Anda di halaman 1dari 29

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

UNVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK


ACARA I : ALKALIMETRI

LAPORAN

OLEH :
ISWAR PUTRA PRATAMA
D061221072

GOWA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk menentukan serta mengetahui kadar suatu senyawa dapat

menggunakan berbagai macam metode. Jenis setiap metode yang akan

digunakan tergantung pada jenis serta struktur kimia dari senyawa yang akan

dianalisis. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah titrasi. Titrasi adalah

suatu metode yang digunakan untuk menentukan kadar suatu zat dengan

menggunakan zat lain yang konsentrasinya telah diketahui. Titrasi biasanya

dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses titrasi. Ada

berbagai macam metode titrasi, diantaranya adalah asidimetri dan alkalimetri.

Asidimetri merupakan titrasi yang menggunakan asam atau acid

sebagai larutan standarnya, terhadap suatu larutan basa. Sedangkan alkalimetri

merupakan titrasi yang menggunakan basa atau alkali sebagai larutan standarnya,

terhadap suatu larutan yang bersifat asam. Dalam titrasi terdapat perhitungan

volume yang diperlukan guna mencapai titik ekivalen. Dalam prakteknya titik

ekivalen sukar diamati, karena merupakan titik akhir teoritis atau titik akhir

stoikiometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang

membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi

merupakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan

menyebabkan perubahan warna indikator.

Pada percobaan akan dilakukan penentuan Asam Asetat


(CH3COOH) dalam cuka yang di titrasi dengan menggunakan NaOH

sebagai larutan standarnya. Oleh karena itu dilakukanlah prosedur titrasi

alkalimetri ini.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Maksud dari praktikum ini adalah agar para praktikan dapat

menentukan kadar atau konsentrasi larutan asam dengan larutan basa yang

sudah diketahui konsentrasinya atau sebaliknya.

1.2.2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui cara membuat larutan standar NaOH .

2. Mengetahui standarisasi larutan NaOH.

3. Mengetahui prosedur standarisasi.

4. Mengetahui kadar CH3COOH yang diperoleh dari proses titrasi.

1.3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah :

1. Bagaimana cara membuat larutan standar NaOH?

2. Bagaimana standarisasi larutan NaOH?

3. Bagaimana prosedur standarisasi?

1.4 Prosedur Praktikum

1. Pembuatan larutan baku primer asam oksalat (C2H204) 0,1 N

Asam oksalat ditimbang sebanyak 6,3035


- Dilarutkan dengan Aquades di dalam gelas kimia hingga larut

- Asam oksalat dilarutkan dalam labu ukur 1000 mL dengan Aquades

- Dihimpit hingga tanda batas

2. Pembakuan konsentrasi larutan NaOH dengan larutan baku primer Asam

Oksalat

- Buret dicuci dengan larutan NaOH yang akan digunakan

- Buret diidi dengan larutan NaOH yang akan dibakukan hingga tanda batas

- Baku asam dimasukkan ke Erlenmeyer sebanyak 15 mL


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah asam berasal dari bahasa latin yaitu acidus (asam), yang berkaitan

dengan kata acer (tajam) dan acetum (cuka). Cuka merupakan larutan dari asam

asetat. Dan untuk istilah alkali (basa) berasal dari bahasa Arab yaitu al-qali yang

berarti abu dari suatu tanaman yang ada kaitannya dengan daerah rawa garam dan

padang pasir. Sumber dari kata basa yaitu abu hasil pembakaran kayu. Sudah sejak

lama diketahui bahwa asam dan basa dapat saling menetralkan dan dapat

membentuk senyawa berupa garam dan air. Sifat yang berkaitan dengan asam yaitu

rasanya yang asam, rasa seperti tertusuk jarum apabila terkena kulit. Kemampuan

yang dimiliki asam yaitu, dapat melarutkan sebagian besar dari logam , dapat

melarutkan batu kapur dan mineral karbonat lainnya. Sedangkan basa memiliki rasa

pahit dan licin. Sifat dasar dari basa ini yaitu banyak ditemukan pada sabun dan zat

pembersih peralatan rumah tangga lainnya. Baik asam maupun basa memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi warna dari unsur pokok tanaman tertentu.

Misalnya, lakmus berasal dari sebangsa tumbuhan lumut. Dalam larutan asam

lakmus ini akan berwarna mmerah dan lakmus akan tetap berwarna biru jika dalam

larutan yang bersifat basa.

Terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan tentang asam basa

diantaranya yaitu :

1. Antoine Lavoisier (1777). Mengemukakan bahwa semua dari asam

mengandung O₂(oksigen).
2. Humphry Davy(1810). Mengemukakan bahwa unsur dalam asam bukan

oksigen tetapi hidrogen, yang ditunjukkan oleh asam hidrokhlorik yang

mengandung hanya atom H dan Cl tanpa ada O.

3. Svante Arrhenius(1884). Berdasarkan teori tentang penguraian

elektrolisis, bahwa terdapat dua macam larutan elektrolit (larutan dalam air). Dua

macam larutan elektrolit tersebut yaitu elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Disebut

dengan elektrolit kuat apabila zat tersebut terlarut terurai sempurna (terionisasi) di

dalam air, sedangkan apabila disebut dengan elektrolit lemah jika hanya sedikit

sekali senyawa yang terionisasi. Menurut Arrhenius, asam merupakan senyawa

yang jika terurai akan menghasilkan ion hidrogen(H⁺).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi

yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah

contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk

sebagai yang tak diketahui. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan

larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetric

(Keenan, 1980).

Analisa volumetrik (titrimetri) merupakan bagian dari kimia analisa

kuantitatif, dimana penentuan zat dilakukan dengan cara pengukuran volume

larutan atau berat zat yang diketahui konsentrasinya yang bereaksi secara

kuantitatif dengan larutan yang ditentukan.

Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi

kimiaseperti :

aA + tT produk
Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. Reagen T.

yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental),

biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui.

(Khopkar, 1984)

Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa

untukmenentukan jumlah asam yang ada (Daintith, 1997).

Alkalimetri merupakan metode yang berdasarkan pada reaksi netralisasi,

yaitu reaksi anatara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan air hidroksida yang

berasal dari basa yang membentuk molekul air. Oleh sebab itu, alkalimetri dapat

didefinisikan sebagai metode untuk menetapkan kadar asam dari suatu sampel

dengan menggunakan larutan basa yang sesuai. Reaksi penetralan atau asidimetri-

alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi

dalam analisis titrimetri.Asidimetri berasal dari kata asidi dan metri, dimana asidi

berasal dari kata aad yang berarti asam sedangkan metri berasal dari bahasa Yunani

yang berarti ilmu, proses, seni mengukur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

asidimetri adalah pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam untuk

menentukan basa. Titrasi asidimetri-alkalimetri merupakan titrasi yang

berhubungan dengan reaksi asam basa. Menurut pengertian lain, alkalimetri dapat

diartikan sebagai suatu titrasi dengan larutan standar basa untuk menentukan asam.

Reaksi – reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-

basa adalah sebagai berikut :


Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka

reksinya adalah : HA + OH→A+ H2O

Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka

reaksinya adalah : BOH + H+ → B+ + H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa

adalah reaksi penetralan, yakni : H++ OH → H2O dan terdiri dari beberapa

kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan

basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus

reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis

kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali

sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa

titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.

(Underwood, 1986) Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan,

menggunakan dua macam cara, yaitu :

1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek)

asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa. Diketahui : grek

(garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N), Maka pada titik ekivalen : V

asam x N asam = V basa x N basa; atau V1 x N1 = V2 x N 2 Untuk asam berbasa

satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M =

1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N. 2.

2. Berdasarkan koefisein reaksi atau penyetaraan jumlah mol Misalnya untuk

reaksi : 2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O(COOH)2 = 2 NaOH Jika M1


adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah

molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2V2 M 2

Oleh sebab itu : V NaOH x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2x.

Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam

suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar.

Sedangkan larutan standarr primer adalah suatu larutan yang

konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni

yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus

memenuhi syarat seperti dibawah ini:

1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan

(sebaiknya pada suhu 110-120⁰C).

2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan

dapat diabaikan.

3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.

4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau

uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak

boleh melebihi 0,01-0,02 %).

5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap.

Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan

eksperimen.

6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini

mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau
dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak

berubah selama penyimpanan

Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hidrogen iodat

KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang

biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat

yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah

ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, J,

1994).Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut

titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara)

atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi

oleh suatu perubahan,yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan

oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri,

atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal

sebagai indikator Cuka makanan mengandung beberapa jenis asam yang

konsentrasinya dapat ditentukan melalui titrasi dengan menggunakan basa kuat

seperti NaOH. Jumlah asam utama yang terdapat pada kebanyakan cuka makanan

yaitu asam asetat. Untuk menunjukkan titik akhir titrasi digunakan indikator

fenolftalin (PP).

Dikarenakan larutan NaOH bukan merupakan jenis larutan standar primer maka

setiap penggunaannya untuk analisis volumetri harus distandarisasi terlebih dahulu.

Cara menghitung PH selama titrasi

Titrasi Asam Basa. Reaksi ini memiliki titik akhir titrasi yang perubahan warna nya

cukup tajam dan mudah untuk diamati secara visual. Oleh karena itu, penambahan
indikator sangat diperlukan dalam setiap proses titrasi. Indikator memiliki warna

berbeda pada lingkungan pH yang berbeda, oleh sebab itu, indikator membantu

perubahan warna pada saat titik akhir titrasi berlangsung. Selama proses titrasi

berlangsung pH larutan sedikit demi sedikit berubah secara signifikan sampai

mencapai titik akhir titrasi.

Kurva Titrasi Asam Basa. Kurva titrasi dibuat untuk mengetahui perubahan pH

larutan terhadap volume penitrasi. Pada kurva titrasi inilah dapat dengan mudah

mengamati perkembangan perubahan pH pada larutan sebelum tercapainya titik

ekivalen dan adanya perubahan warna pada larutan saat penambahan sedikit demi

sedikit volume penitrasi. Untuk titrasi asam lemah perubahan pH pada titik ekivalen

kurang nyata dibandingkan dengan titrasi asam kuat. Perubahan pH pada larutan

terkait dengan perubahan warna pada indikator dan penentuan titik akhir titrasi.

Pemilihan indikator yang tepat akan menghasilkan tingkat ketajaman warna yang

baik pula. Pemilihan indikator menjadi faktor penting dalam memperoleh data

kuantitatif analit dengan tingkat validitas yang tinggi. PH selama titrasi. Selama

proses titrasi penghitungan pH merupakan upaya yang penting untuk merealisasikan

pemilihan indikator. pH yang sebelumnya telah diketahui di bandingkan dengan

volume penitrasi yang akan digunakan untuk membentuk kurva titrasi. Urutan

langkah ini yaitu:

1. Menghitung pH larutan awal (asam,basa atau garam)

2. Menghitung pH larutan selama titrasi sampai sebelum titik ekivalen tercapai

3. Menghitung pH pada saat titik ekivalen

4. Menghitung pH setelah tercapai titik ekivale


Berikut adalah beberapa istilah dalam titrimetri:

1. Larutan baku : larutan yang konsentrasinya telah atau dapat diketahui

dengan

pasti atau yang dapat digunakan untuk mencari konsentrasi zat lain. Rumus umum

untuk mengetahui konsentrasi zat lain dari suatu larutan adalah :

a. larutan baku primer : konsentrasinya dapat diketahui secara langsung

dengan perhitungan sehingga dapay langsung digunakan untuk menetapkan

konsentrasi zat lain. Maka dalam penimbangan dan pembuatannya harus dilakukan

dengan teliti dan akurat.

b. larutan baku sekunder : konsentrasinya tidak dapat diketahui secara

langsung, harus dibakukan dahulu dengan standar primer, baru dapar digunakan

untuk menetapkan konsentrasi zat lain. Tidak seperti halnya baku primer, dalam

penimbangan dan pembuatan larutan baku sekunder tidak harus teliti dan akurat

karena nantinya akan dibakukan dengan larutan baku primer.

2. Titik akuivalen (setara) : titik dimana jumllah titran dengan titrat adalah

sama secara stoikiometris.

3. Titik akhir : titik dimana terjadi perubahan warna atau kekeruhan yang
menandai berakhirnya suatu titrasi. Secara teoritis ekuivalen harus sama dengan titik

akhir.

Penggolongan teknik titrasi :

1. Titrasi langsung (direct titration) : larutan contoh langsung ditirasi dengan

larutan standar, misalnya titrasi antara NaOH dan HCl

2. Titrasi tidak langsung (back titration) : cara iini digunakan jika zat yang

berada di dalam contoh tidak bereaksi dengan larutan baku atau bereaksinya sangat

lamban. Dalam kasus ini harus ditambahkan ke dalam larutan contoh sejumlah

tertentu zat ketiga yang berlebihan, kemudian kelebihan zat ketiga dititrasi dengan

larutan baku.

3. Titrasi penggantian (displacement titration)

Cara ini dilakukan bila ion yang ditetapkan :

- Tidak bereaksi langsung dengan larutan baku

- Tidak bereaksi secara staoikiometri dengan larutan baku

- Tidak saling mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunjuk.


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain:

1. Buret 50 mL

2. Erlenmeyer 250 mL

3. Pipet volum 10 mL

4. Neraca Analitik

5. Pipet tetes

6. Bulb

7. Gelas piala 250 mL

8. Labu ukur 100 mL

9. Labu Semprot

10. Corong

11. Statif dan klem

3.2 Bahan

1. Asam oksalat (C2H204)

2. Indikator PP

3. Aquades

4. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 N

5. Asam cuka

3.3. Prosedur Percobaan


3.2.1 Asidimetri
1. Asam oksalat dehidrat 0,1 N dimasukkan kedalam buret

2. Dicampurkan 10ml NaOH dan 10ml aquades di dalam tabung gelas

kimia, laludiguncang-guncang (homogenkan)

3. Ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes ke dalam gelas kimia

yang berisiNaOH dan aquades

4. Ditetesi latutan dengan asam oksalat dehidrat hingga larutan menjadi

jernih, sambil diguncang-guncang.


3.3.2. Alkalimetri
1. Dimasukkan NaOH 0,1 N kedalam buret
2. Dituangkan 10ml asam cuka yang telah diencerkan terlebih dahulu
Kedalam gelas kimia.
3. Ditetesi indikator PP sebanyak 3 tetes kedalam gelas kimia berisi asam cuka
4. Ditetesi larutan asam cuka dengan NaOH 0,1 N hingga warna larutan
menjadi pink transparan.

Pembuatan larutan baku primer

Pembuatan larutan baku sekunder

Pembuatan sampel
Pembakuan

Penetapan kada
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1. Normalitas larutan baku sekunder NaOH


Percobaan Volume C2H2O4 Volume NaOH

I 15 mL 16,7 mL

II

2. Normalitas larutan sampel CH3COOH


Percobaan Volume CH3COOH Volume NaOH

I 15 mL mL

II

Dengan hasil perhitungan:

1. Normalitas NaOH
2. Kadar Sampel (Asam Asetat)

4.2 Pembahasan

Pada praktikum alkalimetri ini, sampel yang akan ditentukan konsentrasi

atau kadarnya adalah senyawa asam lemah yaitu asam asetat (CH3COOH). Pada

saat pengambilan asam asetat di lakukan dengan menggunakan pipet, sebanyak 10

mL. Pada saat memasukkan asam asetat kedalam labu ukur, sebaiknya gelas ukur

di cuci dengan aquades agar kandungan asam asetat yang masih menempel ikut

serta masuk kedalam labu ukur, kemudian hasil bilasannya di masukkan kedalam

labu ukur.

Larutan NaOH yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret

(pipa panjang berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar

pertumpahan larutan baku dapat lebih diminimalisir dan jumlah titran yang

terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam

oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan

mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet. Untuk mengamati

titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen.

Pada praktikum ini, kami menggunakan indikator Fenophtalein yang akan


berubah warna menjadi pink pada saat telah tercapainya titik ekivalen, namun pada

saat praktikum, perubahan warna yang terjadi adalah pink keunguan karena titik

ekivalennya telah terlampaui.

Data titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen Seperti yang

telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari reaksi

netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam oksalat dan natrium hidroksida

keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi,

suatu larutan yang akan dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask

bersamaan dengan beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya

(misal basa) yang terdapat didalam buret, ditambahkan ke asam. Pertama-tama

ditambahkan cukup banyak, kemudiandengan tetesan hingga titik ekivalen.

Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator

phenolptalein. Titik pada titrasi dimana phenolptalein warnanya berubah menjadi

warna pink transparan, karena indikator ini dapat berubah warna dalam keadaan

basa, yaitu diantara PH 8-10, fenomena ini disebut dengan disebut titik akhir

titrasi. Volume NaOH yang terpakai dicatat dan percobaan ini dilakukan dua kali

lagi, data yang telah terkumpul digunakan untuk menentukan kadar NaOH dalam

satuan Normalitas.

Pembakuan pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah menentukan

kadar Asam asetat yang menjadi sampelnya, cara yang digunakan sama dengan

cara pembakuan NaOH dengan asam oksalat.

Fenoftalein memiliki rumus molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk

putihkuning yang tidak berbau. Titik leleh fenolftalein berkisar antara 258oC
sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air, sedikit larut dalam

kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan larutan

panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).

Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein

merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam

lemah (Sukarta, 1999). Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi,

menggunakan fenol dan ftalat anhidrida. Reaksi pembuatan fenolftalein adalah

sebagai berikut.

Gambar 4.1 Reaksi Pembuatan Fenolftalein (Petruševski dan Risteska,2007).

Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering digunakan,


umumnya digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan
dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH
≈ 10, fenolftalein berwarna kemerahan. Di bawah pH 8,3, fenolftalein
dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2). Struktur fenolftalein berubah dan
memberikan warna merah pada pH ≈ 10.

Gambar 4 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3


Gambar 4.3 Struktur Fenolftalein pada pH ≈ 10

Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H2P. Dalam

rentangan pH 8 – 10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH- dari NaOH,

sehingga memberikan ion P2- yang berwarna merah muda. Pada percobaan yang

dilakukan oleh Petruševski dan Risteska (2007), menunjukkan bahwa warna yang

diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang semakin

pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihatpada gambar berikut.

Gambar 4.4 Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah)
dan 1mol/L (kanan) Petruševski dan Risteska (2007)

Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan

berdasarkan perhitungan sebagai berikut.

pH larutan NaOH 1 M adalah:

NaOH (aq) → Na+ + OH-


Dengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH .
[NaOH] = [OH-]
[OH-] =1M
pOH = -log OH- pOH = -log 1

=0
pH = 14 – pOH
= 14 – 0
= 14
Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 pH larutan NaOH 1M, 2M dan 4M

Konsentrasi pH
NaOH

1M 14

2M 14,3

4M 14,6

Dalam kondisi yang sangat basa dengan pH ≥ 14 indikator fenolftalein

kembali menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya

menjadi karbinol(Petruševski dan Risteska, 2007).

Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua

indikator golongan ftalein. Terbentuknya struktur karbinol mengakibatkan

terbentuknya strukturkuinoid dan resonansi.

Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion

resonansinya. Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan


basa pekat yang berlebih karena perubahan strukturnya menjadi karbinol.

Perubahan struktur fenolftalein dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3

adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin lakton pada struktur fenilftalein

terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan struktur

trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi

(struktur resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya

penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang

mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh OH- yang menyebabkan pemutusan

ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3 dengan struktur karbinol.

4.3 Hubungan Dengan Geologi

Dalam geologi, banyak hal mengenai batuan yang dipelajari. Termasuk

mineral- mineral yang terkandung di dalamnya. Di Kimia Analitik, juga

mempelajari mengenai unsur-unsur. Unsur-unsur yang dibahas pada kimia

anailitik adalah unsur yang sama batuan sehingga untuk mengatahui unsur yang

terkandung pada mineral dalam batuan perlu mempelajarinya dari kimia analitik.

Jadi keduanya terkait satu sama lain. Pada Percobaan kimia analitik memberikan

pemahaman kepada praktikan bahwasanya setiap batuan memiliki mineral yang

dimana mineral tersebut terkandung dalam unsur-unsur penyusun tertentu,

dengan mempelajari kimia analitik, praktikan mampu untuk membedakan unsur-

unsur apa saja yang ada dalam mineral batuan.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar


konsentrasi CH3COOH (asam lemah) dengan NaOH sebagai basa kuat. Reaksi
netralisasi dapat diamati dengan baik ketika terjadi perubahan warna dari bening
menjadi pink. Dengan menggunakan indikator phenophtalein sebagai
indikatornya. Reaksi netralisasinya adalah :

CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O.


Dan pada praktikum alkalimetri ini dapat diketahui % kadar v/v dari asam
asetat (CH3COOH) dengan melakukan perhitungan, dan diketahui hasilnya yaitu
0,084 % (v/v).

5.1 Saran

5.1.1 Laboratorium

1. Menambahkan papan tulis di belakang

2. Memperbanyak bahan kimia

3. Mengadakan loker

5.1.2 Asisten

1. Hilangkan hitung mundur dan minus di responsi

2. Jelaskan tahap praktikum perlahan

3. Tetap membimbing praktikkan dengan baik


DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar
Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A.
Hadnyana P.Daintith, J.,1997, Kamus Lengkap Kimia, 7, 17,
Erlangga, Jakarta.
Dan L. Setiono. Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis
Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition. 1991. Jakarta:
EGC.
FRITZ and SCHENK. 1979. Quantitative Analytical Chemistry. 4th ed. Allyn and
Bacon Inc.Boston.
Hughes, A. A. 2008. Phenolphthalein-NaOH Kinetics. Tersedia pada
http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab%20Experiments/P
henolp hthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 2
Januari 2015.
http://farmasi.site88.net diakses 16 Oktober 2022.

http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf. Diakses
pada tanggal 16 Oktober 2022.
http://mrblogc.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-percobaan-
alkalimetri.html diakses 16 Oktober 2022.

R A Day dan underwood, A L. 1986. kimia Analisa kuantitatif. Erlangga:


Jakarta.Teaching, Team . 2005. Modul Praktikum Dasar-dasar
Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.

Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta:


Erlangga.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai