titrasi.

1.3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah :


1. Bagaimana cara membuat larutan standar NaOH?
2. Bagaimana standarisasi larutan NaOH?
3. Bagaimana prosedur standarisasi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Alkalimetri

Istilah asam berasal dari bahasa latin yaitu acidus (asam), yang
berkaitan dengan kata acer (tajam) dan acetum (cuka). Cuka merupakan
larutan dari asam asetat. Dan untuk istilah alkali (basa) berasal dari
bahasa Arab yaitu al-qali yang berarti abu dari suatu tanaman yang ada
kaitannya dengan daerah rawa garam dan padang pasir. Sumber dari
kata basa yaitu abu hasil pembakaran kayu. Sudah sejak lama diketahui
bahwa asam dan basa dapat saling menetralkan dan dapat membentuk
senyawa berupa garam dan air. Sifat yang berkaitan dengan asam yaitu
rasanya yang asam, rasa seperti tertusuk jarum apabila terkena kulit.
Kemampuan yang dimiliki asam yaitu, dapat melarutkan sebagian besar
dari logam , dapat melarutkan batu kapur dan mineral karbonat lainnya.
Sedangkan basa memiliki rasa pahit dan licin. Sifat dasar dari basa ini
yaitu banyak ditemukan pada sabun dan zat pembersih peralatan rumah
tangga lainnya. Baik asam maupun basa memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi warna dari unsur pokok tanaman tertentu. Misalnya,
lakmus berasal dari sebangsa tumbuhan lumut. Dalam larutan asam
lakmus ini akan berwarna mmerah dan lakmus akan tetap berwarna biru
jika dalam larutan yang bersifat basa.
Terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan tentang asam
basa diantaranya yaitu :
1. Antoine Lavoisier (1777). Mengemukakan bahwa semua dari asam
mengandung O₂(oksigen).
2. Humphry Davy(1810). Mengemukakan bahwa unsur dalam asam bukan
oksigen tetapi hidrogen, yang ditunjukkan oleh asam hidrokhlorik yang
mengandung hanya atom H dan Cl tanpa ada O.
3. Svante Arrhenius(1884). Berdasarkan teori tentang
penguraian elektrolisis, bahwa terdapat dua macam larutan elektrolit
(larutan dalam air). Dua macam larutan elektrolit tersebut yaitu
elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Disebut dengan elektrolit kuat
apabila zat tersebut terlarut terurai sempurna (terionisasi) di dalam air,
sedangkan apabila disebut dengan elektrolit lemah jika hanya sedikit
sekali senyawa yang terionisasi. Menurut Arrhenius, asam merupakan
senyawa yang jika terurai akan menghasilkan ion hidrogen(H⁺).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara
lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis.
Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai yang tak diketahui.
Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan
yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetric (Keenan,
1980).

Analisa volumetrik (titrimetri) merupakan bagian dari kimia


analisa kuantitatif, dimana penentuan zat dilakukan dengan cara
pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui
konsentrasinya yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang
ditentukan.
Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu
reaksi kimia seperti :
aA + tT produk

Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul


reagen T. Reagen T. yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi
sedikit (secara inkremental), biasanya dari dalam buret, dalam
bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. (Khopkar, 1984)
Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan
baku basa untuk menentukan jumlah asam yang ada (Daintith,
1997).
Alkalimetri merupakan metode yang berdasarkan pada reaksi
netralisasi, yaitu reaksi anatara ion hidrogen yang berasal dari asam
dengan air hidroksida yang berasal dari basa yang membentuk molekul
air. Oleh sebab itu, alkalimetri dapat didefinisikan sebagai metode
untuk menetapkan kadar asam dari suatu sampel dengan menggunakan
larutan basa yang sesuai. Reaksi penetralan atau asidimetri-alkalimetri
adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan
reaksi dalam analisis titrimetri.Asidimetri berasal dari kata asidi dan
metri, dimana asidi berasal dari kata aad yang berarti asam sedangkan
metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu, proses, seni
mengukur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asidimetri adalah
pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam untuk
menentukan basa. Titrasi asidimetri-alkalimetri merupakan titrasi yang
berhubungan dengan reaksi asam basa. Menurut pengertian lain,
alkalimetri dapat diartikan sebagai suatu titrasi dengan larutan standar
basa untuk menentukan asam.
Reaksi – reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar
penentuan titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut : Jika HA
merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka
reksinya adalah : HA + OH→A+ H2O Jika BOH merupakan basa yang
akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah : BOH +
H+ → B+ + H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip
reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni : H ++ OH →
H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara
asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah
dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus reaksi antara
asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis
kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis
kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang
menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit
kuat seperti NaOH dan HCl. (Underwood, 1986) Perhitungan titrasi
asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam
cara, yaitu :

1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek)


asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa. Diketahui : grek
(garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N), Maka pada titik ekivalen : V
asam x N asam = V basa x N basa; atau V1 x N1 = V2 x N 2 Untuk asam berbasa
satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M =
1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N. 2.
2. Berdasarkan koefisein reaksi atau penyetaraan jumlah mol Misalnya untuk
reaksi : 2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O(COOH)2 = 2 NaOH Jika M1
adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah
molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :
V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2V2 M 2
Oleh sebab itu : V NaOH x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2x.
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam
suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan
larutan standarr primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi.
Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan
(sebaiknya pada suhu 110-120⁰C).
2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan
dapat diabaikan.
3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau
uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak
boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap.
Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan
eksperimen.
6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini
mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau
dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak
berubah selama penyimpanan.

2.2 Titrasi Alkalimetri

Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium


hidrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan
zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder
adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat
aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer
(Basset, J, 1994).Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat
lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik
ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya
harus terdeteksi oleh suatu perubahan,yang tak dapat di salah lihat oleh
mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam
sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu
reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator Cuka makanan mengandung
beberapa jenis asam yang konsentrasinya dapat ditentukan melalui titrasi dengan
menggunakan basa kuat seperti NaOH. Jumlah asam utama yang terdapat pada
kebanyakan cuka makanan yaitu asam asetat. Untuk menunjukkan titik akhir
titrasi digunakan indikator fenolftalin (PP).
Dikarenakan larutan NaOH bukan merupakan jenis larutan standar primer
maka setiap penggunaannya untuk analisis volumetri harus distandarisasi terlebih
dahulu.

2.3 Titrasi Asam Basa

Reaksi ini memiliki titik akhir titrasi yang perubahan warna nya cukup tajam
dan mudah untuk diamati secara visual. Oleh karena itu, penambahan indikator
sangat diperlukan dalam setiap proses titrasi. Indikator memiliki warna berbeda pada
lingkungan pH yang berbeda, oleh sebab itu, indikator membantu perubahan warna
pada saat titik akhir titrasi berlangsung. Selama proses titrasi berlangsung pH larutan
sedikit demi sedikit berubah secara signifikan sampai mencapai titik akhir titrasi.
Kurva Titrasi Asam Basa. Kurva titrasi dibuat untuk mengetahui perubahan
pH larutan terhadap volume penitrasi. Pada kurva titrasi inilah dapat dengan mudah
mengamati perkembangan perubahan pH pada larutan sebelum tercapainya titik
ekivalen dan adanya perubahan warna pada larutan saat penambahan sedikit demi
sedikit volume penitrasi. Untuk titrasi asam lemah perubahan pH pada titik ekivalen
kurang nyata dibandingkan dengan titrasi asam kuat. Perubahan pH pada larutan
terkait dengan perubahan warna pada indikator dan penentuan titik akhir titrasi.
Pemilihan indikator yang tepat akan menghasilkan tingkat ketajaman warna yang
baik pula. Pemilihan indikator menjadi faktor penting dalam memperoleh data
kuantitatif analit dengan tingkat validitas yang tinggi. PH selama titrasi. Selama
proses titrasi penghitungan pH merupakan upaya yang penting untuk merealisasikan
pemilihan indikator. pH yang sebelumnya telah diketahui di bandingkan dengan
volume penitrasi yang akan digunakan untuk membentuk kurva titrasi. Urutan
langkah ini yaitu:
1. Menghitung pH larutan awal (asam,basa atau garam)
2. Menghitung pH larutan selama titrasi sampai sebelum titik ekivalen tercapai
3. Menghitung pH pada saat titik ekivalen
4. Menghitung pH setelah tercapai titik ekivale

Berikut adalah beberapa istilah dalam titrimetri:


1. Larutan baku : larutan yang konsentrasinya telah atau dapat diketahui
dengan pasti atau yang dapat digunakan untuk mencari konsentrasi zat lain. Rumus
umum untuk mengetahui konsentrasi zat lain dari suatu larutan adalah :
a. larutan baku primer : konsentrasinya dapat diketahui secara langsung
dengan perhitungan sehingga dapay langsung digunakan untuk menetapkan
konsentrasi zat lain. Maka dalam penimbangan dan pembuatannya harus dilakukan
dengan teliti dan akurat.
b. larutan baku sekunder : konsentrasinya tidak dapat diketahui secara
langsung, harus dibakukan dahulu dengan standar primer, baru dapar digunakan
untuk menetapkan konsentrasi zat lain. Tidak seperti halnya baku primer, dalam
penimbangan dan pembuatan larutan baku sekunder tidak harus teliti dan akurat
karena nantinya akan dibakukan dengan larutan baku primer.
2. Titik akuivalen (setara) : titik dimana jumllah titran dengan titrat adalah
sama secara stoikiometris.
3. Titik akhir : titik dimana terjadi perubahan warna atau kekeruhan yang
menandai berakhirnya suatu titrasi. Secara teoritis ekuivalen harus sama dengan titik
akhir.
Penggolongan teknik titrasi :
1. Titrasi langsung (direct titration) : larutan contoh langsung ditirasi dengan
larutan standar, misalnya titrasi antara NaOH dan HCl
2. Titrasi tidak langsung (back titration) : cara iini digunakan jika zat yang
berada di dalam contoh tidak bereaksi dengan larutan baku atau bereaksinya sangat
lamban. Dalam kasus ini harus ditambahkan ke dalam larutan contoh sejumlah
tertentu zat ketiga yang berlebihan, kemudian kelebihan zat ketiga dititrasi dengan
larutan baku.
3. Titrasi penggantian (displacement titration)
Cara ini dilakukan bila ion yang ditetapkan :
a. Tidak bereaksi langsung dengan larutan baku
b. Tidak bereaksi secara staoikiometri dengan larutan baku
c. Tidak saling mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunjuk.

2.4 Indikator Titrasi


Indikator merupakan larutan yang ditambahkan pada titrasi asam maupun
basa yang berguna untuk melihat adanya perubahan warna pada titran yang
menunjukkan titik akhir titrasi telah tercapai. Pemilihan indikator untuk setiap larutan
sangatlah penting untuk membantu keberhasilan titrasi yang telah dilakukan.
Pemilihan indikator yang tidak sesuai akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
penentuan titik akhir titrasi seperti perubahan warna yang tidak sesuai dengan
prosedur atau tidak adanya perubahan warna yang terjadi.
Pemilihan indikator yang akan digunakan dalam titrasi asam basa harus
memperlihatkan trayek pH indikator tersebut. Menurut Ostwald indikator asam basa
adalah suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna berbeda dalam
bentuk molekul dan ionnya pada keadaan kesetimbangan. Dalam kata lain indikator
itu larutan yang membuat antara titran dan analit berubah menjadi pH yang
seimbang. Misalnya terdapat indikator asam lemah yang berwarna merah(HIn)
karena bentuk molekul dari HIn berwarna merah,sedangkan bentuk terionisasinya
berwarna kuning. Perubahan warna merah dari HIn menjadi warna kuning (In⁻)
terjadi pada kisaran pH tertentu. Ketelitian seseorang dalam melihat perubahan warna
tersebut menjadi salah satu hal yang diperhatikan. Sebelum terjadi perubahan warna
tersebut, terjadi transisi antara warna merah(HIn) dan warna kuning(In⁻)
kemungkinan transisi warna yang terjadi yaitu warna orange.
Umunya hanya satu warna yang akan terlihat, yaitu Ketika [In⁻] dan [HIn]
adalah 10 : 1. Dengan demikian hanya warna dengan konsentrasi yang paling tinggi
yang akan terlihat. Sebagai contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka
konsentrasi [In⁻]/[HIn] = 10/1, sehingga jika dimasukkan ke persamaan Henderson-
Hasselbalch diperoleh:
pH = pKa + log 10/1 = pKa + 1
Jadi terjadinya perubahan pH pada indikator dari satu warna ke warna yang
lain terjadi pada pH berkisar antara pKa-1 sampai dengan pKa+1. Pada titik tengah
atau saat terjadi transisi warna, maka konsentrasi [In⁻] akan sama dengan [HIn].
Oleh sebab itu pH = pKa. Maka dari itu jarak antara perubahan warna indicator satu
ke warna lain merupakan trayek perubahan warna indicator yang nilainya mencakup
dua satuan pH.
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain:


1. Buret 50 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Pipet volum 10 mL
4. Neraca Analitik
5. Pipet tetes
6. Bulb
7. Gelas piala 250 mL
8. Labu ukur 100 mL
9. Labu Semprot
10. Corong
11. Statif dan klem

3.2 Bahan

1. Asam oksalat (C2H204)


2. Indikator PP
3. Aquades
4. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N
5. Asam cuka

3.3. Prosedur Percobaan

3.2.1 Asidimetri

1. Asam oksalat dehidrat 0,1 N dimasukkan kedalam buret


2. Dicampurkan 10ml NaOH dan 10ml aquades di dalam tabung
gelas
kimia, lalu diguncang-guncang (homogenkan)
3. Ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes ke dalam gelas
kimia
yang berisi NaOH dan aquades
4. Ditetesi latutan dengan asam oksalat deshidrat hingga larutan
menjadi
jernih, sambil diguncang-guncangkan..

3.3.2. Alkalimetri

1. Dimasukkan NaOH 0,1 N kedalam buret


2. Dituangkan 10ml asam cuka yang telah diencerkan terlebih dahulu
Kedalam gelas kimia.
3. Ditetesi indikator PP sebanyak 3 tetes kedalam gelas kimia berisi asam cuka
4. Ditetesi larutan asam cuka dengan NaOH 0,1 N hingga warna
larutan
menjadi pink transparan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1. Normalitas larutan baku sekunder NaOH


Percobaan Volume C2H2O4 Volume NaOH

I 15 mL 16,7 mL

II

2. Normalitas larutan sampel CH3COOH


Percobaan Volume CH3COOH Volume NaOH

I 15 mL mL

II

Dengan hasil perhitungan:

1. Normalitas NaOH

2. Kadar Sampel (Asam Asetat)


4.2 Pembahasan

Pada praktikum alkalimetri ini, sampel yang akan ditentukan konsentrasi


atau kadarnya adalah senyawa asam lemah yaitu asam asetat (CH3COOH). Pada
saat pengambilan asam asetat di lakukan dengan menggunakan pipet, sebanyak 10
mL. Pada saat memasukkan asam asetat kedalam labu ukur, sebaiknya gelas ukur
di cuci dengan aquades agar kandungan asam asetat yang masih menempel ikut
serta masuk kedalam labu ukur, kemudian hasil bilasannya di masukkan kedalam
labu ukur.
Larutan NaOH yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret
(pipa panjang berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar
pertumpahan larutan baku dapat lebih diminimalisir dan jumlah titran yang
terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam
oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet. Untuk mengamati
titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen.
Pada praktikum ini, kami menggunakan indikator Fenophtalein yang akan
berubah warna menjadi pink pada saat telah tercapainya titik ekivalen, namun
pada saat praktikum, perubahan warna yang terjadi adalah pink keunguan karena
titik ekivalennya telah terlampaui.
Data titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen Seperti
yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari
reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam oksalat dan natrium
hidroksida keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan.
Dalam titrasi, suatu larutan yang akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di
dalam flask bersamaan dengan beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian
larutan lainnya (misal basa) yang terdapat didalam buret, ditambahkan ke asam.
Pertama-tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan hingga titik
ekivalen.
Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator
phenolptalein. Titik pada titrasi dimana phenolptalein warnanya berubah menjadi
warna pink transparan, karena indikator ini dapat berubah warna dalam keadaan
basa, yaitu diantara PH 8-10, fenomena ini disebut dengan disebut titik akhir
titrasi. Volume NaOH yang terpakai dicatat dan percobaan ini dilakukan dua kali
lagi, data yang telah terkumpul digunakan untuk menentukan kadar NaOH dalam
satuan Normalitas.
Pembakuan pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah menentukan
kadar Asam asetat yang menjadi sampelnya, cara yang digunakan sama dengan
cara pembakuan NaOH dengan asam oksalat.
Fenoftalein memiliki rumus molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk
putihkuning yang tidak berbau. Titik leleh fenolftalein berkisar antara 258oC
sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan larutan
panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein
merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam
lemah (Sukarta, 1999). Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi,
menggunakan fenol dan ftalat anhidrida. Reaksi pembuatan fenolftalein adalah
sebagai berikut.
Gambar 4.1 Reaksi Pembuatan Fenolftalein (Petruševski dan Risteska,2007).

Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering digunakan,


umumnya digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan
dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH
≈ 10, fenolftalein berwarna kemerahan. Di bawah pH 8,3, fenolftalein
dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2). Struktur fenolftalein berubah dan
memberikan warna merah pada pH ≈ 10.

Gambar 4 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3

Gambar 4.3 Struktur Fenolftalein pada pH ≈ 10

Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H2P. Dalam


rentangan pH 8 – 10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH- dari NaOH,
sehingga memberikan ion P2- yang berwarna merah muda. Pada percobaan yang
dilakukan oleh Petruševski dan Risteska (2007), menunjukkan bahwa warna yang
diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang semakin
pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.4 Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah)
dan 1mol/L (kanan) Petruševski dan Risteska (2007)

Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan


berdasarkan perhitungan sebagai berikut.

pH larutan NaOH 1 M adalah:

NaOH (aq) → Na+ + OH-

Dengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH .
[NaOH] = [OH-]

[OH-] =1M

pOH = -log OH- pOH = -log 1


=0

pH = 14 – pOH

= 14 – 0

= 14

Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis


dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 pH larutan NaOH 1M, 2M dan 4M

Konsentrasi pH
NaOH

1M 14

2M 14,3

4M 14,6

Dalam kondisi yang sangat basa dengan pH ≥ 14 indikator fenolftalein


kembali menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya
menjadi karbinol (Petruševski dan Risteska, 2007).
Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua
indikator golongan ftalein. Terbentuknya struktur karbinol mengakibatkan
terbentuknya struktur kuinoid dan resonansi.
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion
resonansinya. Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan
basa pekat yang berlebih karena perubahan strukturnya menjadi karbinol.
Perubahan struktur fenolftalein dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3
adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin lakton pada struktur fenilftalein
terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan struktur
trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi
(struktur resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya
penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang
mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh OH- yang menyebabkan pemutusan
ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3 dengan struktur karbinol.

4.3 Hubungan Dengan Geologi

Dalam geologi, banyak hal mengenai batuan yang dipelajari. Termasuk


mineral- mineral yang terkandung di dalamnya. Di Kimia Analitik, juga
mempelajari mengenai unsur-unsur. Unsur-unsur yang dibahas pada kimia
anailitik adalah unsur yang sama batuan sehingga untuk mengatahui unsur yang
terkandung pada mineral dalam batuan perlu mempelajarinya dari kimia analitik.
Jadi keduanya terkait satu sama lain. Pada Percobaan kimia analitik memberikan
pemahaman kepada praktikan bahwasanya setiap batuan memiliki mineral yang
dimana mineral tersebut terkandung dalam unsur-unsur penyusun tertentu,
dengan mempelajari kimia analitik, praktikan mampu untuk membedakan unsur-
unsur apa saja yang ada dalam mineral batuan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pembuatan larutan standar NaOH dilakukan dengan cara melarutkan


kristal NaOH dengan aquades, larutan NaOH kemudian distandarisasi
terlebih dahulu dengan larutan standar primer asam oksalat agar dapat
digunakan sebagai larutan standar, yang disebut larutan standar sekunder.
2. Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar
konsentrasi CH3COOH (asam lemah) dengan NaOH sebagai basa kuat.
Reaksi netralisasi dapat diamati dengan baik ketika terjadi perubahan
warna dari bening menjadi pink dengan menggunakan indikator
phenophtalein sebagai indikatornya. Reaksi netralisasinya adalah :
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O. Dan pada praktikum
alkalimetri ini dapat diketahui % kadar v/v dari asam asetat (CH3COOH)
dengan melakukan perhitungan, dan diketahui hasilnya yaitu 12,76%
(v/v).

5.1 Saran

5.1.1 Laboratorium

1. Menambahkan pajangan terkait kimia di laboratorium


2. Memperbanyak bahan kimia
3. Menambahkan penyimpanan barang/tas praktikan.

5.1.2 Asisten

1. Asisten tetap profesional


2. Menjelaskan dengan interaktif
3. Memberikan asistensi dengan metode pendekatan
DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar
Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A.
Hadnyana P. Daintith, J.,1997, Kamus Lengkap Kimia, 7, 17,
Erlangga, Jakarta.
Dan L. Setiono. Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis
Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition. 1991. Jakarta:
EGC.
FRITZ and SCHENK. 1979. Quantitative Analytical Chemistry. 4th ed. Allyn and
Bacon Inc.Boston.
Hughes, A. A. 2008. Phenolphthalein-NaOH Kinetics. Tersedia pada
http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab%20Experiments/P
henolp hthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 2
Januari 2015.

R A Day dan underwood, A L. 1986. kimia Analisa kuantitatif. Erlangga:


Jakarta. Teaching, Team . 2005. Modul Praktikum Dasar-dasar
Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:


Erlangga.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai