PENDAHULUAN
Beton prategang merupakan kombinasi yang ideal dari 2 (dua) bahan yang
berkekuatan tinggi modern, yaitu beton dan baja mutu tinggi. Hal ini dicapai dengan cara
menarik baja dan menahannya pada beton sehingga membuat beton dalam keadaan tertekan.
Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari individu kedua bahan itu
sendiri. Baja adalah bahan liat dan dibuat untuk bekerja dengan kekuatan tarik yang tinggi
oleh prategang. Beton adalah bahan getas yang apabila ditarik kemampuannya menahan
tekan tidak berkurang. Gaya prategang berarti mengakibatkan tegangan permanen di dalam
struktur dengan tujuan memperbaiki perilaku dan kekuatannya pada berbagai macam
pembebanan.
Beton prategang :
Pada beton prategang, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja bermutu
tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang kombinasinya secara
pasif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja dengan menahannya kebeton,
sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang beton sebelum beban bekerja
telah dalam kondisi tertekan, maka bila beban bekerja tegangan tarik yang terjadi dapat di-
eliminir oleh tegangan tekan yang telah diberikan pada penampang sebelum beban bekerja.
BAHAN- BAHAN BAHAN-BAHAN BAHAN-BAHAN
YANG TAHAN YANG TAHAN YANG TAHAN
TERHADAP TEKAN TERHADAP TARIK TARIK & TEKAN
KOMBINASI BETON
PASIF BERTULANG
KOMBINASI BETON
AKTIF PRATEGANG
P P.e. y M . y
f= ……………………………………………………… …(2.1)
A I I
(a) Balok diberi gaya prategang secara eksentris dan beban luar
Gambar 2.2. Momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang
2..2.1 Beton
Beton yang digunakan pada beton prategang disyaratkan beton normal dengan mutu
lebih besar dari 30 MPa, workabilitas tinggi, dapat mencapai kekuatan tertentu dalam waktu
singkat dan kehilangan prategang (loss of prestressed) yang kecil.
Dalam perencanaan beton prategang yang didasarkan pada beban kerja, tegangan-
tegangan dibatasi oleh tegangan-tegangan ijin. Tegangan ijin beton untuk komponen struktur
lentur pada tahap beban kerja adalah sebagai berikut (SK-SNI T-15-1991-3) sebagai berikut :
a. Sesaat setelah pemindahan gaya prategang (initial transfer)
Pada saat transfer, tegangan tidak boleh melebihi :
1) Serat atas (tarik) : ft,i = 0,25 f ' c ,i ……………………………(2.3)
2) Serat bawah (tekan) : fc,i = 0,60. f’c,i……………………………....(2.4)
b. Pada saat kondisi beban kerja/beban layan (service)
Pada saat kondisi layan tegangan-tegangan tidak boleh melebihi :
1) Serat atas (tekan) : fc,s = 0,45 f’c,s ………...……………………(2.5)
2) Serat bawah (tarik) : ft,s = 0,50 f 'c,s …………………….……..(2.6)
Tegangan (N / mm2)
2000
1200 0,2 %
800
Baja lunak
400
0
0 2 4 6 8 10
Regangan (%)
Tegangan (%)
1800
Prestressing strands
1600 Prestressed wire (7 mm)
1400
1200
Bristrand
1000 High alloy bar
800
600
High strengh reinforced steel
400
0
0 10 20 30
Regangan (%)
b. Pascatarik (post-tensioning)
Pada metode ini beton lebih dahulu dicetak dengan disiapkan lubang (duck) atau
alur untuk penempatan tendon. Apabila beton sudah mengeras dan cukup kuat,
kemudian tendon ditarik, ujung-ujungnya diangkur. Selanjutnya lubang
digrouting.
1) Initial stage
Sisi atas : ftop = -Pi / Ac + Pi . e / St - Mi / St ft,I ………….(2.10)
Sisi bawah : fbot = -Pi / Ac - Pi . e / St + Mi / St fc,I …………(2.11)
Pi /Ac Pi.e / St Mi /St ft,I = 0,25 f’c,i
Mi Mi
+ + =
e
Pi Pi
Pi /Ac Pi.e / Sb Mi /Sb fc,I = 0,60 f’c,i
2) Initial final
Sisi atas : ftop = -Ps / Acp + Ps . e / Stp- Ms / Stp fc,s ………...(2.12)
Sisi bawah : fbot = -Ps / Acp – Ps . e / Sbp+ Ms / Sbp fc,I ….……(2.13)
Ps /Acp Ps.e / Stp Ms /Stp fc,s = 0,45 f’c,s
Ms Ms
+ + =
e
Ps Ps
Ps /Acp Ps.e / Stb Ms /Stb ft,s = 0,50 f’c,s
BAB III
ANALISIS DAN DESAIN BALOK BETON PRATEGANG
3.1 U m u m
Perencanaan balok beton prategang secara keseluruhan meliputi beberapa tahapan
sebagai berikut :
a. Penentuan dimensi awal dan analisis penampang
b. Analisis pembebanan
c. Analisis mekanika (perhitungan momen dan gaya lintang)
d. Penentuan tipe, jumlah dan lintasan tendon
e. Penentuan gaya prategang
f. Perhitungan kehilangan gaya prategang (loss of prestressed)
g. Kontrol tegangan dan lendutan ijin
h. Perhitungan momen kapasitas
i. Perhitungan tulangan geser
j. Perhitungan sambungan geser (shear connector)
k. Perencanaan end block
Pada penarikan pre-tensioning, pada saat transfer maupun service sudah ada lekatan
sempurna antara tendon dengan beton , sehingga dalam perhitungan digunakan penampang
transformasi (tansformations sections) untuk kedua kombinasi pembebanan tersebut (A trans,
ytrans, Itrans).
Sedangkan pada penarikan post-tensioning, pada saat dilakukan penarikan tendon,
selubung (duck) belum digrouting, sehingga masih dimungkinkan terjadi gerakan relatif
tendon di dalam selubung. Sehingga pada saat transfer digunakan penampang gross beton
murni (Agross, ygross, Igross). Pada waktu proses penarikan selesai dilakukan, duck
digrouting,setelah pasta semen mengeras terjadilah kesatuan antara beton dan baja sehingga
pada kondisi pelayanan (service) digunakan penampang transformasi dengan
memperhitungkan luas lubang yang telah digrouting (Atrans, ytrans, Itrans).
ytt
ybt
e
t
et
ybt
Dengan besaran penampang gross section pada gambar 3.1(a), dapat diperoleh Agross,
ytg, ybg dan Igross. Sedangkan untuk transformations section pada gambar 3.1(b), digunakan
persamaan sebagai berikut :
Ep
n= …………………………………………………………….………(3.1)
Ec
3. Kasus 3
Dengan anggapan pada sisi tarik boleh terjadi tegangan tarik baik pada kondisi initial
maupun service. Besar batasan tegangan tarik (tegangan tarik ijin) adalah sama, yaitu
fmin dan tegangan ijin tekan fmaks maka akan diperoleh :
ft,I = ft,s = f,min
fc,I = fc,s = fmaks
Mi = Mmin
Ms = Mmaks
Mv = ML = Mmaks - Mmin
Anggapan ini belum mempertimbangkan adanya kehilangan prategang (loss of
prestressed).
Batasan-batasan gaya prategang adalah sebagai berikut :
1. P [(Mv – (Sb + St). fmin)] / (Sb + St) / A
2. P [(Mmaks – Sb . fmin)] / (Sb /A) + e
3. P [ - Sb . fmin + St . fmaks] / (St /Sb) + A
Ketiga rumus di atas dengan tidak memperhitungkan adanya kehilangan gaya prategang.
b/6
b
kt = Sb / Acp………………………………………………………….……..(2.24)
kb = St / Acp……………………………………….………………………..(2.25)
kb
Gambar 3.11 Daerah batas c.g.s. yang tidak memperbolehkan tegangan tarik beton
kb
Gambar 3.12 Daerah batas c.g.s. yang tidak memperbolehkan tegangan tarik beton
Jika c.g.s. jatuh di atas batas atas pada setiap titik, maka daerah-C, yang bersesuaian
dengan momen Mmaks (momen akibat beban kerja total) dan gaya prategang, Pe akan jatuh di
atas kern atas menimbulkan tegangan tarik pada serat bawah. Dan apabila c.g.s. diletakkan di
atas batas bawah, maka daerah-C, akan berada di atas kern bawah dan tidak akan terjadi
tegangan tarik pada serat atas akibat beban gelagar (Mmin) dan gaya prategang Pi.
Posisi dan lebar daerah batas dapat manjadi petunjuk desain yang memadai dan
ekonomis, jika sebagian batas atas jatuh di luar atau terlalu dekat dengan serat bawah, maka
gaya pretegang (P) dan tinggi balok dapat dikurangi. Sedangkan apabila batas atas
memotong batas bawah. Hal tersebut berarti tidak ada daerah yang tersedia untuk letak c.g.s
maka gaya prategang (P) atau tinggi balok harus ditambah atau momen gelagar harus
ditambahkan untuk menurunkan batas bawah jika memungkinkan.
Kt kt
kb
Kt kt
kb
Kt kt
kb
Balok prategang mengalami perubahan regangan baja yang konstan di dalam tendon
bila terjadi rangkak yang tergantung pada waktu, perpendekkan elastis (kehilangan gaya
prategang seketika setelah peralihan), dan susut beton. Pengurangan tegangan tendon
mengakibatkan berkurangnya kehilangan prategang akibat relaksasi, dirumuskan dengan
persamaan :
RE = [Kre – J(SH + CR + ES)]C…………………………………………..(3.37)
Nilai Kre, J dan C adalah nilai pada tabel 3.2 dan tabel 3.3.
e s
s
Rangkak Pemulihan
(a)
Tmin
(b)
Jarak (x)
Angker mati Angker hidup
Tendon
Gambar 3.17 Variasi tegangan pada tendon akibat gaya gesekan (Lin, 2000)
To = Tegangan awak
Td = Tegangan pendongkrakan sementara
Ti = Tegangan setelah pelepasan
Tmin = Tegangan minimum
(a) = Kehilangan gaya prategang akibat gesekan yang rendah
(b) = Kehilangan gaya prategang akibat gesekan yang tinggi
Menurut Lin (2000), tendon prategamg sepanjang dx yang titik beratnya mengikuti busur
lingkaran dengan jari-jari R, seperti pada gambar 3.18 (b), perubahan sudut tendon akibat
lengkungan sepanjang dx adalah :
d =dx / R…………………………………………………………………………(3.42)
Untuk elemen yang kecil sepanjang dx, tegangan pada tendon dapat diambil tetap dan sama
dengan P, yang membentuk sudut d adalah :
N = P. d = P. dx / R……………………………………………………………(3.43)
Jumlah kehilangan gaya prategang akibat gesekan dP sekeliling dx dinyatakan dengan
tekanan dikalikan dengan koefisien gesekan , jadi :
dP = -.N = -. P.dx / R = -.P.d…………………………………………….(3.44)
dP /P = - . d………………………………………………………………..…..(3.45)
x
(a) Lintasan tendon
N = Po.d
R d
Po Po Po
Px = Po- dPo Po
dPo Po Po.d
dx
3.5.6 Kehilangan prategang akibat slip /tarik masuk pada tendon (draw-in)
Kehilangan prategang ini timbul akibat penguncian baji pada angker hidup pada
sistem pascatarik (post-tensioning system). Apabiala kabel ditarik dan dongkrak dilepaskan
untuk mentransfer prategang beton, pasak-pasak gesekan yang dipasang untuk memegang
kawat-kawat dapat menggelincir pada jarak yang pendek sebelum kawat-kawat
menempatkan diri secara kokoh diantara pasak-pasak tadi. Besarnya penggelinciran
tergantung pada tipe pasak dan tegangan pada kawat. Misalnya pada sistem VSL, tendon
kembali sebesar 6 mm, segera setelah draw-in. Karena adanya gesekan tendon, maka
pengaruh tarik masuk ini terjadi hanya sepanjang x dari angker hidup.
Diagram gaya miring pada daerah angker hidup sampai berjarak x, disebabkan oleh
adanya gesekan antara tendon dengan selubung tendon.
Xas = [(set.Aps.Eps) / P]1/2………………………………………………………(3.51)
PA PX PC PB
Dalam tabel 3.6. disajikan perkiraan kehilangan tegangan baja prategang untuk
metode pratarik (pre-tensioning) maupun pascatarik (post-tensioning).
140 1000
70 500
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 (Strain)
End Block
End block adalah daerah yang berada di ujung balok pratekan yang mempunyai
konsentrasi yang tingga dan berpotensi untuk terjadi bahaya retak. Daerah ini biasanya
diambil sepanjang tinggi balok, dimanapada jarak ini terjadi peralihan dari gaya pratekan
terpusat menjadi keadaan tegangan merata.
Pada daerah angkur atau blok ujung (end block), suatu elemen beton prategang
pascatarik, keadaan distribusi tegangannya rumit dan bersifat tiga dimensi. Pada sistem
pascatarik, kawat-kawat prategang dipasang didalam saluran kabel (duck) kemudian
ditegangkan dan diangkurkan pada end block. Akibatnya gaya besar yang terpusat dalan
daerah yang relatif sempit bekarja pada blok ujung sehingga menimbulkan tegangan-
tegangan geser dan transversal. Tegangan-tegangan transversal yang timbul ini bersifat tarik
disepanjang bentang yang panjang. Untuk menahan tarikan ini maka harus diberi tulangan
yang cukup karena baton lemah terhadap tarikan.
A
h
2.ypo
P yo
2ypo 2yo h
yo
yo yo
2yo Tegangan merata
BAB IV
BALOK PRATEGANG GELAGAR MENERUS
e P P
(-)
Gambar 4.1 Diagram momen primer pada kabel lurus
b. Kabel lengkung
e e
A e1 D e2 B e3 E C
P . e1 P . e2 P . e3
e e
A e1 e2 B e3 C
LAB LBC
A B C
RB2
(b) Unbalanced force
RB = RB1 + RB2
3. Momen resultan
Adalah jumlah momen primer dan memen sekunder.
4. C – line (compression line, pressure line, thrust line)
Adalah tempat kedudukan resultan gaya tekan (C), pada masing-masing potongan
balok.
C = Mresultan / P ……………………………………………………...……(4.2)
5. Kabel konkordan (Concordant cable atau tendon profile)
Jika letak c.g.s. berimpit dengan C – line maka dikatakan bahwa kabel tersebut
konkordan dengan C – line. Pada kabel konkordan, momen sekunder akibat gaya
berlebihan = 0.
C - line
e
A B C
Gambar 4.4 Kabel non concordant
C – line= c.g.s.
e
A B C
Gambar 4.5 Kabel concordant
6. Beban ekivalen
Adalah merupakan beban pengganti gaya kabel (perlu diperhatikan beban ekivalen ke
atas atau ke bawah).
q1 = 8. P . e / (LAB)2 ……………………………………………………………(4.3)
q1 = 8. P . e / (L1)2 ……………………………………………………………(4.4)
q1 = 8. P . e / (L2)2 ……………………………………………………………(4.5)
q1 = 8. P . e / (L3)2 ……………………………………………………………(4.6)
P P
e
A B C
PA PB PC
P q P
e1 e2 e3
q2
q1 q3
L1 L2 L3
6. Unbalanced force
Adalah beban eqivalen yang tidak dapat dipikul oleh konstruksi. Misalkan pada
perletakan A, bekerja beban eqivalen berupa momen, gaya horisontal dan gaya vertikal. Jika
A berupa sendi, maka momen yang bekarja di A merupakan unbalanced force (gaya yang
tidak seimbang). Jika berupa jepit, tidak ada unbalanced force yang bekerja di A.
e
A B C
A B C
MB MB
MB = 3.EI. / L2………………………………………………………………..(4.7)
Dengan :
MB = Momen sekunder akibat penurunan
E = Modulus elastisitas bahan
I = Momen inersia
L = Panjang bentang
Kalau dilihat dari besarnya momen akibat penurunan perletakan yang terjadi pada
gelagar menerus maka hendaknya bangunan bawah jembatan (pilar) harus benar-benar
berada pada tanah yang kuat dan stabil. Juga perlu diperhatikan bahwa displacement ini bisa
juga terjadi pada arah horisontal, yang mana prinsif perhitungannya tidak berbeda dengan
displacement arah vertikal.
P.e P.e
x x
MABLAB / IAB + 2MBA LAB / IAB + 2MBC LBC / IBC + MCB LBC / IBC =
-6/ LAB / IAB Mx.x.dx -6/ LBc / IBcMx.x.dx ………(4.8)
Dimana MAB ,MBA, MBC , MCB .adalah momen sekunder.
M = P . e ……………………………………………………………….………….(4.9)
P. e .x.dx = P e.x.dx …………………………………………………………..(4.10)
Dimana e.x.dx adalah luasan momen antara profil kabel dengan c.g.c. terhadap perletakan
ujung.
BAB V
SOAL DAN PENYELESAIAN
1. Perencanaan penampang
Diketahui balok beton prategang yang akan direncanakan sebagai jembatan .
a. Data beton
Bentang teoritis = 15 m
Kuat tekan awal (f’c,i) = 45 Mpa
Kuat tekan akhir (f’c,s) = 49 Mpa
Perbandingan h / b = 4,00
b. Data baja prategang
Diameter strand = 1/2 “ = 12,7 mm
Luas penampang efektif (Aps) = 0,9871 mm
Tegangan tarik batas (fpu) = 1900 Mpa
Modulus elastisitas (Eps) = 196.000 Mpa
Nilai asumsi draw-in = 8 mm
Jangka waktu setelah perawatan = 16 hari (metode post-tensioning)
c. Data tendon
Faktor ditribusi beban hidup = 1,00 = 100%
Persentase penarikan tendon = 76%
Diameter tendon = 100 mm
Jumlah maksimunstrand tiap tendon = 12 bh
Penyelesaian :
1. Pembebanan
a. Precast girder = perkiraan b = 300 mm dan h = 4.b = 250 (4) = 1.200 mm
= 0,3 x 1,2 x 25 kN/m3 x 2 = 18 kN / m
b. Deck slab = tslab x 1m pias x 2 arah x BJ beton
= 0,2 x 1 x 2 x 24 = 9,60 kN/m
c. Asapal = taspal x 1m pias x 2 arah x BJ aspal
= 0,05 x 1 x 2 x 22 = 2,20 kN/m
d. Air hujan = tair x 1m pias x 2 arah x BJ air
= 0,05 x 1 x 2 x 10 = 1,00 kN/m
e. Diafragma = tdiafragma x 1m pias x BJ beton
= 0,25 x 1 x 24 = 5,70 kN/m
f. Beban hidup = 17,50 kN/m
b = ¼. h
= ¼ (1.126,8 mm) = 281,7 mm
Masukkan nilai-nilai pada persamaan (1) sampa1 (4) dan (7),(8) , ke persamaan (6)
Sb 1,20 (1.518.750.000 – 506.250.000) / (3,40 – 27,00)
Sb mm3
Dengan :
Sb = Statis momen = 1/6 .b.h2
Sb= 51.483.305,85 mm3 = 1/6 .b.h2
Jika b = ¼ .h (sesuai soal), maka :
1/6 .b.h2 = 1/6 .(1/4.h).h2 = 1/24 . h3
Jadi : 1/24 . h3 = 51.483.305,85 mm3
h = [(24) (51.483.305,85 mm3 )] = 1.073,06 mm
b = ¼. h
= ¼ (1.073,06 mm) = 268,3 mm
Kesimpulan :
Nilai maksimum b =281,7 mm , dibulatkan 300 mm
Nilai maksimum h = 1.126,8 mm , dibulatkan 1.200 mm (sesuai estimasi)
3. Analisis penampang
Balok pratekan penampang I, dengan penampang baja pratekan (Asp ) = 2.350 mm2,
tegangan ijin efektif (fse) = 1.100 Mpa, titik berat strand 115 mm dari tepi bawah. Sifat bahan
sebagai berikut : fpu = 1.860 Mpa dan f’c = 48 Mpa.
Hitunglah momen tahanan batas penampang (MR)
hflens = 175
dp = 785 h = 900
115
bw = 140
bflens = 460
Penyelesaian :
a. Rasio penulangan
p = Asp / bflens . dp
= 2.350 / (460 x 785)
= 0.00651
b. Tegangan baja pada kondisi batas
fsp = fpu (1 - 0,5 .p fpu /f’c)
= 1.860 ( 1 – 0,5 x 0.00651 x 1.860 / 48)
= 1.625 Mpa
c. Gaya tekan (T’) = Asp . fsp
= 2.350 (1.625)
= 3.819.000 N
d. Luas daerah tekan (Ac’) = T’ / 0 ,85 . f’c
A’C = 3.819.000 / 0,85 (48)
= 93.600 mm2
e. Luas flens = bflens x hflens
= 460 (175)
= 80.500 mm2
f. Luas badan di bawah flens yang mengalami tekan
Aw = 93.600 mm2 - 80.500 mm2
= 13.100 mm2
g. Tinggi penampang blok tekan
a = hflens + Aw / bw
= 175 + 13.100 / 140
= 269 mm (Penampang bersifat sebagai flens)
c = a / 0,85
= 316,47 mm
c a hflens = 175
115
bw = 140
bflens = 460
3.Soal analisis
Analisislah penampang persegi berikut dengan data beban dan bahan sbb :
ytt
h = 900 mm
ytb
d’ = 200 mm
b = 400 mm
ytg
e h = 900 mm
ybg
d’ = 200 mm
b = 400 mm
ytg
e h = 800 mm
ybg
d’ = 150 mm
b = 400 mm
ytg = 393 mm
e = 287 mm h = 800 mm
ybg = 507 mm
d’ = 120 mm
b = 400 mm
1) Kontrol serat atas
-Pi / Ag + Pi . e .ytg/ Ig - Mi .ytg / Ig ft,I
(-1.400 / 0,312) + 1.400 (0,287)(0,393)/0,016435 – 144 (0,393)/0,016435 0,2530
+ 471 kN/m2 1,37 N/mm2
+ 0,471 N/mm2 + 1,67 N/mm2 ………………………………………………(OK)
2) Kontrol serat bawah
-Pi / Ag - Pi . e .ybg/ Ig + Mi .ybg / Ig fc,i
(-1.400 / 0,312) - 1.400 (0,287)(0,407)/0,016435 + 144 (0,407)/0,016435 0,6(30)
11.050 kN/m2 18 N/mm2
11,05 N/mm2 18 N/mm2 ………………..……………………………………(OK)
ytg = 410 mm
h = 800 mm
ybg = 390 mm e = 270 mm
d’ = 120 mm
b = 400 mm