Salah satu program kegiatan di MAN 1 Nganjuk untuk siswa kelas XI semua jurusan
adalah pelaksanaan penelitian sederhana yang tagihan konkretnya berupa laporan hasil
penelitian dalam bentuk paper. Kewajiban menyelesaikan paper ini ternyata menimbulkan
keresahan di kalangan siswa. Mereka menganggap tugas itu terlalu berat, membingungkan,
dan (yang paling parah) sia-sia.
Dari fenomena itu, kita bisa tahu, betapa tradisi ilmiah dan berpikir sistematis dalam
menyelesaikan masalah masih belum ada dalam lingkungan pendidikan kita. Kita lebih suka
menyelesaikan persoalan dengan cara yang praktis dan pragmatis dibandingkan dengan
mengakaji secara komprehensif masalah tersebut untuk menghasilkan solusi yang tepat.
Hal itulah yang sesungguhnya menjadi alasan paling masuk akal, mengapa paper
diwajibkan bagi siswa. Selain untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam membaca,
menulis, dan menelaah bidang ilmu tertentu, diharapkan dengan penyusunan paper itu,
mereka juga akan terbiasa menyelesaikan suatu masalah secara terencana, teruji, mendalam,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menulis laporan hasil penelitian semacam paper, pada dasarnya tidak berbeda dengan
menulis tulisan-tulisan ilmiah lainnya, bahkan, kalau saya boleh mengatakan, memiliki
tingkat kesulitan yang sama juga dengan menulis fiksi. Bukankah untuk menghasilkan fiksi
yang berkualitas, seorang penulis juga perlu mengadakan penelitian dan pengkajian terhadap
masalah yang disampaikan? Hal yang membedakan hanyalah pada formalitas bahasa dan
sistematika penyajian.
Sering saya mendengar siswa mengeluh “tidak punya inspirasi” saat saya meminta
mereka menulis. Dari hasil wawancara singkat dengan mereka, saya bisa menyimpulkan,
hambatan terbesar mereka dalam melakukan kegiatan ini adalah kurangnya pengetahuan,
keringnya gagasan tentang persoalan yang akan ditulis, dan tidak terbiasanya menuangkan
pikiran dan perasaan melalui media tulisan.