Anda di halaman 1dari 10

Resensi Novel Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Identitas Buku

Judul : Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

Penulis : Pidi Baiq

Penerbit : PT. Mizan Pustaka

Tahun Terbit : 2014

Jumlah Halaman : 330

Tentang Penulis

Pidi Baiq merupakan seorang pria kelahiran Bandung, 8 Agustus 1972. Pidi Baiq dikenal
sebagai seniman yang penuh dengan karya-karya hebat dan talentanya bukan hanya dalam
bidang menulis tetapi juga terkenal aktif menjadi seorang musisi dan juga pencipta lagu. Pidi
Baiq juga dikenal sebagai pria yang humoris dengan pilihan katanya yang puitis. Bisa dilihat
dari perkenalan dirinya di buku novel Dilan, belau mengaku sebagai Imigran dari Sorga yang
diselundupkan ke Bumi oleh Ayah dan Ibunya. Novel Dilan ini juga bukan karya
pertamanya, beberapa karya terdahulunya yaitu buku Drunken Monster, Drunken Molen,
Drunken Mama, Drunken Marmut, Al-Asbun, At-Twitter, dan Hanya Salju Pisau Batu.

Sinopsis Singkat

Novel ini bercerita tentang seorang gadis remaja bernama Milea yang baru pindah ke
Bandung. Pada saat perjalanan berangkat ke sekolah, Milea bertemu seorang pemuda yang
meramal bahwa dia dan Milea akan bertemu di kantin. Awalnya Milea tidak menghiraukan
pemuda itu, tapi setiap hari pemuda itu selalu mengganggu Milea dan mengirimkan surat
kepadanya. Milea akhirnya mencari tahu siapa pemuda itu dan ternyata namanya adalah
Dilan.

Milea dan Dilan semakin dekat. Dilan selalu mendekati Milea dengan cara yang unik. Namun
sebenarnya Milea sudah punya pacar, yaitu Beni. Pada saat Milea ulang tahun, Dilan
memberikannya kado berupa TTS yang sudah diisinya sendiri.

Bab 1

Milea. Milea Adnan Hussain. Jenis kelamin perempuan dan tadi baru selesai makan jeruk.
Nama belakangku diambil dari ayahku. Dia adalah prajurit TNI Angkatan Darat. Dia lahir di
Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Sejak kecil, aku tinggal di Jakarta,
yaitu di daerah kawasan Slipi. Tahun 1990, ayahku dipindahkan ke Bandung sehingga semua
barang-barang di rumah pun ikut pindah. Aku juga pindah ke SMA negeri yang ada di
Bandung. Akan aku tulis semuanya sesuai dengan apa yang akan terjadi waktu itu meskipun
tidak akan begitu detail, tetapi itulah intinya. Semuanya, akan kutulis dengan menggunakan
cara si dia dalam bergaya bahasa.

Bab 2

Aku jalan sendirian, dari arah belakang kudengar suara motor. Suaranya agak berisik dan
yang bisa kuingat belum begitu banyak siswa yang berangkat sekolah membawa motor.
Ketika itu motor sudah mulai sejajar denganku, jalannya melambat seperti sengaja ingin
menyamai kecepatan berjalan. Dia pasti mengajak bercanda, tapi aku tidak mau. Maksudku,
aku tidak mau bercanda dengan orang yang belum kukenal.

Di hari Minggu saat sedang mencuci sepatu, aku mendengar bel rumah berbunyi. Aku teriak
memanggil si bibi untuk meladeni tamu itu. Ya Tuhan, aku kaget, ternyata tamunya adalah
Sang Peramal. Aku tersenyum kepadanya yang tersenyum kepadaku. Mendadak aku seperti
sedang kontak batin dengannya, membahasa ramalan yang benar-benar terjadi.

Bab 3

Hari Senin, di tengah-tengah barisan siswa yang mengikuti upacara, aku berharap tidak ada
satu orang pun yang tau bahwa diam-diam mataku mencari dirinya, meskipun aku sendiri
tidak tau untuk apa juga aku cari. Mungkin untuk lihat saja. Tidak lebih, Boleh kan?.

Setelah usai shalat isya, aku dapat telepon dari Beni. Dia bicara lama sekali. Atau sebentar?
Tapi, aku merasa itu sangat lama sekali. Hari selasa, aku mendapat surat dari Dilan, entah
mengapa surat itu bisa berasa di Rani.

“Pemberitahuan : Sejak sore kemarin, aku sudah mencintaimu -----DILAN”

Bab 4

Bisa kubaca mata Nandan, sepertinya dia merasa terganggu oleh kata-kata Dilan. Dari
semenjak Nandan tau bahwa Dilan mencintaiku, karena kata Rani Nandan itu menyukaiku.
Tapi Nandan berbeda dengan Dilan. Nandan tidak bisa seperti Dilan yang bebas seenaknya
berterus terang.
Di atas kasur, selagi mau tidur, aku dilanda kebimbangan. Haruskah terus terang ke Dilan
bahwa aku sudah punya pacar? Sebagaimana dia begitu mudahnya berterus terang? Sebelum
dia tahu pada akhirnya, lalu kecewa. Iya, kayaknya harus. Biar tidak ada lagi orang aneh
macam dia yang kalau aku harus jujur, sebetulnya aku juga suka! Dia itu seru! Ah kepada
siapa aku harus membahas soal ini. Lebih baik aku tidur.

Kututup mataku dengan bantal, lalu aku menggumam :

“Selamat tidur juga, Dilan”.

Bab 5

Dari kantin, sebelum mau masuk ke kelas, aku berpapasan dengan Dilan. Dia jalan bersama
kawan-kawannya. Pasti baru datang dari warung Bu Eem.

“Kamu mau buat aku senang gak?”

Kupandang matanya, hampir gak percaya bahwa aku bisa nanya seberani itu kepadanya. Di
saat bersamaan, ada Bu Sri lewat, dia masuk ke kelasku, Dilan menyapanya. Aku tersenyum
melihat cara Dilan menghormati Ibu Sri, dia tegakkan badannya lalu lengannya ia tempelkan
di jidat. Habis itu dia pergi.

Dilan bertengkar. Sejak kejadian itu, aku tidak pernah melihatnya lagi. Apakah aku normal
kalau aku ingin tahu semua hal tentang Dilan? Kalau enggak, biarin deh, gak normal juga.

Bab 6

Dilan kulihat sekolah lagi.

Tapi sejak itu, tidak ada gerakan apa-apa dari Dilan yang bersangkutan dengan diriku.
Bahkan sampai sehari menjelang hari ulang tahunku, Dilan kayanya bersikap biasa saja.

Dan Beni, sengaja datang ke Bandung demi untuk merayakan ulang tahunku. Dia ke rumah
pada pukul sebelas malam, bersama empat orang temannya. Tepat pada pukul 00.00 Beni
mengucapkan selamat ulang tahun dan memberiku seikat rangkaian bunga yang indah. Warna
warni dan harum.

Bagaimana dengan Dilan?

Padahal aku sempat yakin, Dilan akan meneleponku tepat pada pukul 00.00 untuk menjadi
orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Nyatanya tidak. Aku
bingung, apakah aku harus kecewa atau tidak? Aku tidur dalam gelombang perasaan yang
kosong.

Bab 7

Aku masih ingat hari itu kami sedang praktek menggambar anatomi tubuh kayak, yang
dikerjakan secara berkelompok, sehingga situasi di dalam kelas sedang tidak terlalu formal.
Tiba-tiba terdengar pintu kelas ada yang mengetuk

“Permisi pak, ada titipan buat Milea”. Kata Dilan.

Aku tidak ingin bilang bagaimana sikap Nandan saat itu. Kau tebak lagu sendiri. Dan wati?
Aku tidak sempat memperhatikan dia saat merespons. Jika hari itu ada yang bilang bahwa
hatiku berbunga-bunga, aku akan sangat setuju. Kuakui, dia selalu memiliki cara yang sulit
kuduga untuk membuat aku merasa surprise dan sangat terharu.

Itulah Dilan, selalu memiliki kemampuan luar biasa untuk membuat aku bisa merasa senang,
dan benar-benar berakhir dengan tertawa. Aku tidak bisa mengatakan bahwa saat itu aku
sudah mencintainya, tapi kupikir aku sedang menuju ke sana.

Bab 8

Hari-hari berikutnya, ada yang lain dari Dilan.

Aku merasa Dilan berubah. Dia kurasa menjauh, bahkan sudah masuk kategori boleh
kuanggap sombong. Tak ada lagi hal yang ia lakukan untukku. Sebagaimana selalu
kudapatkan sebelumnya.

Akhirnya aku mengobrol dengan Piyan, aku menceritakan semuanya dari mulai awal bertemu
Dilan, sampai tentang banyak hal yang sudah ia lakukan untuk mendekatiku. Piyan menjawab
tidak tahu. Walau kemudian akhirnya dia cerita bahwa Dilan sering cerita soal Aku. Dilan
mengira aku menyukai Nandan, padahal enggak! Sejak itu, mulai besoknya, aku sudah
pernah ke kantin lagi bareng Nandan.

Bagaimana dengan Beni? Bagaimana kalau Dilan tau aku pacaran dengan Beni? Apakah dia
akan segera menjauh juga? Aku sangat yakin dia akan. Makanya, jangan sampai dia tahu!

Bab 9
Hari itu adalah hari Sabtu. Ada acara seleksi pemilihan siswa terbaik yang akan mewakili
sekolah menjadi peserta Cerdas Cermat TVRI. Mau tahu tidak? Siapa siswa yang ditunjuk
dari kelas 2 fisika 1 : DILAN!!!!

Ketika tiba giliran grup Dilan, aku langsung deg-degan. Mungkin karena aku berharap Dilan
akan menang. Tapi pas selesai babak satu, babak dua, babak tiga, hasil perhitungan
menujukkan grupnya Dilan mendapatkan posisi kedua! Ah, aku kecewa! Pasti semalam dia
tidak belajar!.

Dari jauh, aku melihat Dilan nampak tenang. Iya, bagus Dilan. Bagus! Harus gitu! Jadikan ini
hari terbaikmu! Tetap semangat. Doaku menyertaimu. Begitulah aku hari itu, repot dengan
diriku sendiri. Lebih repot dari mereka yang mengurus dunia.

Bab 10

Ya, aku tahu Dilan berantem. Tapi kukira lebih disebabkan oleh karena dia ingin membela
harga dirinya. Ingin membela kehormatannya. Mudah-mudahan kamu mau mendengarkan
pendapatku. Dan tidak bilang bahwa aku sedang membela Dilan.

Si orang ini berdiri menatap mata Dilan. Dilan kemudian menghajarnya, dan terjadilah baku
hantam. Konon, diawali adanya persitiwa itu, Dilan pernah di rawat di rumah sakit
Boromeus. Dia masih ingat ia dirawat di ruang Yosep kamar 1520. Dan koma selama satu
hari akibat terkena tusukan di perutnya. Tapi entahlah, kasus ini tidak pernah diusut sampai
tuntas. Kata Wati karena ada backingan kuat di belakangnya. Entah siapa.

Bab 11

Siswa yang terpilih untuk berangkat ke Jakarta, mewakili sekolahku menjadi peserta Cerdas
Cermat di TVRI, siswa lain boleh ikut.

Aku ikut dan senang karena bisa ke Jakarta, untuk sekalian nostalgia. Tapi aku kecewa,
karena Dilan tidak ikut. Mengetahui Dilan tidak ikut, aku menelpon Beni.

Sebelum pulang ke Bandung, rencananya kami akan mampir dulu ke Monas dan kalau
sempat katanya mau mampir ke Taman Mini. Aku sih sudah bosan, tapi yang lainnya
menikmatinya.

Beni melihat aku dan Nandan sedang bersama, kemudian ia menginterogasi Nandan dan
memukulnya, aku berusaha menenangkannya tetapi Ia tetap tidak mendengarkanku.
Sekarang aku mau jujur, itulah aslinya Beni. Tidak sebagaimana yang kukatakan di awal
Beni itu baik. Dulu, aku berusaha untuk tidak mengungkap hal buruk darinya. Semata-mata
hanya untuk menjaga wibawanya sebagai pacarku. Tapi sekarang kau sudah tahu sendiri. Kau
bisa menilainya sendiri.

Bab 12

Aku sakit. Mungkin karena kecapean. Meski bingung capek karena apa? Enggak tahu lah,
dokter bilang begitu. Jangan berdebat, nanti malah tambah sakit. Udah, percaya aja.

Tiba-tiba Bi Asih bilang kalau ada telpon dari Beni, aku malas mengangkatnya, lalu kusuruh
Bi Asih yang mengangkatnya.

Lalu tak lama kemudian, Dilan telpon, Ia bilang kalau akan datang ke sini. Aku
menunggunya sembari kakiku dipijat oleh Bi Asih di ruang tamu.

Saat Dilan datang, ku pandang mata Dilan, Ia sangat serius memandang mata Bi Asih.
Mereka betul-betul ngobrol serius. Tiba-tiba, Beni menghubungiku dan bilang bahwa Ia
sudah berada di Bandung. Aku kaget! Aku bingung! Pokoknya Dilan harus pergi, meskipun
aku suka Dilan ada di rumahku. Akhirnya ku bilang ke Dilan bahwa aku harus tidur karena
merasa letih dan sakit kepala.

Bab 13: Beni dan Mas Ato

Disini menceritakan bahwa Beni datang bersama pamannya, Mas Ato yang bekerja sebagai
pengacara, untuk membantu Beni mendapatkan maaf dari Milea. Mas Ato menjelaskan
bahwa Beni tidak salah, mungkin saja Beni hanya khilaf pada saat bersama dengan Milea.
Namun, menurut Milea itu semua bukan hal yang sepele, di tengah percakapan itu Dilan
menelepon bibi, katanya ingin menitipkan Milea kepada Bibi. Pikiran yang berbeda tentang
Beni antara Mas Ato dan Milea, membuat kondisi pikiran Milea kacau. Dia meminta waktu
semalam untuk memikirkan semuanya, dan mempersilahkan Mas Ato dan Beni pergi.
Sementara itu, Milea sibuk memikirkan ucapan Mas Ato tadi.

Bab 14: Pendapatku tentang Beni

Di dalam bab ini, penulis menceritakan bagaimana sifat Beni yang sebenarnya melalui sudut
pandang Milea. Milea yang sedang menceritakan tentang Dilan kepada Ibunya, mendapat
jawaban ketika Ibunya berkata dia tidak ingin menyukai lelaki yang cemburuan, jahat, dan
suka marah-marah. Milea kembali diingatkan dengan berbagai perlakuan Beni kepadanya.
Beni yang sudah memarahinya di muka umum dan membuatnya malu. Bahkan dalam pikiran
Milea, Beni sebenarnya tidak mencintai Milea, Beni hanya ingin menguasai dan memiliki
Milea. Milea memutuskan akan berhenti berpacaran dengan Beni. Dilan dan Beni adalah hal
berbanding terbalik dalam pandangan Milea.

Bab 15: Putus dengan Beni

Di dalam bab ini, penulis mendahulukan dengan percakapan Milea dan Dilan. Dilan yang
menggunakan telepon umum menelepon Milea yang masih berada di rumah dikarenakan
sedang sakit. Percakapan Dilan selalu dapat membuat Milea tertawa dan senang. Pikiran
Milea seakan-akan lega jika Dilan yang meneleponnya. Selesai itu, ada sebuah fakta yang
membuat Milea terkejut, yaitu Dilan adalah pembuat komik kartun di surat kabar. Namun,
tiba-tiba Beni menelepon, meminta Milea untuk tidak memutuskan hubungan mereka. Milea
masih kesal dengan Beni, sehingga dia agak malas berbicara dengan Beni. Di percakapan itu,
Beni kembali menunjukkan sifat kasarnya dan membuat Milea kembali marah.

Bab 16: Susiana

Disini, penulis menceritakan tentang Milea, Dilan, dan Susiana. Diawali dengan percakapan
Dilan dan Milea di sekolah. Dilan mengajak Milea ke warung Bi Eem. Namun saat di kelas,
Rani memberitahu Milea bahwa dua hari yang lalu Susi naik motor dengan Dilan. Milea
cemburu, namun dia merasa tidak berhak karena dia bukan siapa-siapanya Dilan. Ditambah
masalah Beni semalam, hal ini semakin membuat Milea kesal. Di tengah pelajaran, tiba-tiba
terjadi kerusuhan di sekolah mereka. Milea yang khawatir dengan Dilan, lantas menerobos
dan mencari Dilan. Dia tidak perduli dengan semua lemparan batu itu, yang dia pikirkan
apakah Dilan baik-baik saja? Beberapa jam kemudian, tatkala Milea keluar dari toilet, Dilan
datang menemuinya. Dilan ternyata bersembunyi di balik Gereja sambil mencemaskan Milea.
Di akhir bab, Milea menanyakan tentang Susiana kepada Dilan. Yang ternyata Susi adalah
salah satu orang yang menyukai Dilan. Dilan juga mengatakan alasan mengapa dia pergi dari
sekolah dan berada di belakang Gereja membuat Milea menangis mendengarnya.

Bab 17: Kang Adi

Di bab ini, diceritakan tentang Adi. Namanya Adi Wirawan. Waktu itu, dia masih mahasiswa
ITB, semester 5. Anak Pak Alfin, kawan ayah Milea. Ayahnya memperkenalkan kang Adi
waktu dia datang ke rumah untuk urusan bisnis antara ayahku dan ayahnya yang adalah
seorang pejabat di pemerintahan Kota Bandung. Ayah Milea meminta kang Adi membimbing
Milea belajar. Adi diceritakan sangat terbuka kepada Milea. Banyak obrolan yang mereka
bicarakan di tengah-tengah kegiatan belajar itu. Hingga akhirnya Dilan menelepon dan milea
mengangkat telepon Dilan terlebih dahulu. Kang Adi bertanya kepada Milea siapa yang baru
saja menelponnya, Milea mengatakan bahwa itu temannya dan menceritakan bahwa Dilan itu
baik. Namun, sepertinya kang Adi tidak terlalu tertarik dengan cerita Milea.

Bab 18: Dilan vs Suripto

Disini, diceritakan ketika Dilan dan murid-murid lainnya sedang melaksanakan kegiatan
upacara, Dilan memasuki barisan Milea di mana itu bukan barisannya. Guru yang bernama,
Pak Suripto menegur Dilan dengan cara yang salah, yaitu menarik kerah belakang Dilan.
Dilan melawan karena dia merasa diperlakukan tidak baik, seharusnya pak Suripto
menegurnya baik-baik bukan secara kasar. Pak Suripto menampar Dilan, Dilan yang tidak
terima membalas dengan menampar Pak Suripto. Kejadian itu membuat mereka bertengkar
dan saling kejar-kejaran. Upacara bendera menjadi ricuh dan membuat Dilan harus dibawa ke
ruang kepala sekolah untuk menjelaskan kejadian tersebut.

Bab 19: Bunda

Milea bertemu dengan Bunda Dilan di sekolah. Dilan mendapatkan skorsing selama satu
Minggu, dan Bunda Dilan datang ke sekolah bertemu dengan guru-guru di sana. Ketika Milea
bersalaman dan berkenalan dengan Bunda, Milea terkejut karena ternyata Bunda Dilan sudah
banyak mendengar ceritanya dari Dilan. Walaupun ceritanya terdengar aneh dan tentunya
tidak benar, namun Milea senang. Milea senang bisa bertemu dengan Bundanya Dilan yang
sangat baik. Mereka berbincang hingga berlanjut sampai di rumah Milea. Milea, Bunda
Dilan, dan Ibunya Milea saling berbincang dan tertawa. Sampai pada akhirnya Bunda pulang,
lalu Milea menceritakan harinya kepada Dilan. Di akhir cerita, Milea tampak tidak senang
dengan ucapan kang Adi yang terkesan tidak menyukai Bundanya Dilan.

Bab 20: Jalan-jalan

Di bab ini diawali dengan kang Adi yang tiba-tiba datang ke rumah Milea lalu mengantarkan
Milea ke sekolah. Hanya sampai di pertigaan saja, alasannya karena Milea ingin jalan kaki.
Pada saat di kantin, Susiana—salah satu orang yang menyukai Dilan ini datang dan disambut
tidak ramah oleh Wati, teman Milea. Milea tidak ingin ikut campur, dia hanya menenangkan
Wati yang tengah marah kepada Susi. Namun, Susi malah memarahi Milea dan mengancam
gadis tersebut. Momen utamanya adalah ketika Milea jalan-jalan dengan Dilan. Mereka
berjalan-jalan dengan menggunakan motor dan berhenti sejenak di. “Bakso Akung.” Milea
tampak senang dan menikmati berbagai obrolan Dilan yang receh namun lucu.

Bab 21: Syukuran

Di bab ini diceritakan tentang Milea yang pergi syukuran di rumah kang Adi. Di sana Milea
tampak ikut membantu apa yang bisa dia kerjakan. Milea bertemu dengan ibunya kang Adi
dan teman-temannya. Kang Adi mengajak Milea untuk berkumpul bersama dengan teman-
teman mahasiswanya. Mereka berempat saling bercanda, namun Milea tidak bisa ikut tertawa
lepas dengan mereka entah mengapa. Lalu, ketika Milea sudah pulang, Milea mencari bibi
kalau menanyakan apakah Dilan sudah menelpon? Dan ternyata memang benar Dilan
menelpon. Bibi menceritakan apa saja yang Dilan katakan di telepon tersebut.

Bab 22: Rencana Penyerangan

Milea terkejut ketika dia mengetahui bahwa Dilan akan menyerang SMA lain. Milea cemas.
Dia menyusun cara agar dapat membatalkan rencana Dilan tersebut. Milea datang ke warung
Bi Eem untuk bertemu dengan Dilan, dia meminta untuk jalan-jalan sekarang juga. Dilan
sempat menolak, namun Milea memaksa dengan mata yang berkaca-kaca. Alhasil, Dilan
membawa Milea pergi berjalan-jalan. Satu yang Milea tahu, selain Dilan baik, Dilan juga
sangat gesit membaca situasi. Hari itu Milea berhasil menggagalkan rencana penyerangan
Dilan dan tetap memantau Dilan agar tidak pergi keluar. Dilan mengantar Milea pulang
sehabis dari rumahnya, namun dia singgah sejenak dan mengobrol dengan anggota rumah
Milea, termasuk kang Adi.

Bab 23: Pergi dengan kang Adi

Di sini menceritakan bahwa kang Adi datang ke rumah Milea untuk menjemput gadis
tersebut. Milea sempat menolak, namun ayahnya menyuruh Milea untuk mengiyakan ajakan
kang Adi. Milea terpaksa harus menyetujui hal itu, lagian kasian juga kang Adi sudah jauh-
jauh datang ke rumahnya. Kang Adi membawa Milea ke toko kecilnya, namun Milea tampak
tidak tertarik dengan apa yang kang Adi tunjukkan. Milea berharap bahwa Dilan tidak akan
kecewa kepadanya. Ayah Milea tidak tahu bahwa kang Adi si guru pembimbingnya itu
berusaha mendekatinya lewat pekerjaan tersebut. Milea tidak bisa mengatakan itu kepada
ayahnya. Saat pulang, Milea menelepon Dilan, namun yang mengangkat adalah Ibunya.
Katanya, Dilan sedang pergi. Hal itu membuat Milea tidak enak hati karena telah membuat
Dilan kecewa.
Bab 24: Berantem dengan Anhar

Disini Milea yang masih kepikiran tentang semalam, dia berusaha mencari Dilan. Mencari
untuk mengatakan yang sebenarnya apa alasan dia pergi bersama kang Adi. Di warung Bi
Eem, Milea bertemu dengan Piyan, Anhar, dan Susi CS. Milea bertanya kepada Piyan dimana
Dilan, namun Piyan berkata tidak tahu. Tiba-tiba Anhar menyeletukkan kata-kata yang
membuat Milea marah. Milea bertengkar dengan Anhar. Dia menarik kerah Anhar, Anhar
yang terbawa emosi juga jadi menampar Milea. Milea menangis dan pergi keluar disusul oleh
Piyan. Tanpa diketahui, Anhar yang baru keluar dari kelas Milea diserang oleh Dilan. Iya,
Dilan tahu kejadian Anhar menampar Milea, Bi Eem yang memberi tahunya. Dan hari itu
juga, Milea dan Dilan resmi berpacaran.

Bab 25: Malam Ini

Bab ini adalah akhir cerita, sudut pandang penulis dipaparkan melalui Milea, tokoh utama
perempuan di dalam cerita tersebut.

Kelebihan Novel

Ceritanya ringan dan bahasa yang digunakan mudah dimengerti sehingga mudah untuk
dipahami pembaca. Latar 90-an dalam cerita sangat meyakinkan sehingga pembaca dapat
merasakan suasana dalam cerita.

Kekurangan Novel

Terdapat percakapan yang familiar di era 90-an, bagi pembaca yang bukan angkatan 90-an
akan kesulitan memahaminya.

Itulah resensi novel Dilan 1990 yang populer di kalangan remaja. Semoga dapat bermanfaat untuk
anda yang tertarik membaca novel ini. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai