Anda di halaman 1dari 104

Pasta semen

Agregat halus
BETON Material komposit Agregat
Agregat kasar

Rongga kosong

Mempengaruhi
Tingkat porositas

Beton Beton
mutu tinggi mutu normal
Komposisi campuran beton untuk f’c=35 MPa

% kg/m3

40
1000

30 800

Ag 600
20 reg
Agregat kasar

at 400 Agr Agr


hal Ud eg ega
10 us ar at t
Se 200 Se
m a kas hal m
Air
en ar us en Air
0 0

(a) Proporsi campuran (a) Proporsi campuran


beton dalam volume beton dalam berat
Beton merupakan material yang kuat menahan gaya tekan, namun lemah
dalam menahan gaya tarik. Kekuatan tarik beton biasanya berkisar
antara 8-14% kekuatan tekannya (fc’). Karena rendahnya kapasitas tarik
ini, retak lentur biasanya dapat terjadi pada tahapan awal pembebanan.
Untuk mengurangi atau mencegah terjadinya retak-retak tersebut,
biasanya dilakukan pretensioning terhadap tulangan baja pada elemen
beton bertulang, sehingga dihasilkan suatu bentuk beton bertulang yang
disebut beton pra-tegang.
Beton pra-tegang pertama kali dikembangkan oleh E. Freyssinet (dari
Perancis), yang pada tahun 1928 mulai menggunakan kawat baja
berkekuatan tinggi untuk mendapatkan beton pra-tegang. Usaha awal
untuk mendapatkan beton pra-tegang dengan menggunakan baja
berkekuatan normal pada dasarnya mengalami kegagalan.hal ini
dikarenakan adanya losses pada tulangan baja yang diakibatkan oleh
rangkak dan susutpada beton. Fenomena rangkak dan susut ini dapat
menyebabkan pemendekan unsur beton yang sudah dipra-tegang sebesar
0,1%. Padahal, dengan menggunakan tulangan baja kekuatan normal, kita
hanya dapat memberikan tarikan pada tulangan baja sebesar maksimal
0,15%. Oleh karena itu, jika kita menggunakan baja tulangan mutu normal,
dua pertiga gaya tarik awal pada tulangan akan hilang akibat phenomena
rangkak dan susut. Untuk mengurangi losses akibat pengaruh susut dan
rangkak tersebut, Freyssinet menyarankan penggunaan tulangan mutu
tinggi sebagai bahan dasar untuk beton pra-tegang.
Konsep Dasar Pra-tegang

Konsep dasar beton pra-tegang dan beton bertulang biasa adalah sama,
yaitu dipasangnya tulangan baja pada daerah-daerah dimana tegangan
tarik akan terjadi. Pada konstruksi beton pra-tegang, tulangan baja mutu
tinggi pada dasarnya harus ditarik terlebih dahulu sebelum bekerjanya
beban luar. Penarikan baja ini menyebabkan tertekannya beton yang ada
di sekitarnya, sehingga beton menjadi mampu menahan beban yang lebih
tinggi sebelum retak.
Gambar Pretensioning pada elemen balok

A C B

P P

Gaya Pot. C Pot. A,B


prategang
longitudinal
Operasi pra-tegang manghasilkan sistem tegangan-tegangan yang saling
menyeimbangkan. Sistem tegangan-tegangan ini terdiri atas tegangan
tarik yang tinggi pada tulangan pra-tegang, yang menghasilkan gaya tarik
P, dan tegangan tekan penyeimbang pada beton yang menghasilkan
gaya tekan sebeasar P.
 Pada dasarnya, elemen struktur yang terbuat dari beton pra-tegang
akan mengalami keretakan pada beban yang lebih tinggi dari beban
yang dibutuhkan untuk meretakkan elemen struktur yang hanya terbuat
dari beton bertulang biasa. Oleh karena itu dengan menggunakan beton
pra-tegang dapat di hasilkan elemen strukur yang lebih langsing.
Sebagai contoh, untuk pelat satu arah dengan perletakan menerus:
1
- untuk beton bertulang h min  L
28

1
- untuk beton pra-tegang  h min  L
45
Latar Belakang
Beton : material yang kuat menahan gaya tekan, namun lemah dalam
menahan gaya tarik.

fc ’
Kekuatan tarik beton biasanya
berkisar antara 8-14% kekuatan

Tegangan
tekannya (fc’).
Karena rendahnya kapasitas tarik
ini, retak lentur biasanya dapat
30%fc
terjadi pada tahapan awal ’
pembebanan.

0 εc’ Regangan
Hubungan tegangan-regangan beton
saat dikenai beban uniaksial
Untuk mengurangi
atau mencegah
terjadinya retak-retak

Dilakukan pretensioning
terhadap tulangan baja
pada elemen beton
disebut beton pra-tegang.
Prinsip Pra-Tegang
Contoh-contoh Struktur Beton Pra-Tegang
Jembatan Beton Pra-Tegang

MAB

Girder

Penampang memanjang jembatan

D13-20 D16-20

D16-20
D13-20
Girder
Beton Pra-Tegang

72.5 185 185 185 72.5

Penampang melintang jembatan


Perbedaan
Beton
Pra-Tegang
Dan
Beton
Bertulang
Biasa
Contoh Elemen Pra-Tegang Standar
Penampang Sheet Pile dari Beton Pra-Tegang
Penampang Balok Girder Beton Pra-Tegang untuk Jembatan
Penampang AASHTO untuk Jembatan
Konsep Dasar Prategang

P
σ
Ac

P M.c 
σa   
A Ig 

P M.c 
σb   
A Ig 

P P.e.c M.c 
σa    
Ac Ig Ig 

P P.e.c M.c 
σb    
A Ig Ig 
Teknologi Paska Tarik (Post-Tension)
Sistem Post-tensioning (Pasca-tarik): baja duct
ditarik setelah tendon dicor dan telah
mencapai sebagian besar kekuatannya
(pertama kali oleh Freyssinet).
Step 1 – cast concrete member, fc=0
 jenis tendon yang sering digunakan: Member
shortening
monostrands, batang tunggal, multiwire
dan multistrand jack

 tendon dapat bersifat bonded (duck


Step 2 – tensioning of prestressing steel
kabel diisi dengan material grouting) dan
against hardened concrete
unbonded (duck kabel diisi minyak
anchor
gemuk/grease).
 untuk jenis bonded, duck harus di-grout
sesegera mungkin setelah penarikan Step 3 – anchoring of prestress-steel
tendon, agar tendon terlindung dari
korosi, dan terjadi lekatan antara baja
pra-tegang dengan beton
Teknologi Pra-Tarik (Pre-tension)
Sistem Pre-tensioning (Pra- pretensioned
tarik): kabel pra-tegang ditarik stressing steel
bed
terlebih dahulu sebelum
beton dicor (dikembangkan
oleh E. Hoyer). Step 1 – tensioning of prestressing steel in stressing bed
before casting concrete

 pemotongan kabel dilakukan


setelah beton mengeras
 pemotongan kabel harus
Step 2 – casting of concrete around tensioned
sedemikian rupa shg. steel, fc=0
cut member
shortening
tegangan yang terjadi strands

sesimetris mungkin
 jenis tendon yang sering Step 3 – release of strands from stressing bed
causing shortening of member
digunakan : seven wire
strands dan single wire
Tendon

Jenis tendon yang sering digunakan pada konstruksi pre-tension


•seven-wire strands dan single wire.

Jenis tendon yang sering digunakan sistem postension:


•monostrand
•batang tunggal
•multiwire
•multistrand
Jenis-jenis Tendon

a) 7-wire monostrand tendon b) Multistrand tendon

c) Single bartendon
d) Multi-wire tendon
a) Tendon bonded

Untuk jenis postension, tendon dapat bersifat bonded (duck kabel diisi
dengan material grouting) dan unbonded (duck kabel diisi dengan
minyak gemuk/grease)

b) Tendon unbonded
Grouting
Pada konstruksi paska-tarik jenis bonded, selubung tendon (duck) harus
digrout sesegera mungkin setelah penarikan tendon.

Tujuan grouting ini adalah untuk :


•melindungi tendon dari korosi
•mengembangkan lekatan antara baja prategang dan beton di sekitarnya

Operasi
Paska
Tarik
Metode Perimbangan Beban (Load Balancing Method)

Konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon
dengan gaya-gaya yang bekerja pada beon sepanjang bentang.
Sebagai contoh sebuah balok prategang di atas dua tumpuan (simple beam) dengan
tendon berbentuk parabola.

Jika : F=gaya prategang


8Fh
L = panjang bentang
Beban berata
yang terdistribusi
wb  2
h = tinggi parabola L
Keuntungan Prestressed terhadap Reinforced Concrete
• Prestressed concrete lebih mampu mengeliminasi retak akibat
tension
secara efektif dibandingkan dengan reinforced concrete.
• Material yang digunakan dalam konstruksi dapat lebih digunakan
secara maksimal (optimasi material).
• Dapat dipakai pada bentang-bentang yang besar
• Bentuknya langsing, berat sendiri lebih kecil, lendutan lebih kecil
Perbandingan Prestressed
Concrete dan Reinforced
Concrete
Jenis Penampang Struktur Dalam Konstruksi
Prestressed Concrete
Dalam pemilihan penampang struktur yang akan dibangun, ada
beberapa hal yang harus diperhitungkan, baik dari segi biaya maupun
dari segi kekuatan penampang dalam menahan beban yang akan
dikerjakan padanya.
Penampang persegi panjang adalah yang paling ekonomis dari segi
bekisting, Tetapi jarak kern kecil dan lengan momen yang tersedia
untuk baja terbatas. Beton dekat garis berat dan pada sisi tarik tidak
efektif dalam menahan momen, terutama pada tahap batas.
Penampang persegi tidak seefisien penampang-I dalam penggunaan
penampang beton.
BETON PRATEGANG SISTEM SENTRIFUGAL

Sistem sentrifugal pada industri beton pracetak adalah suatu proses produksi
dimana beton dibentuk dan dipadatkan dengan memenfaatkan gaya
sentrifugal yang timbul apabila cetakan beton diputar dengan kecepatan
tinggi.

Gagasan untuk memanfaatkan gaya sentrifugal dalam mencetak beton


sudah lahir sejak awal abad ini, prinsip dasarnya tidak pernah berubah
sampai sekarang namun cara dan peralatan yang digunakan berkembang
terus hingga tingkat yang cukup canggih saat ini. Mungkin karena
pengembangan dan penggunaan system ini secara intensif hanya
terbatas di beberapa Negara saja demikian pula jenis ragam produk yang
dihasilkan system ini relative sedikit, referensi mengenainya menjadi
sangat terbatas. Pengalaman dan penggunaannya di Indonesia kurang
lebih tiga puluh lima tahun.
Sejarah Pengembangan Proses Sentrifugal

Gagasan untuk membentuk dan memadatkan beton dengan


memanfaatkan gaya sentrifugal sebenarnya sudah cukup tua. Pada tahun
1907 sebuah perusahaan bangunan bernama Otto & Scholsser, di Jerman,
mempatenkan suatu system dimana beton dan baja tulangan dimasukkan
kedalam cetakan kayu yang dilapisi plat baja, cetak ini kemudian
dimasukkan kedalam suatu tabung baja yang dihubungkan dengan mesin
pemutar. System ini, meskipun sangat sederhana dan sama sekali tidak
praktis, merupakan awal dari industri beton sentrifugal. Di Jerman pula
awal 1914 sekitar 20000 tiang listrik beton bertulang dibuat menggunakan
cara ini.

Proses sentrifugal yang kita kenal sekarang diawali oleh penemuan


seorang berkebangsaan Australia, WR Hume, pada sekitar tahun 1912.
pada awalnya digunakan untuk memproduksi Pipa Beton Bertulang. Cara
yang sederhana namun sangat efektif ini segera diadosi di Amerika yang
kebutuhan akan pipa betonnya meningkat pesat di awal abad ke-20 itu.
Selain untuk mengalirkan air pipa beton berdiameter besar juga
digunakan untuk persilangan dengan jalan (viaduct) kala itu.
Di Indonesia Sistem Sentrifugal pertama-tama digunakan sekitar tahun 1978
untuk memproduksi Tiang-tiang Pancang Beton Pratekan bagi proyek Asahan
di Sumatra Utara.
Di Jawa system produksi ini mulai digunakan pada tahun 1980 untuk membuat
Tiang Listrik Beton Pratekan. Permintaannya sangat meningkat kala itu sebagai
akibat dari dicanangkannya program Listri Masuk Desa oleh Pemerintah. Dalam
waktu kurang dari tiga tahun setelah itu produsen Tiang Listrik mulai
mendiversivikasikan produksinya ke Tiang Pancang. Saat ini baik Tiang Listrik
maupun Tiang Pancang Beton Pratekan yang dibuat secara Sentrifugal sudah
digunakan secara luas di Negara kita. Teknologi yang digunakan kebanyakan
produsen di Indonesia tidak secanggih di Jepang, namun cukup baik untuk
menghasilkan produk bermutu secara efisien dengan tetap memperhatikan
melimpahnya tenaga kerja di Negara ini. Katakanlah Teknologi Tepat Guna.
Pipa Beton Sentrifugal ini juga dibuat di beberapa pabrik komponen jembatan
beton pracetak milik Bina Marga yang tersebar di beberapa lokasi di Indonesia.
Proses Sentrifugal

Proses Sentrifugal pada pembentukan dan pemadatan beton adalah suatu


proses dimana beton dibentuk dan dipadatkan dalam suatu cetakan berbentuk
pipa yang diputar dengan kecepatan tinggi sepanjang sumbunya. Gaya
Sentrifugal yang terjadi akibat putaran ini menekan beton, yang masih dalam
keadaan plastis secara merata kesisi dalam cetakan sehingga terbentuk suatu
penampang dengan lubang di tengah-tengah. Jelas bahwa lubang yang terjadi
di tengah terbentuk akibat Proses Sentrifugal, bukan karena digunakannya
cetakan seperti dikira sebagian orang. Semua produk yang dicetak secara
sentrifugal dengan sendirinya akan memiliki lubang (rongga) sepanjang sumbu
memanjangnya.
Besarnya Gaya Sentrifugal yang terjadi merupakan fungsi dari massa,
kecepatan putar dan jari-jari putar seperti dinyatakan dalam persamaan
berikut:

F = m W2 r
Dimana W = 2 π n , sehingga
F = m (2π n)2 . r
Atau F = m . 4 . π2 . n2 . r
Dimana F = gaya sentrifugal
m = massa beton
W = kecepatan sudut
n = jumlah putaran per satuan waktu
r = jari-jari putaran

Faktor (m . 4 . π2 . n2) adalah factor percepatan sentrifugal yang menentukan


berapa nilai lipat beton akan melampaui berat normalnya pada saat
mengalami Proses Sentrifugal.
Sebagai ilustrasi :
Sebuah cetakan tiang pancang berdiameter 50 cm pada putaran maksimum
umumnya mencapai kecepatan putar sekitar 340 rpm atau 5,6 rps.
Maka gaya sentrifugal yang terjadi adalah:
F = 30.950 x m
Sedangkan berat beton dalam keadaan normal adalah g x m = 980 x m.
(g=percepatan gravitasi). Artinya pada putaran maksimum tersebut beton
menjadi 31,5 kali lebih berat dibandingkan keadaan normalnya.

Dari ilustrasi di atas dapat dibyangkan betapa besarnya usaha pemadatan


yang diberikan pada beton selama proses Sentrifugal tersebut sehingga
dihasilkan beton dengan tingkat kerapatan (density) yang sangat tinggi.
Aplikasi Sistem Sentrifugal pada Industri Beton
Sesuai dengan cirri khasnya, proses sentrifugal digunakan untuk memproduksi
produk beton yang bentuknya memanjang dan berpenampang simetris serta
mempunyai inti berongga (hollow core). Penampang yang dihasilkan tidak
selamanya terbentuk bulat, tetapi tergantung dari bentuk cetakan yang
digunakan. Namun demikian rongga yang terbentuk akan selalu bulat
mengingat proses terbentuknya melalui gaya Sentrifugal.
Produk-produk yang dibuat secara ini umumnya adalah Tiang dan Pipa.
Tiang listrik beton umumnya berbentuk kerucut sedangkan Tiang Pancang,
Kolom ataupun Pipa pada umumnya berbentuk silindris.
Meskipun produk-produk beton sentrifugal ini terkadang diberi penulangan
baja lunak biasa, untuk memanfaatkan sifat-sifat unggul beton yang
terbentuk, penulangan pratekan akan lebih meningkatkan pemanfaatan
produk ini.
Perilaku Rangkak Beton

Hubungan tegangan-regangan beton sangat bergantung pada laju


pembebanan dan riwayat waktu pembebanan. Jika tegangan tetap bekerja
konstan dalam jangka waktu tertentu, maka akan terjadi peningkatan
regangan; fenomena ini disebut rangkak (creep). Di lain pihak, jika
regangan yang bekerja dijaga konstan untuk suatu jangka waktu tertentu,
maka akan terjadi penurunan tegangan; fenomena ini disebut relaksasi
Fenomena rangkak dan relaksasi

fc

laju pembebanan
cepat

laju pembebanan
lambat

rangkak relaksasi

Ect

Ec,f

0 εo
Perbandingan regangan rangkak terhadap regangan elastik

εcf

regangan
rangkak

regangan elastik

0
ti t (hari)
Perilaku Susut Beton

Kecuali direndam dalam air pada kondisi humiditas 100%, beton akan
selalu mengalami kehilangan kandungan air seiring dengan
bertambahnya waktu. Akibatnya, beton mengalami penyusutan volume
atau fenomena susut. Besarnya susut ini sangat dipengaruhi oleh
jumlah kandungan air yang ada dalam campuran beton dan sifat
penyerapan agregat yang digunakan.
Sifat Muai Beton

Seperti kebanyakan material, beton juga mengalami pemuaian pada saat


dipanaskan dan menyusut pada saat didinginkan. Regangan termal dapat
dihitung sebagai berikut:

cth  c .T
Nilai koefisien muai αc sangat dipengaruhi oleh jenis agregat yang digunakan.
Nilai αc yang umum dipakai adalah:

αc = 10 x 10-6/ºC
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan perubahan sifat mekanis beton. Pada
suhu di atas 100ºC nilai modulus elastisitas beton (Ec) dapat berubah.
Sedangkan kekuatan beton berkurang bilamana beton dikenai suhu di atas
400ºC.
Kehilangan Pra-Tegang (Loss of Prestressed)

1. Losses akibat pemendekan elastik beton ( f PES )

2. Losses akibat relaksasi

3. Losses akibat creep dan susut


Material Beton

1. Perilaku Mekanik Beton terhadap BebanUniaksial Tekan

Respon beton terhadap beban uniaksial tekan ditentukan dengan uji


beban silinder beton dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300
mm, sampai tegangan maksimum f’c dicapai dalam waktu 2-3 menit.
Gambar di bawah memperlihatkan kurva tegangan-regangan beton,
yang dihasilkan dari pengujian silinder beton berdasarkan sistim strain
control.
 Pada saat beban tekan mencapai 30-40% dari
f’c, perilaku tegangan-regangan pada dasarnya
masih linier. Retak-retak lekatan (bond crack)
yang sebelum pembebanan sudah terbentuk,
akan tetap stabil dan tidak berubah selama
-σc
tegangan tekan yang bekerja masih di bawah
30% dari f’c (kekuatan batas beton). f’c

 Pada saat beban tekan melebihi 30-40% dari


f’c, retak-retak lekatan tersebut mulai
mengembang. Pada saat ini, mulai terjadi
deviasi pada hubungan tegangan-regangan dari εc
30%f’c
kondisi linier. Sifat non-linearitas beton ini
disebabkan oleh adanya interaksi antara pasta
dengan agregat.
0 ε’c -εc
 Pada saat tegangan mencapai 75-90%
kekuatan batas, retak-retak lekatan tersebut Perilaku tegangan-regangan
beton terhadap beban
merambat ke mortar sehingga terbentuk pola
uniaksial tekan
retak yang kontinu. Pada kondisi ini, hubungan
tegangan-regangan beton semakin
menyimpang dari kondisi linier.
Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas beton didefinisikan sebagai slope dari garis lurus yang
ditarik dari kondisi tegangan nol ke kondisi tegangan tekan 0,45 f’c pada kurva
tegangan-regangan beton.
Berdasarkan SNI ’92 butir 3.1.5, modulus elastisitas beton dapat ditentukan
berdasarkan persamaan berikut:

Ec = (wc)1,5.0,043
dimana wc = 1500 – 2500
kg/m3
Pengaruh Tingkat Laju Pembebanan pada Hubungan Tegangan-Regangan

Beton menunjukkan peningkatan yang


sangat berarti baik kekuatan maupun fc
kekakuannya bila tingkat laju Waktu pembebaban dalam detik
pembebanannya ditingkatkan. Waktu pembebaban
Perilaku tegangan-regangan beton dalam menit
f’c
polos yang telah diuraikan di atas
biasanya diperoleh dari hasil uji tekan
silinder beton dengan laju
pembebanan 0,001/sec. Perilaku Waktu pembebaban
tersebut dapat berubah apabila laju dalam bulan
pembebanan tersebut meningkat,
karena pada dasarnya karakteristik
0 εc
tegangan-regangan beton memiliki
unsur time-dependent.
Untuk mengatasi permasalahan ketahanan beton terhadap serangan agresif,
para teknisi dapat mengambil tindakan pencegahan kerusakan beton, misalnya
dengan menggunakan bahan tambahan mineral atau bahan tambahan kimia
yang dapat meningkatkan keawetan beton terhadap lingkungan agresif. Bahan
tambahan tersebut berupa silica fume, fly-ash (abu terbang), slag dan
sebagainya. Selain itu penggunaan tipe semen ini harus dikaitkan dengan
tempat dimana beton itu dibuat. Hal ini sudah dianjurkan dalam peraturan-
peraturan yang ada baik dalam SNI ’92 maupun ACI ’99.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Durabilitas (Keawetan) Beton

Beton disamping kemampuannya untuk memikul beban dalam jangka waktu


yang lama, disyaratkan pula mempunyai sifat durabilitas (keawetan) yang
baik, sehingga dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang agresif.
Keawetan beton dapat dinyatakan dalam ketahanannya terhadap kemunduran
mutunya akibat pengaruh-pengaruh dalam (intern) dan luar (extern).
1. Kemunduran Mutu Beton akibat Pengaruh Cuaca

Kemunduran mutu beton akibat pengaruh cuaca biasanya disebabkan oleh


gerakan penghancuran dari pembekuan-pencairan air dalam beton yang
berlangsung silih berganti; oleh pengaruh ekspansi serta kontraksi dari
beton akibat perbedaan suhu dan oleh pembasahan-pengeringan yang
bergantian.
Kerusakan beton akibat pembekuan-pencairan air disebabkan oleh
pengembangan air-pori selama terjadi pembekuan. Dalam keadaan
terkekang, jika berlangsung berulang-ulang, peristiwa peristiwa ini akan
menimbulkan tekanan hidrolik yang mampu menghancurkan beton. Kerb
dari jalan dan pelat beton “dam” dan reservoir sangat peka terhadap
pengaruh pembekuan itu. Ketahanan beton terhadap pembekuan dan
pencairan dapat ditingkatkan dengan membuat beton yang kedap air.
Keadaan ini dapat dicapai dengan menggunakan campuran beton dengan
faktor air-semen (w/c) sama atau lebih kecil dari 0,5, yang masih
menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan baik, merupakan adukan
yang kohesif, mudah dituangkan serta mudah dipadatkan menjadi masa
yang homogen.
2. Permeabilitas Beton

Pengertian beton kedap air air (water tight concrete) dan keawetan beton
(durability of concrete) tidak dapat dipisahkan.
Beton kedap air berarti beton tersebut awet, karena keawetan beton hanya
dicapai bila beton itu kedap air. Ukuran beton kedap air ditentukan oleh
koefisien permeabilitasnya. Beton dengan nilai koefisien permeabilitas
k=10-10 cm/det., dikatakan beton tersebut sudah cukup kedap air, dan itu
berarti juga beton lebih tahan terhadap serangan-serangan dari
lingkungannya yang agresif.
3. Serangan Sulfat

Serangan sulfat ditandai dengan kerusakan elemen beton pada ujung dan
bagian yang tajam, yang mengalami retak-retak dan terlepas. Dasar dari
serangan sulfat ini adalah pembentukan gypsum (Calsium Sulfate) dan
Ettringite (Calsium Sulphoaluminate). Hasil dari kedua molekul tersebut
bersifat menambah volume sehingga terjadi pengembangan yang akhirnya
merusak beton.
Karena serangan sulfat ini pada C3A terutama dalam pembentukan
ettringite, maka untuk mengurangi serangan sulfat ini perlu dipilih semen
yang miliki unsur C3A rendah, yaitu semen tipe V atau digunakan semen
pozolan. Selain itu beton harus mempunyai faktor air semen (w/c) yang
rendah, < 0.45, padat dan pemeliharaan yang baik.
4. Serangan Air laut

Serangan air laut dapat dicegah dengan cara seperti yang dilakukan pada
pencegahan serangan sulfat. Tipe semen perlu diperhatikan, tetapi
kekedapan beton merupakan hal yang lebih penting daripada tipe semen.
Dalam praktek pada beton bertulang untuk daerah laut, beton deking harus
diambil minimal antara 50-75 mm dan kadar semen minimum 350 kg/m3.
Selain itu faktor w/c tidak boleh melampaui 0,4 – 0,45. Pemadatan juga
penting terutama pada bagian sambungan konstruksi.
5. Serangan Asam

Serangan asam dapat ditanggulangi dengan membuat beton kedap air


dengan faktor air semen (w/c) maksimal antara 0,45-0,50. Pada beton yang
kedap air, Ca(OH)2 dapat dicegah tidak larut keluar sehingga proses
pelapukan berhenti.
6. Reaksi Alkali – Agregat
Beton dapat dirusak oleg reaksi kimia dari silika aktif yang terdapat pada bahan
agregat dan alkali yang terdapat dalam semen portland yang berupa Na2O dan
K2O. Reaksi ini membentuk gel alkali – silika. Gel alkali silika ini menyerap air
dengan cara osmosis sehingga terjadi penambahan volume. Bila gel alkali-
silika dilapisi dengan pasta semen, terjadi tegangan dalam dari pasta semen
dan akan terjadi retak-retak secara merata ( pop-out dan spalling ). Retak-retak
ini dapa sangat mengurangi kekuatan beton.
Kecepatan reaksi pembentukan gel alkali-silika tergantung besar kecilnya
partikel silika. Partikel silika yang halus harus berukuran 20-30 mikrometer.
Superplasticizer

Superplasticizer merupakan bahan yang digunakan untuk mengurangi air


pada campuran beton agar didapat faktor w/c yang kecil tetapi workabilitas
tetap normal. Menurut ASTM C 494-82 superplasticizer yang dipakai untuk
tujuan seperti ini termasuk campuran tipe F. Didalam praktek juga terdapat
superplasticizer selain untuk pengurangan air dan pengurangan slump juga
berfungsi untuk memperlambat reaksi beton, jenis ini disebut campuran tipe
G (water reducing, high range and retarding).
Berdasarkan pengamatan dengan Scanning Electronic Microscope
menunjukkan bahwa peranan SF pada beton adalah mendispersi
(menyebarkan) partikel semen menjadi merata dan memisahkan menjadi
partikel-partikel yang halus [Ramachandra,1983].
Dengan merata dan lebih halus partikel semen maka reaksi pembentukan
C-S-H akan lebih merata dan lebih aktif, dan beton lebih padat serta kedap
air. Selain itu peranan SP ini untuk meningkatkan kembali slump yang
hilang akibat penambahan SF, tanpa adanya penambahan air,
Penambahan SP ini umumnya tidak untuk menaikkan kekuatan beton,
tetapi untuk penyesuain workabilitas beton.
Pada dasarnya penambahan SP ini pada beton basah dapat:
 Meningkatkan workabilitas.
 Sebagai water reduction (mengurangi jumlah air yang diperlukan dalam
pencampuran)
 Pada beton yang gap-graded peningkatan kelecakan beton dengan cara
menambah 4-5% pasir dan superplasticizer.
 Mengurangi kehilangan slump (slump loss).
 Mencegah timbulnya bleeding dan segregation.
 Menambah “air content” (kadar udara).
 Mempercepat waktu pengikatan (setting time).
 Dan keuntungan lain superplasticizer ini dapat ditambahkan dengan
admixture lain yang diproduksi oleh pabrik yang sama (satu merk).

Contoh perhitungan Superplasticizer


Diambil SP sebesar 1,5 % dari berat semen
Jadi SP = 1,5% x 581,28 = 8,72 kg
BJ SP = 1,19, maka jumlah SP yang diperlukan dalam liter = 7,33 liter/m3
KOROSI BAJA TULANGAN DALAM BETON
Beton termasuk bahan yang awet (durable), bahkan lebih awet dari baja.
Penempatan baja tulangan di dalam beton atau yang dikenal sebagai struktur
beton bertulang, akan memberikan perlindungan terhadap baja dari serangan
kimia di lingkungan yang agresif. Secara teoritis, kombinasi antara beton dan
baja adalah sangat ideal untuk menghasilkan struktur yang durable, dimana
selimut beton akan melindungi baja terhadap terjadinya korosi. Dalam kondisi
lingkungan yang agresif, kombinasi beton dan baja tersebut dapat kurang
efektif, bila porositas yang dimiliki beton cukup besar (permeabilitas cukup
tinggi) sehingga akan memudahkan terjadinya infiltrasi ion-ion klorida yang
berpotensi terjadinya korosi (karatan) pada baja tulangan.
Proses fisik dan kimiawi penurunan kualitas beton bertulang terhadap
serangan air laut
Proses karatan tulangan beton dapat disebabkan karena 2 hal berikut:
a. Korosi akibat proses elektro kimia biasa pada tulangan beton
O2

Fe++ H2O (OH)-

baja

Reaksi yang terjadi adalah:


Fe → Fe++ + 2 e- (Anodic reaction)
4 e- + O2 + H2O → 4 (OH) (Cathrodic reaction)
Fe+ + 2 (OH) → Fe(OH)2 (Ferros Hydrotide)
4 Fe(OH)2 + 2H2O + O2 → 4 Fe(OH)3 (Ferric Hydroxide)
b. Korosi akibat proses elektro kimia karena klorida.
O2

Cl- H2O (OH)-

e-

baja

Reaksi yang terjadi adalah:


Fe++ + 2 Cl- → FeCl2
FeCl2 + 2 H2O → Fe(OH)2 + 2 HCl
Proses terjadinya korosi pada
struktur dapat diilustrasikan pada
struktur pondasi yang terletak di
daerah pantai (gambar 4.7). Pada
gambar tersebut selimut beton di
dalam dasar kolom yang selalu
kontak dengan tanah akan
menghadapi infiltrasi garam yang
menyebabkan terjadinya kapiler
pada beton. Jika tidak dilakukan
perbaikan sesegera mungkin, yaitu
dengan membungkus tulangan baja
tadi sehingga tidak terkorosi, maka
korosi pada baja tulangan akan
menyebabkan kehilangan lekatan
(bond) antara baja dan beton, atau
terjadi spalling pada selimut beton.
Hubungan antara Korosi, Struktur dan Sifat-sifat Beton

Fungsi utama dari selimut beton berkaitan dengan masalah durabilitas


adalah sebagai lapisan pelindung baja tulangan terhadap korosi. Jenis
pasta semen dan pori-pori struktur serta komposisi larutan pori adalah
beberapa faktor dominan dalam mengontrol efektifitas selimut beton.
Struktur pasta semen akan mengembang menghasilkan reaksi kimia antara
butiran semen portland dan campuran air.
Skema terjadinya proses korosi pada beton bertulang secara mikro
Ketentuan tebal minimum selimut beton

Tebal selimut
Tipe struktur
minimum (mm)

Beton yang berada di dalam tanah 75

Permukaan beton terlindung terhadap cuaca atau kontak dengan tanah


50
Baja No.6 atau lebih besar
38
Baja No.5 atau lebih kecil

Permukaan beton tidak terlindung terhadap cuaca atau tidak kontak


dengan tanah
Balok girder dan kolom
38
Plat, dinding dan balok, baja No.11 atau lebih kecil
19
Plat, dinding dan balok, baja No.14 dan 18
38
Metode Perbaikan

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam proses perbaikan struktur baja
beton yang terkorosi adalah:
•Mencari penyebab korosi pada baja tulangan
•Mengevaluasi tingkat keruntuhan struktur akibat korosi
•Menggambarkan proses keruntuhan struktur akibat korosi
•Mengevaluasi pengaruh keruntuhan struktur terhadap keamanan struktur dan
tingkat kemampuan layan struktur yang masih ada

Berdasarkan hasil evaluasi awal, perlu dipilih strategi perbaikan dan rehabilitasi
struktur agar diperoleh hasil optimum, termasuk kalkulasi secara ekonomi.
Beton segar merupakan campuran antara air, semen, agregat dan bahan
pembantu jika diperlukan. Setelah selesai dilakukan pengadukan, usaha-
usaha seperti pengangkutan, pengecoran, pemadatan dan penyelesaian akhir,
semuanya dapat mempengaruhi beton yang telah mengeras. Pada taraf
pengolahan yang berbeda-beda tersebut, sangat penting bahwa bahan-bahan
campuran beton tetap terbagi secara merata dalam seluruh adukan dan
semuanya dipadatkan dengan baik. Bilamana salah satu dari cara pengolahan
tersebut di atas tidak dilaksanakan dengan memuaskan, maka sifat-sifat beton
yang dihasilkan itu seperti kekuatan tekan serta keawetannya kurang baik.
Karakteristik dari beton segar yang mempengaruhi pemadatan beton secara
penuh adalah kekentalannya, kemudahan bergerak (mengalir) dan
kemudahan dipadatkan. Dalam teknologi beton sifat-sifat tersebut biasanya
telah tercakup dalam istilah sifat pengerjaan beton. Kemampuan beton untuk
mempertahankan keseragamannya dipengaruhi oleh stabilitasnya, yang
tergantung pada kekentalan serta daya lekatnya. Oleh karena cara-cara yang
digunakan untuk pengangkutan, pengecoran dan pemadatan suatu campuran
beton dan juga bentuk elemen beton yang akan dicor itu berbeda-beda dari
satu pekerjaan ke pekerjaan lain, maka persyaratan tentang sifat pengerjaan
dan stabilitasnya berbeda-beda pula.

Penilaian cocok atau tidaknya suatu beton segar untuk pekerjaan tertentu,
sedikit banyak selalu merupakan pertimbangan pribadi. Meskipun penting,
seringkali perilaku beton yang masih muda itu dilupakan. Perlu kiranya
ditekankan agar supaya berbagai karakteristik dari beton muda yang cukup
berarti dapat dikenali, serta disadari bahwa semua itu dapat berubah selama
melakukan langkah-langkah pengolahan beton yang bersangkutan.
Sifat Pengerjaan Beton

Beton yang dapat dipadatkan dengan mudah disebut beton yang workable,
atau mempunyai workabilitas yang baik. Tiga karakteristik utama dari sifat
pengerjaan beton adalah: kekentalannya, kemudahan mengalir (bergerak) dan
kemudahan dipadatkan. Kekentalan atau konsistensi beton merupakan suatu
ukuran untuk menunjukkan keadaan basah atau cairnya beton yang
bersangkutan. Kemudahan bergerak atau mobilitas menyatakan mudah atau
sukarnya campuran beton mengalir ke dalam acuan atau cetakan, serta
mengisinya sampai penuh. Kemudahan dipadatkan menunjukkan mudah atau
sukarnya suatu campuran beton itu dipadatkan seluruhnya, sehingga udara
yang terperangkap di dalamnya dapat dikeluarkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sifat pengerjaan yang disyaratkan
bagi suatu campuran beton tidak saja tergantung pada karakteristik dan
perbandingan-perbandingan bahan-bahan campuran, akan tetapi juga pada :
cara pengangkutan dan pemadatan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIFAT
PENGERJAAN BETON

1. Faktor Air Semen


Untuk kadar semen, air dan agregat tertentu, sifat pengerjaan beton
terutama dipengaruhi oleh luas permukaan agregat tersebut.
Sifat pengerjaan menjadi makin buruk bilamana luas permukaan jenis bahan-
bahan campuran beton yang bersangkutan bertambah, oleh karena
dibutuhkan lebih banyak pasta semen untuk melapisi butiran-butiran agregat,
sehingga dengan demikian untuk pelumasan tinggal tersisa sedikit saja pasta
semen.

Dalam praktek, hal tersebut berarti bahwa untuk sifat pengerjaan serta faktor
air semen tertentu, jumlah agregat yang dapat digunakan dalam suatu
campuran beton berubah-ubah tergantung pada bentuk, ukuran maksimum
dan gradasi dari agregat yang bersangkutan.
2. Pengaruh Proporsi Agregat
Untuk bahan campuran dan faktor air semen tertentu, tidak tergantung pada
perbandingan agregat kasar terhadap agregat halus, maka beton yang
bersangkutan dapat dibuat secara maksimal-ekonomis dengan menggunakan
kadar agregat kasar yang menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan
termudah dan dengan kadar semen tertentu.
3. Sifat-sifat Agregat
Bentuk dan tekstur agregat juga mempengaruhi workabilitas. Semakin
partikel mendekati bentuk speris maka makin mudah dikerjakan. Sperikal
partikel memiliki rasio luas/volume yang kecil sehingga dibutuhkan sedikit
mortar untuk melapisi partikel. Sedang bentuk pipih dan memanjang
membutuhkan jumlah semen dan air lebih banyak.
Porositas agregat juga dapat mempengaruhi workabilitas. Jika agregat hanya
mampu menyerap sedikit air maka workabilitas rendah.
4. Keadaan Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat pengerjaan beton adalah :
suhu, kelembaban dan kecepatan angin. Untuk beton tertentu, perubahan-
perubahan dalam sifat pengerjaan dipengaruhi oleh derajat hidrasi dari
semen dan derajat penguapan air. Oleh karena itu, jangka panjang waktu
sejak permulaan pengadukan sampai pemadatan serta pengaruh lingkungan
mempengaruhi memburuknya sifat pengerjaan beton yang bersangkutan.
Kenaikan suhu mempercepat jumlah penggunaan air yang dibutuhkan untuk
proses hidrasi dan kehilangan akibat penguapan.
5. Waktu Pengecoran

Memburuknya sifat pengerjaan sehubungan dengan waktu, merupakan akibat


langsung dari kehilangan air bebas melalui penguapan, daya serap agregat dan
hidrasi awal dari semen. Derajat memburuknya sifat pengerjaan dipengaruhi
karakteristik tertentu bahan-bahan campurannya, misalnya hidrasi dari semen
disertai panas yang ditimbulkannya, kadar air semula dan permeabilitas dari
agregat, demikian pula keadaan lingkungan. Untuk beton dalam keadaan
lingkungan tertentu, derajat memburuknya sifat pengerjaan yang berhubungan
dengan waktu, tergantung pada cara- cara pengolahan beton yang
bersangkutan.
6. Stabilitas
Disamping harus dapat dikerjakan dengan mudah, beton segar harus
mempunyai susunan sedemikian sehingga bahan campurannya tetap terbagi
rata dalam beton selama jangka waktu antara pengadukan dan jangka waktu
setelah pemadatan sebelum beton itu mengikat. Akibat adanya perbedaan
dalam ukuran butiran dan berat jenis dari bahan-bahan campuran beton, maka
secara alami ada kecenderungan bagi bahan-bahan tersebut untuk
memisahkan diri.
7. Segregasi
Apabila ada kecenderungan bahwa butiran kasar dan halus dari suatu
campuran beton hendak memisahkan diri, maka yang dihadapi ialah segregasi.
Pada umumnya makin encer suatu campuran beton, makin besar
kecenderungan untuk terjadi segregasi pada beton yang bersangkutan.
Segregasi dipengaruhi oleh luas jenis bahan padat total termasuk semen dan
jumlah mortar yang terdapat dalam adukan. Adukan beton yang kasar, sangat
encer, demikian pula yang sangat kering, yang kadar pasirnya kurang terutama
fraksi halusnya, cenderung untuk mengalami segregasi. Sejauh mungkin cara-
cara pengolahan yang dapat menyebabkan terjadinya segregasi seperti
terjadinya guncangan selama pengangkutan beton, pengecoran dari tempat
yang tinggi dan penggunaan alat penggetar beton secara berlebihan, harus
dihindarkan.
8. Bleeding
Selama pemadatan dan sampai pasta semen mengeras ada kecenderungan
alami bagi bahan-bahan padat, tergantung pada ukuran serta berat jenisnya,
untuk mengendap apabila kekentalan beton itu sedemikian sehingga tidak
mungkin untuk menahan semua air yang dikandungnya. Hal ini mengakibatkan
sebagian dari air itu akan bergerak dan kemudian akan mengalir
kepermukaan, sebagian lagi akan mengalir ke luar melalui sambungan pada
acuan. Pemisahan diri dari air campuran secara demikian itu disebut bleeding.
Sebagian dari air itu dapat mencapai permukaan sebagian tersekap diantara
butiran yang besar dan diantara tulangan. Variasi dari kadar air efektif dalam
adukan beton menyebabkan perubahan dalam sifat-sifatnya. Misalnya
kekuatan rata-ratanya, sedangkan daya serapnya di daerah-daerah itu akan
berkurang.
Pengukuran Workabilitas

Workabilitas harus mengukur sedikitnya 3 sifat beton:


 Compactible, kemudahan beton untuk dipadatkan dan rongga-rongga
udara dihilangkan.
 Mobilitas, kemudahan beton untuk mengalir ke bentuknya dan diantara
tulangan-tulangan.
 Stabilitas, kemampuan beton untuk tetap stabil, homogen selama
pencampuran, penggetaran tanpa segregasi.
Cara pengukuran workabilitas

1. Slump Test

2. Compaction Test

3. Compaction Test Factors

4. Remolding Test

5. Vebe Test

6. Tes Penetrasi (Penetration Test)


Slump Test

Slump test termasuk metode tertua dan banyak dipakai. Pertama kali
muncul dalam ASTM 1992 dan sekarang dicantumkan dalam ASTM C-
143.

Workabilitas Slump (mm)


Tidak ada slump (No slump) 0
Sangat rendah (Very low) 5 – 10
Rendah (Low) 15 – 30
Menengah (Medium) 35 – 75
Tinggi (High) 80 – 155
Sangat tinggi (Very high) 160 – runtuh
Compaction Test Factors

Tes ini pertama kali dikembangkan di Inggris pada tahun 1974 dan
dicantumkan dalam BS 1881 part 2. Hopper paling atas diisi beton sampai
penuh yang kemudian turun ke hopper bawah dan masuk ke wadah
silindrikal (gambar 5.4). Kelebihan beton dipotong. Compaction faktor
didefinisikan sebagai rasio beton silinder dan beton yang sama dalam
silinder yang telah dipadatkan.
Remolding Test

Remolding test (tes pembentukan kembali) dikembangkan untuk mengukur


kerja yang diperlukan untuk menyebabkan beton tidak hanya mengalir tapi
juga menyesuaikan diri ke bentuk baru. Diantaranya termasuk percobaan
untuk membuat beton seolah-olah (dalam laboratorium) berada pada
kondisi seperti di lapangan. Sejumlah tes dikembangkan, tapi hanya vebe
tes yang sekarang paling banyak digunakan.
Vebe Test
Consistometer Vebe dikembangkan sejak tahun
1940 dan mungkin paling sesuai untuk menentukan
perbedaan-perbedaan konsistensi dari campuran
sangat kering.

Meskipun tidak ada standar ASTM untuk tes ini, hal


itu adalah satu dari banyak tes yang telah
direkomendasikan dalam ACI’211. Tes ini sangat
luas dipakai di Eropa. Vebe tes hanya diterapkan
pada beton dengan ukuran agregat maksimum
kurang dari 40 mm. Standart kerucut slump dipakai.
Cetakan dipindahkan kembali dan sebuah plat
berbentuk lingkaran bersih (transparent disk)
terletak di bagian atas kerucut. Ini kemudian
digetarkan pada frekuensi dan amplitudo yang
terkontrol sehingga permukaan bawah dari
transparent disk lengkap tertutup dengan spesi
beton. Waktu dalam detik untuk terjadinya ini
disebut waktu vebe. Tes paling cocok untuk betin
dengan waktu vebe dari 5 sampai 30 detik.
Kesulitan nyatanya adalah bahwa pembahasan dari
plat (transparent disk) dengan mortar tidak
seragam, dan itu mungkin sulit untuk mengambil
titik akhir dari tes.
Tes Penetrasi (Penetration Test)

Tes penetrasi mengukur kedalaman


penetrasi dari beberapa tipe jarum tes ke
dalam beton, dibawah suatu kondisi.
Sejumlah tes telah diusulkan, tetapi hanya
satu yaitu Kelly ball penetration test yang
terdapat dalam standar ASTM (ASTM C-
369).
Kelly ball penetration test menggunakan
alat seperti yang ditunjukkan dalam gambar
5.7. Alat tersebut mengukur kedalaman
penetrasi ke dalam beton segar dari jarum
berdiameter 152 mm dan berat 13,6 kg. Tes
ini sangat cepat dan dapat dikerjakan pada
beton dalam truk. Hal ini bisa dibandingkan
dengan slump tes seperti sebuah
pengukuran konsistensi beton yang enak
dipakai.
PENGARUH TEMPERATUR/SUHU PADA BETON

Temperatur mempengaruhi sifat-sifat beton segar (fresh concrete), seperti:


• kecepatan hidrasi
• sifat dari struktur mikroskopik beton
• kecepatan evaporasi dan hasil proses pengeringan pada beton
Pengaruh Temperatur Awal terhadap Kekuatan Beton
Peningkatan temperatur selama terjadi reaksi hidrasi akan mengurangi lamanya
kontak antara semen dengan air sehingga hidrasi pada pasta semen akan
berkembang menjadi lebih cepat dari yang biasanya diperlukan. Hal ini dapat
mengakibatkan proses hidrasi tersebut menjadi kurang sempurna. Peristiwa ini baru
akan terlihat pengaruhnya terhadap kekuatan beton setelah berumur 7 hari. Pada
waktu tersebut biasanya bentuk fisik beton akan terlihat lebih porous (pori cukup
banyak) dan pori-pori yang terbentuk tersebut merupakan daerah yang kurang padat
(tidak terisi oleh bahan-bahan pembentuk beton). Hal ini menyebabkan beton menjadi
rapuh dan mudah retak, sehingga akan mengurangi kekuatan beton.
PENGARUH UKURAN AGREGAT
PENGARUH WAKTU PENGECORAN
BETON SERAT (FIBER CONCRETE)

Sebagaimana diketahui kekuatan tarik beton adalah jauh lebih rendah


dibandingkan kekuatan tekannya (kuat tarik beton ≈ 10% kuat tekan
beton). Beton yang mempunyai kuat tarik semakin tinggi menjadikan beton
tersebut semakin getas (brittle) sehingga daktilitas beton akibatnya juga
menurun. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan untuk struktur yang
menggunakan bahan beton tertutama di daerah rawan gempa, dimana
daktilitas yang memadai merupakan syarat untuk struktur yang tahan
gempa. Salah satu cara untuk meningkatkan daktilitas beton adalah
dengan menambahkan serat (fiber) pada campuran beton atau yang lebih
dikenal secara umum sebagai beton berserat (fiber concrete). Karena
serat tersebut terutama berfungsi sebagai penguat pada beton maka
sering diistilahkan sebagai Beton Tulangan Serat (Fiber Reinforced
Concrete atau disingkat FRC). Serat (fiber) yang digunakan dalam
campuran beton bermacam-macam, diantaranya adalah glass, kawat baja,
kevlar dan lain sebagainya.
Tipe dan sifat mekanis serat (fiber)
Modulus
Diameter Specific Kuat tarik Elongasi
Fiber (serat) Elastisitas
(μm) Gravity (GPa) (%)
(GPa)
Asbestos 0.02-20 2.55 165 3-4.5 2-3
Glass 9-15 2.60 70-80 2-4 2-3.5
Graphite 8-9 1.90 240-415 1.5-2.6 0.5-1.0
Steel 5-500 7.84 200 0.5-2.0 0.5-3.5
Polypropylene 20-200 0.91 5-77 0.5-0.75 20
Kevlar 10 1.45 65-133 3.6 2.1-4.0
Sisal 10-50 1.50 - 0.8 3.0
Cement matrix - 2.50 10-45 3-7 x 10-2 0.02

Catatan: GPa x 145 = 106 lb/in2


tipikal kurva Beban-Defleksi dari FRC terhadap beban lentur. Pada gambar
tersebut titik A menyatakan terjadinya awal retak pada FRC. Segmen AB
menyatakan daerah dimana penjalaran retak terjadi serta terjadinya reduksi
lekatan (debonding) pada serat. Beban maksimum pada titik B tergantung pada
kandungan dan bentuk geometri serat yang digunakan. Daerah BC merupakan
daerah penurunan kekuatan FRC tetapi disertai dengan deformasi yang cukup
besar dari FRC, sampai FRC benar-benar runtuh (titik C).

A
Load
C

O
Deflection in flexure

Tipikal kurva Beban-Defleksi dari FRC terhadap beban lentur.


Sifat Mekanis FRC

Penambahan serat (fiber) pada beton akan mempengaruhi kuat tekan FRC.
Seperti terlihat pada gambar 7.2 dan 7.3, penambahan serat cenderung
meningkatkan kekuatan tekan dan daktilitas. Pada beton polos (plain
concrete), tidak lama setelah respon maksimum tercapai beton langsung
runtuh. Sebaliknya pada FRC, disamping kekuatan tekan beton meningkat,
keruntuhan beton tidak tiba-tiba atau dengan kata lain FRC mempunyai sifat
yang lebih daktail.

3% fiber volume
Compressive stress

Plain concrete 2% fiber volume

Longitudinal strain
PENGARUH SUHU

1.2

Fiber Kawat Baja


1

0.8
fc/f'c

0.6

0.4
f'c =30.4 M P a
f'c =51.1 M P a
0.2 f'c =72.5 M P a

0
0 300 600 900

Suhu
PERBAIKAN PADA BETON
Perbaikan dengan Adukan

Perbaikan dengan adukan (semen+pasir+air) diadakan, bila daerah kerusakan


terlalu lebar untuk cara dry pack dan terlalu dangkal (± 2 cm) untuk pengisian
dengan beton.

Perbaikan dengan adukan


(semen+pasir+air) diadakan,
bila daerah kerusakan terlalu
lebar untuk cara dry pack
dan terlalu dangkal (± 2 cm) diketrik rata
untuk pengisian dengan
beton. a b

Gambar 8.1. Kerusakan dangkal


dan perbaikannya
Beton

Perbaikan dengan beton dilakukan pada kerusakan yang cukup dalam dan
luas (lubang menembus seluruh penampang, ≥ 30 x 30 cm, kedalaman ≥
lindungan beton.
Cara perbaikan tergantung pada parahnya kerusakan.

Diketrik sampai ± 2,5 cm di


belakang tulangan

miring
keropos

arah pengisian
beton

datar, tegak
pada bidang
sisi vertikal
Beton Prepakt

Pada kerusakan bidang vertikal yang cukup luas, tetapi agak dangkal,
hingga timbul kesulitan untuk adukan beton, guna perbaikannya dapat
digunakan cara dengan “beton prepakt”.

krikil diisikan dulu


kemudian di
“grouting”

acuan
PERKUATAN PLAT

Bagian bawah
plat dikupas
dan dikasari
terlebih dahulu
PERKUATAN BALOK

Lentur

Geser
Langkah 1: Pemilihan kuat tekan beton
Kuat tekan beton yang dirancang adalah 60 hingga 120 MPa, dan dibagi ke
dalam 5 kelompok yaitu A (65 MPa), B (75 MPa), C (90 MPa), D (105 MPa)
dan E (120 MPa). Nilai kuat tekan tersebut adalah kuat tekan rata-rata beton
pada umur 28 hari.
Kalkulasi kuat tekan rata-rata pada berbagai mutu beton dicantumkan pada
Tabel 2.

Tabel 1. Rancangan kuat tekan beton dan


estimasi kandungan air
Kelompok Kuat tekan rata- Kandungan air
kuat tekan rata (MPa) maksimum (kg/m3)

A 65 160

B 75 150

C 90 140

D 105 130

E 120 120
Tabel 2. Kalkulasi kuat tekan rata-rata
Target kuat tekan f’c Syarat kuat tekan rata-rata f’cr
(psi) (psi)

<3000 f’c+1000
3000≤f’c≤5000 f’c+1200
>5000 f’c+1400

Langkah 2: Estimasi campuran air


Estimasi kandungan air yang digunakan adalah berdasarkan kuat tekan beton yang
dirancang, dan terlihat pada tabel 1. Estimasi tersebut berdasarkan pengalaman bahwa nilai
slump beton segar cukup tinggi (workable) jika menggunakan bahan tambah
Superplasticizer, dan ukuran agregat maksimum adalah sebesar 12-19 mm.
Langkah 3: Estimasi jumlah semen
Volume total dari pasta semen diperkirakan sebesar 0,35 m3 dan udara terperangkap
diasumsikan sebesar 2%, maka perhitungan volume total pasta semen pada setiap kelompok
mutu beton disajikan pada tabel 3. selanjutnya pada tabel tersebut terdapat tiga pilihan
campuran pasta semen yaitu:
Pilihan 1 : Hanya menggunakan semen portland
Pilihan 2 : Menggunakan semen portland dan Fly Ash (FA) atau slag (BFS)
dengan perbandingan rasio volume 75:25
Pilihan 3 : Menggunakan semen portland + FA atau slag+slica fume (SF)
dengan perbandingan volume 75:15:10

Tabel 3. Komponen campuran di dalam pasta semen dalam volume 0,35m3


Material Pilihan 1 Pilihan 2
Kelompok Pilihan 3
Air Udara semen (Hanya (Semen+FA/
kuat tekan (Semen+FA/Slag+SF)
total semen) Slag)
A 0,16 0,02 0,17 0,17 0,1275+0,0425 0,1275+0,0255+0,0170

B 0,15 0,02 0,18 0,18 0,1350+0,0450 0,1350+0,0270+0,0180

C 0,14 0,02 0,19 0,19 0,1425+0,0475 0,1425+0,0285+0,0190

D 0,13 0,02 0,20 * 0,1500+0,0500 0,1500+0,0300+0,0200

E 0,12 0,02 0,21 * 0,1575+0,0525 0,1575+0,0315+0,0210


Langkah 4: Estimasi kandungan agregat
Sisa volume agregat yang terkandung di dalam campuran beton adalah 0,65 m3. Diambil
asumsi perbandingan volume antara agregat halus terhadap agregat kasar seperti pada Tabel
4 berikut:

Tabel 4. Perbandingan volume agregat halus terhadap agregat kasar pada berbagai mutu
Kelompok kuat
Perbandingan
tekan

A 2:3

B 1,95:3.05

C 1,90:3,10

D 1,85:3,15

E 1,80:3,20

Langkah 5: Lakukan kalkulasi kebutuhan semen dan agregat berdasarkan data specific
gravity dari masing-masing bahan. Hasil kalkulasi yang diperoleh harus dikoreksi kembali
jika menggunakan superplasticizer.
PERHITUNGAN DESAIN CAMPURAN BETON

Diambil salah satu mix design yaitu untuk rencana kuat tekan beton 80 MPa.
Rencana kuat tekan beton yang diperhitungkan (f cr) dibulatkan ke atas
menjadi 90 MPa. Pada tabel 6.3 kuat tekan beton ini termasuk grade C.

Keperluan air penyampur = 0,13 m3


Kadar udara = 0,02 m3
Volume pasta = 0,35 m3
Volume semen dan abu terbang (fly ash) = 0,20 m3 (tabel 6.4)
Volume agregat = 0,65 m3
Rasio semen dan abu terbang (FA) = 75 : 25
Estimasi kandungan agregat
Abu terbang yang dipakai adalah kelas F dan diambil 15% dari berat semen,
maka jumlah semen yang dipakai adalah 85% :
(0,85xPC ) (0,15xPC )
  0,20 m 3
BJ PC BJ FA

(0,9xPC ) (0,1xPC )
  0,18 m 3
3110 2120

Diperoleh PC (semen) = 581,28 kg


Kebutuhan PC = 0,85 x 581,28 = 494,09 kg
Kebutuhan abu terbang = 0,15 x 581,28 = 87,19 kg
Perhitungan berat campuran agregat
Rasio perbandingan pasir terhadap krikil adalah 1,85 : 3,15
1,85xA   3,15xA   0,65 m 3
BJ pasir BJ krikil

1,85xA   3,15xA   0,65 m 3


2578 2702
Diperoleh A = 345, 12 kg

Kebutuhan pasir = 1,85 x 345, 12 kg = 638,47 kg


Kebutuhan krikil = 3,15 x 345,12 kg = 1087,12 kg

Superplasticizer
Diambil SP sebesar 1,5 % dari berat semen
Jadi SP = 1,5% x 581,28 = 8,72 kg
BJ SP = 1,19, maka jumlah SP yang diperlukan dalam liter = 7,33 liter

Komposisi campuran beton setiap 1 m3 :


Semen = 494,09 kg/m3
Abu terbang = 87,19 kg/m3
Air = 130 lt/m3
w/c = 0,26
Superplasticizer (SP) = 7,33 lt/m3
Pasir = 638,47 kg/m3
Krikil = 1087,12 kg/m3

Anda mungkin juga menyukai