Anda di halaman 1dari 8

PEDOMAN PELAKSANAAN

INTERVENSI PENURUNAN STUNTING TERINTEGRASI

BUPATI KARIMUN

KEPUTUSAN BUPATI KARIMUN


NOMOR TAHUN 2022

TENTANG

PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING KECAMATAN SE-


KABUPATEN KARIMUN

1
BUPATI KARIMUN

Menimbang : a.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 Ayat (1)


Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting dan berdasarkan surat BKKBN Nomor
81/BL.03/G3/2022 tanggal 24 Januari 2022, perlu dibentuk Tim
Percepatan Penurunan Stunting Kecamatan Se- Kabupaten
Karimun dengan Keputusan Bupati;
b. bahwa dalam rangka percepatan penurunanStunting
di Kabupaten Karimun perlu disusun kebijakan dan langkah-
langkah koordinasi secara terpadu antara lintas sektor dan
pelaku dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan
kebijakan penanggulangan Stunting;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Keputusan Bupati tentang Pembentukan Tim Percepatan
Penurunan Stunting Kecamatan Se-Kabupaten Karimun;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 172);
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat;
3.Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021
tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka
Stunting Terintegrasi Tahun 2022;
4. Peraturan Bupati Karimun Nomor 54 Tahun 2019
tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting (Berita Daerah
Kabupaten Karimun Tahun 2019 Nomor 54);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN TIM
PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING KECAMATAN SE-
KABUPATEN KARIMUN
2
KESATU : Membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting
Kecamatan Se-Kabupaten Karimun dengan susunan
keanggotaan Sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini ;

KATA PENGANTAR

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak Stunting juga
memiliki risiko lebih tinggi menderit penyakit kronis di masa dewasanya.
Bahkan, stunting dan malnutrisi diperkirakan berkontribusi pada
berkurangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.

Prevalensi stunting selama 10 tahun terakhir menunjukkan tidak adanya


perubahan yang signifikan dan ini menunjukkan bahwa masalah stunting perlu

3
ditangani segera. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
30,8% atau sekitar 7 juta balita menderita stunting. Masalah gizi lain terkait
dengan stunting yang masih menjadi masalah masyarakat adalah Anemia
pada ibu hamil (48,9%), Berat Bayi Lahir Rendah atau BBLR (6,2%), balita kurus
atau wasting (10,2%) dan Anemia pada balita.

Penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup


intervensi gizi spesifik dan gizi sensitive. Sejalan dengan inisiatif Percepatan
Penurunan stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden
Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK. Selain
itu, indikator dan target penurunan stunting telah dimasukkan sebagai
sasaran pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-019 dan Rencana Aksi Nasional
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2017-2019.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
masukan sehingga pedoman pelaksanaan intervensi penurunan stunting
terintegrasi ini dapat diterbitkan. Selanjutnya, pedoman ini akan
dimutakhirkan secara periodic berdasarkan pembelajaran dari penerapannya.

DAFTAR ISTILAH

ASI : Air Susu Ibu


Baduta : Anak berusia dibawah Dua Tahun
Balita : Anak berusia dibawah Lima Tahun
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
KIA : Kesehatan ibu dan Anak
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PMBA : Pemberian Makan Bayi dan Anak

4
RAD-PG : Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi

DAFTAR ISI
Kata Pengantar 4
Daftar Istilah 5

Daftar Isi 6

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 7
BAB 2 Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku
2.1 Tujuan Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan
Stunting 8

5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
a. Apa itu Stunting?
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat
kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi
berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh
yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong
stunting apabila Panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih
rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat
pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen
lainnya.

6
Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk
menghindari dampak jangka Panjang yang merugikan seperti
terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi
perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal.
Hal ini berisiko menurunkan prduktivitas saat dewasa. Stunting juga
menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko
lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan,
stunting dan berbagai bentuk masalah gizi diperkirakan berkontribusi
pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.

BAB 2
Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku
2.1 Tujuan Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku
Percepatan Pencegahan Stunting
Tujuan Khusus :
a. Diterbitkannya regulasi/kebijakan di tingkat kabupaten/kota
terkait komunikasi perubahan perilaku dalam pencegahan
stunting
b. Terlaksananya peningkatan kapasitas komunikasi antar pribadi
bagi kader posyandu.

7
c. Terlaksananya komunikasi antar pribadi oleh tenaga Kesehatan
puskesmas kepada kelompok sasaran pada saat memberikan
pelayanan Kesehatan.
Indikator capaian :
 Sebanyak 100% ibu hamil di daerah lokus prioritas minum
minimal 90 Tablet Tambah Darah (TTD).
 Sebanyak 60% ibu hamil mengikuti kelas ibu hamil di lokus
prioritas.
 Sebanyak 75% rumah tangga yang telah mempunyai akses pada
jamban sehat di lokus prioritas, menggunakan fasilitas ini.
 Sebanyak 75% bayi usia 0-6 bulan di lokus prioritas mendapat ASI
Eksklusif.
 Sebanyak 100% rumah tngga yang memiliki baduta di daerah
lokus prioritas mendapat konseling MPASI.
 Sebanyak 80% bayi usia 6-24 bulan di lokus prioritas mendapat
MPASI dan makanan lokal.
 Sebanyak 100% baduta di daerah lokus prioritas terpantau status
gizi dan perkembangannya dan lingkar kepala 3 bulan sekali.
 Sebanyak 100% balita usia 24 bulan – 59 bulan terpantau
pertumbuhannya 8 kali dan perkembangannya 2 kali setahun.
 Sebanyak 80% balita di lokus prioritas mendapatkan pengukuran
Panjang badan dan tinggi badan sedikitnya dua kali per tahun.
 Sebanyak 80% balita di lokus prioritas mendapat pemantauan
perkembangan per tahun.
 Sebanyak 80% remaja putri mengonsumsi tablet tambah darah di
lokasi sasaran program pemberian tablet tambah darah.
 Sebanyak 50% rumah tangga di lokus prioritas mendapatkan
akses air minum layak.
 Sebanyak 95% bayi di lokus prioritas mendapat imunisasi dasar
lengkap.
 Sebanyak 95% baduta (1-24 bulan) di lokus prioritas mendapat
imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dan Campak/MR.
 Sebanyak 100% ibu hamil KEK di lokus prioritas mengonsumsi
makanan tambahan ibu hamil per tahun.
 Sebanyak 100% anak usia 1-4 tahun di daerah endemis
kecacingan mengonsumsi obat cacing sesuai standar.
 Sebanyak 100% anak usia 0-59 bulan di lokus prioritas
mengonsumsi vitamin A per tahun sesuai standar.

Anda mungkin juga menyukai