ULFA AL ULUF
102014153015
Peraturan Bupati Bangkalan Nomor 6 tahun 2019 tentang penurunan Stunting di kabupaten
Bangkalan berisi 12 bab dan 19 Pasal. Isi pokok dari kebijakan penurunan Stunting adalah
saran yang menjadi fokus dalam intervensi peniurunan stunting baik intevensi gizi spesifik
maupun sensitif, tentang kegiatan, anggaran dan pengahragaan yang akan dilakukan dalam
mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Kebijakan ini dikeluarkan karena Angka kejadian
stunting di kabupaten Bangkalan yang masih banyak yang dapat menghambat upaya
peningkatan kesehatan Masyarakat dan pembangunan sumber daya manusia. Tujuan
adanya kebijakan ini adalah untuk meningkatkan Gizi Masyarakat Bangkalan dan Kualitas
Sumber Daya Manusia di Kabupaten Bangkalan.
Ada kajian kajian dalam pasal yang menyebabakan akan terjadinya maslah dalam proses
pelakasaan kebijakan diantaranya kajian tentang kegiatan yang akan dilakukan seperti
melakukan penimbanga secara rutin dan sasaran dalam kebijkan untuk intervensi gizi
sensitif belum dilibatkannnya kader masyarakat sebagai ssaran intervensi pada kebijakan
ini. Selain kajian pasal pasal ini ada juga kesenjangn yang dikaitkan dengan penelitian
yang sudah ada yaitu, pemberdayaan kader posyandu dalam penanggulanangan stunting,
serta kesadaran msayarakat bangkalan dalam menyikapi pencegahan Stunting. Diharapkan
agar msyarakat Bangkalan lebih cerdas dalam memahami dan mengambil langkah kedepan
untuk Kabupaten bangkalan lebih baik.
BAB 1
Beberapa pasal dalam kebijakan Peraturan Bupati Bangkalan yang mempunyai potensi
menimbulkan masalah atau sudah menjadi masalah.
2.1 BAB IV RUANG LINGKUP
Pada Bab 4 tentang ruang lingkup disebutkan bahwa ruang lingkup penurunan
stunting berkaitan dengan intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Pada Bab ini
juga bagian kesatu disebutkan tentang sasaran yang termasuk dalam intervensi gizi spesifik
dan intervensi gizi sensitif. Dalam pasal 7 point ketiga disebutkan bahwa sasaran untuk
intervensi gizi sensitif yaitu masyarakat, khususnya keluarga. Hal ini bahwa intervensi
yang ilakukan secara tidak langsung dalam penurunan stunting di kabupaten Bangkalan
hanya meliputi masyarakat khusunya keluarga. Sedangkan jika merujuk kepada Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
pada Bab III Strategi, Sasaran, Kegiatan, dan Pelaksanaan bagian kedua pasal kelima
bahwa sasaran dalam perbaikan gizi juga meliputi kader-kader masyarakat seperti
Posyandu, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, dan/ataukader-kader masyarakat yang
sejenis;. Kader kader masyarakat merupakan salah satu sasaran dalm perbaikan gizi
terutama dalam meberika pendidikan gizi bagi sasaran intervensi gizi spesifik. Mengingat
kontribusi yang dilakukan oleh setiap kader masyarakat khusunya dalam bidang kesehatan
cukup baik Sehingga dapat dismpulkan bahwa selain masyarakat umum kader masyarakat
juga dapat dijadikan sebagai sasaran intervensi sensitif dalam mebuat kebijakan tentang
penurunan Stunting (PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42,
2013)
Pada bagian kedua point kedua dan ketiga tentang kegiatan intervensi kegiatan
pada sasaran gizi spesifik yaitu pada ibu menyusui dan anak usia 6 (enam ) bulan, ibu
menyusui dan anak usia 7-23 (tujuh samapai dengan dua puluh tiga) bulan meliputi
mendorong Inisiasi Menyusu Dini (IMD), mendorong pemberian ASI Ekslusif, mendorong
melanjutkan pemberian ASI Esklusif hingga umur 23 bulan di dampingi oleh MP-ASI,
menyediakan obat cacing, memyediakan suplementasi zinc, melakukan fortifikasi zat besi
dan asam Folat ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap ibu menyusui yang
mengalamai resiko tinggi dengan penyakit degeneratif seperti : diabetes mellitus,
hipertensi, post operasi, hepatitis dan lain lain. Memberikan imunisasi lengkap dan
melakukan pencegahan dan pengobatan diare, jika merujuk kepada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi Bab
4 Bagian Kedua berbunyi Untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. menimbang berat badan secara teratur;
b. memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif);
c. makan beraneka ragam;
d. menggunakan garam beryodium; dan
e. pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan
dalam perarturan Bupati bangkalan menimbang berat dan secara teratur tidak termasuk
dalam kegaiatan intervensi. Padahal jikan dilihat kembali bahwa salah satu faktor tidak
langsung adanya stunting yaitu kesadaran masyarakat tetang mebawa anaknya keposyandu
sehinggan menyebabkan D/S menjadi rendah, akibatnya pelaporan dan pencatatan data
balita stunting tidak bisa optimal (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23, 2014).
BAB 3
KESENJANGAN ATAU GAP YANG TERJADI AKIBAT KEBIJAKAN
4.1 Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi
Peraturan Presiden (Perpres) No 42 tahun 2013 merupakan kebijakan
terintegrasi dalam rangka perbaikan gizi dengan fokus pada kelompok 1000 hari
pertama kehidupan meliputi 270 hari masa kehamilan dan 730 hari hingga anak usia 2
tahun. Penetapan peraturan tersebut juga merupakan bentuk tanggung jawab
pemerintah dalam peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peningkatan
status gizi dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang sehat,
cerdas, dan produktif. Hal-hal yang diatur di dalamnya meliputi: (i) Strategi, sasaran,
dan kegiatan; (ii) Struktur organisasi; (iii) Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi di tingkat daerah; serta (iv) Pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan
pendanaan (PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42,
2013).
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi bukanlah inisiatif baru
ataupun pendanaan baru. Melainkan merupakan peningkatan efektivitas dari berbagai
inisiatif dan program/kegiatan yang sudah ada melalui dukungan dari kepepimpinan
nasional, penetapan prioritas, dan harmonisasi program. Oleh karena itu, diperlukan
koordinasi dan dukungan teknis, advokasi tingkat tinggi, serta kemitraan lintas
sektoral untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi masyarakat yang diharapkan.
Salah satu upaya untuk memperoleh komitmen dan kesepakatan para
pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan gerakan ini adalah melalui
pelaksanaan workshop Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka
1000 Hari Pertama Kehidupan pada tanggal 28 Oktober 2013. Workshop tersebut
menampilkan narasumber perwakilan mitra pembangunan (UNICEF), dunia usaha
(GAPMMI), tokoh agama (KH Salahuddin Wahid), serta Pemerintah Daerah
(Walikota Makassar dan Perwakilan Bupati Klaten) sebagai bentuk dukungan lintas
sektoral dalam upaya perbaikan gizi masyarakat di Indonesia. Kesepakatan dalam
workshop tersebut adalah:
1. Unsur pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen untuk memberikan
prioritas kebijakan dan penganggaran untuk menjamin penyediaan sumberdaya
yang optimal.
2. Unsur organisasi kemasyarakatan berkomitmen untuk memberikan penjelasan dan
menggerakan seluruh anggota agar seluruh ibu hamil dan bayi dan anak 0 – 2 tahun
dicukupi kebutuhan gizi nya.
3. Unsur organisasi profesi dan akademisi berkomitmen untuk menjaga agar
pelaksanaan intervensiterkait gizi, kesehatan, pangan, berdasarkan bukti-bukti
ilmiah.
4. unsur media massa berkomitmen untuk menyebarluaskan informasi terkait pangan
dan gizi secara terus menerus.
5. unsur dunia usaha berkomitmen untuk peduli dan memberikan dukungan kepada
pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menjaga tidak ada konflik
kepentingan.
6. unsur mitra pembangunan internasional berkomitmen untuk berkoordinasi dengan
pemerintah dan pemerintah daerah dan memberikan dukungan teknis dan
advokasi dan peningkatan kapasitas.
Komitmen pemangku kepentingan lintas sektoral dalam upaya percepatan
perbaikan gizi tersebut selanjutnya diperkuat dengan arahan Presiden RI yang
disampaikan pada pencanangan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
dalam puncak acara Hari Pangan Sedunia tanggal 31 Oktober 2013. Dalam arahan
tersebut ditekankan bahwa untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi,
diperlukan komitmen kuat dari berbagai pihak, baik dari pemerintah dan
pemerintah daerah, lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi,
organisasi profesi, media massa, dunia usaha dan mitra pembangunan serta
reorientasi fokus penanganan masalah gizi tidak hanya pada intervensi langsung
(spesifik) tetapi juga melalui intervensi tidak langsung (sensitif).
Intervensi langsung bersifat spesifik di sektor kesehatan dan gizi, sedangkan
intervensi tidak langsung bersifat sensitif di sektor terkait lainnya, seperti
penyediaan pangan yang cukup, penyediaan air bersih dan sanitasi,
penanggulangan kemiskinan, serta penyediaan pelayanan keluarga berencana dan
pendidikan, khususnya pendidikan kaum perempuan.
4.2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Upaya Perbaikan Gizi
pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Upaya Perbaikan Gizi. Salah satu pertimbangan disebutkan dalam Permenkes
ini, bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat perlu dilakukan upaya perbaikan
gizi perseorangan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam
kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan gizi,
juga bahwa upaya perbaikan gizi tersebut dilaksanakan berdasarkan pedoman yang
selama ini masih tersebar dalam berbagai pedoman yang belum bersifat regulasi
(PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23,
2014)
Pasal 1
Beberapa pengertian yang tercantum dalam Permenkes ini, antara lain:
1. Gizi Seimbang adalah susunan hidangan makanan sehari yang terdiri atas berbagai
ragam bahan makanan yang berkualitas dalam jumlah dan proporsi yang sesuai
dengan aktifitas fisik, umur, jenis kelamin dan keadaan fisiologi tubuh sehingga
dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, guna pemeliharaan dan perbaikan sel
tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
2. Keluarga Sadar Gizi yang selanjutnya disingkat KADARZI adalah suatu keluarga
yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
3. Pelayanan Gizi adalah rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan gizi
perorangan dan masyarakat melalui upaya pencegahan, peningkatan, penyembuhan,
dan pemulihan yang dilakukan di masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap
hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh,
aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
5. Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang gizi sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan
Pasal 2, diantaranya tercantum, bahwa pengaturan upaya perbaikan gizi ditujukan untuk
menjamin:
1. setiap orang memiliki akses terhadap informasi gizi dan pendidikan gizi;
2. setiap orang terutama kelompok rawan gizi memiliki akses terhadap pangan yang
bergizi; dan
3. setiap orang memiliki akses terhadap pelayanan gizi dan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan diatas dilakukan melalui:
1. perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang;
2. perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan;
3. peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi; dan
4. peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Pasal 8 (Kecukupan Gizi)
1. Setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar angka kecukupan
gizi.
2. Menteri menetapkan standar angka kecukupan gizi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekurang-kurangnya setiap 4 (empat) tahun sekali.
3. Standar angka kecukupan gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
digunakan untuk:
a. Acuan dalam menilai kecukupan gizi;
b. Acuan dalam menyusun makanan sehari-hari;
c. Acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regional
maupun nasional;
d. Acuan pendidikan gizi; dan
e. Acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi.
Pasal 9
1. Setiap penyelenggara usaha jasa boga harus memberikan informasi tentang
komposisi makanan-minuman dan nilai gizinya.
2. Penilaian terhadap informasi diatas dilaksanakan bersamaan dengan penilaian
untuk mendapatkan sertifikat higiene sanitasi.
Pasal 10
1. Setiap penyelenggara usaha pangan industri rumah tangga harus memberikan
informasi tentang komposisi makanan-minuman dan nilai gizinya.
2. Penilaian terhadap informasi diatas dilaksanakan bersamaan dengan permohonan
registrasi usaha pangan industri rumah tangga di dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pasal 12 (terkait Pelayanan Gizi)
Pelayanan gizi dilakukan untuk mewujudkan perbaikan gizi pada seluruh siklus
kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada
kelompok rawan gizi; Kelompok rawan gizi tersebut antara lain meliputi:bayi dan
balita;anak usia sekolah dan remaja perempuan, ibu hamil, nifas dan menyusui, pekerja
wanita; dan usia lanjut. Pelayanan gizi ini dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan;institusi/fasilitas lainnya masyarakat dan lokasi dengan situasi darurat.
Pasal 18 (Suplementasi gizi)
Suplementasi gizi ditujukan untuk memenuhi kecukupan gizi. Suplementasi gizi
diberikan untuk anak usia 6 – 59 bulan, anak sekolah, ibu hamil, ibu nifas, remaja
perempuan, dan pekerja wanita. Sedangkan Jenis suplementasi gizi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
1. Kapsul Vitamin A;
2. Tablet Tambah Darah;
3. Makanan Tambahan Ibu Hamil;
4. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI);
5. Makanan Tambahan Anak Balita 2-5 Tahun;
6. Makanan Tambahan Anak Usia Sekolah; Dan
7. Bubuk Multi Vitamin Dan Mineral.
Pasal 19 (Tata Laksana Gizi)
Tata laksana gizi kurang merupakan rangkaian tindakan yang bertujuan untuk
pemulihan status gizi dengan prioritas menurunkan angka kesakitan pada balita gizi
kurang. Tata laksana gizi kurang dilaksanakan oleh masyarakat dan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Pasal 20 (Tata Laksana Gizi Buruk)
Tata laksana gizi buruk merupakan rangkaian tindakan yang bertujuan untuk
perbaikan status gizi dengan prioritas menurunkan angka kematian pada balita gizi
buruk; Perbaikan status gizi terhadap balita penderita gizi buruk harus diberikan
formula gizi buruk yang salah satu komponennya merupakan mineral mix; Tata laksana
gizi buruk dilaksanakan melalui rawat jalan atau rawat inap sesuai dengan kondisi
pasien.
Pasal 21
Tata laksana gizi lebih merupakan rangkaian tindakan yang bertujuan untuk mencapai
status gizi baik dan menurunkan risiko timbulnya penyakit gangguan metabolik dan
degenerative; Dilakukan melalui tindakan yang bersifat pencegahan, peningkatan,
penyembuhan dan pemulihan.
Pelayanan Gizi Diluar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 24
Pelayanan gizi diluar fasilitas pelayanan kesehatan diarahkan untuk mempertahankan
dan meningkatkan status gizi masyarakat.Pelayanan gizi tersebut antara lain meliputi:
1. pelayanan gizi di panti asuhan;
2. pelayanan gizi di lembaga pemasyarakatan;
3. pelayanan gizi di sekolah;
4. pelayanan gizi di tempat kerja;
5. pelayanan gizi di pondok pesantren;
6. pelayanan gizi di asrama haji/jemaah haji;
7. pelayanan gizi di pusat pelatihan olah raga;
8. pelayanan gizi di panti wreda; dan
9. pelayanan gizi di hotel dan restoran.
Pasal 26 (Pelayanan Gizi di Lokasi dengan Situasi Darurat)
Pelayanan Gizi di Lokasi dengan Situasi Darurat diarahkan untuk mempertahankan
dan memulihkan serta meningkatkan status gizi masyarakat di daerah bencana.
Pasal 27
Pemenuhan gizi dalam situasi darurat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
terjadinya penurunan status gizi secara cepat dan tepat; Dilakukan terhadap masyarakat
akibat korban bencana, masyarakat di pengungsian, dan masyarakat di penampungan.
Upaya ini dilakukan sampai dengan dikeluarkannya pernyataan selesainya situasi
darurat oleh kepala daerah.
Pasal 28 (Surveilans Gizi)
Surveilans gizi bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai perubahan
pencapaian indikator kinerja perbaikan gizi secara nasional, dan regional; Merupakan
kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap masalah gizi dan
indikator pembinaan gizi masyarakat. Ditujukan agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien serta tindak lanjut sebagai respon terhadap
perkembangan informasi.
Pasal 29 (Penilaian Status Gizi)
Prioritas penilaian status gizi dilakukan pada balita, anak usia sekolah, dan pekerja
perempuan. Penilaian status gizi ini dapat ditentukan dengan cara: Antropometri;
Biokimia;Klinis; dan/atau Konsumsi makanan.
Selain berbagai hal diatas, pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi, juga dijelaskan
tentang Keluarga Sadar Gizi disertai contoh dan cara pengisian formulirnya,
diantaranya:
1. Pendampingan Keluarga Menuju Keluarga Sadar Gizi)
2. Strategi Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi
BAB 5
PREDIKSI KEBERHASILAN KEBIJAKAN
6.1 Kesimpulan
Peraturan Bupati Bangkalan Nomor 6 tahun 2019 tentang penurunan Stunting di
kabupaten bangkalan diterbitkan dengan melakukan pertimbangan pasal 15 peraturan
presiden No 42 Tahun 2013 tentang gerakan nasional Percepatan Perbaikan Gizi, Angka
kejadian stunting di kabupaten Bangkalan yang masih banyak yang dapat menghambat
upaya peningkatan kesehatan Masyarakat dan pembangunan sumber daya manusia, faktor
yang nmenyebabkan kejadian stunting yang bersifat multidimensi dan intervensi paling
menentukan pada 1000 hari pertama kehidupan, masyarakat sangat membutuhkan
informasi untuk menjaga status kesehatan dan gizi Masyarakat Kabupaten Bangkalan.
Peraturan Bupati Bangkalan Nomor 6 tahun 2019 tentang penurunan Stunting di
kabupaten Bangkalan berisi 12 bab dan 19 Pasal. Kebijakan Bupati Bangkalan no 6 tahun
2019 ini sudah baik dalam menjadi kebijakan untuk penurunn stuntin. Hal tersebut dapat
dilihat dari pencapaian keberhasil setiap kebijakakn yang ada diperaturan itu berjalan
sebagaimana mesti, dan angka kejadian stunting di kabupaten bangkalan mulai menurun.
Tentunya hal ini tidak terlepas dari peran serta pemangku kepentingan dan masyrakat
kabupaten bangkalan dalam mematuhi dan memahami setiap kebijakan yang diluarkan
oleh bupati bangkalan.
6.2 Saran
Dengan adanya makalah tenyang kajian kebijakan ini, diharapkan para pembaca
sudah mengerti mengenai cara memahami dan mengaplikasikan sebuah kebijakan, penulis
sangat berharap kritik dan saran dari pembaca untuk membangun dan menyempurnakan
makalah ini. Misalnya dengan melakukan pengkajian mendalam mengenai kebijakan
ditempat lain selain di Kabupaten Pamekasan yang tentunya akan menambah pengetahuan
dan wawasan bagi pembaca lain
DAFTAR PUSTAKA
Bangkalan Cegah Kekerdilan Melalui Posyandu Sumber:
https://mediaindonesia.com/nusantara/286028/bangkalan-cegah-kekerdilan melalui
posyandu
Tekan Stunting, Pemkab Bangkalan Kampanyekan Gerakan Hidup Sehat
https://www.timesindonesia.co.id/read/news/253420/tekan-stunting-pemkab-
bangkalan-kampanyekan-gerakan-hidup-sehat
Wulandini, P., Efni, M., & Marlita, L. (2020). Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki
Balita Tentang Stunting Di Puskesmas Rejosari Pekanbaru. Collaborative Medical
Journal, 3(1), 8–14.
LAMPIRAN